Anda di halaman 1dari 105

EKONOMI PERTANIAN

PNE 1201 A

RPKPS
(Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester)
1. Nama Mata Kuliah: EKONOMI PERTANIAN
2. Kode / SKS: PNE 1201 A(2/0)
3. Prasyarat: Dasar-dasar Manajemen
4. Status Mata Kuliah: Wajib
5. Deskripsi Singkat:
Dasar-dasar ekonomi mikro dan ekonomi makro untuk membahas dan mendalami
persoalan yang timbul dalam bidang pertanian, pembangunan pertanian dan
pembangunan ekonomi pada umumnya.
1. Tujuan Pembelajaran
Mengajarkan kepada mahasiswa agar mampu mengaplikasikan teori ekonomi
(ekonomi mikro dan ekonomi makro) untuk membahas dan mendalami persoalan
yang timbul dalam bidang pertanian, pembangunan pertanian dan pembangunan
ekonomi pada umumnya.
2. Materi Pembelajaran
No. Pokok Bahasan
1.
Pengantar: Ruang Lingkup
Ekonomi Pertanian

Sub Pokok Bahasan


1. Pengertian ekonomi pertanian
2. Ekonomi pertanian Indonesia
3. Persoalan-persoalan ekonomi
pertanian
4. Kelembagaan dalam ekonomi
pertanian.

2.

Prinsip-prinsip Ekonomi Produksi


Pertanian

1. Hubungan antara input dan output


pertanian
2. Hubungan antara input dan input
pertanian
3. Hubungan antara output dan output
pertanian
4. Kondisi optimal dari sisi output

Analisis Ekonomi Usaha

1. Biaya dan pendapatan usahatani

EKONOMI PERTANIAN

Pertanian

2. Laporan keuangan perusahaan


pertanian
a. Neraca perusahaan pertanian
b. Rugi laba perusahaan
pertanian
c. Perubahan modal perusahaan
pertanian
3. Analisis keuangan perusahaan
pertanian

Permintaan dan Penawaran Hasil


Pertanian

1.
2.
3.
4.

Permintaan hasil pertanian dan


elastisitas
Penawaran hasil pertanian dan
elastisitas
Faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan dan
penawaran hasil pertanian.
Keseimbangan pasar hasil
pertanian
Fungsi tataniaga hasil pertanian
Biaya tataniaga hasil pertanian
Efisiensi tataniaga hasil pertanian
Ekspor dan impor hasil pertanian

5.

Tataniaga Hasil Pertanian

1.
2.
3.
4.

6.

Pembangunan Pertanian

1. Model-model pembangunan
pertanian
2. Syarat-syarat pembangunan
pertanian
3. Teknologi dan pembangunan
pertanian
4. Pembangunan pertanian di
Indonesia

7.

Peranan Pemerintah Dalam


Pembangunan Pertanian

1.
2.
3.
4.

Kebijakan harga
Kebijakan infrastruktur
Kebijakan kelembagaan
Kebijakan ekspor dan impor

8.

Persoalan Ekonomi Makro

1.
2.
3.
4.

Pertanian dan pendapatan nasional


Pertanian dan kesempatan kerja
Pertanian dan inflasi
Pertanian dan neraca perdagangan luar
negeri

2. Outcome Pembelajaran

EKONOMI PERTANIAN

Mahasiswa mampu mengaplikasikan teori ekonomi (ekonomi mikro dan ekonomi


makro) untuk membahas dan mendalami persoalan yang timbul dalam bidang
pertanian, pembangunan pertanian dan pembangunan ekonomi pada umumnya.
4. Rencana Kegiatan Pembelajaran
Minggu
ke-.
1.

Pokok Bahasan

Sub Pokok Bahasan

Metode

Pengantar

1. Pengertian ekonomi pertanian


2. Ekonomi pertanian Indonesia
3. Persoalan-persoalan ekonomi
pertanian
4. Kelembagaan dalam ekonomi
pertanian.

Ceramah,
Diskusi
dan
Penugasan

2.

Prinsip-prinsip
Ekonomi Produksi
Pertanian

1. Hubungan antara input dan


output pertanian
2. Hubungan antara input dan input
pertanian

Ceramah,
Diskusi
dan
Penugasan

Prinsip-prinsip
Ekonomi Produksi
Pertanian

3. Hubungan antara output dan


output pertanian
4. Kondisi optimal dari sisi output

Analisis Ekonomi
Usaha Pertanian

1. Biaya dan pendapatan usahatani


2. Laporan keuangan perusahaan
pertanian
a. Neraca perusahaan
pertanian
b. Rugi laba perusahaan
pertanian
c. Perubahan modal
perusahaan pertanian
3. Analisis keuangan perusahaan
pertanian

Ceramah,
Diskusi
dan
Penugasan
Ceramah,
Diskusi
dan
Penugasan

Permintaan dan
Penawaran Hasil
Pertanian

1. Permintaan hasil pertanian dan


elastisitas
2. Penawaran hasil pertanian dan
elastisitas

Ceramah,
Diskusi
dan
Penugasan

Permintaan dan
Penawaran Hasil

3. Faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan dan

Ceramah,
Diskusi

EKONOMI PERTANIAN

Pertanian
Ujian Sisipan
7.
Tataniaga Hasil
Pertanian

penawaran hasil pertanian.


4. Keseimbangan pasar hasil
pertanian

dan
Penugasan

1.
2.
3.
4.

Ceramah,
Diskusi
dan
Penugasan

Fungsi tataniaga hasil pertanian


Biaya tataniaga hasil pertanian
Efisiensi tataniaga hasil pertanian
Ekspor dan impor hasil pertanian

8.

Pembangunan
Pertanian

1. Model-model pembangunan
pertanian
2. Syarat-syarat pembangunan
pertanian

Ceramah,
Diskusi
dan
Penugasan

Pembangunan
Pertanian

3. Teknologi dan pembangunan


pertanian
4. Pembangunan pertanian di
Indonesia

Ceramah,
Diskusi
dan
Penugasan

10.

Peranan
Pemerintah Dalam
Pembangunan
Pertanian
Peranan
Pemerintah Dalam
Pembangunan
Pertanian

1. Kebijakan harga
2. Kebijakan infrastruktur

Ceramah,
Diskusi
dan
Penugasan
Ceramah,
Diskusi
dan
Penugasan

Persoalan Ekonomi
Makro

1.
2.
3.
4.

11

12.

3. Kebijakan kelembagaan
4. Kebijakan ekspor dan impor
Pertanian dan pendapatan nasional
Pertanian dan kesempatan kerja
Pertanian dan inflasi
Pertanian dan neraca perdagangan luar
negeri

Ceramah,
Diskusi dan
Penugasan

Ujian Akhir

5. Kriteria & Cara Evaluasi Hasil Pembelajaran


Penilaian atau evaluasi hasil pembelajaran didasarkan pada penilaian dari 3
komponen, yaitu penugasan, ujian sisipan, dan ujian akhir.
6. Bahan, Sumber Informasi & Referensi

EKONOMI PERTANIAN

Cramer, Gail L. and Clarence W. Jensen. 1979. Agricultural Economics &


Agribusiness:An Introduction. John Wiley & Son, Inc. Canada.
Darmawan, Thomas. 2003. Tantangan Internal dan Global Dalam Penerapan
Kebijakan Proteksi dan Promosi Sektor Pertanian dan Solusinya. Makalah
disampaikan pada hari pangan sedunia di Yogyakarta 20 Oktober 2003.
Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. 2003.
Kebijakan Proteksi dan Promosi Sektor Pertanian. Draft I Pembahasan
Kebijakan Tarif dan Non Tarif.
Goodwin, John W. and H. Evan Drummond. 1982. Agricultural Economics.
National Book Store, Inc. Philippines
Hayami, Yujiro and Vernon W. Ruttan. 1971. Agricultural Development: An
International Perspective.
Masyhuri. 2003. Kebijakan Proteksi dan Promosi Sektor Pertanian. Makalah
disampaikan pada hari pangan sedunia di Yogyakarta 20 Oktober 200
Masyhuri. 2003. Pengembangan Agribisnis Dalam Era Globalisasi. Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Ekonomi Pertanian/Agribisnis
pada Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.
Mosher, A.T. 1966. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. C.V. Yasaguna.
Jakarta.
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. PT Pustaka LP3ES. Jakarta.
Sanim, Bunasor. 2003. Tantangan Internal dan Global Dalam Penerapan
Kebijakan Proteksi dan Promosi Sektor Pertanian Serta Solusinya.
Makalah disampaikan pada hari pangan sedunia di Yogyakarta 20 Oktober
200
Snodgrass, Milton W. and L.T. Wallace. 1982. Agricultural Economics and
Resource Management. National Bookstore, Inc. Philippines.
Soekartawi. 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian: Teori dan Aplikasi. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.

EKONOMI PERTANIAN

I. RUANG LINGKUP EKONOMI PERTANIAN


1. Kelahiran Ilmu Ekonomi Pertanian.
Ilmu Ekonomi Pertanian lahir pada awal abad 20 atau akhir abad 19
bersamaan dengan terjadinya depresi ekonomi. Dengan demikian ilmu ini lahir
setelah ekonomi moderen lahir yakni setelah terbitnya buku Wealth of Nations oleh
Adam Smith pada tahun 1776. Di AS ilmu ini mulai diajarkan pada tahun 1892 di
Universitas Ohio dengan nama Rural Economics dan sejak tahun 1910 mulai
diajarkan di beberapa universitas dengan nama Agicultural Economics.
Di Eropa Ilmu Ekonomi Pertanian lahir sebagai cabang dari Ilmu Pertanian.
Sebagai pencetus utamanya adalah Von Der Goltz dengan bukunya yang berjudul
Handbuch der Landwirtschaftlichen Bertriebslehre pada tahun 1885.
Di Indonesia Ilmu Ekonomi Pertanian mula-mula diberikan di Fakultasfakultas Pertanian dengan tradisi Eropa yang lebih menekankan pada aspek sosial
ekonomi dari Ilmu Pertanian. Sebagai tokoh Ilmu Ekonomi Pertanian Indonesia
adalah Prof. Iso Reksohadiprodjo dan Prof. Teko Sumodiwirjo.
2. Pengertian Ekonomi Pertanian
Semula ada dua pandangan tentang Ilmu Ekonomi Pertanian. Pertama,
merupakan salah satu bagian dari Ilmu Pertanian yang mempelajari aspek sosial
ekonomi dari Ilmu Pertanian. Bagian ini mencakup Ilmu Ekonomi Pertanian dengan
cabang-cabangnya tataniaga pertanian, ekonomi produksi pertanian, dsb. dan Ilmu
Sosiologi Pedesaan yang lebih mengarah pada penyuluhan pertanian. Kedua,
merupakan Ilmu Ekonomi (teori ekonomi mikro, teori ekonomi makro, statistik, dsb.
) yang diterapkan pada bidang pertanian. Dalam perkembangannya perbedaan ini
menjadi tidak jelas karena (a) Ilmu Ekonomi Pertanian mempelajari hal-hal yang
berkaitan dengan tehnik pertanian dan ekonomi baik ekonomi mikro maupun
ekonomi makro dan (b) bakat dan minat perseorangan mendorong mereka
mempelajari kedua hal tersebut.
Ilmu Ekonomi Pertanian berkembang menjadi Ilmu Sosial yang membahas
dan mendalami persoalan-persoalan yang timbul dalam bidang pertanian,
pembangunan pertanian dan pembangunan ekonomi pada umumnya. Ilmu Ekonomi
Pertanian juga mencakup analisis ekonomi makro seperti pendapatan nasional,

EKONOMI PERTANIAN

konsumsi, investasi, kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi dalam kaitannya


dengan bidang pertanian.
Banyak difinisi dan pengertian Ilmu Ekonomi Pertanian namun paling tidak
Ilmu Ekonomi Pertanian mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
(a) Bagian dari Ilmu Ekonomi yang mempelajari fenomena ekonomi di sektor
pertanian.
(b) Ilmu Ekonomi mempelajari alokasi sumberdaya (alam, manusia, modal) yang
tersedianya terbatas untuk berbagai alternatif penggunaan yang saling
bersaing.
(c) Sumberdaya terbatas (langka), sumberdaya yang tersedianya tidak dapat
memenuhi kebutuhan potensialnya.
(d) Sumberdaya yang terbatas tersebut digunakan untuk berbagai alternatif
penggunaan yaitu produksi, pengolahan, distribusi dan konsumsi.
(e) Bidang yang dipelajari oleh Ilmu Ekonomi Pertanian mencakup produksi,
pengolahan, distribusi dan konsumsi.
3. Persoalan Ekonomi Pertanian
Jarak waktu antara pengeluaran dan penerimaan. Pertanian merupakan proses
produksi biologis yang memerlukan waktu relatif panjang sampai dengan hasil
pertanian diperoleh. Keadaan ini menimbulkan persoalan karena penerimaan petani
hanya diperoleh pada saat panen sebaliknya pengeluaran petani setiap waktu dalam
bulan, minggu, hari, atau bahkan dalam waktu yang sangat mendesak. Sifat produksi
pertanian ini juga membawa akibat terhadap harga yang diterima petani. Pada saat
panen raya dimana hasil pertanian berlimpah harga hasil pertanian rendah sebaliknya
pada saat peceklik harga hasil pertanian tinggi. Keadaan harga hasil pertanian yang
sangat berfluktuasi ini sangat berpengaruh terhadap petani kecil oleh karena
golongan petani ini adalah produsen yang sekaligus juga konsumen. Untuk
mengatasi persoalan ini dilakukan kebijakan harga yaitu penetapan harga dasar dan
harga tertinggi agar fluktuasi harga dapat dikurangi.
Pembiayaan pertanian. Persoalan pembiayaan pertanian terutama di kalangan
petani kecil merupakan persoalan yang banyak dijumpai di negara-negara sedang
berkembang. Hasil pertanian yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
menyebabkan kesulitan bagi petani untuk membiayai usahanya. Hal ini juga
menimbulkan persoalan bagi petani dalam penerapan teknologi baru karena
penggunaan teknologi baru memerlukan tambahan biaya. Untuk memecahkan
masalah ini dilakukan penyediaan kredit bagi petani yang umumnya diberikan dalam
bentuk sarana produksi, tanpa agunan, dan bunganya disubsidi.
Tekanan penduduk dan pertanian. Persoalan penduduk di Indonesia tidak
hanya terbatas pada jumlahnya yang cukup tinggi tetapi juga penyebarannya yang
tidak merata. Jawa yang luasnya hanya 7% dari total wilayah dihuni oleh 60%

EKONOMI PERTANIAN

penduduk. Keadaan jumlah dan dan distribusi penduduk ini dapat menimbulkan
berbagai persoalan seperti (a) persediaan tanah pertanian semakin kecil, (b) produksi
pertanian per penduduk menurun, (c) bertambahnya pengangguran, dan (d)
memburuknya hubungan antara pemilik tanah dengan penyewa atau penyakap.
Pertanian subsisten. Petani kecil umumnya bersifat subsisten yaitu dalam
melaksanakan usahataninya lebih berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan
keluarga. Keadaan ini menyebabkan petani kurang responsive terhadap perubahan
harga dan teknologi. Akibatnya tidak mudah memasukkan kebijakan harga dan
teknologi baru kepada petani. Hal ini pada gilirannya menyebabkan upaya
peningkatan produksi dan pendapatan petani tidak mudah dilaksanakan.
Keberlanjutan pertanian. Penggunaan sumberdaya pertanian (terutama lahan
dan air) yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi menyebabkan produksi
pertanian menurun, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia.
4. Kelembagaan Dalam Ekonomi Pertanian
Lembaga pertanian yang dimaksud disini adalah organisasi atau kaidahkaidah, baik formal maupun informal yang mengatur perilaku dan tindakan anggota
masyarakat tertentu baik dalam kegiatan rutin sehari-hari ataupun dalam usahanya
mencapai tujuan tertentu. Lembaga-lembaga adat yang penting peranannya misalnya
pemilikan tanah, jual beli dan sewa-menyewa tanah, bagi hasil, gotong royong dan
sebagainya. Lembaga-lembaga formal yang diselenggarakan pemerintah untuk
mendorong produksi pertanian antara lain Bimas, Koperasi, P3A, penyuluhan
pertanian, dsb.
5. Perkembangan Pertanian Terakhir
Peran sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi meliputi (a) menciptakan
ketahanan pangan, (b) penyedia bahan baku industri, (c) memberikan kesempatan
kerja dan pendapatan, (d) pengentasan kemiskinan, (e) sumber devisa, dan (f)
sumber pertumbuhan ekonomi. Kenerja pembangunan pertanian terakhir sebagai
berikut.
a. Produk Domestik Bruto (PDB) Pertanian
PDB: nilai barang dan jasa akhir yang diproduksi oleh suatu perekonomian (negara,
propinsi, kabupaten) dalam periode waktu tertentu (Januari-Desember)
Uraian
PDB Pertanian
PDB Bahan Makanan

EKONOMI PERTANIAN

Tahun
2000-2003
1998-1999
1993-1997
2000-2003

Laju Pertumbuhan
(%/tahun)
1,83
0,88
1,57
0,77

Keterangan

Sblm krisis 0,13%

PDB Perkebunan
PDB Peternakan

2000-2003
2000-2003

5,02
3,17

Sblm krisis 4,30%


Sblm krisis 5,01%

b. Produksi Tanaman Pangan


Komoditas
Keterangan
Padi
Produksi tahun 2003 53,4 juta ton, perkiraan 2004 (ARM IIIBPS) 54,3 juta ton, impor beras 1999 sebesar 4,8 juta ton dan
tahun 2002 sebesar 1,0 juta ton.
Jagung
Produksi tahun 2003 10,9 juta ton, perkiraan 2004 (ARM IIIBPS) 11,1 juta ton
c. Produksi Hortikultura
Uraian
Keterangan
Peningkatan produksi
Sayuran 8,01%, buah-buahan 10,37%, tanaman hias
2001-2004
10,81%, tanaman biofarmaka 4,58%
Ketersediaan per kapita Buah-buahan meningkat dari 37 kg menjadi 59 kg,
per tahun 2001-2004
sayuran meningkat dari 31 kg menjadi 38 kg
d. Produksi Perkebunan
Uraian
Keterangan
Produksi 2000-2003
Terjadi peningkatan produksi hampir seluruh
komoditas kecuali teh. Karet meningkat 16,43%;
kelapa sawit 14,12%; tebu 7,43%
Peran perkebunan
Sebagai sumber pertumbuhan utama sector pertanian
e. Produksi Peternakan
Uraian
Pertumbuhan populasi 2000-2003

Pertumbuhan ternak ruminansia

EKONOMI PERTANIAN

Keterangan
Sapi potong 0,64%, sebelum krisis
1,69%
Sapi perah 2,20%, sebelum krisis
1,51%
Kambing domba 1,53%, sebelum
krisis 4,33%
Ayam broiler 27,30%, sebelum krisis
8,14%
Ayam petelur 13,67%, sebelum krisis
7,15%
Cenderung
lambat
akibat
laju
konsumsi yang lebih besar dibanding
produksi.

