Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

CIDERA KEPALA SEDANG (CKS)

Disusun untuk memenuhi tugas Profesi pada Departemen Emergency

Disusun oleh :
Nur Fitria
125070209111018

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015

LAPORAN PENDAHULUAN
Nama Mahasiswa : Nur Fitria
NIM

: 125070209111018

Masalah Utama

: Cidera Kepala Sedang

A.

PENGERTIAN
Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat
adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung
maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (sylvia anderson Price,
1985)
Disebut cedera kepala sedang bila GCS 9-12, kehilangan
kesadaran atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam bahkan sampai
berhari-hari. Resiko utama pasien yang mengalami cedera kepala
adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak
sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan TIK.

B.

PATOFISIOLOGI
Cedera kulit kepala
Karena bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit
kepala berdarah bila mengalami cedera dalam. Kulit kepala juga
merupakan tempat masuknya infeksi intrakranial. Trauma dapat
menimbulkan abrasi, kontisio, laserasi atau avulsi.
Fraktur tengkorak
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak
disebabkan oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa
kerusakan

otak.

menimbulkan

Adanya

dampak

fraktur

tekanan

tengkorak

yang

kuat.

biasanya
Fraktur

dapat

tengkorak

diklasifikasikan terbuka/tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak


dan fraktur tertutup dura

tidak rusak. Fraktur kubah

kranial

menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur dan karena alasan yang


kurang akurat tidak dapat ditetapkan tanpa pemeriksaan dengan sinar
X, fraktur dasar tengkorak cenderung melintas sinus paranasal pada
tulang frontal atau lokasi tengah telinga di tulang temporal, juga sering
menimbulkan hemorragi dari hidung, faring atau telinga dan darah
terlihat di bawah konjungtiva. Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika
CSS keluar dari telinga dan hidung.
Cidera otak
Kejadian cedera Minor dapat menyebabkan kerusakan otak
bermakna. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai
derajat tertentu yang bermakna sel-sel cerebral membutuhkan supalai
darah terus menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak
tidak dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang
mengalir tanpa henti hanya beberapa menit saja dan kerusakan
neuron tidak dapat mengalami regenerasi.
Komosio
Komosio cerebral setelah cedera kepala adalah kehilangan fase
neuologik sementara tanpa kerusakan struktur. Jika jaringan otak dan
lobus frontal terkena, pasien dapat menunjukkan perilaku yang aneh
dimana keterlibatan lobus temporal dapat menimbulkan amnesia
disoreantasi.
Kontusio
Kontusio cerebral merupakan CKB, dimana otak mengalami
memar dan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada
pada periode tidak sadarkan diri. Pasien terbaring kehilangan gerakan,
denyut nadi lemah, pernafasan dangkal, kulit dingin dan pucat.
Hemoragi cranial

Hematoma ( pengumpulan

darah ) yang terjadi dalam tubuh

kranial adalah akibat paling serius dari cedera kepala. Ada 3 macam
hematoma :
1. Hematoma Epidural (hematoma Ekstradural)
Setelah terjadi cedera kepala, darah berkumpul di dalam
ruang epidural (ekstradural) diantara tengkorak di dura. Keadaan ini
sering diakibatkan dari fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan
arteri meningkat tengah putus atau rusak (laserasi), dimana arteri
ini berada diantara dura dan tengkorak daerah frontal inferior
menuju bagian tipis tulang temporal, hemoragi karena arteri ini
menyebabkan penekanan pada otak.
2. hematoma subdural
hematoma subdural adalah pengumpulan darah diantara
dura dan dasar otak, yang pada keadaan normal diisi oleh cairan.
Hemoragi sub dural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan
akibat putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang
subdural. Hematoma subdural dapat terjadi akut, sub akut atau
kronik tergantung pada ukuran pembuluh darah yang terkena dan
jumlah

perdarahan

yang

ada.

Hematoma

subdural

akut:

dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kkontusio


atau laserasi. Hematoma subdural subakut: sekrela kontusio sedikit
berat dan dicurigai pada bagian yang gagal untuk menaikkan
kesadaran setelah trauma kepala. Hematoma subdural kronik:
dapat terjadi karena cedera kepala minor dan terjadi paling sering
pada lansia. Lansia cenderung mengalami cedera tipe ini karena
atrofi otak, yang diperkirakan akibat proses penuaan.
3. Hemoragi Intra cerebral dan hematoma
hematoma intracerebral adalah perdarahan ke dalam
substansi otak. Hemoragi ini biasanya terjadi pada cedera kepala
dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil. Hemoragi

in didalam menyebabkan degenerasi dan ruptur pembuluh darah,


ruptur kantong aneorima vasculer, tumor infracamal, penyebab
sistemik gangguan perdarahan.
Trauma otak mempengaruhi setiap sistem tubuh. Manifestasi klinis cedera
otak meliputi :
-

Gangguan kesadaran

Konfusi

Sakit

kepala,

vertigo,

gangguan

pergerakan

C.

