Anda di halaman 1dari 21

3

Meskipun prolapsus bukan satu keadaan yang bersifat life threatening, namun
keadaan ini menimbulkan rasa tak nyaman dan sangat mengganggu kehidupan penderita.
Prolaps uteri adalah keadaan yang terjadi akibat otot penyangga uterus menjadi
kendor sehingga uterus akan turun atau bergeser kebawah dan dapat menonjol keluar dari
vagina. Dalam keadaan normal, uterus disangga oleh otot panggul dan ligamentum
penyangga. Bila otot penyangga tersebut menjadi lemah atau mengalami cedera akan terjadi
prolapsus uteri. Pada kasus ringan, bagian uterus turun ke puncak vagina dan pada kasus yang
sangat berat dapat terjadi protrusi melalui orifisium vaginae dan berada diluar vagina. Prolaps
uteri sering terjadi bersamaan dengan uretrokel dan sistokel (urethra dan atau kandung kemih
terdorong keluar dari dinding depan vagina) dan rektokel (dinding rektum terdorong keluar
dari dinding belakang vagina).

Klasifikasi Prolaps Uteri


Mengenai istilah dan klasifikasi prolapsus uteri terdapat perbedaan pendapat antara
para ahli ginekologi. Friedman dan Little (1961), mengemukakan beberapa macam klasifikasi
yang dikenal, yaitu:
Klasifikasi Prolaps Uteri Menurut Friedman dan Little (1961)
A

Prolapsus uteri tingkat I


Prolapsus uteri tingkat II
Prolapsus uteri tingkat III

Prolapsus uteri tingkat I


Prolapsus uteri tingkat II
Prolapsus uteri tingkat III
Prosidensia Uteri

Prolapsus uteri tingkat I


Prolapsus uteri tingkat II
Prolapsus uteri tingkat III

Prolapsus uteri tingkat I


Prolapsus uteri tingkat II
Prolapsus uteri tingkat III

Prolapsus uteri tingkat I


Prolapsus uteri tingkat II
Prolapsus uteri tingkat III
prolapsus uteri tingkat IV

Serviks uteri turun sampai introitus vagina.


Serviks uteri menonjol keluar dari introitus
vagina.
Seluruh uterus keluar dari vagina. Prolaps
ini juga dinamakan Prosidensia Uteri.
Serviks masih berada dalam vagina.
Serviks mendekati atau sampai introitus
vagina.
Serviks keluar dari introitus vagina.
Uterus seluruhnya keluar dari vagina.

Serviks mencapai introitus vagina.


Uterus keluar dari introitus kurang dari
bagian.
Uterus keluar dari introitus vagina lebih
besar dari bagian.

Serviks mendekati processus spinosus.


Serviks terdapat antara processus spinosus
dan introitus vagina.
Serviks keluar dari introitus vagina.

Serviks mendekati processus spinosus.


Serviks terdapat antara processus spinosus
dan introitus vagina.
Serviks keluar dari introitus vagina.
Prosidensia Uteri.

Klasifikasi prolaps uteri menurut Sjamsuhidayat dan Jong (2004):

1. Prolaps Uteri Tingkat I


Yaitu serviks tetap di dalam vagina. Pada sebagian pasien keadaan ini biasanya tanpa
disertai keluhan. Pasien akan memeriksakan keadaannya jika terdapat keluhan dan
derajat prolaps bertambah.
2. Prolaps Uteri Tingkat II
Yaitu portio kelihatan di introitus vagina. Keadaan ini disebabkan karena otot-otot
yang menopang rahim menjadi lemah dan biasanya terjadi pada wanita yang
menginjak usia tua dan mempunyai banyak anak. Gejala-gejala sering timbul setelah
menopause ketika otot menjadi lemah. Gejala yang dirasakan pasien adalah punggung
begian bawah terasa nyeri dan ada perasaan yang mengganjal pada vagina, bahkan
pada beberapa wanita keadaan ini tidak ada keluhan.
3. Prolaps Uteri Tingkat III
Disebut juga prosidensia uteri (seluruh rahim keluar dari vulva), dikarenakan otot
dasar panggul sangat lemah dan kendor sehingga tidak mampu menopang uterus.
Keadaan ini juga terjadi pada wanita dalam masa menopause dikarenakan
menurunnya hormon estrogen. Pada kasus ini, prolaps uteri dapat disertai sistokel,
enterokel, atau rektokel. Keadaan ini juga mengganggu kegiatan sehari-hari penderita
karena keluhan yang dirasakan dan komplikasi yang terjadi.