Permasalahan tahun 2004

Terganggu oleh wabah flu burung

f. Konsumsi Energi dan Protein


Tahun
Konsumsi
Energi
1999
1852 kka/kap
2002
1986 kka/kap
Protein
1999
48,7 gr/kap
2002
54,4 gr/kap
g. Ekspor-Impor
Uraian
Neraca perdagangan
Ekspor agribisnis
Impor agribisnis
Surplus perdagangan

Keterangan
Meningkat dari US $ 1.300 milyar pada tahun 1990
menjadi US $ 3.794 milyar pada tahun 2003
Meningkat dari US $ 7.763 milyar pada tahun 2002
menjadi US $ 8,850 milyar pada tahun 2003 (6,71%)
Meningkat dari US $ 4,096 milyar pada tahun 2002
menjadi US $ 4,491 milyar pada tahun 2003 (9,64%)
Naik 3,32 %. Surplus terbesar terjadi pada produk
perkebunan, peternakan, dan hortikultura sedangkan
produk tanaman pangan deficit. Surplus perdagangan
agribisnis terbesar terjadi pada produk olahan. Adanya
surplus ini menunjukkan daya saing produk pertanian.

h. Kesejahteraan Petani
Uraian
Keterangan
Jumlah penduduk miskin Jumlah penduduk miskin (i) 1999 sebanyak 48,4
menurun
juta (24%), (ii) 2000 sebanyak 36,1 juta (19%),
dan (iii) 2004 sebanyak 36,1 juta (17%)
Peran sektor pertanian
Sektor pertanian menurunkan penduduk miskin
hingga 66% (74% di desa dan 55% di kota)
Nilai Tukar Petani (NTP)
Meningkat dari tahun ke tahun (2001-2003) dan
pada tahun 2003 telah melampaui angka sebelum
krisis.
6. Soal-soal Latihan

EKONOMI PERTANIAN

10

a. Carilah data PDB pertanian (tanaman pangan, perkebunan, peternakan,


perikanan, dsb.) selama 5 tahun terakhir dan jelaskan bagaimana perkembangnan
PDB dari tahun ke tahun.
b. Carilah data produksi tanaman pangan (padi, jagung, kedele) selama 5 tahun
terakhir dan jelaskan bagaimana perkembangnan produksi tanaman pangan
tersebut dari tahun ke tahun
c. Carilah data produksi perkebunan (kelapa sawit, karet, kopi, kakao, dsb.) selama
5 tahun terakhir dan jelaskan bagaimana perkembangnan produksi perkebunan
tersebut dari tahun ke tahun.
d. Carilah data ekspor dan impor salah satu komoditas pertanian selama 5 tahun
terakhir dan jelaskan bagaimana perkembangnan ekspor dan impor komoditas
btersebut dari tahun ke tahun.

Contoh Data Dari BPS


Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Pertanian, 2004-2006
No Lapangan Usaha
2004
2005
2006
1
Pertanian, Peternakan,
329.124,60
364.169,30
433.223,40
Kehutanan, dan Perikanan
a.
Tanaman Bahan Makanan
165.558,20
181.331,60
214.346,30
b.
Tanaman Perkebunan
49.630,90
56.433,70
63.401,40
c.
Peternakan
40.634,70
44.202,90
51.074,70
d.
Kehutanan
20.290,00
22.561,80
30.065,70
e
Perikanan
53.010,80
59.639,30
74.335,30

Tabel Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Padi Provinsi Indonesia
Jenis
Luas
Provinsi
Tahun
Produktivitas(Ku/Ha) Produksi(Ton)
Tanaman
Panen(Ha)
Indonesia
Padi
2001 11499997.00
43.88 50460782.00
Indonesia
Padi
2002 11521166.00
44.69 51489694.00
Indonesia
Padi
2003 11488034.00
45.38 52137604.00
Indonesia
Padi
2004 11922974.00
45.36 54088468.00
Indonesia
Padi
2005 11839060.00
45.74 54151097.00

Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Jagung Provinsi Indonesia

EKONOMI PERTANIAN

11

Provinsi

Jenis
Luas
Tahun
Produktivitas(Ku/Ha) Produksi(Ton)
Tanaman
Panen(Ha)

Indonesia

Jagung

2001

3285866.00

28.45

9347192.00

Indonesia

Jagung

2002

3126833.00

30.88

9654105.00

Indonesia

Jagung

2003

3358511.00

32.41

10886442.00

Indonesia

Jagung

2004

3356914.00

33.44

11225243.00

Indonesia

Jagung

2005

3625987.00

34.54

12523894.00

Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Kedelai Provinsi Indonesia


Jenis
Luas
Provinsi
Tahun
Produktivitas(Ku/Ha) Produksi(Ton)
Tanaman
Panen(Ha)
Indonesia Kedelai
2001
678848.00
12.18
826932.00
Indonesia Kedelai
2002
544522.00
12.36
673056.00
Indonesia Kedelai
2003
526796.00
12.75
671600.00
Indonesia Kedelai
2004
565155.00
12.80
723483.00
Indonesia Kedelai
2005
621541.00
13.01
808353.00

Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Kacang Tanah Provinsi Indonesia
Jenis
Luas
Provinsi
Tahun
Produktivitas(Ku/Ha) Produksi(Ton)
Tanaman
Panen(Ha)
Kacang
Indonesia
2001
654838.00
10.84
709770.00
Tanah
Kacang
Indonesia
2002
646953.00
11.10
718071.00
Tanah
Kacang
Indonesia
2003
683537.00
11.49
785526.00
Tanah
Kacang
Indonesia
2004
723434.00
11.58
837495.00
Tanah
Kacang
Indonesia
2005
720526.00
11.61
836295.00
Tanah

EKONOMI PERTANIAN

12

Luas Tanaman Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman, Indonesia (000 Ha), 1995 2000
Tahun
1995
1996
1997
1998
1999
2000

Karet Kelapa Sawit Coklat


471,9
538,3
557,9
549,0
545,0
549,0

992,4
1146,3
2109,1
2669,7
2860,8
2991,3

125,4
129,6
146,3
151,3
154,6
157,8

Kopi

Teh

49,3
46,7
61,8
62,5
63,2
63,2

Kina

81,0
88,8
89,3
91,2
91,6
90,0

4,6
2,2
2,3
0,6
1,3
1,3

Tebu

Tembakau

496,9
400,0
378,1
405,4
391,1
388,5

9,1
4,3
4,5
5,7
5,2
5,2

Produksi Perkebunan Besar menurut Jenis Tanaman, Indonesia (Ton), 1995 2000
Karet Minyak
Biji
Kulit
Tahun
Coklat Kopi Teh
Gula Tebu Tembakau
Kering
Sawit
Sawit
Kina
1995
341,00 2476,40 605,30 46,40 20,80 111,08
0,30 2104,70
9,90
1996
334,60 2569,50 626,60 46,80 26,50 132,00
0,40 2160,10
7,10
1997
330,50 4165,69 838,71 65,89 30,61 121,00
0,50 2187,24
7,80
1998
332,57 4585,85 917,17 60,93 28,53 132,68
0,40 1928,74
7,70
1999
293,66 4907,78 981,56 58,91 27,49 126,44
0,92 1801,40
5,80
2000
375,82 5094,86 1018,97 57,73 28,27 123,12
0,79 1780,13
6,31
Luas Areal Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman, 2000-2004
Jenis Tanaman
Karet
Kelapa
Kelapa sawit
Kopi
Kakao

2000
3 046,00
3 601,70
1 190,20
1 321,90
641,10

2001
2 838,40
3 819,00
1 566,00
1 259,50
708,30

2002
2 825,50
3 806,00
1 808,40
1 318,00
798,60

2003
2 772,50
3 785,30
1 854,40
1 243,20
898,90

2004
2 747,90
3 723,90
2 220,30
1 251,30
1 003,30

Produksi Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman (ribu ton), 2000-2004


Jenis Tanaman
Karet
Kelapa
Minyak k. sawit
Inti sawit
Kopi

EKONOMI PERTANIAN

2000
1 125,2
2 951,0
1 977,8
585,2

2001
1 723,3
3 069,0
2 800,7
542,6
560,4

2002
1 226,6
3 010,9
3 426,7
621,3
654,3

2003

2004

1 396,2
3 136,4
3 517,3
668,3
645,0

1 662,0
3 000,8
3 847,2
731,0
618,2

13

Kakao
Ekspor dan Impor
Ekspor Crude Oil of Copra
Kode HS

Diskripsi HS

151311000

Crude
Copra

oil

353,6

of

40,2

511,4

657,2

636,8

Jan Nilai (US$)

Jan Brt (kg)

Dec Nilai (US$)

Dec Brt (kg)

55,453,380

53,927,563

26,099,445

31,783,902

Jan Nilai (US$)

Jan Brt (kg)

Dec Nilai (US$)

Dec Brt (kg)

4,586,061

13,818,514

397,181

957,007

Impor Maize (Corn) Starch


Kode HS
110812000

Diskripsi HS
Maize (Corn)
Starch

Feb-13

Perubahan
Jan-2013
dengan
Feb-2013
(%)

Mar-13

Perubahan
Feb-2013
dengan Mar2013 (%)

1.04

143.34

0.57

144.27

0.65

146.73

1.2

147.7

0.66

148.82

0.76

a) Bahan Makanan

155.55

1.99

157.15

1.03

159.17

1.28

b) Makanan Jadi

144.95

0.58

145.43

0.33

145.91

0.33

c) Perumahan

146.22

0.46

146.78

0.39

147.2

0.28

d) Sandang

141.36

0.34

141.6

0.17

141.7

0.07

e) Kesehatan
f) Pendidikan, Rekreasi & Olah
raga

131.23

0.52

131.72

0.38

132.08

0.27

126.88

0.15

127.14

0.2

127.26

0.09

g) Transportasi & Komunikasi

116.35

0.2

116.41

0.05

116.56

0.13

- Indeks BPPBM

130.04

0.4

130.38

0.27

130.69

0.24

a) Bibit

132.25

0.45

132.5

0.19

132.79

0.22

b) Obat-obatan & Pupuk

128.84

0.33

129.02

0.13

129.16

0.11

c) Transportasi & Komunikasi

125.12

0.3

125.33

0.16

125.46

0.1

d) Sewa Lahan, Pajak & Lainnya

125.65

0.33

125.94

0.23

126.35

0.33

e) Penambahan Barang Modal

133.2

0.4

133.54

0.26

133.88

0.25

F) Upah Buruh Tani


INDEKS HARGA YANG
DITERIMA PETANI

130.22

0.46

130.71

0.37

131.16

0.34

150.6

0.85

150.78

0.12

150.81

0.02

NILAI TUKAR PETANI

105.67

-0.19

105.19

-0.45

104.53

-0.63

Jan-13

Perubahan
Des-2012
dengan Jan2013 (%)

INDEKS HARGA YANG


DIBAYAR PETANI

142.52

- Indeks Konsumsi Rumah Tangga

Sub Sektor, Kelompok dan


Subkelompok

EKONOMI PERTANIAN

14

II. PRINSIP-PRINSIP EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN


2.1. Hubungan Input-Output
Input pertanian meliputi lahan, tenaga kerja, modal, dan manajemen. Lahan
sebagai input pertanian mencakup luas, sebaran, status, kesuburan, lokasi dsb.
Tenaga kerja dalam usahatani dapat berupa tenaga kerja keluarga (suami, istri, anak,
orang lain tinggal dalam satu rumah) dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja
luar keluarga adalah tenaga kerja yang dibayar baik dibayar dengan upah pasar atau
upah institusional. Modal usahatani dapat berupa modal tetap (bangunan, alat dan
mesin pertanian, dsb.), dan modal variabel (bibit, pupuk, pestisida, herbisida, pakan,
dsb.). Manajemen adalah kemampuan manajerial petani untuk usahataninya.
Input yang diperlukan dalam proses produksi pertanian meliputi (i) lahan:
luas, status, kesuburan, fragmentasi, lokasi, dsb.; (ii) tenaga kerja: jumlah, kualitas,
kontinyuitas, dsb.; (iii) modal: modal tetap yaitu modal yang besarnya tidak
tergantung pada jumlah produksi (bangunan, alat dan mesin pertanian, dsb.), modal
variable yaitu modal yang besarnya tergantung pada jumlah produksi (benih, pupuk,
obat, pakan, dsb.); dan (iv) manajemen yaitu kemampuan produsen mengelola usaha
pertaniannya. Output pertanian merupakan hasil proses produksi biologis yang dapat
berupa hasil tanaman, ternak, ikan, dan hutan.
a. TPP, APP dan MPP
TPP=Total Physical Product
APP=Average Physical Product
MPP=Marginal Physical Product
Hubungan antara input dan output pertanian dapat dijelaskan dengan (i)
tabel, (ii) grafik, dan (iii) persamaan matematik. Tabel 2.1. berikut menyatakan
hubungan antara input (X) dengan output (Q) yang dinyatakan tabel. Secara grafis
hubungan tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1.

Tabel 2.1. Hubungan input-output (table)


Input (X)
0
1
2
3
4

EKONOMI PERTANIAN

Output (Q)
0
5
14
21
26

15

5
6
7
8
9
10

30
33
35
36
36
35

Gambar 2.1. Hubungan input-output (grafik)


Hubungan antara input-output yang dinyatakan dengan persamaan matematik
misalnya Q=X2-1/3X3. Persamaan tersebut menunjukkan produksi merupakan fungsi
pangkat 3 dari input. Gambar 1 menunjukkan bahwa hubungan antara input dan
output bersifat diskrit (gambarnya patah-patah) sedangkan persamaan Q=X2-1/3X3
bila digambar akan diperoleh kurva yang mulus (smooth).
Dalam hubungan input-output berlaku hukum pertambahan hasil yang
semakin berkurang atau law of deminishing return. Hukum tersebut mengatakan
bahwa bila input variabel ditambahkan pada sejumlah input tetap, pada awalnya
akan diperoleh tambahan hasil yang semakin meningkat kemudian bila input
variabel tersebut terus ditambahkan akan diperoleh tambahan hasil yang semakin
menurun. Untuk memahami hukum tersebut perlu dipelajari konsep (i) Hasil Fisik

EKONOMI PERTANIAN

16

Total (Total Physical Product/TPP), (ii) Hasil Fisik Rata-rata (Average Physical
Product/APP) dan (iii) Hasil Fisik Marginal (Marginal Physical Product/ MPP).
TPP dapat dirumuskan sebagai Q=f(X), output (Q) merupakan fungsi dari
input (X). APP dirumuskan sebagai Q/X atau output per unit input. MPP dirumuskan
sebagai Q/X atau dQ/dX atau perubahan output per unit perubahan input. Tabel 3
berikut menunjukkan hubungan antara input dan output serta angka-angka APP dan
MPP. Hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang ditunjukkan oleh angka
MPP yang pada awalnya mengalami kenaikan bila input X bertambah, kemudian
meunurun dan akhirnya menjadi negatif. MPP positif berarti menambah input akan
menambah hasil, MPP nol berarti menambah input tidak menambah hasil, dan MPP
negatif berarti menambah input mengurangi hasil. APP dan MPP pada berbagai
tingkat penggunaan input dapat dilihat pada gambar 2.2. Bila fungsi produksi mulus
maka TPP, APP, dan MPP seperti terlihat pada gambar 2.3.
Tabel 2.2. Hubungan input-output, APP dan MPP
Input (X)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Output (Q)
TPP
0
5
14
21
26
30
33
35
36
36
35

EKONOMI PERTANIAN

APP
(Q/X)
5
7
7
6,8
6
5,5
5
4,5
4
3,5

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

5
9
7
5
4
3
2
1
0
-1

MPP
(Q/X)
5/1=5
9/1=9
7/1=7
5/1=5
4/1=4
3/1=3
2/1=2
1/1=1
0/1=0
-1/1=-1

17

APP dan MPP


10

APP, MPP

2
0
1

10

-2
Input (X)
APP

MPP

Gambar 2.2. APP dan MPP pada berbagai tingkat penggunaan input

EKONOMI PERTANIAN

18

Output (Q)

