Anda di halaman 1dari 21

GIZI DAN IMUNITAS LANSIA

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Gizi Lanjut Usia

Disusun oleh :
Mizna Sabilla

108101000011

Titah Wulandari

108101000028

Iin Septiana

108101000032

PEMINATAN GIZI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011M / 1432 H

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup, populasi penduduk lanjut
usia juga semakin bertambah dari hari ke hari. Pertumbuhan penduduk lansia yang
cepat di seluruh dunia telah mengatasi pertumbuhan kelompok usia lainnya. Hal ini
dapat dilihat melalui peningkatan penduduk lansia yang signifikan dimana pada tahun
2007, jumlah penduduk lanjut usia adalah sebesar 18,96 juta jiwa dan jumlah ini
meningkat

menjadi

20.547.541

orang

pada

tahun

2009

(U.S.

Census

Bureau,International Data Base, 2009). Di negara-negara maju, jumlah lansia juga


ternyata mengalami peningkatan, antara lain: Jepang (17,2%), Singapura (8,7%),
Hongkong (12,9%), dan Korea Selatan (12,9%) (Notoadmodjo, 2007).
Di Indonesia, peningkatan penduduk lansia juga cenderung meningkat dari
tahun ke tahun. Pertumbuhan penduduk lansia yang diperkirakan lebih cepat
dibandingkan dengan negara-negara lain telah menyebabkan Badan Pusat Statistik
menjadikan abad 21 bagi bangsa Indonesia sebagai abad lansia (BPS, 2004). Menurut
WHO, pada tahun 2025, Indonesia akan mengalami peningkatan lansia sebesar
41,4%, yang merupakan peningkatan tertinggi di dunia. Bahkan Perserikatan BangsaBangsa merperkirakan bahwa jumlah warga Indonesia akan mencapai kurang lebih 60
juta jiwa pada tahun 2050 seterusnya meletakkan Indonesia pada tempat ke-4 setelah
China, India, dan Amerika Serikat untuk jumlah penduduk lansia terbanyak
(Notoadmodjo, 2007).
Penambahan jumlah lanjut usia akan menimbulkan berbagai permasalah
komplek pada lansia, keluarga maupun masyarakat meliputi aspek fisik, biologis,
mental, maupun sosial ekonomi. Seiring dengan permasalahan tersebut, akan
mempengaruhi asupan makannya yang pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap
status gizi.
Pola penyakit lansia menempuh siklus hidup yang panjang sebelum
menimbulkan komplikasi dan manifestasi klinis. Awalnya seseorang sehat, dengan
bertambahnya usia dan tergantung gaya hidup yang dijalaninya dari lingkungan serta
pelayanan kesehatan yang diterimanya, orang tersebut menderita penyakit yang
biasanya disebut sebagai faktor risiko seperti hipertensi, diabetes mellitus, kolesterol
meniinggi dan lain-lain. Apabila penyakit tersebut tidak terdeteksi dan terobati secara

dini maka akan terjadi komplikasi penyakit yang menetap dalam tubuh lansia
(Hadisaputro dan Martono, 2000 dalam Kuswardani, 2009).
Selain penyakit yang bersifat degeneratif penyakit infeksi juga masih tinggi di
kalangan lansia. Kajian klinis dan epidemiologi telah menemukan bahwa angka
insidensi atau prevalensi penyakit infeksi meningkat atau berada paling tinggi pada
populasi geriartri (Yoshikawa, 1987). Pada lansia, daya tahan tubuh mereka akan
menjadi lemah jika dilihat secara fisik. Dalam penelitian yang dibuat oleh Fatmah
(2006) tentang respon imunitas pada lansia, beliau menemukan bahwa konfigurasi
limfosit dan reaksinya melawan infeksi berkurang yang ditunjukkan dengan rentannya
tubuh terhadap serangan penyakit apabila usia semakin meningkat. Infeksi yang
sering diderita pada lanjut usia diantaranya adalah pneumonia, dan angka kematian
bagi kasus ini adalah cukup tinggi sehingga mencapai 40% oleh karena daya tahan
tubuh yang menurun (Ismayadi, 2004).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran umum kaitan gizi dan imunitas lansia serta evaluasi
program intervensinya.
1.2.2

Tujuan Khusus
1. Mengetahui zat gizi yang berpengaruh pada imunitas lansia
2. Mengetahui manfaat asupan gizi terhadap imunitas lansia
3. Mengetahui gambaran prevalensi masalah kesehatan lansia akibat rendahnya
imunitas tubuh
4. Mengetahui program untuk mengatasi masalah kesehatan lansia akibat
rendahnya imunitas tubuh
5. Mengevaluasi efektivitas program untuk mengatasi masalah imunitas lansia