II
I

Klasifikasi yang dianjurkan adalah sebagai berikut:


1. Desensus uteri

Uterus turun tetapi serviks masih dalam vagina.


2. Prolapsus uteri tingkat I
Uterus turun dengan serviks uteri turun sampai introitus vagina.
3. Prolapsus uteri tingkat II
Uterus untuk sebagian keluar sampai vagina.
4. Prolapsus uteri tingkat III (Prosidensia Uteri)
Uterus keluar seluruhnya dari vagina, disertai inversi uteri.

Epidemiologi
Prolasps uteri lebih sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan, wanita tua
dan wanita dengan pekerjaan yang berat. Djafar Siddik pada penyelidikan selama 2 tahun
(1969-1971) memperoleh 63 kasus prolaps dari 5.372 kasus ginekologi di RS Dr. Pirngadi,
Medan. Terbanyak pada grande multipara dalam masa menopause. Dari 63 kasus tersebut,
69% berumur 40 tahun. Walaupun jarang sekali prolapsus uteri juga ditemukan pada seorang
nullipara (Olsen dkk, 1997).
Kehamilan pada prolapsus total sangat jarang terjadi, mengingat proses koitusnya
sukar berhasil, namun kehamilan pada uterus yang mengalami prolapsus parsial lebih sering
ditemukan.

Etiologi
Etiologi dari prolaps uteri terdiri dari:
a. Dasar panggul yang lemah oleh kerusakan dasar panggul pada partus (ruptur
perineum atau regangan) atau karena usia lanjut.
b. Tekanan abdominal yang meninggi karena asites, tumor, batuk yang kronis, atau
mengejan (obstipasi atau striktur dari traktus urinalis).
c. Partus yang berulang dan terjadi terlampau sering.
d. Partus dengan penyulit.
e. Kelemahan jaringan ikat pada daerah rongga panggul, terutama jaringan ikat
transversal.
f. Pertolongan persalinan yang tidak terampil, sehingga mengejan terjadi pada saat
pembukaan belum lengkap.

g. Terjadi perlukaan jalan lahir yang dapat menyebabkan lemahnya jaringan ikat
penyangga vagina.
h. Ibu yang banyak anak, sehingga jaringan ikat di bawah panggul menjadi kendur.
i. Menopause juga dapat menyebabkan turunnya rahim karena produksi hormon
estrogen berkurang, sehingga elastisitas dari jaringan ikat berkurang dan otot-otot
panggul mengecil yang menyebabkan melemahnya sokongan pada rahim.

Patofisiologi

Prolaps uteri terdapat dalam berbagai tingkat, dari yang paling ringan sampai prolaps
uteri kompleta atau totalis. Sebagai akibat persalinan, khususnya persalinan yang susah
terdapat kelemahan-kelemahan ligamen yang tergolong dalam fascia endopelvika dan otototot serta fasia-fasia dasar panggul. Dalam keadaan demikian tekanan intraabdominal