C
B
Daerah

TPP
Daerah

II

Daerah
III

X1

X2

X3

Input (X)

APP,MPP

MPP

APP
Input (X)
Gambar 2.3. TPP, APP, dan MPP bila fungsi produksi mulus

EKONOMI PERTANIAN

19

Bila fungsi produksi adalah Q=X2-(1/30)X3 maka dapat dicari persamaan APP dan
MPP sebagai berikut.
APP = Q/X = (X2-(1/30)X3)/X = X-(1/30)X2
MPP = dQ/dX = 2X (1/10)X2
b. Elastisitas Produksi
Respon produksi terhadap perubahan input dapat diukur dengan elastisitas
produksi yang dirumuskan sebagai berikut.
Persentase perubahan output
Persentase perubahan input

Elastisitas produksi ( X )

Q / Q
X / X

Q X
X Q
dQ X

dX Q

MPP

1
MPP

APP
APP

Bila X >1 produksi dalam keadaan elastis, X =1 unit elastis, dan X <1 inelastis.
Sebagai contoh X =1,5 artinya bila input dinaikkan sebesar 1% maka produksi akan
naik sebesar 1,5%.
Proses produksi dapat dibedakan menjadi daerah rasional dan daerah
irrasional. Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa daerah I adalah daerah irrasional
karena tidak rasional bila seorang produsen menghentikan penambahan input di
daerah ini sementara APP terus meningkat. Demikian pula daerah III juga termasuk
daerah irrasional karena menambah input menyebabkan output menurun. Daerah II
merupakan daerah yang rasional karena di daerah ini produsen akan memperoleh
keuntungan terbesar. Tingkat penggunaan input yang paling menguntungkan
ditentukan oleh rasio harga input dan harga output.
c. Penggunaan Input Optimal
Penentuan tingkat penggunaan input yang menghasilkan keuntungan terbesar
adalah sebagai berikut.
PQ Q PX X FC

= keuntungan

PQ = harga output
PX = harga input

EKONOMI PERTANIAN

20

FC = fixed cost atau biaya tetap


d
dQ
PQ
PX 0
dX
dX
dQ PX
P

atau MPP X
dX
PQ
PQ

Dengan demikian keuntungan tertinggi tercapai pada waktu MPP sama dengan rasio
harga input dan harga output.
Contoh
Bila hubungan antara input dan output seperti pada table 3 dan harga input (P X) 1
dan harga output (PQ) juga 1 maka tingkat penggunaan input yang paling
menguntungkan sebagai berikut.
PX/PQ = 1/1 = 1, maka MPP harus sama dengan 1
Hal ini terjadi pada tingkat penggunaan input X antara 7-8 unit atau
output antara 35-36 unit
PX/PQ = 2/1 = 2, maka MPP harus sama dengan 2
Hal ini terjadi pada tingkat penggunaan input X antara 6-7 unit atau
output antara 33-35 unit
Secara grafis MPP adalah slope atau tangen dari garis singgung pada kurva
produksi. Dengan demikian penentuan tingkat penggunaan input yang paling
menguntungkan atau optimum adalah mencari slope pada kurva produksi yang
besarnya sama dengan rasio harga input dan harga output (P X/PQ). Gambar 4
menunjukkan bahwa bila rasio harga input-output adalah (PX/PQ)1 maka tingkat
penggunaan input optimum adalah X*1 dengan produksi sebesar Q*1. Pada tingkat
penggunaan input ini keuntungan yang diperoleh produsen terbesar.
Bila (PX/PQ) turun karena harga input relatif menjadi lebih murah dari harga
output atau karena harga output relatif menjadi lebih mahal dari harga input maka
tingkat penggunaan input akan naik dan produksi meningkat. Hal ini ditunjukkan
oleh gambar 2. 4. dimana (PX/PQ) bergeser dari (PX/PQ)1 menjadi (PX/PQ)2 sehingga
input naik dari X*1 menjadi X*2 dan output naik dari Q*1 ke Q*2. Kebijakan
pemberian subsidi pada harga input (pupuk urea, BBM, irigasi, bunga KUR, dsb)
dan support pada harga output (Harga Pembelian Pemerintah/HPP untuk beras, dsb)
merupakan aplikasi dari teori ini.

EKONOMI PERTANIAN

21

(PX/PQ)1

(PX/PQ)2

Q*2
B
Q*1
A

X
X*1

X*2

Gambar 2.4. Penentuan tingkat penggunaan input optimum


Contoh
Diketahui fungsi produksi Q = 65,54 +1,084X-0,003X2, harga input (PX) 0,25 dan
harga output (PQ) 2,50. Tentukan tingkat penggunaan input yang optimal.
MPP

dQ
1,084 0,006X
dX

Syarat optimal: MPP = PX/PQ


0,25

1,084 0,006X = 2,50

X* =

2,71 0,25
164
0,015

Dari penggunaan input optimal dapat diperoleh kurva atau fungsi permintaan
input sebagai berikut.
PX=1
X=7 - 8
PQ=1
PX=2
X=6 - 7
PQ=1
Harga Input (PX)

EKONOMI PERTANIAN

22

Kurva Permintaan Input Untuk PQ=1


2
1

Input (X)

Gambar 2.5. Kurva permintaan input


Contoh
Fungsi produksi: Q = 65,54 + 1,084X 0,003X2
MPP

PX
PQ

PQ 2,5

1,084 0,006 X

PX
PQ

1,084 0,006 X

PX
2,5

2,5(1,084 0,006X) = PX
Permintaan input untuk PQ=2,5
d. Soal-soal Latihan
1.

Fungsi produksi: Q = 70 + 2X 0,02X2


a. Carilah X pada saat Q maksimum
b. Carilah elastisitas produksi bila X=10; 20; 30; 40; dan 50
c. Carilah X yang memberikan keuntungan terbesar bila
c.1. PX = 1 dan PQ = 1
c.2. PX = 1 dan PQ = 2
c.3. PX = 1 dan PQ = 4
c.4. PX = 1 dan PQ = 10

2.

Fungsi produksi: Q=X1/2

EKONOMI PERTANIAN

23

a. Carilah persamaan APP dan MPP


b. Carilah X yang memberikan keuntungan terbesar bila PX=1 dan PQ=4
c. Carilah persamaan permintaan input untuk PQ = 4
3.

Tabel berikut menyatakan produktivitas padi, luas panen dan jumlah


penggunaan bibit, pestisida, dan pupuk per hektar di Indonesia tahun 19842003. Gambarkan grafik perkembangan produktivitas, luas panen, bibit,
pestisida, dan pupuk dari data di atas dan interpretasikan grafik tersebut.

4.

Carilah fungsi produksi berikut dan interpretasikan hasilnya..


ln PRO o 1 ln LUS 2 ln BNH 4 ln PES 5 ln PPK
Tahun

Produktivitas
(ton/ha)

1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
`2000
`2001
2002
2003
Pertum
buhan
per
tahun
(%)

EKONOMI PERTANIAN

Luas
Panen
(000ha)

Bibit
(kg/ha)

Pestisida
(kg/ha)

Pupuk
(kg/ha)

3,906
3,942
3,977
4,039
4,354
4,247
4,302
4,346
4,345
4,447
4,345
4,349
4,417
4,432
4,174
4,252
4,401
4,388
4,469
4,538

9764
9902
9988
9923
8251
10531
10502
10904
11103
8926
10734
11439
11570
11141
11613
11963
11793
11500
11521
11477

38,79
39,24
39,97
40,3
40,65
40,76
40,33
38,71
39,67
36,71
38,73
39,06
39,01
39,44
45,8
42,68
41,74
41,58
41,65
41,8

2,37
2,35
3,7
3,84
2,57
2,72
2,42
4,72
2,52
2,99
2,79
2,67
2,65
3,13
2,75
3,19
3,36
3,44
3,5
3,54

244,45
241,76
262,08
261,31
301,36
311,58
302,89
312,82
303,2
296,66
284,23
290,98
271,28
303
300,22
319
328
334
338
343

0,55

-9,18

0,36

0.98

2,06

24

Tahun
PRO
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
`2000
`2001
2002
2003

LUS
3,906
3,942
3,977
4,039
4,354
4,247
4,302
4,346
4,345
4,447
4,345
4,349
4,417
4,432
4,174
4,252
4,401
4,388
4,469
4,538

BNH
9764
9902
9988
9923
8251
10531
10502
10904
11103
8926
10734
11439
11570
11141
11613
11963
11793
11500
11521
11477

PES
38.79
39.24
39.97
40.3
40.65
40.76
40.33
38.71
39.67
36.71
38.73
39.06
39.01
39.44
45.8
42.68
41.74
41.58
41.65
41.8

Dependent Variable: LOG(PRO)


Method: Least Squares
Date: 04/14/13 Time: 15:48
Sample: 2001 2020
Included observations: 20
Variable
Coefficient
C
8.303007
T
0.005583
R-squared
0.571988
Adjusted R-squared
0.548209
S.E. of regression
0.029356
Sum squared resid
0.015512
Log likelihood
43.23985
Durbin-Watson stat
0.830403

PPK
2.37
2.35
3.7
3.84
2.57
2.72
2.42
4.72
2.52
2.99
2.79
2.67
2.65
3.13
2.75
3.19
3.36
3.44
3.5
3.54

t
244.45
241.76
262.08
261.31
301.36
311.58
302.89
312.82
303.2
296.66
284.23
290.98
271.28
303
300.22
319
328
334
338
343

Std. Error
t-Statistic
0.013637
608.8637
0.001138
4.904578
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Prob.
0.0000
0.0001
8.361632
0.043675
-4.123985
-4.024412
24.05488
0.000114

Produktivitas padi dari waktu ke waktu: ln PRO c t


1
dPRO dt
PRO
dPRO
/ dt =
Perubahan produktivitas relatif:
PRO

Total diferential:

EKONOMI PERTANIAN

25

Perubahan prodiktivitas dalam persen: (

dPRO
/ dt ) x100%
PRO

ln PRO=8.303007+0.005583t
Pertumbuhan produktivitas padi per tahun = 0.00558x100%=0.558%
Dependent Variable: LOG(LUS)
Method: Least Squares
Date: 04/14/13 Time: 15:50
Sample: 2001 2020
Included observations: 20
Variable
Coefficient
C
9.550070
T
-0.091880
R-squared
0.066875
Adjusted R-squared
0.015034
S.E. of regression
2.086096
Sum squared resid
78.33233
Log likelihood
-42.03105
Durbin-Watson stat
2.437541

Std. Error
t-Statistic
0.969057
9.855012
0.080895 -1.135788
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

Prob.
0.0000
0.2709
8.585331
2.101957
4.403105
4.502678
1.290013
0.270943

Dependent Variable: LOG(BBT)


Method: Least Squares
Date: 04/14/13 Time: 16:16
Sample: 2001 2020
Included observations: 20
Variable
Coefficient
C
3.657508
T
0.003686
R-squared
0.219477
Adjusted R-squared
0.176114
S.E. of regression
0.042255
Sum squared resid
0.032139
Log likelihood
35.95546
Durbin-Watson stat
1.232737

Std. Error
t-Statistic
0.019629
186.3337
0.001639
2.249767
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

Prob.
0.0000
0.0372
3.696216
0.046553
-3.395546
-3.295972
5.061452
0.037213

Dependent Variable: LOG(PES)


Method: Least Squares
Date: 04/14/13 Time: 16:24
Sample: 2001 2020

EKONOMI PERTANIAN

26

Included observations: 20
Variable
Coefficient
C
0.998403
T
0.009821
R-squared
0.096365
Adjusted R-squared
0.046163
S.E. of regression
0.182789
Sum squared resid
0.601414
Log likelihood
6.663276
Durbin-Watson stat
2.204594

Std. Error
t-Statistic
0.084911
11.75819
0.007088
1.385475
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

Prob.
0.0000
0.1828
1.101520
0.187160
-0.466328
-0.366754
1.919541
0.182837

Dependent Variable: LOG(PES)


Method: Least Squares
Date: 04/14/13 Time: 16:24
Sample: 2001 2020
Included observations: 20
Variable
Coefficient
C
0.998403
T
0.009821
R-squared
0.096365
Adjusted R-squared
0.046163
S.E. of regression
0.182789
Sum squared resid
0.601414
Log likelihood
6.663276
Durbin-Watson stat
2.204594

Std. Error
t-Statistic
0.084911
11.75819
0.007088
1.385475
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

Prob.
0.0000
0.1828
1.101520
0.187160
-0.466328
-0.366754
1.919541
0.182837

Dependent Variable: LOG(PPK)


Method: Least Squares
Date: 04/14/13 Time: 15:52
Sample(adjusted): 2014 2020
Included observations: 6
Excluded observations: 1 after adjusting endpoints
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
C
5.432028
0.029572
183.6856
T
0.020689
0.001695
12.20487
R-squared
0.973849 Mean dependent var
Adjusted R-squared
0.967311 S.D. dependent var
S.E. of regression
0.008188 Akaike info criterion
Sum squared resid
0.000268 Schwarz criterion
Log likelihood
21.53296 F-statistic
Durbin-Watson stat
0.763611 Prob(F-statistic)

Prob.
0.0000
0.0003
5.790642
0.045290
-6.510988
-6.580401
148.9587
0.000259

Fungsi Produksi:

ln PRO o 1 ln LUS 2 ln BNH 3 ln PES 4 ln PPK

Total Differential
1
1
1
1
1
dPRO
dLUS 1
dBNH 2
dPES 3
dPPK 4
PRO
LUS
BNH
PES
PPK

EKONOMI PERTANIAN

27

Partial Derivative
PRO LUS
1 , elastisitas luas lahan
LUS PRO
PRO BNH
2 , elastisitas benih
BNH PRO

PRO PES
3 , elastisitas pestisida
PES PRO

PRO PPK
4 , elastisitas pupuk
PPK PRO
Dependent Variable: LOG(PRO)
Method: Least Squares
Date: 03/20/14 Time: 08:41
Sample: 1984 2003
Included observations: 20
Variable
Coefficient
C
7.001084
LOG(LUS)
0.056369
LOG(BNH)
-0.439290
LOG(PES)
-0.039049
LOG(PPK)
0.440082
R-squared
0.826658
Adjusted R-squared
0.780434
S.E. of regression
0.020465
Sum squared resid
0.006282
Log likelihood
52.27873
Durbin-Watson stat
1.447923

Std. Error
t-Statistic
0.488155
14.34191
0.057537
0.979705
0.119591 -3.673262
0.027439 -1.423120
0.057802
7.613620
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

Prob.
0.0000
0.3428
0.0023
0.1752
0.0000
8.361632
0.043675
-4.727873
-4.478940
17.88360
0.000014

C=7.001084: produktivitas awal

1 =elastisitas lahan=0.056369, bila lahan ditambah 1% maka produktivitas akan


naik sebesar 0.056369%

2 =elastisitas benih=-0.439290, bila benih ditambah 1% maka produktivitas akan


turun 0,43290

2.3. Hubungan Input-input


Dalam proses produksi pertanian hubungan input satu dengan lainnya dapat
bersifat substitusi, komplementer, atau independent. Misalnya, traktor dapat
menggantikan tenaga kerja dalam pengolahan lahan atau dikatakan bahwa hubungan
antara traktor dan tenaga kerja saling menggantikan. Untuk mencapai produksi yang
tinggi penggunaan pupuk harus disertai dengan penyediaan air irigasi yang cukup.