Tiba-tiba defisit neurologik

Perubahan TTV

Gangguan penglihatan

Disfungsi sensorik

lemah otak

PATHWAYS

Trauma kepala

Ekstra kranial
Terputusnya kontinuitas
jaringan kulit, otot dan
vaskuler

Tulang kranial
Terputusnya kontinuitas
jaringan tulang

Gangguan suplai darah


-

Perdarahan
hematoma

Resiko
infeksi

Nyeri

Jaringan otak rusak


(kontusio, laserasi)

Perubahan autoregulasi
Oedema serebral

Iskemia
Hipoksia

Perubahan sirkulasi
CSS

Intra kranial

Perubahan perfusi
jaringan

Gangg. Fungsi otak

Gangg. Neurologis
fokal

kejang

Bersihan
jln nafas
Obstruks
i jln. Nafas
Dispnea
Henti
nafas
Perubaha

Peningkatan TIK

Girus medialis lobus


temporalis tergeser

Mual-muntah
Papilodema
Pandangan kabur
Penurunan fungsi
pendengaran
Defisit neurologis
Nyeri kepala

Resiko kurangnya
volume cairan

Gangg. Persepsi
sensori

Resiko tidak
efektif jln. Nafas

Herniasi unkus
Tonsil cerebrum tergeser
Messenfalon tertekan

immobilitasi

Gangg.
kesadaran

D.

Resiko injuri

cemas

Kompresi medula oblongata

Resiko gangg.
Integritas kulilt
Kurangnya
perawatan diri

TANDA DAN GEJALA

Pola pernafasan
Pusat pernafasan diciderai oleh peningkatan TIK dan hipoksia,
trauma langsung atau interupsi aliran darah. Pola pernafasan dapat
berupa hipoventilasi alveolar, dangkal.

Kerusakan mobilitas fisik


Hemisfer atau hemiplegi akibat kerusakan pada area motorik otak.

Ketidakseimbangan hidrasi
Terjadi

karena

adanya

kerusakan

kelenjar

hipofisis

atau

hipotalamus dan peningkatan TIK

Aktifitas menelan
Reflek melan dari batang otak mungkin hiperaktif atau menurun
sampai hilang sama sekali

Kerusakan komunikasi
Pasien mengalami trauma yang mengenai hemisfer serebral
menunjukkan

disfasia,

kehilangan

kemampuan

untuk

menggunakan bahasa.
E.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

CT Scan

Ventrikulografi udara

Angiogram

Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)

Ultrasonografi

F.

PENATALAKSANAAN
1.

Air dan Breathing


-

Perhatian adanya apnoe

Untuk cedera kepala berat lakukan


intubasi endotracheal. Penderita mendapat ventilasi dengan
oksigen 100% sampai diperoleh AGD dan dapat dilakukan
penyesuaian yang tepat terhadap FiO2.

Tindakan hiperventilasi dilakukan hatihati untuk mengoreksi asidosis dan menurunkan secara cepat
TIK pada penderita dengan pupil yang telah berdilatasi. PCO2
harus dipertahankan antara 25-35 mmhg.

2.

Circulation
Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama
terjadinya perburukan pada CKS. Hipotensi merupakan petunjuk
adanya kehilangan darah yang cukup berat, walaupun tidak
tampak. Jika terjadi hipotensi maka tindakan yang dilakukan adalah
menormalkan tekanan darah. Lakukan pemberian cairan untuk

mengganti volume yang hilang sementara penyebab hipotensi


dicari.
3.

disability (pemeriksaan neurologis)


Pada penderita hipotensi pemeriksaan

neurologis

tidak

dapat

dipercaya

kebenarannya.

Karena

penderita hipotensi yang tidak menunjukkan respon terhadap


stimulus apapun, ternyata menjadi normal kembali segera
tekanan darahnya normal
Pemeriksaan

neurologis

meliputi

pemeriksaan GCS dan reflek cahaya pupil


G.

PENGKAJIAN PRIMER
a.

Airway
Kaji adanya obstruksi jalan antara lain suara stridor, gelisah
karena hipoksia, penggunaan otot bantu pernafasan, sianosis

b.

Breathing
Inspeksi frekuensi nafas, apakah terjadi sianosis karena luka
tembus dada, fail chest, gerakan otot pernafasan tambahan.
Kaji adanya suara nafas tambahan seperti ronchi, wheezing.

c.

Sirkulasi
Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi,
takipnea, hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik,
penurunan produksi urin.

d.

Disability
Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum.

e.

Eksposure
Buka semua pakaian klien untuk melihat adanya luka.

H.

PENGKAJIAN SKUNDER
-

Kepala
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar
dan membrana timpani, cedera jaringan lunak periorbital

Leher

Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang


Neurologis

Penilaian fungsi otak dengan GCS


Dada

Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan


jantung, pemantauan EKG
Abdomen

Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma


tumpul abdomen
Pelvis dan ekstremitas

Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma,


memar dan cedera yang lain
I.

DIAGNOASA KEPERAWATAN YANG MUNCUL


1.

Gangguan

perfusi

jaringan

serebral

b.d

penurunan aliran darah ke serebral, edema serebral


2.

Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro


muskuler

(cedera

pada

pusat

pernafasan

otak,

kerusakan

persepsi /kognitif)
3.

Kerusakan

pertukaran

gas

b.d

hilangnya

control volunteer terhadap otot pernafasan


4.

Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi


sekresi, obstruksi jalan nafas

5.

Gangguan pola nafas b.d adanya depresi pada


pusat pernafasan

6.

Resiko

Gangguan

pemenuhan

kebutuhan

nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan kesadaran


7.

Resiko

cedera

b.d

kejang,

penurunan

kesadaran
8.

Gangguan eliminasi urin b.d kehilangan control


volunteer pada kandung kemih

J.

RENCANA KEPERAWATAN
1.

Diagnosa : gangguan perfusi jaringan serebral


b.d penurunan aliran darah ke serebral, edema serebral
Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi
motorik dan sensorik
Intervensi :
Kaji

faktor

penyebab

penurunan

kesadaran dan peningkatan TIK


-

Monitor status neurologis

Pantau

tanda-tanda

vital

dan

peningkatan TIK
Evaluasi pupil, batasan dan proporsinya

terhadap cahaya

Letakkan kepala dengan posisi 15-45

derajat lebih tinggi untuk mencegah peningkatan TIK


Kolaburas pemberian oksigen sesuai

dengan indikasi, pemasangan cairan IV, persiapan operasi


sesuai dengan indikasi
2.

Diagnosa : Pola nafas tidak efektif b.d


kerusakan neuro muskuler (cedera pada pusat pernafasan otak,
kerusakan persepsi /kognitif)
Tujuan : pola nafas pasien efektif
Intervensi :
-

Kaji

pernafasan

(irama,

frekuensi,

kedalaman) catat adanya otot bantu nafas


-

Kaji reflek menelan dan kemampuan


mempertahankan jalan nafas

Tinggikan bagian kepala tempat tidur


dan bantu perubahan posisi secara berkala

Lakukan

pengisapan

lendir,

lama

pengisapan tidak lebih dari 10-15 detik


Auskultasi bunyi paru, catat adanya

bagian

yang

hipoventilasi

dan

bunyi

tambahan(ronchi,

wheezing)
-

Catat pengembangan dada

Kolaburasi : awasi seri GDA, berikan


oksigen tambahan melalui kanula/ masker sesuai dengan
indikasi
Monitor

pemakaian

obat

depresi

pernafasan seperti sedatif


Lakukan program medik

3.

Diagnosa : kerusakan pertukaran gas b.d


hilangnya control volunteer terhadap otot pernafasan
tujuan : pasien mempertahankan oksigenasi adekuat
intervensi :
-

Kaji irama atau pola nafas

Kaji bunyi nafas

Evaluasi nilai AGD

Pantau saturasi oksigen

4.

Diagnosa : Inefektif bersihan jalan nafas b.d


akumulasi sekret, obstruksi jalan nafas
Tujuan : mempertahankan potensi jalan nafas
intervensi :
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya

bunyi nafas misal krekels, mengi, ronchi


-

Kaji frekuensi pernafasan

Tinggikan posisi kepala tempat tidur


sesuai dengan indikasi

Lakukan penghisapan lendir bila perlu,


catat warna lendir yang keluar

Kolaburasi : monitor AGD

5.

Diagnosa : resiko cedera b.d penurunan


kesadaran
tujuan : tidak terjadi cedera pada pasien selama kejang, agitasi atu
postur refleksif
intervensi :
Pantau adanya kejang pada tangan,

kaki, mulut atau wajah

Berikan keamanan pada pasien dengan

memberikan penghalang tempat tidur


Berikan restrain halus pada ekstremitas

bila perlu
-

Pasang pagar tempat tidur

Jika terjadi kejang, jangan mengikat kaki


dan tangan tetapi berilah bantalan pada area sekitarnya.
Pertahankan jalan nafas paten tapi jangan memaksa membuka
rahang
Pertahankan tirah baring

6.

Resiko

Gangguan

pemenuhan

kebutuhan

nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan kesadaran


Tujuan : tidak terjadi kekurangan kebutuhan nutrisi tepenuhi
Intervensi :
-

Pasang pipa lambung sesuai indikasi, periksa posisi pipa


lambung setiap akan memberikan makanan

Tinggikan bagian kepala tempat tidur setinggi 30 derajat


untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan aspirasi

Catat makanan yang masuk

Kaji cairan gaster, muntahan

Kolaburasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet yang


sesuai dengan kondisi pasien

Laksanakan program medik

7.

Diagnosa : Gangguan eliminasi urin b.d


hilangnya control volunter pada kandung kemih
tujuan : mempertahankan urin yang adekuat, tanpa retensi urin
intervensi :
Kaji pengeluaran urin terhadap jumlah,

kualitas dan berat jenis


Periksa residu kandung kemih setelah

berkemih

Pasang

pertahankan

teknik

mencegah infeksi

steril

kateter
selama

jika

diperlukan,

pemasangan

untuk

Anda mungkin juga menyukai