memudahkan penurunan uterus, terutama apabila tonus otot-otot berkurang (Chu TW dkk,
2000).
Jika serviks uteri terletak di luar vagina, maka ia menggeser dengan celana yang
dipakai oleh wanita dan lambat laun bias berbentuk ulkus, yang dinamakan ulkus dekubitus.
Jika fascia di depan dinding vagina kendur oleh suatu sebab, biasanya trauma
obstetrik, maka bisa terdorong oleh kandung kencing ke belakang dan menyebabkan
menonjolnya dinding depan vagina ke belakang. Hal ini dinamakan sistokel.
Sistokel ini pada mulanya hanya ringan saja, dapat menjadi besar karena persalinan
berikutnya, terutama jika persalinan itu berlangsung kurang lancar, atau harus diselesaikan
dengan menggunakan peralatan. Uretra dapat pula ikut serta dalam penurunan itu dan
menyebabkan uretrokel. Ureterokel ini harus dibedakan dari divertikulum uretra. Pada
divertikulum keadaan uretra dan kandung kencing normal, hanya di belakang uretra ada
lubang yang menuju ke kantong antara uretra dan vagina.
Kekenduran fascia di belakang vagina oleh trauma obstetrik atau sebab-sebab lain
dapat menyebabkan turunnya rektum ke depan dan menyebabkan dinding belakang vagina
menonjol ke lumen vagina. Ini dinamakan rektokel.
Enterokel adalah suatu hernia dari kavum douglasi. Dinding vagina atas bagian
belakang turun, oleh karena itu menonjol ke depan. Isi kantong hernia ini adalah usus halus
atau sigmoid.

Manifestasi Klinis
Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadang-kadang penderita yang
satu dengan prolaps yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun. Sebaliknya
penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak keluhan.
Prolaps dapat terjadi secara akut alam hal ini dapat timbul gejala nyeri yang sangat,
muntah dan kolaps. Keluhan-keluhan yang hampir dijumpai adalah:

1. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia eksterna.
2. Rasa sakit dalam panggul dan pinggang. Biasanya jika penderita berbaring keluhan
hilang atau berkurang.
3. Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu berjalan dan
bekerja. Gesekan portio uteri terhadap celana dapat menimbulkan lecet sampai luka
dekubitus pada portio uteri.
4. Leukorhea karena kongesti pembuluh darah vena daerah serviks dan area infeksi serta
luka pada portio uteri.
5. Koitus terganggu.
6. Infertilitas karena servisitis.
7. Inkontinensia urin jika sudah terjadi sistokel oleh karena dinding belakang uretra
tertarik sehingga faal spingter kurang sempurna.
8. Kesukaran defekasi pada rektokel. Obstipasi karena feses terkumpul dalam rongga
rektokel. Baru dapat dilaksanakan defekasi setelah diadakan tekanan pada rektokel
dari vagina.

Diagnosis
Keluhan-keluhan penderita dan pemeriksaan genikologi umumnya dengan mudah
dapat menegakkan diagnosis prolaps uteri.
Friedman dan Little (1961), mengajukan pemeriksaan dengan cara penderita dalam
posisi jongkok disuruh mengejan dan ditentukan dengan pemeriksaan dengan jari, apakah
portio uteri pada posisi normal, apakah portio di bawah posisi normal, apakah portio sampai
introitus vagina, apakah serviks uteri sudah keluar dari vagina. Pada prolaps uteri didapatkan
hasil pemeriksaan berupa portio tampak dalam introitus. Pada prolaps uteri totalis didapatkan
uterus tergantung di luar badan, terbungkus oleh vagina. Pada bentuk ini selaput lendir vagina
menebal dan sering terjadi ulkus dekubitus.