EKONOMI PERTANIAN

28

Dalam hal ini hubungan antara pupuk dan air irigasi bersifat komplementer atau
saling melengkapi. Adakalanya dua macam input tidak terkait satu dengan lainnya.
Bila hal ini terjadi hubungan kedua macam input tersebut bersifat independent.
a. Fungsi Produksi
Fungsi produksi dengan dua macam input variabel dapat dituliskan sebagai
berikut.
Q f ( X 1 , X 2 X 3 ,..., X n )

atau Q f ( X 1 , X 2 )
Tabel 2.3. berikut menunjukkan produksi (Q) yang dapat dicapai dengan berbagai
kombinasi input-1 (X1) dan input-2 (X2) yang diturunkan dari fungsi produksi
2
2
Q 18 X 1 X 1 14 X 2 X 2 .
Tabel 2.3.
10
9
8
7
6
5
4
X1 3
2
1
0

80
81
80
77
72
65
56
45
32
17
0
0

93
94
93
90
85
78
69
58
45
30
13
1

104
105
104
101
96
89
80
69
56
41
24
2

113
114
113
110
105
98
89
78
65
50
33
3

120 125
121 126
120 125
117 122
112 117
105 110
96 101
85
90
72
77
57
62
40
45
4
5
X2

128
129
128
125
120
113
104
93
80
65
48
6

129
130
129
126
121
114
105
94
81
66
49
7

128
129
128
125
120
113
104
93
80
65
48
8

125
126
125
122
117
110
101
90
77
62
45
9

120
121
120
117
112
105
96
85
72
57
40
10

Dari fungsi produksi di atas dapat ditentukan penggunaan input untuk mencapai
produksi tertinggi sebagai berikut.
Q
MPP1 18 2 X 1 0
X 1
Q
MPP2 14 2 X 2 0
X 2

EKONOMI PERTANIAN

29

X1 9
X2 7

} Q 130

a. Isoquant
Dari tabel 2.3. dapat dicari kombinasi input yang menghasilkan output sama.
Misalnya output sebesar 105 dapat dicapai dengan kombinasi input seperti pada
tabel 2.4. Kurva yang menggambarkan kombinasi input yang menghasilkan output
sama disebut sebagai isoquant. Bila kombinasi input pada tabel 2.3. diplotkan dalam
gambar akan diperoleh kurva isoquant seperti pada gambar 2.7.
Tabel 2.4. Kombinasi input X1 dan X2 untuk output sebesar 105
Input X1
9
6
5
4
5

Input X2
2
3
4
7
10

Output
105
105
105
105
105

Gambar 2.6. Kurva isoquant untuk ouput sebesar 105


Gambar 2.7. di bawah menunjukkan isoquant pada berbagai tingkat output yaitu
Q=130, Q=104, Q=78, Q=52, dan Q=0. Isoquant untuk output tertinngi yaitu Q=130
dan output terendah yaitu Q=0 digambarkan dengan suatu titik. Isoquant yang
letaknya semakin jauh dari titik origin menunjukkan tingkat produksi yang lebih
tinggi.
X1

EKONOMI PERTANIAN

30

10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 - Q=20
0=Q
1 2

Q=130

Q = 104

Q = 78
Q = 52
7 8 9 10

X2

Gambar 2.7. Kurva isoquant untuk ouput sebesar 130, 104, 78, 52 dan 0
b. Marginal Rate of Input Substitution (MRS)
Jumlah X1 yang dapat digantikan oleh setiap unit X2 agar output tetap disebut
sebagai MRS X2 untuk X1. Secara matematis MRS X2 untuk X1 dapat dirumuskan
sebagai berikut.
MRS X 2 X 1

X 1
X 2

X1

10 9 8 7 -

EKONOMI PERTANIAN

31

6
5
4
3
2
1

B
C

10

X2

Gambar 2.8. Penentuan marginal rate of input substitution

Diantara titik A dan B, MRS X 2 X 1

X 1 6 9 3

3 , artinya agar
X 2 3 2
1

output tetap, 3 unit input X1 dapat digantikan oleh 1 unit input X2.
Diantara titik B dan C, MRS X 2 X 1

X 1 5 6 1

1 , artinya agar
X 2 4 3
1

ouput tetap 1 unit input X1 dapat digantikan oleh 1 unit input X2.
Tabel 2.5. MRS input X2 untuk X1 untuk Q=105
X2

X1

X 2

X 1

2
3
4
5
6
7
8

9
6
5
4,4
4,1
4
4,1

1
1
1
1
1
1

-3
-1
-0,6
-0,3
-0,1
0,1

EKONOMI PERTANIAN

MRS X 2 X 1

X 1
X 2

-3/1=-3
-1/1=-1
-0,6/1=-0,6
-0,3/1=-0,3
-0,1/1=-0,1
0,1/1

32

MRS X 2 X 1

X 1
X 2

X 1 / Q
X 2 / Q

X 1 Q
x
Q X 2

1
xMPP2
MPP1

MPP2
MPP1

Contoh
2

Q 18 X 1 X 1 14 X 2 X 2
MRS X 2 X 1

MPP2
14 2 X 2

MPP1
18 2 X 1

Untuk X1=6 dan X2=3 maka,


MRS X 2 X 1

14 (2)(3)
8
4

18 (2)(6)
6
3

c. Isocost Line
Isocost line adalah garis yang menggambarkan kombinasi input yang dapat dibeli
dengan biaya yang sama. Isocost line dapat dirumuskan dari Total Variable Cost
(TVC) sebagai berikut.

TVC PX 1 X 1 PX 2 X 2
X1

TVC PX 2

X2
PX 1
PX 1

PX 2
PX 1
Tabel 2.6. dan gambar 2.6. di bawah menunjukkan kombinasi input pada TVC=18
dan TVC=12 bila PX1=2 dan PX2=3. Bila masing-masing kombinasi input tersebut
digambarkan akan diperoleh 2 isocost line yang sejajar atau sama slopenya tetapi
berbeda intersepnya. Isocost line yang letaknya lebih jauh dari titik origin

Slope isocost line =

EKONOMI PERTANIAN

33

menunjukkan TVC yang lebih besar. Tabel 2.7 dan gambar 2.10 menunjukkan
isocost line bila PX1 naik menjadi 3.
Tabel 2.6. Kombinasi input pada TVC=18 dan TVC=12 bila PX1=2 dan PX2=3
TVC = 18; PX1 = 2; PX2=3
TVC = 12; PX1 = 2; PX2 = 3
X1
X2
X1
X2
0
6
0
4
....
....
....
....
....
.
.
.
9
0
6
0
X1
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

X1 = TVC/PX1 = 18/2 =9
X1 = TVC/PX1 = 12/2 = 6

Isocost line, slope = -3/2

X2 = TVC/PX2 = 12/3 = 4
X2 = TVC/PX2 = 18/3 = 6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
X2
Gambar 2.9. Kurva isocost line

Tabel 2.7. Kombinasi input pada TVC=18 dan TVC=12 bila PX1=3 dan PX2=3
TVC = 18; PX1 = 3; PX2=3
TVC = 12; PX1 = 3; PX2 = 3
X1
X2
X1
X2
0
6
0
4
....
....
....
....
....
.
.
.
....
.
.
.
....
6
0
4
0

EKONOMI PERTANIAN

34

X1
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

X1 = TVC/PX1 = 18/3 = 6
X1 = TVC/PX1 = 12/3 = 4

Isocost line, slope = -3/3 = -1

X2 = TVC/PX2 = 12/3 = 4
X2 = TVC/PX2 = 18/3 = 6

2 3 4 5 6 7 8 9 10
X2
Gambar 2.10. Kurva isocost line

d. Biaya Input Terkecil


Dalam hubungan input-input yang dicari adalah kombinasi input yang
biayanya terkecil atau kombinasi input yang keuntungannya terbesar atau disebut
juga sebagai kombinasi input yang optimal. Untuk menentukan kombinasi input
yang optimal perlu dipahami pengertian isoquant dan isocost.
Untuk menentukan kombinasi input yang optimal perlu dipahami gambar
2.11 dan gambar 2.12. Gambar 2.11. menunjukkan bahwa MRS dapat digambarkan
oleh slope pada kurva isoquant. Slope di titik A lebih tajam dari pada di titik B
menunjukkan bahwa MRS di titik A lebih tinggi dari pada di titik B. Atau
selanjutnya dapat diartikan bahwa daya substitusi suatu input terhadap input lain
semakin lama semakin menurun.

EKONOMI PERTANIAN

35

X1

X2
Gambar 2.11. Slope dari isoquant
Gambar 2.12. menunjukkan bahwa output sebesar Qo dapat dicapai dengan
kombinasi input di titik A (X2A,X1A) atau C (X2C,X1C). Bila hal ini dilakukakn maka
biaya yang harus dikeluarkan akan sebesar TVC2. Output sebesar Qo dapat
dihasilkan dengan kombinasi input di titik B (X2B,X1B). Biaya terkecil untuk
menghasilkan output sebesar Qo di titik B dengan biaya sebesar TVC1. Bila biaya
yang tersedia kurang dari TVC1 misal TVCo maka output sebesar Qo tidak dapat
tercapai. Secara grafis dapat dilihat bahwa penggunaan input optimal tercapai bila
terpenuhi syarat sebagai berikut
slope isoquant = slope isocost
MRS X 2 X 1 rasio h arg a input

MRS X 2 X 1

X 1 dX 1
MPP2

X 2 dX 2
MPP1

MPP2
P
X2
MPP1
PX 1

EKONOMI PERTANIAN

36

X1

A
X1A

X1B

X1C

TVCo

TVC1

Q = Qo
TVC2
X2

X2A

X2B

X2C

Gambar 2.12. Kombinasi input dengan biaya terkecil


Contoh
2

Q 18 X 1 X 1 14 X 2 X 2 ; PX 2 3 dan PX 1 2
MRS X 2 X 1

MPP2
14 2 X 2

MPP1
18 2 X 1

Syarat optimal:

MPP2
P
X2
MPP1
PX 1

7 X2
3

9 X1
2

X2

Q 18 X 1 X 1 14(

3 X 1 13
2

3 X 1 13
3 X 13 2
)( 1
)
2
2
2

9 X 78 X 1 169
Q 18 X 1 X 1 21X 1 91 ( 1
)
4
2

EKONOMI PERTANIAN

37

Q 3,25 X 1 58,5 X 1 133,25


2

105 3,25 X 1 58,5 X 1 133,25


2

3,25 X 1 58,5 X 1 238,25 0


X

b b 2 4ac
2a

a=-3,25; b=58,5; c=-238,25


X 1 6,2;

Q 105

X2

(3)(6,2) 13
2,8
2

Untuk menghasilkan output sebanyak 105 unit kombinasi input yang biayanya
termurah atau kombinasi input yang keuntungannya terbesar adalah X1 = 6,2 dan X2
= 2,8.
e. Soal-soal Latihan
1. Berikut adalah kombinasi input yang menghasilkan sejumlah output tertentu.
X1

X2

X 1

X 2

X 1 / X 2 =MPP2/MPP
1

30
28
20
14
9
5
1
0

0
1
3
5
8
12
17
25

-2
-8
-6
-5
-4
-4
-1

1
2
2
3
4
5
8

-2
-4
-3
-5/3
-1
-4/5
-1/8

Carilah kombinasi input yang biayanya termurah bila harga input sebagai
berikut.
PX1
8
0,25
0,4

EKONOMI PERTANIAN

PX2
6,4
0,75
1

38

2. Carilah kombinasi input yang biayanya termurah dari fungsi produksi dan hargaharga berikut.
1/ 2

1/ 4

a. Q X 1 X 2 ; PX 1 4, PX 2 2, Q 8
b. Q X 1

3/ 4

X2

1/ 4

; PX 1 3, PX 2 1, Q 12

2.4. Hubungan Output-Output


Bila sumberdaya pertanian (lahan, tenaga kerja, dan modal) terbatas maka
persoalannya adalah menentukan berbagai macam output yang memberikan
keuntungan terbesar. Untuk memecahkan masalah ini perlu dipahami bagaimana
hubungan antara output satu dengan output lainnya.
a. Macam Hubungan Output-output
Hubungan antara output satu dengan output lainnya dapat bersifat (i)
competitive, (ii) complementary, (iii) supplementary, dan (iv) joint. Uraian dari
masing-masing hubungan tersebut sebagai berikut.
(i) Competitive
Hubungan antar ouput yang bersifat competitive ditandai dengan menurunnya
jumlah suatu output bila output lainnya meningkat. Misalnya, meningkatkan
produksi padi berakibat menurunnya produksi jagung. Secara grafis hubungan antar
output yang bersifat competitive dapat dilihat pada gambar 2.13a dan b.
Q2

Q2
A

B
Q1

Q1

(a)
(b)
Gambar 2.13. Hubungan output-output competitive

EKONOMI PERTANIAN

39

(ii) Complementary
Hubungan antar output yang bersifat complementary ditandai dengan meningkatnya
jumlah suatu output bila output lainnya meningkat. Misalnya, meningkatnya jumlah
produksi legum berakibat meningkatnya jumlah produksi jagung. Secara grafis
hubungan antar output yang bersifat complementary ditunjukkan oleh kurva AB
pada gambar 2.14a dan kurva AB dan DC pada gambar 2.14b.
(iii) Supplementary
Pada hubungan antar output yang bersifat supplementary kenaikan suatu output
diikuti dengan output lain yang jumlahnya tetap. Misalnya, usaha meningkatkan
produksi jagung tanpa mempengaruhi jumlah pemeliharaan sapi. Secara grafis
hubungan antar output yang bersifat supplementary ditunjukkan oleh kurva AB pada
gambar 2.15a. dan kurva AB dan CD pada gambar 2.15b.
Q2

Q2
B

A
Q1

C
D

Q1

(a)
(b)
Gambar 2.14. Hubungan output-output complementary
Q2

Q2

B
A

B
D

EKONOMI PERTANIAN

40

Q1
C
(a)
(b)
Gambar 2.15. Hubungan output-output supplementary

Q1

(iv) Joint
Hubungan antar output yang bersifat joint ditandai dengan adanya dua macam
produk atau lebih dihasilkan secara simultan pada perbandingan tertentu. Misalnya,
gula dan tetes dihasilkan secara simultan. Secara grafis hubungan antar output yang
bersifat joint ditunjukkan oleh 2.16a. dan 2.16b.
Q2

Q2

Q1
(a)

Q1
(b)

Gambar 2.16. Hubungan output-output joint


b. Kurva Kemungkinan Produksi
Kurva kemungkinan produksi atau production possibility curve (PPC) adalah
kurva yang menggambarkan kombinasi output yang dapat dihasilkan oleh sejumlah
sumberdaya tertentu. Misal, gambar 2.17. menunjukkan kurva kemungkinan
produksi bila sumberdaya yang tersedia X=Xo.
Q2

Q2A
Q2B

EKONOMI PERTANIAN

A
B

41

Q1A Q1B

Q1

Gambar 2.17. Kurva kemungkinan produksi (PPC)


Bila diketahui hubungan antara input X dan output Q1 dan Q2 seperti pada
tabel 2.8. maka dapat diturunkan PPC pada X = 4 seperti pada tabel 2.9. dan gambar
2.18. Bila ditetapkan X = 7 maka PPCnya dapat dilihat di tabel 2.10 dan gambar
2.19.

Tabel 2.8. Produksi Q1 dan Q2


X
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Q1
0
7
13
18
22
25
27
28
27
25

MPPXQ1
7
6
5
4
3
2
1
-1
-2

X
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Q2
0
12
22
30
36
40
42
43
42
40

MPPXQ2
12
10
8
6
4
2
1
-1
-1

Tabel 2.9. PPC pada X = 4


Q2
36
30
22
12
0

PPC untuk X=4


X untuk X untuk
Q2
Q1
4
4 -4 = 0
3
4 -3 = 1
2
4 -2 = 2
1
4 -1 = 3
0
4 0= 4

EKONOMI PERTANIAN

Q1
0
7
13
18
22

42

Gambar 2.18. Kurva PPC pada X = 4

Tabel 2.10. PPC pada X = 7


Q2
43
42
40
36
30
22
12
0

PPC untuk X=7


X untuk X untuk
Q2
Q1
7
77=0
6
76=1
5
75=2
4
74=3
3
73=4
2
72=5
1
71=6
0
70=7

EKONOMI PERTANIAN

Q1
0
7
13
18
22
25
27
28

43

Gambar 2.19. Kurva PPC pada X = 7


c. Marginal Rate of Product Substitution (MRPS)
MRPS Q1Q 2 didifiniskan sebagai jumlah output Q2 yang dapat digantikan
oleh setiap unit output Q1 bila sumberdaya tetap. Dari difinisi tersebut MRPS Q1Q 2

dapat dirumuskan sebagai berikut.


Q2
MRPS Q1Q 2
Q1
Tabel 2.11. berikut menyatakan PPC pada X=7 dan MRPS Q1Q 2 . Secara grafis
MRPS adalah slope dari PPC (gambar 2.20).
Tabel 2.11. PPC pada X = 7 dan MRPS
Q2

Q1

Q2

Q1

43
42
40
36
30
22
12
0

0
7
13
18
22
25
27
28

-1
-2
-4
-6
-8
-10
-12

7
6
5
4
3
2
1

EKONOMI PERTANIAN

MRPS Q1Q 2

Q2
Q1

-1/7
-1/3
-4/5
-3/2
-8/3
-5
-12

44

Q2

A
Q2
Q1

Q1
Gambar 2.20. Kurva PPC dan MRPS

MRPS Q1Q 2

Q2
slope pada PPC
Q1

d. Isorevenue
Isorevenue adalah garis atau kurva yang menggambarkan kombinasi output
yang menghasilkan total penerimaan (TR) yang sama. TR dapat dirumuskan sebagai
berikut.
TR = PQ1Q1 +PQ2Q2

Q2=TR/PQ2-(PQ1/PQ2) Q1
dimana PQ1 adalah harga Q1 dan PQ2 harga Q2
Kombinasi output pada berbagai TR dapat dilihat pada tabel 2.12. sedangkan
kurva isorevenuenya dapat dilihat pada gambar 2.21. TR yang semakin besar
digambarkan dengan garis isorevenue yang semakin jauh dari titik origin. Pengaruh
perubahan harga output terhadap isorevenue dapat dilihat pada tabel 2.13. dan
gambar 2.22. dan gambar 2.23.
Tabel 2.12. Kombinasi output pada TR=80, TR=100 dan TR=120
PQ1 2; PQ 2 1; TR 80 PQ1 2; PQ 2 1; TR 100PQ1 2; PQ 2 =1;

TR 120

EKONOMI PERTANIAN

45

Q1

Q2

0
10
20
30
40

80
60
40
20
0

Q2

Q1

TR1

80
80
80
80
80

0
10
20
30
40
50

100
80
60
40
20
0

TR2

100
100
100
100
100
100

Q1

Q2

0
10
20
30
40
50
60

120
100
80
60
40
20
0

TR3

120
120
120
120
120
120
120

Q2
120 100 -

TR1=80

80 -

TR2=100
TR3=120

40

50

60

Q1

Gambar 2.21. Isorevenue pada TR=80, TR=100 dan TR=120


TR = PQ1Q1 +PQ2Q2

Q2=TR/PQ2-(PQ1/PQ2) Q1
Tabel 2.13. Pengaruh perubahan harga Q1 dan harga Q2
Harga Semula
Harga Q2 Naik

Harga Q1 Naik

PQ1 2; PQ 2 1; TR 80 PQ1 2; PQ 2 2; TR 80

PQ1 2,5; PQ 2 =1;