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Lansia
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun ke atas karena
adanya proses penuaan berakibat menimbulkan berbagai masalah kesejahteraan di
hari tua, kecuali bila umur tersebut atau proses menua itu terjadi lebih awal dilihat
dari kondisi fisik, mental dan social (Mangoenprasodjo, 2005 dalam Kuswardani,
2009).
Menurut Arisman (2004) lansia adalah mereka yang telah berusia 65 tahun ke
atas. Durnin (1992) dalam Arisman (2004) membagi lansia menjadi young elderly
(65-74 tahun) dan older elderly (75 tahun). Sementara Munro dkk, (1987)
mengelompokkan older elderly ke dalam dua bagian, yaitu usia 75-84 tahun dan 85
tahun. Sedangkan di Indonesia, M. Alwi Dahlan menyatakan bahwa orang dikatakan
lansia jika telah berumur di atas 60 tahun.
2.2 Proses Menua
Menua adalah

proses

proses

menghilangnya

secara

perlahan-lahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki/mengganti diri dan mempertahankan


struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang diderita (Tarigan, 2010).
Menjadi tua merupakan suatu proses natural dan kadang-kadang tidak tampak
mencolok. Penuaan akan terjadi pada semua sistem tubuh manusia dan tidak semua
sistem akan mengalami kemunduran pada waktu yang sama. Ada asumsi dasar tentang
teori penuan yang harus diperhatikan dalam mempelajari lansia, yaitu:
1. Lansia adalah bagian dari tumbuh kembang
2. Peningkatan jumlah lansia merupakan hasil dari perkembangan ilmu dan
teknologi abad 20 (Hardywinoto, 2007 dalam Henniwati, 2008).
2.3 Status Gizi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan
kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal organ-organ, serta menghasilkan energi.
Nutrition status adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel
tertentu (Supariasa, 2001). Sedangkan menurut Almatsier (2001) status gizi adalah

keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.
Dibedakan antara status gizi kurang, baik dan lebih.
Departemen Kesehatan republik Indonesia mempromosikan pedoman umum
gizi seimbang (PUGS), yang lebih dikenal dengan 13 pesan dasar gizi seimbang,
yaitu;
1.
2.
3.
4.

Mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam


Makanan yang dikonsumsi harus memenuhi kecukupan energi
Mengkonsumsi karbohidrat sebagai sumber setengah dari kebutuhan energi.
Batasi mengkonsumsi lemak dan minyak sampai seperampat dari kecukupan

energi
5. Gunakan garam yang beryodium
6. Mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi
7. Berikan ASI saja pada bayi sampai usia 6 bulan (ASI Eksklusif)
8. Biasakan Makan Pagi
9. Minum air bersih, aman, dan cukup jumlahnya
10. Lakukan olah raga dan kegiatan fisik secara teratur
11. Hindari minuman beralkohol
12. Mengkonsumsi makanan yang aman bagi kesehatan
13. Bacalah label pada bahan pangan yang dikemas.
(Ditjen Binkesmas, Depkes RI, 1995).
Berdasarkan dari laporan Food and Agricultural Organization (FAO)/(World
Healt Organization (WHO)/ United Nation Union (UNU) tahun 1985. Batasan berat
badan normal orang dewasa ditentukan berdasarkan nilai body mass index BMI. Di
Indonesia istilah BMI diterjemahkan dengan Index Mass Tubuh (IMT). IMT
merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang
berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Maka mempertahankan berat
badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapaiusia harapan hidup lebih
panjang (Supariasa, 2002).
Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur diatas 18 tahun.
IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.

Cara menghitung IMT menggunakan rumus berikut ini:


IMT =

Berat Badan( kg)


Tinggi badan ( m) Tinggi badan(m)

Kategori ambang batas IMT untuk Indonesia adalah seperti tabel berikut ini:
Tabel 2.1

Batas Ambang Nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut


Depkes 1996

Perlu ditekankan bahwa pemeriksaan tinggi badan pada lansia dapat


memberikan nilai kesalahan yang cukup bermakna oleh karena terjadinya
osteoporosis pada lansia yang akan berakibat pada kompresi tulang-tulang columna
vertebra. Untuk itu para ahli sepakat bahwa sebagai gantinya tinggi badan dapat
dipakai panjang rentang tangan (armspan) dalam penentuan indeks massa tubuh
(BMI) dengan BMA (body mass-armspam) cukup tinggi yaitu 0,83 dan 0.81 untuk
wanita dan pria dengan nilai p-0,001. Selain itu, triceps skinfold dan lingakar lengan
atas tidak lagi akurat untuk menilai lemak pada lansia karena adanya perubahan
distribusi lemak di dalam tubuh lansia (Darmojo, 2004).

2.3 Kebutuhan Gizi Lansia


Tiap negara mempunyai standar/baku untuk untuk kebutuhan zat-zat gizi dengan
menggunakan standar Food and Agricultural Organization (FAO)/Word Health
Organization (WHO) sebagai acuan utama. Indonesia memiliki Angka Kecukupan Gizi
yang dianjurkan (AKG) untuk energi dan zat-zat gizi lainnya yang diperbaharui tiap 5
tahun melalui Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (Darmojo, 2004).

Dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi masyarakat dunia, tentunya


dibutuhkan pembangunan dan perbaikan sistem ketahanan pangan dalam sebuah negara,
yang terdiri dari 5 elemen dasar, yaitu;
1. Food Availability and stability (Ketersediaan dan stabilitas pangan).
2. Food Accessibility (Kemudahan akses dalam memperoleh atau mencukupi pangan).
3. Production and consumtion of food security (keamanan dalam produksi dan konsumsi
bahan pangan).
4. Food utilization (pemanfaatan pangan).
5. Continuitas and accessibility of food (keberlanjutan akses ketersediaan pangan
dengan usaha tani) (Lathan, 1997).
a. Kalori
7

Kebutuhan kalori lansia tergantung pada jenis kelamin, berat badan, pekerjaan fisik
dan macam penyakit penyerta. Pertimbangan menurunnya kebutuhan kalori sesuai
pertambahan umur adalah :
o Untuk usia 40-50 th nilai kalori dikurangi 5%
o Untuk usia 50-60 th nilai kalori dikurangi 7,5%
o Untuk usia 60-70 th nilai kalori dikurangi 10%
Kebutuhan kalori lansia pria per hari adalah 2100 kalori sedangkan untuk wanita
1700 kalori. (Darwin Karyadi & Muhilal: Kecukupan gizi bagi berbagai golongan), atau
antara 25-30 kkal/kg BB/hari. Nilai itu untuk Lansia dikurangi sesuai dengan daftar
tersebut di atas.
b. Karbohidrat dan Lemak
Pengurangan kalori yang direncanakan berasal dari pengurangan konsumsi
karbohidrat dan lemak. Makanan yang baik tidak boleh mengandung lemak lebih dari 20%
jumlah kalori yang dipakai.
c. Protein
Protein diperlukan untuk memperbaiki sel-sel jaringan yang rusak. Dianjurkan
menggunakan protein yang berkualitas tinggi yaitu yang bersumber dari protein hewani.
Kebutuhannya sama dengan orang dewasa yaitu 13-15% atau sekitar 1 gram/kg BB.
d. Vitamin dan mineral
Kebutuhan vitamin dapat diperoleh dari sayur-sayuran dan buah-buahan.
Kecukupan

Kalsium

dan

vitamin

perlu

mendapat

perhatian

untuk

mencegah/menghambat terjadinya osteoporosis pada tulang.


e. Air
Kebutuhan air perlu menjadi perhatian oleh karena Lansia cenderung mengalami
dehidrasi. Oleh karena itu minum perlu diprogram secara sadar, jangan hanya minum
setelah merasa haus. Adanya rasa haus menunjukkan telah adanya kekurangan air.
Kebutuhan air adalah sekitar 2,5 L/hari yang dapat dipenuhi dari minuman 6-7 gelas/hari
dan dari makanan termasuk dari sayuran dan buah-buahan.

2.4 Sistem Imun

Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan badan untuk


mempertahankan keutuhan tubuh, sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat
ditimbulkan oleh berbagai bahan pada lingkungan hidup.

2.5 Zat Gizi yang berpengaruh terhadap imunitas lansia


Sistem imun pada lansia secara garis besar sama dengan system imun pada
orang dewasa. Namun, pada usia lanjut jaringan timus menjadi atrofi. Kejadian itu
disertai dengan penurunan sel T baik dalam jumlah maupun dalam fungsi. Defisiensi
selular tersebut sering disertai dengan meningginya kejadian kanker, kepekaan
terhadap infeksi misalnya tuberculosis, herpes zoster, gangguan penyembuhan infeksi
dan fenomena autoimun. Penyakit autoimun yang sering timbul pada usia lanjut
disebabkan oleh penurunan aktifitas sel Ts (sel T suppressor).
Hubungan gizi dengan system imun sangatlah erat. Ada beberapa zat gizi yang
apabila mengalami defisiensi, akan menpengaruhi menurunnya system imun. Zat gizi
dan mineral yang dapat mempengaruhi system imun pada lansia:
1. Glucan : sejenis gula kompleks (polisakarida) yang diperoleh dari dinding sel
ragi roti, gandum, jamur (maitake). Hasil beberapa studi menunjukkan bahwa
beta glucan dapat mengaktifkan sel darah putih (makrofag dan neutrofil).
2. Hormon DHEA (dehydroepiandrosterone) : hormone yang berhubungan erat
dengan penurunan fungsi kekebalan tubuh. Studi menggambarkan hubungan
signifikan antara DHEA dengan aktivasi fungsi imun pada kelompok orang tua
yang diberikan DHEA level tinggi dan rendah. Juga wanita menopause
mengalami peningkatan fungsi imun dalam waktu 3 minggu setelah diberikan
DHEA.
3. Protein (Arginin dan Glutamin) : Lebih efektif dalam memelihara fungsi imun
tubuh dan penurunan infeksi pasca-pembedahan. Arginin mempengaruhi
fungsi sel T, penyembuhan luka, pertumbuhan tumor, dan sekresi hormon
prolaktin, insulin, growth hormon. Glutamin, asam amino semi esensial
berfungsi sebagai bahan bakar dalam merangsang limfosit dan makrofag,
meningkatkan fungsi sel T dan neutrofil.
4. Lemak : Defisiensi asam linoleat (asam lemak omega 6) menekan respons
antibodi, dan kelebihan intake asam linoleat menghilangkan fungsi sel T.