10

Penatalaksanaan
Terapi Non Operatif
Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan dan hanya memberikan hasil
sementara. Cara ini dilakukan pada prolaps ringan tanpa keluhan, jika yang bersangkutan
masih ingin punya anak. Jika penderita menolak untuk dilakukan operasi atau jika kondisinya
tidak mengijinkan untuk dioperasi. Yang termasuk pengobatan tanpa operasi:
1. Latihan-latihan otot dasar panggul.
Latihan ini sangat berguna pada prolaps yang ringan yang terjadi pasca persalinan
yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya adalah untuk menguatkan otot dasar panggul.
Latihan ini dilakukan selama beberapa bulan.
Caranya: penderita disuruh menguncupkan anus dan jaringan panggul, seperti
biasanya setelah BAB, atau penderita disuruh membayangkan seolah-olah sedang
mengeluarkan air kencing dan tiba-tiba menghentikannya.
Latihan ini bias menjadi lebih efektif dengan menggunakan perineometer menurut
Kegel. Alat ini terdiri dari obsturator yang dimasukkan ke dalam vagina dengan
selaput pipa dihubungkan dengan suatu manometer. Dengan demikian kontraksi otototot dasar panggul dapat diukur.
2. Stimulasi otot-otot dengan alat-alat listrik
Kontraksi otot-otot dasar panggul dapat ditimbulkan dengan alat listrik, elektrodanya
dapat dipasang dalm pessarium yang dimasukkan dalam vagina.
3. Pengobatan dengan pessarium
Pengobatan dengan pessarium sebetulnya hanya bersifat paliatif, yakni menahan
uterus di tempatnya selama dipakai. Jika Pessarium diangkat timbul prolaps lagi.
Prinsip pemakaian pessarium ialah bahwa alat tersebut mengadakan tekanan pada
dinding vagina bagian atas sehingga bagian dari vagina tersebut beserta uterus tidak

11

dapat turun dan melewati vagina bagian bawah. Kerugian pessarium ini adalah
perasaan rendah diri dan pessarium harus dibersihkan sebulan sekali. Untuk
penanganan prolapsus uteri selama awal kehamilan, uterus harus direposisi dan
dipertahankan dalam posisinya dengan pessarium yang sesuai.

Terapi Operatif
Menurut Scotti dan Lazarou, terapi operatif yang dapat dilakukan pada prolaps uteri
adalah:
1. Ventrofiksasi
Pada wanita yang masih tergolong muda dan masih menginginkan anak dilakukan
operasi untuk membuat uterus ventrofiksasi, dengan cara memendekkan ligamentum
rotundum atau mengikatkan ligamentum rotundum ke dinding perut atau dengan cara
operasi Purandare.
2. Histerektomi vagina
Histerektomi vaginal sebagai terapi prolaps dipilih kalau ada metroragi, patologi
portio atau tumor dari uterus, juga pada prolaps uteri tingkat lanjut.
a. Dimulai dengan melakukan insisi serviks pada sambungan servikovaginal.
b. Cul de sac posterior terbuka
c. Peritoneum cul de sac anterior diinsisi

12

d. Dasar ligamentum kardinale dan ureterosakralis biasanya dijepit dengan 2 jepitan.


e. Ligamentum kardinale atas dijepit sebelum transeksi.
f. Fundus uterus dikeluarkan dan hubungan di antara struktur adneksa dan korpus
uteri dijepit.
g. Ligamentum dan cuff vagina akan tampak setelah histerektomi.
h. Teknik resuspensi cuff vagina dan obliterasi cul de sac:

Penjahitan melalui dinding vagina dan ligamentum yang diekteriorisasi.

Jahitan pendek dilakukan pada peritoneum.

Penjahitan McCall internal dimodifikasi.

Jahitan dengan benang dikerutkan tinggi untuk menutup cul de sac.