TR 80

Q1

Q2

0
10
20
30
40

80
60
40
20
0

TR1

80
80
80
80
80

Q1
0
10
20
30
40

Q2

40
30
20
10
0

TR2

80
80
80
80
80

Q1

0
10
20
30
32

Q2

80
55
30
5
0

TR3

80
80
80
80
80

Q2

EKONOMI PERTANIAN

46

80 -

40-

.
40
Q1
Gambar 2.22. Pengaruh kenaikan harga Q2 terhadap isorevenue
Q2
80 -

32 40
Q1
Gambar 2.23. Pengaruh kenaikan harga Q1 terhadap isorevenue
Slope isorevenue dapat dirumuskan sebagai berikut.
TR PQ1Q1 PQ 2 Q2

Q2

PQ1
TR

Q1
PQ 2 PQ 2

Slope isorevenue =

PQ1
dQ2

dQ1
PQ 2

e. Total Revenue Terbesar

EKONOMI PERTANIAN

47

Bila sumberdaya yang digunakan dalam proses produksi tetap jumlahnya


maka keuntungan terbesar dapat dicapai dengan jalan memaksimumkan total
revenue.
Q2
TR2
TR1
A
B

C
Q1
Gambar 2.24. Kombinasi output yang menghasilkan TR terbesar
Kombinasi output di titik A dan C menghasilkan revenue sebesar TR1. Kombinasi
ouput di titik B menghasilkan revenue sebesar TR2. Kombinasi output di titik B
menghasilkan revenue terbesar.Titik B dicirikan dengan kondisi sebagai berikut.
Slope PPC = Slope Isorevenue
MRPS Q1Q 2

PQ1
PQ 2

Tabel 2.14. MRPS untuk PPC pada X=7


PPC pada X = 7
Q2
Q2
Q1
43
42
40
36
30
22
12
0

0
7
13
18
22
25
27
28

-1
-2
-4
-6
-8
-10
-12

Q1

7
6
5
4
3
2
1

MRPS Q1Q 2

Q2
Q1

1/7
-2/6
-4/3
-6/4
-8/3
-10/2
-12/1

Bila PQ1=2 dan PQ2=1 maka PQ1/PQ2= 2/1 = 2. Q1 dan Q2 yang menghasilkan TR
terbesar dapat dicari dari MRPS Q1Q 2 yang besarnya sama dengan 2. Dari tabel

EKONOMI PERTANIAN

48

2.14. dapat dilihat bahwa MRPS Q1Q 2 sebesar 2 terletak antara -6/4 dan -8/3 atau
output Q2 antara 22s/d30 dan output Q1 antara 22s/d25.
Contoh

Q1 100 0,0065Q2
MRPS Q 2Q1

PPC

dQ1
0,013Q2
dQ2

PQ1=5 dan PQ2=6


MRPS Q 2Q1

PQ 2
PQ1

6
5

PQ 2

-0,013Q2 = -6/5

PQ1

Q2 = 92,3

Q1 100 0,0065(92,3) 2 44,6

Q1=44,6 dan Q2=92,3 menghasilkan TR terbesar atau keuntungan terbesar.

f. Soal-soal Latihan
1. Berikut adalah kombinasi output yang dapat dihasilkan oleh sejumlah
sumberdaya tertentu.
Q1

Q2

53
52
50
46
40
32
22
0

0
17
23
28
32
35
37
38

Q1

Q2

Q2 / Q1

Carilah kombinasi output yang menghasilkan TR terbesar bila harga Q 1 dan harga
Q2 sebagai berikut.
(i)

PQ1 = 6

EKONOMI PERTANIAN

PQ2 = 2

49

(ii) PQ1 = 4
(iii) PQ1 = 2

PQ2 = 6
PQ2 = 10

2. Deketahui fungsi produksi jagung dan sorgum sebagai berikut.

C 65,54 1,084 N C 0,003 N C


S 68,07 0,830 N S 0,002 N S

C = jagung
S = sorgum
N = nitrogen
Carilah kombinasi jagung dan sorgum yang menghasilkan revenue terbesar bila
harga jagung dan sorgum sebagai berikut.
(i)
(ii)

PC = 3 dan PS = 2,5
PC = 4 dan PS = 2

2.5. Kondisi Optimal Dari Sisi Output


Dilihat dari sisi output keuntungan dapat didifinisikan sebagai berikut.
TR TC

keuntungan

TR = penerimaan total
TC = biaya total
a. Cara 1

PQ Q PX X FC ; FC fixed cos t
d
dX
dX
PQ PX
0;
perubahan input per unit perubahan output
dQ
dQ
dQ
dX
PX
perubahan biaya per unit perubahan output
dQ

= Marginal Cost (MC)


1
PQ PX
0
MPP

PQ MC 0; MC PQ

maksimum tercapai bila P Q MC

Sisi ouput

EKONOMI PERTANIAN

MPP=Px/PQ
Sisi input

50

b. Cara 2
TR TC
d
dTR dTC

0
dQ
dQ
dQ
dTR dTC

dQ
dQ
dTR
MR ,MR=marginal revenue, perubahan penerimaan per unit
dQ

perubahan

output

dTC
MC , MC=marginal cost, perubahan biaya per unit perubahan output
dQ

maksimum tercapai bila MR MC

2
Bila Q X

1 3
X ; PQ 30; PX 100; FC 1000 akan diperoleh tabel 2.15.
3

Tabel 2.15.
TR=PQQ

TVC=PXX

TC=TR-TVC-FC

1000

1000

-1000

3,7

111

200

1000

1200

-1089

30

13,9

417

400

1000

1400

-983

30

19,1

28,8

864

600

1000

1600

-736

30

13,42
11,04

FC

MR

MC
54,05

46,9

1407

800

1000

1800

-393

30

10

66,7

2001

1000

1000

2000

-1

30

10,1

12

86,4

2592

1200

1000

2200

392

30

10,15

14

104,5

3135

1400

1000

2400

735

30

11,04

16

119,5

3585

1600

1000

2600

985

30

13,33

18

129,6

3888

1800

1000

2800

1088

30

19,8

20

133,3

3999

2000

1000

3000

999

30

54,05

22

129,6

3888

2200

1000

3200

688

30

Dari tabel 2.15. selanjutnya dapat digambarkan kurva TR dan TC (gambar 2.25.),
kurva keuntungan (gambar 2.26), dan kurva MC (gambar 2.27).

EKONOMI PERTANIAN

51

Gambar 2.25. Kurva TR dan TC

Gambar 2.26. Kurva keuntungan

EKONOMI PERTANIAN

52

Gambar 2.27. Kurva MC


Contoh
2

Q 18 X 1 X 1 14 X 2 X 2
MPP2 Px 2

MPP1
Px1

Marginal Rate of Input Substitution=ratio harga input

14 2 X 2 7

18 2 X 1 9
Q

X 1 9 / 7 X 2 penggunaan input optimal

260
130
2
X2
X2
7
49

TVC 9 X 1 7 X 2

TVC 9(9 / 7 X 2 ) 7 X 2 130 / 7 X 2


X2 7

49
260 2 520
(
)
Q
260
7
49

TVC 130(1

MC

7
260

260 2 520
)
Q)
7
49

dTVC 130 260 2 520

[(
)
Q] 1 / 2
dQ
7
7
49

EKONOMI PERTANIAN

53

Average Variable Cost (AVC) = TVC/Q


Average Cost (AC) = TC/Q
Bila harga Q sebesar P2 maka Q optimal sebesar Q2. Bila harga Q turun menjadi
P1(masih di atas AVC) maka Q optimal sebesar Q1. Bila harag Q turun di bawah AVC
misal Po maka Q tidak diproduksi. Oleh karena itu kurva MC di atas minimum AVC
misal AB menggambarkan penawaran.
AVC, AC

MC
P2

AVC

P1

Po

Q1 Q2

Gambar 2.28. Kurva penawaran


c. Soal-soal Latihan
1/ 5

3/ 5

1. Dari fungsi produksi Q X 1 X 2 dan PX1=3, PX2=1, PQ=10 carilah TVC,


AVC, dan MC
2/5
1/ 5
2. Dari fungsi produksi Q X 1 X 2 dan PX1=6, PX2=3, PQ=15 carilah TVC,
AVC, dan MC.
III. ANALISIS EKONOMI USAHA PERTANIAN

EKONOMI PERTANIAN

54

3.1. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani


a. Perhitungan Biaya dan Pendapatan Usahatani
Faktor produksi dalam proses produksi pertanian meliputi lahan, modal,
tenaga kerja dan manajemen. Imbalan atau balas jasa atas faktor produksi tersebut
berupa (i) sewa untuk faktor produksi lahan, (ii) bunga untuk faktor produksi modal,
(iii) upah untuk faktor produksi tenaga kerja, dan (iv) keuntungan untuk faktor
produksi manajemen.
Tujuan suatu usahatani umumnya adalah untuk mencapai pendapatan yang
tertinggi. Dalam menghitung pendapatan usahatani perlu memperhatikan dari mana
faktor produksi tersebut berasal. Bila faktor produksi berasal dari dalam usahatani
maka balas jasa atas faktor produksi tersebut tidak diperhitungkan sebagai biaya.
Sebaliknya bila faktor produksi berasal dari luar usahatani maka balas jasa atas
faktor produksi tersebut diperhitungkan sebagai biaya.
a. Sewa lahan diperhitungkan sebagai biaya usahatani bila lahan yang digunakan
dalam usahatani diperoleh dengan cara menyewa atau menyakap. Bila lahan yang
digunakan dalam usahatani lahan milik sendiri maka sewa lahan tidak
diperhitungkan dalam biaya usahatani atau merupakan pendapatan usahatani.
b. Bunga modal diperhitungkan sebagai biaya usahatani bila modal yang digunakan
dalam usahatani diperoleh dengan cara meminjam dari bank atau sumber
pinjaman lainnya. Bila modal yang digunakan dalam usahatani modal sendiri
maka bunga modal tidak diperhitungkan dalam biaya usahatani atau merupakan
pendapatan usahatani.
c. Upah tenaga kerja diperhitungkan sebagai biaya usahatani bila tenaga kerja yang
digunakan dalam usahatani adalah tenaga kerja luar keluarga. Bila tenaga kerja
yang digunakan dalam usahatani adalah tenaga kerja keluarga maka upah tenaga
kerja keluarga tidak diperhitungkan dalam biaya usahatani atau merupakan
pendapatan usahatani.
d. Keuntungan usahatani sebagai imbalan atas faktor produksi manajemen
sepenuhnya merupakan pendapatan usahatani.
Pendapatan Usahatani=Penerimaan Total - Biaya yang benar-benar dikeluarkan Total
(Biaya Eksplisit)
Keuntungan= Penerimaan Total Biaya Total
Gross Margin = Penerimaan Total Biaya Variable
Biaya variable: biaya yang besarnya tergantung pada jumlah produksi (pupuk, tenaga
kerja, dsb)

EKONOMI PERTANIAN

55

Biaya Tetap: biaya yang besarnya tidak tergantung pada jumlah produksi (PBB,
penyusutan, dsb)
Tabel 3.1.
Biaya dan Pendapatana Usahatani
No.
1

Uraian

Perhitungan

Nilai Produksi
a. Padi
b. Jagung
c. Ayam
d. Ikan

QPD x PPD
QJG x PJG
QAY x PAY
QIK x PIK
Jumlah-1

Biaya Produksi
a. Benih
Padi
Jagung
Ayam
Ikan
b. Pupuk
Urea
SP36
KCl
c. Pakan ayam
d. Pakan ikan
e. Pestisida
f. Tenaga kerja luar
g. Bunga kredit
h. Sewa lahan/Bagi Hasil
i. Iuran irigasi
j. PBB
k. Penyusutan

Rp .
Rp .
Rp .
Rp .
Rp .

XPD x PXPD
XJG x PXJG
XAY x PXAY
XIK x PXIK

= Rp
= Rp
= Rp
= Rp

XUR x PXUR = Rp
XSP x PXSP = Rp
XKC x PXKC = Rp
XPAY x PXPAY = Rp
XPIK x PXPIK = Rp
XPES x PXPES = Rp
XTK x PXTK = Rp
Rp
Rp.
Rp
Rp
Rp
Jumlah-2

Pendapatan Usahatani (on farm)= Jml-1-Jml-2=


Jumlah-3

Pendapatan Luar Usahatani


a. Off-farm
b. Non-farm

=
=
=
=

Rp
Rp

Rp.. ..
Rp.. ..
Jumlah-4

Rp.. ..

Pendapatan Rumah Tangga Tani


=Jumlah-3 + Jumlah-4 = Jumlah-5

Rp

b. Kasus Usahatani 1
Seorang petani memiliki lahan sawah seluas 0,5 ha dan lahan kering seluas
0,25 ha. Lahan sawah dalam setahunnya dapat ditanami padi dua kali (padi musim
hujan dan padi musim kemarau) dan jagung sekali. Lahan kering seluruhnya
ditanami kelapa sebanyak 40 pohon. Petani juga memiliki lahan pekarangan yang

EKONOMI PERTANIAN

56

dimanfaatkan untuk menggemukkan sapi, membesarkan ayam buras, menjemur


gabah dan untuk tempat tinggal dan keperluan rumah tangga lainnya.
Hasil padi 3,5 ton gabah kering panen (GKP) pada musim hujan dan 3 ton
pada musim kemarau sedangkan hasil jagung 3 ton pipilan kering. Semua tanaman
kelapa telah berbuah dengan perkiraan produksi sebanyak 30 butir per pohon per
tahun. Tingkat produksi kelapa ini diperkirakan berlangsung selama 15 tahun. Dalam
waktu satu tahun petani mampu menggemukkan sapi siap jual sebanyak 4 ekor dan
membesarkan ayam buras sebanyak 3 kali dengan jumlah pemeliharaan 40 ekor per
periode.
Sebagian pekerjaan usahatani dikerjakan petani dibantu istri dan anaknya
sedangkan selebihnya dikerjakan tenaga kerja luar keluarga dengan upah Rp 10
000,- per orang per hari. Ketersediaan tenaga kerja keluarga dan kebutuhan tenaga
kerja dari bulan ke bulan untuk seluruh kegiatan usahatani dalam Hari Orang Kerja
(HOK) sebagai berikut.
Tabel 3.2.
Uraian
10
Ketersediaan 30
(HOK)
Kebutuhan
60
(HOK)

11
30

12
30

1 2
30 30

Bulan
3
4 5 6
30 30 30 30

45

45

60 60

45

45 60 60

7
30

8
30

9
30

45

45

60

Biaya penanaman dan pemeliharaan tanaman kelapa sampai dengan tanaman


kelapa menghasilkan sebesar Rp 15 000,- per pohon. Nilai awal kandang sapi dan
kandang ayam masing-masing diperkirakan Rp 2000 000,- dengan umur ekonomis 5
tahun untuk kandang sapi dan 4 tahun untuk kandang ayam. Nilai penyusutan alat
pertanian yang dimiliki petani diperhitungkan sebesar Rp 50 000,- per tahun.
Untuk seluruh kegiatan usahataninya petani mengeluarkan biaya untuk
pembelian bibit, pupuk, pakan, pestisida, vaksin dan biaya lain-lain sebagai berikut.
Tabel 3.3.
No
1

Macam
Bibit
a. Padi (kg)
b. Jagung (kg)
c. Ayam (ekor)
d. Sapi (ekor)
Pupuk
a. Urea (kg)
b. SP36 (kg)
c. KCl (kg)
Pakan

EKONOMI PERTANIAN

Jumlah

Harga (Rp/Unit)
30
20
120
4

2 000
1 250
1 000
2 000 000

300
150
100

1 000
1 250
1 500

57

4
5
6
7

a. Konsentrat (kg)
b. Pakan ayam (kg)
Pestisida (l)
Vaksin (unit)
Iuran irigasi (kali/tahun)
PBB (kali/tahun)

1000
1000
2
3
1
1

Penerimaan
No
Komoditas
1
Padi MH (ton GKP)
2

Padi MK (ton GKP)

Jagung (ton pipilan)

4
5

Sapi (ekor)
Ayam (ekor)

Kelapa (butir)
Jumlah

Biaya Penyusutan
No
Uraian

Jumlah
3,5

Harga
Rp
1500/kg
3
Rp
1500/kg
3
Rp
1000/kg
4
Rp 3 jt/ek
3x40 =120
Rp
10000/ek
40x30=1200 Rp 500/bt

Tanaman kelapa

Kandang sapi

Biaya
Investasi
40xRp
15000=Rp
600000
Rp 2000000

Kandang ayam

Rp 2000000

Peralatan
Jumlah

750
1 200
10 000
15 000
20 000
50 000

Penerimaan

Umur
Ekonomis
15

Biaya
Penyusutan
Rp 600000/15
= Rp 40000

5
4

Rp
2000000/5=Rp
400000
Rp 2000000/4=
Rp 500000
Rp 50000
Rp 990000

c. Kasus Usahatani-2
Tabel 3.4. s/d tabel 3.6. adalah hasil penelitian usahatani di dusun Planggok,
Desa Margokaton, Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman selama tiga tahun tanam
yaitu tahun tanam 97/98, 98/99, dan 99/00. Dari tabel-tabel ini dapat diketahui
karakteristik rumah tangga tani, komposisi pendapatan rumah tangga tani, dan biaya
usahatani padi.