Konsumsi tinggi asam lemak omega 3 dapat menurunkan sel T helper,


produksi cytokine.
5. Yoghurt yang mengandung Lactobacillus acidophilus : Meningkatkan aktivitas
sel darah putih sehingga menurunkan penyakit kanker, infeksi usus dan
lambung, dan beberapa reaksi alergi.
6. Zinc : Menurunkan gejala dan lama penyakit influenza. Secara tidak langsung
mempengaruhi

fungsi

imun

melalui

peran

sebagai

kofaktor

dalam

pembentukan DNA, RNA, dan protein sehingga meningkatkan pembelahan


sellular. Defisiensi Zn secara langsung menurunkan produksi limfosit T,
respons limfosit T untuk stimulasi/rangsangan, dan produksi IL-2.
7. Lycopene : Meningkatkan konsentrasi sel Natural Killer (NK).
8. Asam folat : Meningkatkan sistem imun pada kelompok lansia. Studi di
Canada pada sekelompok hewan tikus melalui pemberian asam folate dapat
meningkatkan distribusi sel T dan respons mitogen (pembelahan sel untuk
meningkatkan respons imun). Studi terbaru menunjukkan intake asam folat
yang tinggi mungkin meningkatkan memori populasi lansia.
9. Fe : Mempengaruhi imunitas humoral dan sellular dan menurunkan produksi
IL-1.
10. Vitamin E : Melindungi sel dari degenerasi yang terjadi pada proses penuaan.
Studi yang dilakukan oleh Simin Meydani, PhD. di Boston menyimpulkan
bahwa vitamin E dapat membantu peningkatan respons imun pada penduduk
lanjut usia. Vitamin E adalah antioksidan yang melindungi sel dan jaringan
dari kerusakan secara bertahap akibat oksidasi yang berlebihan. Akibat
penuaan pada respons imun adalah oksidatif secara alamiah sehingga harus
dimodulasi oleh vitamin E.
11. Vitamin C : Meningkatkan level interferon dan aktivitas sel imun pada orang
tua, meningkatkan aktivitas limfosit dan makrofag, serta memperbaiki migrasi
dan mobilitas leukosit dari serangan infeksi virus, contohnya virus influenzae.
12. Vitamin A : Berperan penting dalam imunitas nonspesifik melalui proses
pematangan sel-sel T dan merangsang fungsi sel T untuk melawan antigen
asing,

menolong

mukosa

membran

termasuk

paruparu

dari

invasi

mikroorganisme, menghasilkan mukus sebagai antibodi tertentu seperti:


leukosit, air, epitel, dan garam organik, serta menurunkan mortalitas campak
dan diare. Beta karoten (prekursor vitamin A) meningkatkan jumlah monosit,
dan mungkin berkontribusi terhadap sitotoksik sel T, sel B, monosit, dan
makrofag. Gabungan/kombinasi vitamin A, C, dan E secara signifikan
10

memperbaiki jumlah dan aktivitas sel imun pada orang tua. Hal itu didukung
oleh studi yang dilakukan di Perancis terhadap penghuni panti wreda tahun
1997. Mereka yang diberikan suplementasi multivitamin (A, C, dan E)
memiliki infeksi pernapasan dan urogenital lebih rendah daripada kelompok
yang hanya diberikan plasebo.
13. Vitamin D : Menghambat respons limfosit Th-1.
14. Vitamin B-kompleks : Terlibat dengan enzim yang membuat konstituen sistem
imun. Pada penderita anemia defisiensi vitamin B12 mengalami penurunan sel
darah putih dikaitkan dengan fungsi imun. Setelah diberikan suplementasi
vitamin B12, terdapat peningkatan jumlah sel darah putih. Defisiensi vitamin
B12 pada orang tua disebabkan oleh menurunnya produksi sel parietal yang
penting bagi absorpsi vitamin B12. Pemberian vitamin B6 (koenzim) pada
orang tua dapat memperbaiki respons limfosit yang menyerang sistem imun,
berperan penting dalam produksi protein dan asam nukleat. Defisiensi vitamin
B6 menimbulkan atrofi pada jaringan limfoid sehingga merusak fungsi limfoid
dan merusak sintesis asam nukleat, serta menurunnya pembentukan antibodi
dan imunitas sellular.