3. Manchester Fothergill

13

Dasarnya ialah memendekkan ligamentum kardinale. Di samping itu dasar panggul


diperkuat (perineoplasti) dan karena sering ada elongasio koli dilakukan amputasi dari
portio. Sistokel atau rektokel dapat diperbaiki dengan kolporafi anterior atau posterior.
4. Kolporafi
Anterior kolporafi dilakukan untuk koreksi sistokel dan pergeseran uretra (Lazarou
dkk,2000). Tindakan berupa memperbaiki fascia puboservikal untuk menyangga
vesica urinaria dan uretra.
Posterior kolporafi dilakukan untuk koreski enterokel.
5. Kolpokleisis (Neugebauer Le Fort)
Pada wanita tua yang seksual tidak aktif lagi dapat dilakukan operasi sederhana
dengan menghubungkan dinding vagina depan dengan bagian belakang, sehingga
lumen vagina ditiadakan dan uterus terletak diatas vagina yang tertutup itu. Akan
tetapi operasi ini dapat mengakibatkan tarikan pada dasar kandung kemih ke
belakang, sehingga dapat menimbulkan inkontinensia urine, atau menambah
inkontinensia yang telah ada. Koitus tidak mungkin lagi setelah operasi.
6. Operasi transposisi dari Watkins (interposisi operasi dari Wertheim)
Prinsipnya ialah menjahit dinding depan uterus pada dinding depan vagina, sehingga
korpus uteri dengan demikian terletak antara dinding vagina dan vesika urinaria
dalam hiperantefleksi dan ekstra peritoneal. Di samping itu dilakukan amputasi portio
dan perineoplasti. Setelah operasi ini wanita tidak boleh hamil lagi, maka sebaiknya
dilakukan dalam masa menopause.

Komplikasi
1. Keratinisasi Mukosa Vagina dan Portio Uteri
Mukosa vagina dan serviks uteri menjadi tebal serta berkerut dan berwarna keputuhputihan.
2. Dekubitus
Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan paha dan pakaian
dalam, hal itu dapat menyebabkan luka dan radang dan lambat laun timbul ulkus
dekubitus. Dalam keadaan demikian perlu dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebihlebih pada penderita berumur lanjut. Biopsi perlu dilakukan untuk mendapatkan
kepastian ada tidaknya karsinoma insitu.

14

3. Hipertrofi Serviks Uteri dan Elongasio Koli


Jika serviks uteri menurun sedangkan jaringan penahan dan penyokong uterus masih
cukup kuat, maka karena tarikan ke bawah dari bagian uterus yang turun serta
pembendungan pembuluh darah, serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi
panjang pula. Hal yang terakhir ini dinamakan elongasio kolli. Hipertrofi ditentukan
dengan periksa lihat dan periksa raba, sedangkan pada elongasio koli serviks uteri
pada pemeriksaan raba lebih panjang dari biasa.

4. Gangguan miksi dan stress inkontinensia


Pada sistokel berat miksi kadang-kadang terhalang, sehingga kandung kemih tidak
dapat dikosongkan sepenuhnya. Turunnya uterus bias juga menyempitkan ureter,
sehingga bisa menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis. Adanya sistokel dapat pula
mengubah bentuk sudut antara kandung kemih dan uretra akibat stress inkontinensia
(Scotti, 1995).
5. Infeksi Saluran Kemih
Adanya retensio urine memudahkan timbulnya infeksi. Sistitis yang terjadi dapat
meluas ke atas dan menyebabkan pielitis dan pielonefritis. Akhirnya hal itu dapat
menyebabkan gagal ginjal.
6. Kemandulan
Karena menurunnya serviks uteri sampai dekat pada introitus vagina atau keluar sama
sekali dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.
7. Kesulitan Pada Waktu Partus
Jika wanita dengan prolaps uteri hamil, maka pada waktu persalinan bisa timbul
kesulitan pada pembukaan serviks, sehingga kemajuan persalinan terhalang.
8. Hemoroid
Feses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan obstipasi dan timbulnya
hemoroid.
9. Inkarserasi Usus Halus
Usus halus yang masuk kedalam enterokel dapat terjepit dan tidak direposisi lagi.
Dalam hal ini perlu dilakukan laparotomi untuk membebaskan usus yang terjepit.

15

Prognosis
Prolaps uteri bukan merupakan keadaan yang bersifat mengancam nyawa, namun
keadaan ini menimbulkan rasa tak nyaman dan sangat mengganggu kehidupan penderita.
Pada umumnya, prognosisnya adalah baik apabila diterapi dengan tepat dan sesuai dengan
derajat yang dialami oleh penderita.