EKONOMI PERTANIAN

58

Table 3.4.
General characteristics of farm household in Planggok

Person
Year
Person
Person
Person

97/98
24
52,85
3,95
2,25
1,65

Crop Year
98/99
24
53,85
4,2
2,1
1,65

99/00
24
54,85
4,1
3
1,85

Agricultural land
Owned land: paddy field
Other
Leased in
Leased out
Cultivated
Compound and home garden

m2
m2
m2
m2
m2
m2

1776
239
1955
845
3230
682

1860
63
2430
998
3354
699

1828
206
2249
664
3619
785,6

Total cash income


Total cash expenditure
Surplus
Cash income per capita
In rice equivalent

Rp
Rp
Rp
Rp
Kg

2348012
Na
Na
Na
Na

7464228
2296000
5168228
1735867
948

7474480
6674894
799586
1818466
994

Items
Sample
Age of head of household
Family member living together
Labor force
Family member living apart

Unit

Sumber: Slamet Hartono, Noriaki Iwamoto, and Seiichi Fukui (2004)

Table 3.5.
Income composition and self sufficiency rate of farm household in Planggok
Crop Year
Items
Income composition
Agriculture
Off-farm

EKONOMI PERTANIAN

Unit

Rp
Rp

97/98

98/99

99/00

-259196
1958675

4635301
2280665

3881905
3149075

59

Remittance
Land rent
Total
Composition of agricultural sales value
Crops
Home garden
Livestock
Catfish
Total
Total sale's value of ag. product/ag.
land cultivated
Self sufficiency rate
Rice
Vegetable
Fruits
Egg
Chicken
Fish

Rp
Rp
Rp

173250
338760
2211489

399250
149012
7464228

168500
275000
7474480

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

582025
52250
0
2645480
3279755

1700641
154000
86450
11000407
12941498

1918016
99580
135175
14701125
16853896

835

3858

4657

93,65
14,66
na
37,25
17,75
na

90
20,25
45,5
33
18
34

Rp/m2

%
%
%
%
%
%

Na
Na
Na
Na
Na
Na

Sumber: Slamet Hartono, Noriaki Iwamoto, and Seiichi Fukui (2004)

Table 3.6.
Area, yield and fertilizers and pesticides cost of rice in Planggok
Crop Year

EKONOMI PERTANIAN

Harvested/Planted
Area (%)

Yield of Rice
(kg/ha)

Fertilizer&Pesticides
Cost/Crop Sale (%)

60

Dry Season 1997


Rainy Season I 1998
Rainy Season II 1998

50,53
68,27
63,46

727
2036
1918

Total

64,04

1845

Dry Season 1998


Rainy Season I 1999
Rainy Season II 1999

74,09
95,47
93,36

2924
3869
3116

Total

88,86

3333

Dry Season 1999


Rainy Season I 2000
Rainy Season II 2000

98,63
93,82
96,35

4425
4093
4406

Total

96,01

4306

23,61

24,31

26,48

Sumber: Slamet Hartono, Noriaki Iwamoto, and Seiichi Fukui (2004)


3.2. Analisis Keuangan Perusahaan Pertanian
Tujuan perusahaan adalah untuk memperoleh laba sebesar-besarnya dengan
jalan mengalokasikan sumberdaya yang dikuasai secara optimal.Untuk mencapai
tujuan tersebut diperlukan pencatatan semua aktivitas perusahaan guna membantu
manajemen dalam pengambilan keputusan. Kegiatan pencatatan disebut juga sebagai
pembukuan atau proses akuntansi. Dari kegiatan pencatatan ini akan dihasilkan
laporan keuangan. Kegiatan pencatatan meliputi (i) pencatatan kegiatan bisnis di
buku jurnal dan (ii) pemindahan dari buku jurnal ke buku besar.
a. Kegiatan Pencatatan
a.1. Buku Jurnal
Buku jurnal merupakan catatan awal dalam bisnis (book of original entry).
Dalam buku jurnal yang dicatat adalah kegiatan bisnis/transaksi berdasarkan
dokumen resmi misal bukti penjualan, tanda penerimaan, cek, faktur, kartu jam kerja
karyawan dan sebagainya.

a.2. Buku Besar


Catatan kegiatan bisnis dikelompokkan menjadi aktiva dan pasiva.
Pemindahan catatan bisnis dari buku jurnal ke buku besar disebut posting. Kegunaan
pencatatan kegiatan bisnis adalah (i) keberhasilan bisnis, (ii) keadaan keuangan
perusahaan, (iii) kemampuan perusahaan memenuhi tuntutan perubahan dan
perluasan, (iv) prestasi perusahaan, dan (v) pemilihan cara penggunaan sumberdaya.

EKONOMI PERTANIAN

61

a.3. Proses Pencatatan


Neraca (Balanced Sheet)
Dokumen Asli

Buku Jurnal

Buku Besar

Rugi/Laba (Income Statement)


Perubahan Modal (equity)

b. Neraca Perusahaan
Neraca menggambarkan keadaan keuangan perusahaan pada saat tertentu.
Neraca terdiri atas Aktiva (Assets) dan Pasiva (Liabilities). Aktiva adalah kekayaan
perusahaan dan pasiva adalah hutang ditambah modal sendiri.
Tabel 3.7.
No.
Macam Aktiva (Assets)
1
Aktiva Lancar

Aktiva Tidak Lancar

Aktiva Lain

Tabel 3.8.
No
Macam Pasiva (Liabilities)
1
Hutang Jangka Pendek
(pelunasan kurang dari
setahun)

EKONOMI PERTANIAN

a.
b.
c.
d.

Contoh
Uang tunai
Piutang
Persediaan
Pembayaran di muka

a. Tanah
b. Bangunan
c. Pabrik
Tidak termasuk 1 dan 2 misal
mesin tidak terpakai, biaya pra
operasi

Contoh
a. Hutang usaha
b. Beban yang harus dibayar
perusahaan

62

Hutang jangka panjang

Modal (equity)

c. Pendapatan yang diterima


dimuka
d. Hutang pajak
e. Hutang bunga
f. Hutang gaji
a. Hutang obligasi
b. Hutang hipotik
a. Saham yang ditanam
b. Laba
yang
ditahan
(retained earning)

Tabel 3.9.
No
1

Neraca
Aktiva
No
Aktiva Lancar
Nilai (Rp) 1
Kas
Persediaan
Piutang
Aktiva Tidak
Lancar
Tanah
Bangunan
Pabrik
Aktiva Lain-lain

Pasiva
Hutang Jangka Nilai (Rp)
Pendek
Hutang Usaha
Hutang Gaji

Hutang Jangka
Panjang
Obligasi
Hipotik

Modal
Saham
Laba ditahan

c. Laporan Rugi/Laba
Laporan rugi/laba menggambarkan hasil usaha dalam periode waktu tertentu.
Biasanya diantara 2 tanggal neraca. Rugi/Laba negatif belum tentu tidak layak.
Misalnya usaha perkebunan selama tanaman belum menghasilkan (TBM) maka
Rugi/Laba akan negatif. Unsur-unsur Rugi/Laba meliputi (i) pendapatan, terdiri atas
pendapatan dari operasi dan pendapatan non-operasi, (ii) biaya (harga pokok
penjualan), (iii) laba kotor, (iv) beban operasi (biaya penjualan dan biaya
administrasi/umum).
Contoh
Perhatikan transaksi bisnis berikut ini.

EKONOMI PERTANIAN

63

1. Pada tanggal 1-1-2001 petani menanamkan modalnya sebesar Rp 5 000 000,untuk usaha jagung manis.
2. Pada tanggal 3-1-2001 petani membeli tanah untuk memulai usaha senilai Rp
3 000 000,3. Pada tanggal 10-1-2001 petani membeli peralatan seharga Rp 1 250 000,secara kredit.
4. Pada tanggal 10-2-2001 petani membeli saprodi senilai Rp 250 000,- secara
tunai.
5. Pada tanggal 28-2-2001 jagung dijual senilai Rp 2 000 000,- secara tunai.
6. Pada tanggal 1-3-2001 petani mengambil uang Rp 300 000,- untuk keperluan
pribadi.
Tabel 3.10.
Jurnal
Tanggal
Uraian
Debet
1/1
Kas
5 000 000
Modal
3/1
Kas
Tanah
3 000 000
10/1
Peralatan
1 250 000
Utang
10/2
Saprodi
250 000
Kas
28/2
Kas
2 000 000
Jagung
1/3
Prive
300 000
Kas
Jumlah
11 800 000
Debet: penambahan aktiva, pengurangan modal/utang
Kredit: pengurangan aktiva, penambahan modal/utang

Kredit
5 000 000
3 000 000
1 250 000
250 000
2 000 000
300 000
11 800 000

Tabel 3.11.
Transaksi
Kas

EKONOMI PERTANIAN

Neraca
Aktiva
Peralatan
Lahan

Hutang+Modal
Hutang
Modal

64

01/1
03/1

5 000 000
-3 000 000
2 000 000

10/1
2 000 000
- 250 000
1 750 000
2 000 000
3 750 000
- 300 000
3 450 000

10/2
28/2
01/3

5 000 000
3 000 000
3 000 000

5 000 000

1 250 000
1 250 000

3 000 000

1 250 000
1 250 000

1 250 000

3 000 000

1 250 000

1 250 000

3 000 000

1 250 000

1 250 000

3 000 000

1 250 000

5 000 000
- 250 000
4 750 000
2 000 000
6 750 000
- 300 000
6 450 000

Tabel 3.12.
Rugi Laba
No
1
2
3

Uraian
Penerimaan
Biaya
Laba Bersih

Nilai (Rp)
2 000 000
250 000
1 750 000

Tabel 3.13.
No
1
2
3
4

Perubahan Modal
Uraian
Modal Awal
Laba Bersih
Prive
Modal Sekarang

Nilai (Rp)
5 000 000
1 750 000
-300 000
6 450 000

d. Analisis Keuangan
d.1. Analisis Liquiditas
Menganalisis kemampuan perusahaan untuk melunasi hutang jangka pendek
Arus Lancar

Arus Cepat

Aktiva Lancar
Kewajiban Lancar

Asset Cepat
Kewajiban Lancar

d.2. Analisis Solvensi


Menganalisis kemampuan perusahaan untuk membayar hutang jangka panjang

EKONOMI PERTANIAN

65

(i)
(ii)
(iii)

Rasio hutang dibagi modal sendiri


Rasio kekayaan bersih (modal sendiri) dengan total assets
Rasio hutang jangka panjang dengan kekayaan bersih (modal sendiri)

d.3. Analisis Profitabilitas


Menganalisis kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba.
(i)
(ii)
(iii)
(iv)

Rasio pendapatan dengan penjualan


Rasio laba setelah pajak dengan penjualan
Rasio laba setelah pajak dengan kekayaan bersih
Rasio gross margin dengan penjualan

e. Kasus Perusahaan Perkebunan


Tabel 3.14.

Sumber: H. Soehardjo, 2004

Tabel 3.15.

EKONOMI PERTANIAN

66

Sumber: H. Soehardjo, 2004


Free on board =fob
Tabel 3.16.

Sumber: H. Soehardjo (2004)

EKONOMI PERTANIAN

67

Tabel 3.17.

Sumber: H. Soehardjo (2004)


Tabel 3.18.

Sumber: H. Soehardjo (2004)


Tabel 3.19.

EKONOMI PERTANIAN

68

Sumber: H. Soehardjo (2004)


Tabel 3.19.

Sumber: H. Soehardjo (2004)


Tabel 3.20.

EKONOMI PERTANIAN

69

Sumber: H. Soehardjo (2004)


Tabel 3. 21.

Sumber: H. Soehardjo (2004)

EKONOMI PERTANIAN

70

3.3. Soal-soal Latihan


1. Dari kasus usahatani 1 di atas jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut.
a. Berapa penerimaan petani bila harga hasil di tingkat petani sebagai berikut.
No
Macam Hasil
Harga
1
Padi
Rp 100 000,-/kuintal
2
Jagung
Rp 60 000,-/kuintal
3
Kelapa
Rp 1000,-/butir
4
Sapi
Rp 2 500 000,-/ekor
5
Ayam
Rp 15 000,-/ekor
b. Berapa biaya usahatani yang harus dikeluarkan petani setiap tahunnya.
c. Berapa pendapatan petani dari seluruh kegiatan usahataninya.
d. Bila 10% hasil padi dan kelapa dikonsumsi, berapa pendapatan petani yang
berupa uang.
2. Berikut adalah transaksi usaha dari suatu perusahaan angkutan (PO Ali)
Transaksi-1
Pak Ali menyetor modalnya untuk memulai usaha sebesar Rp 4 000 000,Transaksi-2
PO Ali meminjam uang kepada bank sebesar Rp 5 000 000,Transaksi-3
PO Ali membeli mobil dan peralatan senilai Rp 7 400 000,Transaksi-4
PO Ali membeli oli dan minyak rem dari liveransir secara kredit sebesar
Rp 65 000,Transaksi-5
PO Ali membayar hutang sebesar Rp 30 000,Transaksi-6
PO Ali memperoleh pendapatan jasa angkutan sebesar Rp 800 000,Transaksi-7
PO Ali membayar gaji sopir dan kernet Rp 175 000,- , bensin Rp 50 000,-,
minuman Rp 25 000,-, dan alin-lain Rp 50 000,Transaksi-8
Pada akhir bulan perlengkapan yang masih tersisa Rp 25 000,Transaksi-9

EKONOMI PERTANIAN

71

PO Ali mengangsur pinjaman pada bank sebesar Rp 150 000,Transaksi-10


Pak Ali mengambil uang Rp 100 000,- dari perusahaan untuk keperluan pribadi
a.
b.
c.
d.

EKONOMI PERTANIAN

Susunlah jurnal
Susunlah neraca
Susunlah Rugi/Laba
Susunlah perubahan modal

72

IV. PEMASARAN HASIL PERTANIAN


4.1. Permintaan dan Penawaran Pasar
a. Permintaan
Permintaan adalah jumlah barang diminta pada berbagai tingkat harga.
Hubungan antara jumlah barang diminta pada berbagai tingkat harga adalah bila h
arga naik maka jumlah barang diminta akan turun sebaliknya bila harga turun maka
jumlah barang diminta akan naik. Hubungan ini dikenal sebagai hukum permintaan.
Tabel 4.1. Hubungan antara harga dan jumlah barang diminta
Harga (P)
1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100

Jumlah (Q)
1000
1200
1400
1600
1800
2000
2200
2400
2600
2800

1000

100
Q
1000

2800

Gambar 4.1. Permintaan

EKONOMI PERTANIAN

73

Permintaan suatu barang dapat dibedakan menjadi permintaan individu dan


permintaan pasar. Permintaan individu adalah permintaan dari seorang konsumen
sedangkan permintaan pasar adalah permintaan semua konsumen yang ada di pasar.
Secara matematis permintaan pasar adalah penjumlahan horisontal dari permintaan
individual.
Tabel 4.2. Permintaan individu dan permintaan pasar
Harga
Permintaan Konsumen (kg/minggu)
(Rp/kg)
A
B
C
100
110
120
130
140

50
40
30
20
10

100
80
60
40
20

55
50
45
40
35

Permintaan
Pasar
(kg/minggu)
205
170
135
100
65

150140-

10

20

35

65

130C

Pasar

120110100-

50 55

100

205

50

100 .. 200

Q
10

20

30

40

..

Gambar 4.2. Permintaan individu dan permintaan pasar


Permintaan suatu barang dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain (i) harga
barang itu sendiri, (ii) harga barang lain (substitusi, komplementer), (iii) pendapatan

EKONOMI PERTANIAN

74

konsumen, dan (iv) selera konsumen. Secara matematis permintaan barang dapat
dirumuskan sebagai berikut.
Q = f(PS, PL, Y, S)
Q = jumlah barang diminta
PS = harga barang itu sendiri
PL= harga barang lain
Y = pendapatan konsumen
S = selera
Pengaruh masing-masing faktor tersebut terhadap permintaan dapat diukur dengan
elastisitas permintaan.
Elastisitas Pendapatan
EY

% perubahan Q Q / Q Q Y

% perubahan Y
Y / Y
Y Q

Untuk barang normal EY>0. Barang normal dapat dibedakan menjadi barang
kebutuhan pokok dan barang mewah. Barang kebutuhan pokok EY<1 dan barang
mewah EY>1. Untuk barang inferior EY<0.
Contoh
Q
25
50
EY

Y
1000
1100

Q Y
25 1000

10
Y Q 100 25

Bila pendapatan konsumen naik 1% maka jumlah barang diminta akan naik 10%.
Dapat diperkirakan bahwa barang ini adalah barang mewah.
Elastisitas Harga Barang Sendiri
ES

% perubahan Q
Q / Q
Q PS

% perubahan PS
PS / PS PS Q

Bila E s 1 maka permintaan barang bersifat inelastis, bila E S 1 maka


permintaan barang bersifat unit elastis, dan bila E S 1 maka permintaan barang
bersifat elastis.

EKONOMI PERTANIAN

75

Contoh
Q
1000
1200
ES

PS
1000
900

Q PS
200 1000

2
PS Q 100 1000

Elastisitas Harga Barang Lain


EL

Q PL
% perubahan Q
Q / Q

=
% perubahan PL PL / PL PL Q

Bila E L 0 maka hubungan QL dan QS adalah substitusi sedangkan bila E L 0


maka hubungan antara QL dan QS adalah komplementer.
Contoh
QS
25
50
EL

QS PL
25 15

3
PL QS 5 25

QS
25
50
EL

PL
15
10
QS dan QL komplementer

PL
10
15

QS PL 25 10

2
PL QS
5 25

QS dan QL substitusi

b. Penawaran
Penawaran adalah jumlah barang ditawarkan pada berbagai tingkat harga.
Hubungan antara jumlah barang ditawarkan dengan harga adalah bila harga naik
maka jumlah barang yang ditawarkan akan mengalami kenaikan sebaliknya bila
harga turun maka jumlah barang yang ditawarkan akan mengalami penurunan.
Hubungan ini dikenal sebagai hukum penawaran.
Penawaran dapat dibedakan menjadi penawaran individual dan penawaran
pasar. Penawaran individual adalah penawaran dari seorang produsen dan penawaran
pasar adalah penawaran dari semua produsen yang ada di pasar. Secara matematis
penawaran pasar adalah penjumlahan horisontal dari penawaran individual.