2.6 Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia


a. Perubahan fisiologis
Kemunduran dan kelemahan yang diderita lansia menurut Darmojho yang
dikutip Arisman (2004) adalah:
1. Pergerakan dan kestabilan terganggu
2. Intelektual terganggu (dementia)
3. Isolasi diri (depresi)
4. Inkontinensia dan impotensia
5. Defisiensi imunologis
6. Infeksi, konstipasi dan malnutrisi
7. Iatrogenensis dan insomnia
8. Kemunduran penglihatan, pendengaran,

pengecapan,

pembauan,

komunikasi, integrasi kulit


9. Kemunduran proses penyembuhan.
b. Perubahan komposisi tubuh
Penuaan menyusutkan massa otot dan sekaligus menyuburkan massa
lemak. Massa tubuh yang tidak berlemak berkurang sebanyak 6,3 %, sementara
massa lemak meningkat 2 % dari berat badan per dekade setelah usia 30 tahun
(Forbes, dkk 1991 dalam Arisman, 2004). Dengan demikian pertumbuhan lemak
total sepanjang hayat diperkirakan sebesar 10 15 %. Penyusutan massa otot
11

ditaksir mencapai 5 kg (untuk wanita) sampai 12 kg (untuk laki-laki) pada usia


antara 25 dan 70 tahun, sementara ukuran otot mengerut hingga 40 % (Arisman,
2004).
c. Kemunduran psikologis
Kemunduran psikologis

pada

lanjut

usia

juga

terjadi

yaitu

ketidakmampuan untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian terhadap situasi


yang dihadapinya, antara lain: sindroma lepas jabatan, sedih yang berkepanjangan
(Depkes RI, 2000 dalam Tarigan, 2010).
d. Kemunduran sosiologi
Kemunduran sosiologi pada lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan dan pemahaman lanjut usia itu atas dirinya sendiri. Status sosial
seseorang sangat penting bagi kepribadiannya di dalam pekerjaan. Perubahan
status sosial lanjut usia akan membawa akibat bagi yang bersangkutan dan perlu
dihadapi dengan persiapan yang baik dalam menghadapi perubahan tersebut
(Tarigan, 2010).
2.7 Masalah Gizi pada Lansia
Persentase penyakit yang kerap menjangkiti lansia:
- Kardiovaskuler (15,7 %)
- Muskuloskeletal (14,5 %)
- Tuberkulosis paru (13,6 %)
- Bronkitis, asma, & penyakit saluran nafas (12,1 %)
- ISPA (10,2 %)
- Gusi, mulut, & saluran pencernaan (10,2)
- Sistem saraf (5,9 %)
- Infeksi kulit (5,2 %)
- Malaria (3,3 %)
- Lain-lain (2,4 %)
(Sumber: Survei Kesehatan Depkes tahun 1986)
Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Kistyoko tahun 2001, infeksi yang
terbanyak adalah ISPA yaitu 36 % laki-laki dan 64 % perempuan, ISPA yang diderita
lansia adalah tingkat berat yaitu 37,5 % laki-laki dan 62,5 % perempuan.
2.8 Program untuk lansia
Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut

12

Secara umum pelayanan kesehatan pada lansia dapat dibagi menjadi 2, yakni;
a. Pelayanan kesehatan lansia berbasis rumah sakit (Hospital Based Geriatric
Service)
b. Pelayanan kesehatan lansia di masyarakat (Community Based Geriatric Service).
Jenis pelayanan inilah yang dewasa ini menjadi tantangan bagi kesehatan
masyarakat di Indonesia, dan yang lebih memerlukan perhatian bagi para akademisi
dan praktisi kesehatan masyarakat di Indonesia. Pada upaya pelayanan kesehatan
lansia di masyarakat, semua upaya kesehatan yang berhubungan dan dilaksanakan
oleh masyarakat harus diupayakan berperan serta dalam menangani kesehatan para
lansia. Puskesmas dan dokter praktik swasta merupakan tulang punggung layanan di
tingkat ini. Puskesmas berperan dalam membentuk kelompok atau klub lansia. Di
dalam dan melalui klub lansia ini pelayanan kesehatan dapat lebih mudah
dilaksanakan baik promotif, preventif, kuratif atau rehabilitatif. Pelayanan kesehatan
di kelompok lansia

meliputi

pemeriksaan fisik, mental

dan emosional.

(Notoatmodjo, S, 2007).
Jenis Pelayanan Kesehatan
Adapun jenis pelayanan kesehatan dapat diberikan antara lain:
1. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputinkegiatan dasar dalam
kehidupan seperti mandi, makan minum berjalan dan lain-lain.
2. Pemeriksaan status mental.
3. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran
tinggi badan dan dicatat dalam grafik indeks massa tubuh.
4. Pengukuran tekanan darah.
5. Pemeriksaan laboratorium sederhana (hemoglobin) pemeriksaan gula dalam
air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit diabetis mellitus, dan pemeriksaan
protein dalam air seni sebagai deteksi awal penyakit ginjal.
6. Pelaksanaan rujukan ke puskesmas bila diperlukan.
7. Penyuluhan, bisa dilakukan di dalam atau di luar kelompok dalam rangka
kunjungan rumah dan konseling kesehatan sesuai dengan masalah kesehatan yang
dihadapi oleh individu atau kelompok lansia.
8. Dokter praktik swasta terutama menangani para lansia yang memerlukan
tindakan kuratif insidential. Seperti telah ditemukan di atas, semua pelayanan
kesehatan harus diintegrasikan dengan layanan kesejahteraan harus diintergasikan
13

dengan layanan kesejahteraan yang lain dari dinas sosial, agama,

pendidikan,

kebudayaan dan lain-lain.