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS OBSTETRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Jl. Arjuna Utara No. 6. Kebon Jeruk- Jakarta Barat
SMF GINEKOLOGI RSU BETHESDA LEMPUYANGWANGI, YOGYAKARTA

Nama

: Apriliana Widiastuti

NIM

: 11.2013.228

Pembimbing / penguji

: dr. H. Rahardjo, Sp.OG

Tanda tangan

IDENTITAS PASIEN
Nama Lengkap : Ny. K
Tanggal Lahir : 28 Mei 1942
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jagalan Beji PA I/388 RT 8/2,
Purwokinanti, Yogyakarta
Masuk Rumah Sakit :

ANAMNESIS
Keluhan utama

Usia : 72 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : Akademi
Suku Bangsa : Jawa

Tanggal 23 November 2014

16

Peranakan turun saat jalan.


Keluhan Tambahan
Keluar cairan.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengatakan peranakannya turun saat berjalan. Keadaan ini membaik bila pasien
berbaring. Cairan (+), darah (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan. Keadaan ini mengganggu
pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi, diabetes, gastritis, polip serviks, polip hidung.

Riwayat Penyakit Keluarga


Hipertensi, diabetes

ANAMNESIS SISTEM
Kulit
Dalam batas normal.

Haid
Siklus 6 bulan

Menarche : 14 tahun

Menopause tahun 1988

( - ) Teratur

(-) Nyeri

Lama : 15 hari

( + ) Gangguan haid : menoraghia, metroraghia

Riwayat Perkawinan
kawin 1 kali pada usia 18 tahun selama 27 tahun

Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Anak
ke

Tahun
Persalina
n

Jenis
Kelami
n

Umur
Kehamila
n

Jenis
Persalina
n

Penolon
g

Hidup/Mat
i

Riwaya
t Nifas

Menetek
s/d Umur

17

1960

II

1962

III

1974

IV

1975

Lakilaki
Lakilaki
Lakilaki
Lakilaki

Hidup
Hidup
Hidup
Hidup

Kontrasepsi
( + ) Pil KB

( - ) Suntikan

( - ) Kondom

( - ) IUD

( - ) Susuk KB

Saluran kemih / alat kelamin


Dalam batas normal.

Ekstremitas
Dalam batas normal.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis :
Tinggi badan

: 158 cm

Berat badan

: 60 kg

Tekanan darah

: 140/90 mmHg

Nadi

: 90 x/menit

Suhu

: 36,50C

Pernafasan

: 24 x/menit, teratur, torakal-abdominal

Keadaan Gizi

: cukup

Kesadaran

: compos mentis

Sianosis

: tidak ada

Edema

: tidak ada

Habitus

: athletikus

Cara berjalan

: normal

18

Mobilisasi (aktif/pasif)

: aktif

Kelenjar getah bening


Dalam batas normal.

Leher
Dalam batas normal.

Dada
Bentuk

: normal

Pembuluh darah

: tidak tampak

Buah dada

: puting menimbul (-), hiperpigmentasi areola mammae (-)

Paru-paru
Dalam batas normal.

Jantung
Dalam batas normal.

Abdomen
Dalam batas normal.

Ekstremitas
Dalam batas normal.

PEMERIKSAAN GINEKOLOGI
Pemeriksaan Luar

19

Inspeksi
Wajah
Payudara

: Chloasma gravidarum (-)


: pembesaran payudara (-), puting susu menonjol, cairan dari mammae (-)

Abdomen : Pembesaran Abdomen (-)


Striae nigra (-)
Strie livide (-)
Strie albicans (-)
Bekas operasi (-)
Palpasi abdomen

: nyeri tekan (-)

Pemeriksaan Dalam
Fluxus (+), Fluor (-)
v/u

: tidak ada kelainan

portio

: licin

korpus uteri

: sebesar bola tenis

adneksa dan parametrium

: massa (-), nyeri tekan (-)

cavum douglassi

: tidak menonjol

LABORATORIUM
Hemoglobin
Leukosit
Eritrosit
Platelet
Neutrofil
Eosinofil
SGOT
SGPT
Ureum
Creatinin
GDS
HbsAg