EKONOMI PERTANIAN

76

Tabel 4.3. Penawaran individual dan penawaran pasar


Harga
Jumlah yang ditawarkan produsen
1
2
3
4
5
1
5
0
5
10
30
2
15
0
5
25
45
3
20
20
10
30
50
4
25
35
20
35
55
5
30
55
25
40
60
6
35
75
30
45
65
7
40
95
35
50
70
8
45
115
40
55
75
9
50
130
45
65
80
10
55
145
50
75
85

Pasar
Parsial
50
90
130
170
210
250
290
330
370
410

Pasar
Total
50000
90000
130000
170000
210000
250000
290000
330000
370000
410000

c. Keseimbangan Pasar
Keseimbangan pasar terjadi bila permintaan sama dengan penawaran. Pada
keseimbangan pasar tidak ada kecenderungan bahwa harga dan jumlah barang akan
berubah. Bila permintaan melebihi penawaran atau terjadi excess demand maka
harga cenderung naik sebaliknya bila penawaran melebihi permintaan atau terjadi
excess supply maka harga cenderung turun.
P

P1

B
E

P
Po

D
Q

Gambar 4.1. Kesimbangan pasar


4.2. Struktur Pasar

EKONOMI PERTANIAN

77

a. Unsur-unsur Struktur Pasar


a.1. Persaingan dalam pasar
Jumlah dan distribusi kekuatan penjual dan pembeli dalam pasar. Semakin banyak
pembeli dalam pasar maka pasar akan semakin kompetitif dalam harga dam kualitas
barang. Demikian pula, semakin imbang kekuatan pembeli dan penjual maka pasar
akan semakin kompetitif dalam harga dan kualitas barang.
a.2. Firm dan individu dalam pasar
Pasar terdiri atas firm dan individu yang bersedia dan mampu menjual dan membeli
produk tertentu. Struktur pasar berpengaruh terhadap harga yang dibayar konsumen,
tersedianya produk yang berkualitas, kesempatan kerja dan karir, inovasi produk dan
sebagainya.
a.3. Entrant yang potensial
Entrant yang potensial dapat mempengaruhi harga pasar. Oleh karena itu bila
membahas struktur pasar perlu mempertimbangkan efek dari adanya entrant
potensial.
b. Pasar Persaingan Sempurna
Pasar persaingan sempurna dicirikan oleh (i) jumlah pembeli dan penjual
banyak sehingga secara individual pembeli dan penjual tidak dapat mempengaruhi
harga atau dikatakan pembeli dan penjual secara individual adalah price taker, (ii)
informasi permintaan dan penawaran lengkap dan dapat diperoleh secara cuma-cuma
oleh pembeli dan penjual, dan (iii) tidak ada hambatan untuk keluar atau masuk
pasar. Dengan ciri-ciri ini maka harga bersaing, excess profit hanya diperoleh dalam
jangka pendek selama belum ada pelaku ekonomi baru yang masuk ke pasar. Dalam
jangka panjang penjual hanya akan memperoleh normal profit.
c. Pasar Monopoli
Pasar monopoli dicirikan oleh (i) hanya ada satu penjual dalam pasar
sehingga penjual dapat menentukan harga atau penjual adalah price maker, (ii) tidak
mudah bagi entrant baru untuk masuk ke pasar sehingga monopolist yang efisien
atau tidak efisien dapat menikmati excess profit dalam jangka panjang.
d. Faktor Penentu Tingkat Persaingan
Bila suatu barang banyak barang substitusi/penggantinya maka dapat meningkatkan
tingkat persaingan. Sifat fisik produk misalnya mudah rusak atau tidak,
mempengaruhi biaya distribusi, mempengaruhi tingkat kompetisi di tingkat nasional,
regional, dan lokal.

EKONOMI PERTANIAN

78

4.3. Fungsi Pemasaran


Pemasaran adalah kegiatan membawa atau menyampaikan barang dari
produsen ke konsumen. Oleh karena itu pemasaran mempunyai fungsi sebagai
berikut.
a. Fungsi Pertukaran
Pemasaran memperlancar pemindahan hak milik atas barang dan jasa dari
penjual ke pembeli. Fungsi yang dilakukan adalah penjualan dan pembelian.
b. Fungsi Fisik
Fungsi ini berkaitan dengan penyediaan barang dan jasa yang menimbulkan
kegunaan tempat, bentuk, dan waktu. Fungsi fisik meliputi (i) fungsi pengangkutan
dan transportasi, (ii) fungsi pengolahan, (iii) fungsi pengepakan dan pemberiaan
label, dan (iv) fungsi penyimpanan.
a) Fungsi pengangkutan dan transportasi, memindahkan barang atau mengangkut
barang untuk memenuhi permintaan konsumen di tempat lain.
b) Fungsi pengolahan, kegiatan untuk mengubah bentuk dari barang yang
dipasarkan. Misalnya, gabah kering panen (GKP) dikeringkan menjadi gabah
kering giling (GKG) kemudian digiling menjadi beras. Jadi ada perubahan bentuk
barang karena pengolahan.
c) Fungsi pengepakan/pemberian label, barang disiapkan dalam berbagai ukuran
sesuai permintaan konsumen.
d) Fungsi penyimpanan, perlakuan terhadap barang agar dapat digunakan untuk
memenuhi permintaan konsumen pada waktu yang lain.
c. Fungsi Fasilitasi
Kegiatan untuk memperlancar pertukaran barang antara produsen dan
konsumen atau penjual dan pembeli. Fungsi ini meliputi (i) standardisasi, (ii)
penanggungan resiko, (iii) pembiayaan, dan (iv) informasi pasar. Manfaat
standardisasi dan grading adalah (i) memudahkan penetapan harga/nilai barang atau
jasa, (ii) mempermudah pertukaran karena barang tidak harus dibawa, (iii)
mengurangi biaya pemasaran, berkaitan dengan pengangkutan dan resiko pemasaran,
(iv) memperluas pasar.

4.4. Rantai Pemasaran

EKONOMI PERTANIAN

79

Rantai pemasaran menunjukkan aliran barang dari produsen melalui lembaga


pemasaran yang ada sampai ke konsumen akhir. Contoh berikut adalah rantai
pemasaran salak di Menado dan Magelang.

Petani

Pedagang
Pengecer
Tingkat
Desa

Pedagang
Pengumpul
Tingkat
Desa

Pedagang
Pengecer
Moderen
(Super
Market)

Pedagang
Antar
Pulau

Pedagang
Pengecer
Konsumen

Gambar 4.2. Rantai pemasaran salak di Menado, 1995.

Petani

EKONOMI PERTANIAN

80

Pedagang
Pengumpul

Pedagang
Antar
Daerah
Pedagang
Grosir

Pedagang
Pengecer

Konsumen

Gambar 4.3. Pemasaran salak di Kabupaten Magelang, 1995.


4.5. Biaya dan Margin Pemasaran
Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan fungsi
pemasaran seperti sortasi, grading, penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, dan
sebagainya. Besarnya biaya pemasaran tergantung pada (i) macam komoditas, (ii)
lokasi pemasaran, (iii) efektivitas lembaga pemasaran, (iv) pungutan-pungutan.
Margin pemasaran adalah selisih antara harga yang dibayar konsumen
dengan harga yang diterima petani. Jadi dalam margin pemasaran terdapat biaya
pemasaran dan keuntungan yang diambil oleh pelaku pemasaran.

EKONOMI PERTANIAN

81

Tabel 4.4. Biaya pemasaran salak dari petani di Kecamatan Ratahan sampai
konsumen di Menado, Februari 1995.
No
Unsur Biaya
Biaya
Harga
% Dari
(Rp/Kg) (Rp/kg)
Harga
Eceran
1 Petani
Biaya pemasaran
a. Panen
25,00
b. Pengemasan di kebun
90,00
c. Ongkos angkut
45,00
Harga Jual
750,00
33,33
2 Pedagang Pengumpul Desa
Harga beli
750,00
Biaya pemasaran
a. Ongkos pengemasan
10,00
b. Biaya angkut
15,00
Keuntungan
225,00
Marjin pemasaran
250,00
Harga jual
1000,00
44,44
3 Pedagang antar pulau
Harga beli
1000,00
Biaya pemasaran
a. Ongkos pengepakan
70,00
b. Ongkos angkut ke Biak
285,00
c. Ongkos angkut ke Jayapura
357,00
Keuntungan di Biak
1145,00
Keuntungan di Jayapura
2273,00
Margin pemasaran di Biak
1500,00
Margin pemasaran di Jayapura
2700,00
Harga jual di Biak
2500,00
Harga jual di Jayapura
3700,00
4 Pedagang Pengecer
Harga beli
1000,00
Biaya pemasaran
a. Ongkos pengemasan
10,00
b. Susut
175,00
Keuntungan
1065,00
Marjin pemasaran
1250,00
Harga jual
2250,00
100,00
5 Harga beli konsumen
2250,00

EKONOMI PERTANIAN

82

4.6. Sistem Pemasaran Komoditas Pangan


a. Isu Global Pangan
Globalisasi perekonomian mengakibatkan perubahan tatalaku, institusi, dan
kerjasama perdagangan antar negara. Hal ini dapat diamati dari keterikatan suatu
negara sebagai anggota organisasi perdagangan internasional seperti tercantum pada
tabel 4.5. di bawah..
Tabel 4.5. Keanggotaan beberapa negara dalam WTO, APEC, dan AFTA.
No.
Negara
WTO
APEC
AFTA
1
Jepang
Anggota
Anggota
Bukan
2
Korea Selatan
Anggota
Anggota
Bukan
3
Malaysia
Anggota
Anggota
Anggota
4
Indonesia
Anggota
Anggota
Anggota
5
Filipina
Anggota
Anggota
Anggota
6
Thailand
Anggota
Anggota
Anggota
7
India
Anggota
Bukan
Bukan
8
Pakistan
Anggota
Bukan
Bukan
9
Cina
Bukan
Anggota
Bukan
10
Vietnam
Bukan
Anggota
Anggota
Globalisasi juga merupakan peluang pasar yang diikuti dengan semakin
banyaknya pemain baru dalam bisnis. Dengan kata lain meningkatnya peluang pasar
dibarengi dengan meningkatnya persaingan yang semakin kuat di antara pelaku
bisnis.
Dalam era globalisasi produsen dituntut untuk meningkatkan daya saing
dalam pasar dunia melalui peningkatan efisiensi di segala bidang, peningkatan
produktivitas, peningkatan mutu produk, dan peningkatan pemasaran secara proaktif
dengan dukungan promosi yang kuat. Isu global komoditas pangan meliputi hal-hal
sebagai berikut.
a)

Meningkatnya peranan WTO dalam menegakkan sistem perdagangan produk


pertanian multilateral. Perubahan ini akan (i) memberikan peluang bagi usaha
kecil dan menengah dalam mengembangkan usaha-usaha di bidang pertanian, (ii)
persaingan produk pertanian di pasar dunia semakin ketat, dan (iii) penyelesaian
sengketa perdagangan melalui forum bilateral dan regional yang dapat merugikan
kepentingan negara berkembang.
b)
Penurunan hambatan perdagangan internasional yang berupa tarif. Keadaan
ini menyebabkan pasar semakin global sehingga tidak jelas pembagian pasar
domestik dan luar negeri sehingga negara asal dari suatu produk semakin kabur.
Sistem produksi global ini adalah peluang yang besar tetapi sekaligus persaingan

EKONOMI PERTANIAN

83

yang semakin ketat dan hanya produsen atau petani yang efisien yang dapat
memenangkan persaingan.
c)
Tuntutan terhadap pelaku ekonomi untuk memperhatikan aspek lingkungan
hidup (Ecolabel, Tropical Timber Campaign, ISO 9000-14000 series, Deaner
Production). Dengan demikian maka barang-barang yang akan diterima pasar
adalah barang-barang yang diproduksi dengan memperhatikan aspek kelestarian
lingkungan hidup.
d)
Tuntutan konsumen akan keamanan pangan, kehalalan pangan, dan kesehatan
pangan. Tuntutan ini mengharuskan produsen menghasilkan produk pangan yang
tidak membahayakan kesehatan manusia dan tidak bertentangan dengan norma
budaya serta agama.
e)
Diberlakukannya UU HAKI tahun 2003 yang terdiri dari UU Merek Dagang,
UU Hak Cipta, dan UU Hak Paten dan diratifikasinya beberapa konvensi
internasional di bidang HAKI.
f)
Masuknya perusahaan multinasional dalam industri pertanian. Di samping
membawa dampak positif seperti penciptaan lapangan kerja juga membawa
dampak negatif karena menjadi pesaing berat bagi perusahaan dalam negeri.
g)
Perkembangan teknologi informasi melahirkan sistem/pola perdagangan
moderen yang berbasis jaringan elektronis (internet). Hal ini memungkinkan
agroindustri dapat melakukan aktivitas usahanya secara efisien tanpa dibatasi oleh
ruang dan waktu.
b. Kondisi Pasar Komoditas Pangan
a) Pertumbuhan pasar global komoditas pertanian didominasi oleh komoditas nontradisional seperti buah-buahan dan sayuran, ikan olahan, makanan olahan yang
rata-rata tumbuh 10% per tahun.
b) Permintaan makanan olahan adalah yang paling tinggi sejalan dengan
meningkatnya aktivitas di luar rumah sehingga waktu yang tersedia bagi keluarga
untuk memasak terbatas.
c) Negara-negara ASEAN umumnya belum intensif mengekspor produk-produk
bernilai tambah tinggi kecuali Thailand yang sukses mengekspor buah-buahan
olahan, sayuran dan produk ikan olahan.
d) Permintaan USA terhadap produksi hasil laut juga cenderung meningkat. Nilai
impor udang USA selama lima tahun terakhir meningkat 4,38% per tahun dan
pemasok utama adalah Thailand dengan pangsa pasar 34%.
e) Perdagangan hasil pertanian ke Uni Eropa cukup tinggi dan sering diwarnai
dengan perjuangan yang cukup rumit karena Uni Eropa umumnya penghasil
produk pertanian yang menerapkan subsidi cukup besar.
f) Permintaan dalam negeri mulai mengarah pada produk-produk olahan serta
makanan siap saji khususnya di kota besar.
g) Berikut adalah kondisi pasar beberapa komoditas pangan dan hortikultura
Indonesia.

EKONOMI PERTANIAN

84

Tabel 4.6. Kondisi pasar beberapa komoditas pangan


No.
Komoditas
Uraian
1
Beras
a. Pertumbuhan produksi beras tahun 1995- 2000
sebesar 0,9% per tahun.
b. Pertumbuhan impor beras 1995-2000 sebesar
138, 8% pertahun.
c. Produksi dalam negeri hanya memenuhi 90% dari
total konsumsi dalam negeri..
d.Domestic Resource Cost Ratio (DRCR) meningkat
dari 0,31-0,45 tahun 1986, menjadi 0,79 tahun
1998, dan 0,90 tahun 2001. Artinya keunggulan
komparatif beras menurun.
e. Tarif beras pada tahun 2001 sebesar 30%
2
Kedele
a. Pertumbuhan produksi kedele tahun 1995 -2000
menurun dengan laju 8,9% per tahun.
b. Pertumbuhan impor kedele 1995-2000 sebesar
47,8% per tahun.
c. Produksi dalam negeri hanya memenuhi 50% dari
total konsumsi dalam negeri.
d. DRCR tahun 1986-2001 mendekati satu artinya,
kedele kurang memiliki keunggulan komparatif.
e. Tarif pada tahun 1998 sebesar 25%.
3
Jagung
a. Pertumbuhan produksi jagung tahun 1995-2002
sebesar 1,8% per tahun.
b. Pertumbuhan impor jagung tahun 1997-2002
sebesar 22,0% per tahun.
c. Pertumbuhan ekspor jagung tahun 1997-2002
sebesar 652,89% per tahun.
d. DRCR tahun 1986-2001 meningkat dari 0,7
menjadi 0,8, menunjukkan keunggulan komparatif
jagung menurun.
4
Bawang
a. Pertumbuhan produksi bawang merah tahun 1997merah
2001 mengalami penurunan 0,39% per tahun.
b. Impor bawang merah meningkat dari 43.082 ton
pada tahun 1997 menjadi 47.945 ton tahun 2001
dengan trend menurun.
c. Ekspor bawang merah meningkat dari 3.189 ton
tahun 1997 menjadi 5.982 ton pada tahun 2001
dengan trend eningkat.
5
Jeruk
a. Pertumbuhan produksi jeruk tahun 1997-2001
sebesar 3,17% per tahun.
b. Pertumbuhan impor jeruk tahun 1995-2000 sebesar
27,4% per tahun.
c. Tingkat ketergantungan impor tahun 1995 sebesar

EKONOMI PERTANIAN

85

Manggis

5% meningkat menjadi 10% tahun 1999.


a. Pertumbuhan produksi tahun 1997-2001 sebesar
47,7% per tahun.
b. Kenaikan ekspor tahun 1997-2001 sebesar
335,2%.
c. Tingkat ketergantungan impor tahun 1977-2001
tidak lebih dari 2%.

c. Tantangan Pasar Komoditas Pangan


a)

b)

c)

d)

e)

f)
g)

Memenuhi persyaratan mutu yang sangat ketat yang diberlakukan oleh


negara-negara maju.
Jepang menerapkan 3 peraturan berkaitan dengan impor pangan (i) Food
Safety Law, (ii) Plant Protection Law, (iii) Quarantine Law.
USA memberlakukan sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control
Point) sejak 18 Desember 1997.
Uni Eropa melalui Komisi Eropa pada tanggal 7 Mei 2002 telah
mensahkan suatu strategi baru mengenai kebijakan konsumen untuk
periode waktu lima tahun 2002-2006.
Lambatnya mengantisipasi perubahan pasar. Perwakilan RI di luar negeri
harusnya dapat melakukan market intelegence. Atase-atase di luar negeri
mestinya harus ditugasi untuk lebih banyak mengamati dan menganalisis peluang
pasar agribisnis.
Lemahnya pengetahuan tentang sistem distribusi di pasar tujuan ekspor dan
kurangnya network pemasaran di luar negeri. Hal ini akibat sikap para eksportir
yang merasa puas hanya dengan ekspor sistem f.o.b. Sering kali eksportir cukup
puas melakukan ekspor melalui pihak ketiga tanpa berusaha mencari atau
menemukan pembeli akhir.
Lemahnya pengembangan produk (product development). Pengembangan
industri hilir seperti oleokimia dan industri pengalengan seharusnya sudah
dilakukakn lima tahun yang lalu. Industri pengolahan skala kecil pedesaan juga
perlu dikembangkan untuk mengantisipasi melimpahnya panen dan
memperpanjang usia produk.
Lemahnya promosi sehingga produk-produk Indonesia yang sesungguhnya
disukai oleh masyarakat negara lain kurang dikenal. Mengingat promosi
memerlukan biaya yang jumlanya besar maka perlu dirumuskan cara yang
terpadu, efisien dan efektif.
Pasokan produk tidak kontinyu karena faktor skala usaha agribisnis yang
tidak optimal. Di samping itu juga kondisi industri penunjang seperti
pengemasan, cooling storage, gudang, dsb. yang belum memadai.
Tantangan lainnya adalah adanya perubahan paradigma trade barier seperti
tercantum dalam tabel 3 di bawah.