Selain pelayanan di atas, bagi lansia juga diperlukan kualitas pelayanan yang
baik, intensitas perawatan yang tinggi, maupun pengkajian komprehensif yang
meliputi pengkajian terhadap status fisik, mental psikologis, sosial, nutrisi
lingkungan. Semua hal tersebut harus dilakukan oleh sebuah tim multidisiplinier.
Pelayanan semacam itu kemudian disebut juga oleh pelayanan geriatrik terpadu.
Pelayanan kesehatan geriatrik terpadu bagi lansia berdaarkan fasilitas yang dimilikinya untuk
pasien geriatrik dikategorikan sebagai berikut:
1. Pelayanan sederhana (hanya memiliki fasilitas poliklinik)
Jenis kegiatan yang dapat dilakukan berupa pengkajian, konsultasi,
pemeriksaan, penyuluhan, dan supervisi ke puskesmas. Bentuk fasilitas pelayananya
berupa poliklinik, sedangkan sumber daya manusia yang diperlukan adalah internistgeriatrist, perawat geriatrik, ahli gizi, dan pekerja sosio medik.
2.Pelayanan sedang (memiliki fasilitas poliklinik dan klinik siang)
Pelayanan sedang merupakan gabungan antara pelayanan tingkat sederhana
yang ditambah terapi fisik, terapi okupasi, terapi bicara, rekrasi dan pemeriksaan
maupun perawatan gigi-mulut sederhana. Adapun bentuk fasilitas pelayanannya
berupa poliklinik dan day hospital . Dengan demikian sumber daya yang diperlukan
disesuaikan dengan jenis pelayanan tersebut.

3. Pelayanan lengkap (poliklinik, klinik siang, ruang rawat akut, dan kronik).
Pada tingkat ini, jenis pelayanan maupun SDM relatif sama dengan tipe
sedang namun memiliki ruang rawat akut.
4. Pelayanan paripurna (pelayanan lengkap ditambah fasilitas panti werdha)
Pada tingkat paripurna, selain semua jenis pelayanan yang terdapat di tingkat
lengkap ditambah dengan ruang rawat kronik atau panti werdha.
Dewasa ini , Departemen Kesehatan RI mempunyai tiga program kesehatan bagi
lansia berupa Puskesmas Santun Usia Lanjut, Pembinaan Kelompok Usia Lanjut dan
Posyandu Usia lanjut (Pedoman Puskesmas Santun Usia Lanjut, Depkes RI, 2005)

14

o Puskesmas Santun Usia Lanjut


Puskesmas Santun Lansia merupakan bentuk pendekatan pelayanan proaktif
bagi usia lanjut untuk mendukung peningkatan kualitas hidup dan kemandirian usia
lanjut, yang mengutamakan aspek promotif dan preventif, di samping aspek keratif
dan rehabilitatif.
Puskesmas Santun Lansia mempunyai cirri-ciri seperti berikut:
a. Pelayanan yang baik berkualitas dan sopan
b. Memberukan kemudahan dalam pelayanan kepada usia lanjut.
c. Memberikan keringanan atau penghapusan biaya pelayanan kesehatan bagi usia
lanjut dari keluarga miskin atau tidak mampu
d. Memberikan dukungan atau bimbingan pada lansia dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatanya agar tetap sehat dan mandiri
e. Melakukan pelayanan secara proaktif untuk dapat menjangkau sebanyak mungkin
sasaran usia lanjut yang ada di wilayah kerja puskesmas.
f. Melakukan kerjasama dengan lintas program dan lintas program terkait di tingkat
kecamatan dengan asa kemitraan, untuk bersama-sama melakukan pembinaan
dalam rangka meningkatkan kualitas hidup usia lanjut.

Pembinaan Kelompok Lanjut Usia


Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut melalui Puskesmas dapat dilakukan
terhadap sasaran usia lanjut yang dikelompokkan sebagai berikut:
a) Sasaran langsung :
1. Pra-usia lanjut 45-59 tahun
2. Usia Lanjut 60-69 tahun
3. Usia lanjut dengan risiko tinggi, yaitu usia lebih dari 70 tahun atau usia
lanjut berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
b) Sasaran tidak langsung :
15

1. Keluarga dimana usia lanjut berada.


2. Masyarakat di lingkungan usia lanjut berada.
3. Organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan kesehatan usia lanjut.
4. Masyarakat luas.
Program pembinaan kesehatan usia lanjut yang dilakukan melalui Puskesmas adalah:
1) Pendataan sasaran usia lanjut
2) Penyuluhan kesehatan usia lanjut,
3) Deteksi dini keadaan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan secara Berkala
yang dilakukan setiap bulan melalui Kelompok Usia Lanjut (Posyandu/
Posbindu/ Karang Lansia, dan lain-lain) atau di Puskesmas
instrumen KMS Usia Lanjut sebagai alat pencatat yang

Dengan

merupakan

teknologi tepat guna.