RESUME

23 November 2014
13,2
6280
5 juta
221.000
3,09
0,21
20
9
45
0,89
121
Positif

24 November 2014
11,5
13550
4,4 juta
209.000
11,81
0,01

20

Wanita 72 tahun, P4A0, mengeluhkan uterus turun saat berjalan hingga menonjol keluar
kemaluan, namun membaik bila berbaring. Keadaan ini dirasakan mengganggu. BAB dan
BAK tidak ada gangguan. Dari vagina juga keluar cairan, tidak ada darah. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan terlihat uterus yang menonjol seluruhnya keluar.
DIAGNOSA KERJA
Proplaps Uteri Total
PROGNOSA
Baik

TERAPI
-

IVFD RL
Histerektomi vaginal dan kolporafi anterior-posterior
Sefalosporin 2 x 500 mg
Tramadol 1 x 50 mg
Asam traneksamat 3 x 1 gram
Asam Mefenamat 3 x 500 mg

Pada tanggal 23 November 2014, pasien masuk dan dirawat di rumah sakit untuk
persiapan operasi. Pada 24 November 2014, dilakukan histerektomi pervaginal pada pasien.
Operasi berlangsung dari pukul 09.30-11.00. Setelah operasi selesai, dilakukan pemantauan
terhadap perdarahan yang ada. Pasien mengalami perdarahan minimal pascaoperasi dan nyeri
jahitan luka operasi. Keadaan ini dirasakan pasien dengan intensitas yang menurun setiap
harinya sampai pasien pulang pada tanggal 29 November 2014.

FOLLOW UP
25 November 2014
S: Merasa ada dahak di tenggorokan. Demam (-). Pusing (-), mual (-), nyeri bekas
operasi (+), miring kanan-kiri (+), kentut (+).
O: KU

: sakit sedang

Tensi

: 130/70 mmHg

Nadi

: 80x/menit

21

Nafas

: 20x/menit

Suhu

: 36,90C

Nyeri bekas operasi (+), perdarahan minimal.


A: Post Histerektomi Vaginal hari pertama
P: Ganti Verban 2x
Celocid 2 x 1
Qten 1 x 1
Vitral 1 x 1
26 November 2014
S: Sakit perut sehabis minum susu. Pusing (+), mual-muntah (-), duduk (+), nyeri bekas
operasi (+), perdarahan minimal.
O: KU

: baik

Tensi

: 160/90 mmHg

Nadi

: 90x/menit

Nafas

: 20x/menit

Suhu

: 36,30C

A: Post Histerektomi Vaginal hari kedua


P: Ganti Verban 2x
Celocid 2 x 1
Qten 1 x 1
Vitral 1 x 1
Prisperan 2 x 1

27 November 2014
S: Miring kanan-kiri (+), pusing (-), nyeri bekas operasi (+).
O: KU

: baik

Tensi

: 140/80 mmHg

Nadi

: 84x/menit

22

Nafas

: 20x/menit

Suhu

: 360C

Perdarahan minimal
A: Post Histerektomi Vaginal hari ketiga
P: Intervensi dilanjutkan
Aff DC. Bila BAK baik, boleh pulang

28 November 2014
S: Sudah jalan-jalan. Pusing sedikit, mual bila makan, nyeri bekas operasi sedikit, belum
BAB.
O: KU

: baik

Tensi

: 140/70 mmHg

Nadi

: 84x/menit

Nafas

: 20x/menit

Suhu

: 360C

Perdarahan minimal
A: Post Histerektomi Vaginal hari keempat
P: Intervensi dilanjutkan

29 November 2014
S: Pusing sedikit, nyeri bekas operasi (-), BAB-BAK (+).
O: KU

: baik

Tensi

: 120/80 mmHg

Nadi

: 80x/menit

Nafas

: 20x/menit

Suhu

: 360C

Perdarahan minimal

23

A: Post Histerektomi Vaginal hari kelima


P: Intervensi dilanjutkan
Pasien boleh pulang

Anda mungkin juga menyukai