4) Pengobatan penyakit yang ditemukan pada sasaran usia lanjut sampai
kepada upaya rujukan ke rumah sakit bila diperlukan.
5) Upaya rehabilitative (pemulihan)
6) Melakukan/memantapkan kerjasama dengan lintas sector terkait melalui
asas kemitraan dengan melakukan pembinaan terpadu pada kegiatan yang
dilaksanakan di Kelompok Usia Lanjut atau kegiatan lainnya.
7) Melakukan fasilitasi dan bimbingan dalam rangka meningkatkan peran
serata dan pemberdayaan masyarakat dalam pembinaan kesehatan usia
lanjut antara lain dengan pengembangan Kelompok Usia Lanjut, dan Dana
Sehat.
8) Melaksanakan pembinaan kesehatan usia lanjut secara optimal dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi secara berkala. Upaya ini dapat
dilakukan melalui pelaksanaan Lokakarya Mini di Puskesmas secara
berkala untuk menentukan strategi,target dan langkah-langkah selanjutnya
dalam pembinaan kesehatan usia lanjut.
Posyandu Lansia
Posyandu lansia merupakan wahana pelayanan bagi kaum usia lanjut, yang
dilakukan dari, oleh dan untuk kaum usia lanjut yang menitikberatkan pada pelayanan
promotif dan preventif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.

16

Kegiatannya adalah pemeriksaan kesehatan secara berkala, peningkatan pendalaman


agama, dan pengelolaan dana sehat.
Selain program dari Departemen Kesehatan, pemerintah juga mempunyai
program dari Departemen Sosial yaitu rencana aksi nasional kesejahteraan lansia yang
terdiri dari lima program pokok penduduk lansia yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.

Kesejahteraan sosial dan jaminan social


Peningkatan sistem pelayanan kesehatan.
Penguatan dukungan keluarga dan masyarakat,
Peningkatan kualitas hidup lansia
Peningkatan sarana dan fasilititas khusus bagi lansia.
Strategi-strategi

dan

program-program

pokok

untuk

meningkatkan

kesejahteraan lansia ini dimaksudkan agar para lansia di masa depan dapat hidup
dengan sehat, produktif, mandiri, dan sejahtera lahir dan batin. Implementasi dari
strategi-strategi dan program-program tersebut sangat diperlukan. Dengan demikian,
ketergantungan lansia pada penduduk usia produktif dapat diminimalkan. Upaya
pemantapan pelayanan kesehatan bagi lansia perlu mendapatkan perhatian yang
serius dan menjadi bagian dari strategi dalam peningkatan kesejahteraan lansia
melalui upaya promotif dan preventif atau yang disebut sebagai paradigma sehat.
Jika lebih dirinci program-program yang ada di Posayandu Lansia yaitu :
1. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar seperti makan,
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

minum, berjalan kaki, buang air kecil dan lain-lain


Pemeriksaan status mental
Pemeriksaan status gizi
Pengukuran tekanan darah
Pemeriksaan kadar gula dan kadar protein di dalam urin
Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bila ada keluhan
Penyuluhan kesehatan pada usila
Pemberian makanan tambahan pada lansia
Senam lansia

2.9 Efektivitas Program


Berdasarkan studi Tarigan (2010) tentang Perilaku Lansia Tentang Pemanfaatan
Posyandu Lansia Dalam Menunjang Status Gizi di Puskesmas Petisah, Medan diperoleh
fakta bahwa kegiatan posyandu lansia yang diselenggarakan oleh Puskesmas Petisah
17

Medan kurang popular bila dibandingkan dengan posyandu untuk balita. Hal ini dapat
dilihat dari rendahnya kunjungan lansia di Puskesmas yang telah ditunjuk sebagai
pelaksana dari posyandu lansia. Berdasarkan jumlah kunjungan lansia ke posyandu,
jumlah lansia yang dibina masih kurang dari target pencapaian cakupan pelayanan
kesehatan lansia pada tahun 2010 berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yaitu
sebesar 70%, karena di Petisah Medan hanya mencapai angka 11,75 %.
Hal tersebut dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan lansia itu sendiri
bahkan keluarga juga belum memahami cara untuk memperlakukan lansia secara layak.
Karena berdasarkan kenyataan yang ada di masyarakat masih banyak yang kurang
mengetahui akan adanya kegiatan posyandu lansia serta tujuan dari kegiatan tersebut.
Karena kegiatan promosi posyandu lansia di masyarakat masih sebatas informasi dari
orang ke orang yang sudah pernah memanfaatkan kegiatan posyandu lansia, ataupun
informasi yang didapat saat mengunjungi puskesmas sebagai penyelenggara kegiatan
posyandu lansia.
Seyogyanya pelayanan gizi merupakan bagian pelayanan kesehatan bagi usia
lanjut yang dapat dilakukan di semua fasilitas pelayanan baik pemerintah atau swasta.
Oleh karena itu perlu dikembangkan tatalaksana gizi usia lanjut yang merupakan bagian
dalam program kesehatan usia lanjut. Dengan meningkatkan pelayanan gizi pada usia
lanjut diharapkan dapat menanggulangi masalah gizi usia lanjut sehingga pada akhirnya
dapat meningkatkan status gizi dan kesehatan usia lanjut.
Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam peningkatan pemanfaatan pelayanan
kesehatan lansia berdasarkan studi Wahono (2008), Puskesmas hendaknya melakukan
upaya-upaya untuk meningkatkan penyuluhan berbagai macam hal berkaitan dengan
masalah kesehatan dalam pelayanan posyandu lansia sehingga dapat lebih mengerti pada
masalah kesehatan dan mau untuk lebih memanfaatkan posyandu lansia. Kader lansia
hendaknya senantiasa meningkatkan pengetahuan dan sikap dalam memberikan
pelayanan di posyandu lansia, sehingga peran kader lansia di masyarakat dapat optimal.

18

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
a. Zat gizi yang berpengaruh pada imunita lansia adalah Glucan, Hormon DHEA
(dehydroepiandrosterone), Protein (Arginin dan Glutamin, Lemak, Yoghurt yang
mengandung Lactobacillus acidophilus, Zinc, Lycopene, Asam folat, Fe, Vitamin
E, Vitamin C, Vitamin A, Vitamin D, Vitamin B-kompleks.
b. Manfaat asupan gizi terhadap imunitas lansia
- Protein (Arginin dan Glutamin) : mempengaruhi fungsi sel T, penyembuhan
luka, pertumbuhan tumor, dan sekresi hormon prolaktin, insulin, growth
hormone, sebagai bahan bakar dalam merangsang limfosit dan makrofag,
-

meningkatkan fungsi sel T dan neutrofil.


Lemak : menurunkan sel T helper, produksi cytokine.
Zinc : sebagai kofaktor dalam pembentukan DNA, RNA, dan protein

sehingga meningkatkan pembelahan sellular.


Asam folat : meningkatkan distribusi sel T dan respons mitogen (pembelahan

sel untuk meningkatkan respons imun).


Fe : Mempengaruhi imunitas humoral dan sellular dan menurunkan produksi

IL-1.
Vitamin E : Melindungi sel dari degenerasi yang terjadi pada proses penuaan
Vitamin C : Meningkatkan level interferon dan aktivitas sel imun pada orang
tua, meningkatkan aktivitas limfosit dan makrofag, serta memperbaiki migrasi

dan mobilitas leukosit dari serangan infeksi virus, contohnya virus influenzae.
Vitamin A : Berperan penting dalam imunitas nonspesifik melalui proses
pematangan sel-sel T dan merangsang fungsi sel T untuk melawan antigen

asing,
Vitamin D : Menghambat respons limfosit Th-1.
Vitamin B-kompleks : vitamin B12 meningkatan jumlah sel darah
putih.Vitamin B6 (koenzim) memperbaiki respons limfosit yang menyerang
sistem imun, berperan penting dalam produksi protein dan asam nukleat.

c. Berdasarkan hasil penelitian Kistyoko tahun 2001, penyakit infeksi pada lansia yang
terbanyak adalah ISPA y tingkat berat yaitu 37,5 % laki-laki dan 62,5 % perempuan.

19

d. Program untuk pada lansia terdapat dalam pelayanan-pelayanan yang ada di


puskesmas yang telah di tetapakan oleh kemetrian kesehatan berupa pusekesmas
santun lansia. Pukesmas santun lansia terdiri dari pembinaan kelompok usia lanjut dan
posyandu lansia.
e. Berdasarkan studi Tarigan (2010) dan Wahono (2008), jumlah kunjungan lansia ke
posyandu, jumlah lansia yang dibina masih kurang dari target pencapaian cakupan
pelayanan kesehatan lansia masih rendah dan jauh dari SPM kesehatan tahun 2010
sebesar 70 %. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi dan kualitas kader.

20

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Arisman. Gizi dalam Daur Kehidupan. 2004. Jakarta: EGC
Fatmah. 2006. Respon Imunitas yang Rendah pada Tubuh Manusia Usia Lanjut.
dalam \"Makara\" seri Kesehatan Vol. 10
Henniwati. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu
Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur. Medan: Universitas
Sumatera Utara
Kuswardani, Irvinda Hadi. 2009. Gambaran Peranan Keluarga terhadap Perilaku Hidup
Sehat Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Kecamatan Medan
Petisah Tahun 2009. Medan: Universitas Sumatera Utara
Riyono, Erni, dkk. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan Kader
Tentang Pelayanan Posyandu Lansia di Desa Sukodono Kecamatan Bonang
Kabupaten Demak Tahun 2010. Semarang: Universitas Muhammadiyah
Semarang
Supariasa, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC
Tarigan, Enina. 2010. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Lansia Tentang Pemanfaatan
Posyandu Lansia Dalam Menunjang Status Gizi di Puskesmas Petisah Medan
Tahun 2009. Medan: Universitas Sumatera Utara
Wahono, Hesthi. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan
Posyandu

Lansia

di

Gantungan

Makamhaji.

Surakarta:

Universitas

Muhamadiyah Surakarta

21

Anda mungkin juga menyukai