EKONOMI PERTANIAN

86

Tabel 4.7. Perubahan pradigma trade barier


1992
Sehat
Aman

1996
Sehat
Aman
Halal

1999
Aman
Sehat
Utuh
Halal

2001
Bayar
Aman
Sehat
Utuh
Halal

2002
Bayar
Aman
Sehat
Utuh
Halal
Lingkungan
hidup
Gizi
IPR/HAKI

d. Menyikapi Pasar Komoditas Pangan


a. Industri pangan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu industri primer,
sekunder dan tertier yang terkait satu dengan lainnya (gambar 4.4.).
PRIMER

SEKUNDER

TERTIER

Bibit/Benih
Bahan Baku

Pengolahan
Pangan

Olah Mix
Bahan Pangan

Tanam/
Breeding

Tradisional
Moderen

Tradisional
Moderen

Panen
Pasca Panen

K
O
S
U
M
E
N

Gambar 4.4. Industri pangan primer, sekunder dan tertier

b. Mengembangkan sistem pembinaan mutu keamanan pangan terpadu seperti

EKONOMI PERTANIAN

87

tercantum pada gambar 2 .untuk memenuhi permintaan pasar yang semakin


kompleks.
HACCP

Sarana
Produksi

Produksi
Pertanian

Handling

Pengolahan

Distribusi

Pasar

GFP

GHP

GMP

GDP

GRP

Konsumen

GCP

Pra-panen Panen Pasca Panen


Mutual Recognition Arrangement
GFP = Good Farming Practices
GHP = Good Handling Practices
GMP = Good Manufacturing Practices
GDP = Good Distribution Practices
GRP = Good Retailing Practices
GCP = Good Catering Practices
Gambar 4.5. Sistem pembinaan mutu keamanan pangan
c. Melaksanakan kebijakan fiskal dan moneter yang berkesinambungan dan
adil serta regulasi/penegakan hukum yang adil.
d. Mengikuti dan mewasdai perubahan sistem pemasaran dan distribusi pangan
global serta meningkatkan kemampuan manajemen dan efisiensi.
e. Menyiapkan strategi yang baik dalam menghadapi tuduhan damping dan
menuduh damping.
f. Memanfaatkan IPTEK dalam produksi, distribusi, dan marketing untuk
menekan biaya operasi.
g. Pembuatan/revisi standar wajib produk dan jasa (SNI)
h. Memanfaatkan safeguard measures pada barang impor agar tidak menjadi
masalah di WTO.

EKONOMI PERTANIAN

88

V. PEMBANGUNAN PERTANIAN
5.1. Peranan Sektor Pertanian
Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan
ekonomi secara keseluruhan yang dilaksanakan secara terencana. Sebelum tahun
1969, dikenal beberapa rencana pembangunan ekonomi yaitu (1) Plan Kasimo, (2)
Rencana Kesejahteraan Istimewa, (3) Rencana Pembangunan Lima Tahun, dan (4)
Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun. Semenjak tahun 1969,
pembangunan ekonomi di Indonesia dilaksanakan melalui Repelita mulai Repelita I
sampai dengan Repelita V yang dikenal dengan Pembangunan Jangka Panjang Tahap
I. Setelah itu, dilanjutkan dengan Pembangunan Jangka Panjang Tahap II yang terdiri
dari 5 Repelita, yaitu Repelita VI sampai dengan Repelita X. Memasuki awal
Repelita VII terjadi reformasi yang berakibat pada terjadinya rencana pembangunan
ekonomi selanjutnya.
Menurut Soedarsono Hadisapoetro (1970), pertanian dapat diartikan sebagai
turut campurtangannya manusia dalam perkembangan tumbuh-tumbuhan dan hewan
supaya lebih baik memenuhi kebutuhannya. Sedangkan pembangunan pertanian
dapat diartikan sebagai suatu proses yang ditujukan selalu menambah produksi
pertanian untuk tiap-tiap konsumen yang sekaligus mempertinggi pendapatan dan
produktivitas usaha tiap-tiap petani dengan jalan menambah modal dan skill untuk
memperbesar turut campurtangannya manusia di dalam perkembangan tumbuhtumbuhan dan hewan.
Dalam difinisi di atas terdapat istilah selalu, karena di dalam pembangunan
pertanian orang mudah memperoleh kenaikan produksi tetapi mengabaikan normanorma pengawetan tanah, pencegahan erosi dan sifat-sifat perkembangan tumbuhtumbuhan dan hewan itu sendiri. Dengan demikian kenaikan produksi hanya akan
berlangsung beberapa tahun saja dan sesudah itu bukan kenaikan produksi yang
diperoleh tetapi justru kemerosotan. Jadi penambahan modal dan skill di dalam
pembangunan pertanian harus dipergunakan tidak sekedar untuk mempertinggi
produksi di dalam beberapa tahun saja tetapi dipergunakan pula untuk menjalankan
usaha-usaha yang konkrit seperti pengawetan tanah, pencegahan erosi, dan
sebagainya yang dapat menjamin bahwa penambahan produksi dapat berlangsung
untuk waktu yang tidak terbatas.
Produksi yang dimaksud dalam difinisi di atas adalah produksi pertanian
yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat bukan produksi yang dihasilkan. Oleh karena
itu penambahan modal dan skill harus ditujukan pula untuk menjaga agar kehilangan
dan kerusakan dalam pemasaran dan pengolahan dapat ditiadakan atau setidaktidaknya dapat diperkecil.

EKONOMI PERTANIAN

89

Pada dasarnya peningkatan produksi pertanian dapat dilaksanakan melalui


dua cara yaitu (1) intensifikasi dan (2) perluasan lahan pertanian. Intensifikasi adalah
usaha peningkatan produksi pertanian dengan menambah modal dan tenaga kerja
(skill) per kesatuan luas tanah yang sama. Sebagai contoh, pemupukan, perbaikan
pengairan, cara bercocok tanam, pemberantasan hama dan penyakit tumbuhan, dan
sebagainya. Peningkatan produksi pertanian melalui perluasan tanah pertanian adalah
usaha menambah modal dan tenaga kerja (skill) untuk merubah bukan tanah
pertanian menjadi tanah pertanian. Misalnya, membuka tanah hutan, tanah rawa,
tanah padang rumput dan sebagainya menjadi tanah pertanian. Perubahan-perubahan
yang terjadi dalam pembangunan pertanian meliputi lima hal sebagai berikut.
1. Perubahan perbandingan kekuatan dan perubahan hubungan kekuasaan. Dalam
kaitannya dengan lahan dan modal, pembangunan pertanian akan mendorong
kearah penguasaan lahan dan modal yang lebih merata, tidak hanya terkonsentrasi
pada segelintir orang. Dalam kaitannya dengan pemasaran, pembangunan pertanian
mendorong ke arah terciptanya posisi tawar petani yang lebih kuat.
2. Perubahan
dalam
produksi,
produktivitas
dan
pendapatan
petani.
Pembangunan pertanian akan membawa produksi, produktivitas dan
pendapatan petani menjadi lebih tinggi.
3. Penggunaan alat & mesin pertanian serta sarana produksi pertanian. Pembangunan
pertanian akan mendorong penggunaan alat & mesin pertanian yang lebih intensif
agar tercapai produktivitas usaha pertanian yang lebih tinggi.
4. Secara ekonomis akan terjadi perubahan sifat-sifat perusahaan dari subsistance
farming ke arah commercial farming. Subsistance farming adalah usaha pertanian
yang tujuan utamanya untuk memenuhi kebutuhan petani sendiri sedangkan
commercial farming adalah usaha pertanian yang berorientasi pasar.
5. Di bidang sosial akan terjadi perubahan dalam corak masyarakat dari masyarakat
yang tertutup ke arah masyarakat yang terbuka. Masyarakat tertutup adalah
masyarakat yang tidak berhubungan dengan masyarakat lainnya sedangkan
masyarakat terbuka adalah masyarakat yang berhubungan dengan masyarakat
lainnya.
Perubahan-perubahan tersebut di atas menunjukkan bahwa hasil
pembangunan pertanian tidak hanya berupa pertumbuhan ekonomi (kenaikan
produksi, produktivitas dan pendapatan) tetapi harus diikuti pula dengan
menurunnya jumlah penduduk miskin, lebih terdistribusinya pendapatan, dan
berkurangnya pengangguran di sektor pertanian. Bila hasil pembangunan pertanian
hanya berupa pertumbuhan tanpa diikuti tiga perubahan yang terakhir tersebut maka
yang terjadi baru pertumbuhan belum pembangunan.
Sektor pertanian peranannya sangat penting dalam pembangunan ekonomi.
Menurut Hayami dan Ruttan (1977), setidak-tidaknya terdapat 5 peran sektor
pertanian dalam pembangunan ekonomi sebagai berikut.

EKONOMI PERTANIAN

90

1. Sebagai penghasil pangan (nabati, hewani, ikan) yang permintaannya terus


meningkat sejalan dengan kenaikan jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat.
Peran ini tidak tergantikan sektor lain karena selama ini dan untuk waktu yang
akan datang hanya sektor pertanianlah yang dapat menghasilkan pangan.
2. Memberikan lapangan kerja yang cukup luas bagi masyarakat baik sebagai petani,
buruh tani, penyedian sarana produksi dan alat & mesin pertanian, pemasar dan
pemroses hasil pertanian, dan sebagainya.
3. Sebagai penyedia bahan baku bagi agroindustri yang cukup banyak macam dan
ragamnya serta cukup besar efek panggandanya bagi perekonomian secara
nasional.
4. Sebagai penghasil devisa yang sangat dibutuhkan untuk mengimpor barangbarang konsumsi, barang-barang setengah jadi, dan barang-barang modal yang
belum dapat dipenuhi dalam negeri.
5. Sebagai pasar yang cukup potensi bagi barang-barang yang dihasilkan oleh sektor
industri dalam negeri. Peran ini sangat penting bagi pengembangan industri di
dalam negeri mengingat ketatnya persaingan di pasar dunia sehingga pasar utama
bagi industri dalam negeri yang baru berkembang adalah masyarakat di sektor
pertanian.
5.2. Syarat Mutlak dan Pelancar
Seperti telah disebutkan di atas, syarat mutlak dan syarat pelancar harus
terpenuhi agar proses pembangunan pertanian berjalan lancar. Secara berturut-turut
akan dibahas pentingnya syarat-syarat tersebut dalam pembangunan pertanian.
Sumber bacaan untuk topik ini sepenuhnya diambilkan dari Mosher (1965).
5.2.1. Syarat Mutlak Pembangunan Pertanian
a. Pasar Hasil Pertanian
Pembangunan pertanian meningkatkan produksi pertanian sehingga harus
ada pasar hasil pertanian yang terus berkembang dan memberikan harga yang cukup
memadai bagi petani agar petani mampu membiayai usahataninya dan memperoleh
penghasilan yang layak dari usahataninya. Terdapat tiga unsur penting bagi
terwujudnya pasar hasil pertanian tersebut, yairu (a) permintaan akan hasil pertanian,
(b) sistem pemasaran bagi hasil pertanian, dan (c) kepercayaan petani terhadap
sistem pemasaran.
Permintan pasar hasil pertanian dapat berasal dari dalam negeri dan luar
negeri. Terdapat tiga penyebab berkembangnya permintaan pasar hasil pertanian
dalam negeri. Pertama karena adanya keterkaitan antara pembangunan pertanian
dengan pembangunan industri. Industrialisasi bergantung kepada pembangunan
pertanian karena sektor pertanian merupakan pasar dalam negeri yang potensial bagi
industri. Demikian pula pembangunan pertanian bergantung pada pembangunan

EKONOMI PERTANIAN

91

industri karena sektor industri merupakan pasar bagi sektor pertanian. Kedua,
karena industrialisasi dan urbanisasi namun sektor pertanian tidak dapat memenuhi
permintaan tersebut. Kasus ini kemungkinan karena (1) ekspor hasil pertanian dan
impor pangan masih lebih menguntungkan dan (2) belum adanya peluang ekonomi
yang menarik untuk menggantikan impor pangan. Ketiga, permintaan pasar dalam
negeri meningkat karena kenaikan pendapatan masyarakat. Meningkatnya
pendapatan masyarakat di daerah perkotaan menyebabkan permintaan hasil
pertanian meningkat dalam jumlah dan mutu.
Permintaan pasar luar negeri menjadi sangat penting artinya pada waktu
pembangunan pertanian memasuki tahap komersialisasi. Pada tahap ini sektor
pertanian memerlukan barang-barang modal yang harus diimpor dari luar negeri.
Sektor pertanian harus menghasilkan devisa untuk mengimpor barang-barang modal
tersebut. Pada tahap ini permintaan pangan untuk konsumsi dalam negeri akan
mengalami peningkatan. Oleh karenanya perlu adanya keseimbangan antara
produksi pangan untuk memenuhi konsumsi dalam negeri dan produksi hasil
pertanian untuk memenuhi permintaan ekspor.
Agar petani memperoleh harga yang layak bagi hasil-hasil pertaniannya
diperlukan sistem pemasaran yang efisien. Sistem pemasaran hasil-hasil pertanian
meliputi transportasi, penyimpanan, prosesing, pendanaan, dan pengelolaan.
Transportasi yang memadai diperlukan untuk mengangkut hasil pertanian dari lokasi
pertanian ke lokasi konsumen. Panen hasil pertanian yang sifatnya musiman
memerlukan sistem penyimpanan yang memadai agar hasil pertanian dapat
didistribusikan sepanjang tahun. Untuk hasil pertanian yang mudah rusak misalnya
daging, ikan, sayuran, dan buah-buahan memerlukan prosesing. Untuk
melaksanakan semua kegiatan yang berkaitan dengan pemasaran diperlukan
pendanaan dan pengelolaan agar sistem pemasaran dapat bekerja secara efisien.
Kepercayaan petani terhadap sistem pemasaran menentukan keputusan petani
dalam memilih komoditas yang akan diusahakan. Beberapa faktor yang
mempengaruhi kepercayaan petani terhadap sistem pemasaran antara lain (1)
pelayanan oleh pihak pemasar (swasta, koperasi, pemerintah), (2) kinerja sistem
pemasaran pada waktu yang lalu, (3) fluktuasi dan prediktabilitas harga berbagai
hasil pertanian, dan (4) tersedianya fasilitas prosesing. Kepercayaan terhadap sistem
pemasaran oleh semua pihak yang terlibat merupakan dasar yang harus dibangun
untuk menuju ke pertanian modern.
b. Teknologi Yang Senantiasa Berubah
Dengan teknologi yang sama produksi pertanian tidak dapat ditingkatkan
secara terus menerus karena adanya faktor pembatas. Oleh karenanya, harus selalu
dicari teknologi baru untuk mengatasi masalah ini. Sebagai contoh, perlu dicari
varietas baru karena varietas lama tidak lagi responsif terhadap pemupukan, varietas

EKONOMI PERTANIAN

92

lama tidak lagi resisten terhadap serangan hama dan sebagainya. Teknologi baru
biasanya diperkenalkan kepada petani dalam bentuk paket misalnya varietas baru
disertai dosis pemupukan, cara penanaman, cara pengendalian hama dan sebagainya.
Demikian pula, teknologi baru akan diterima oleh petani bila teknologi tersebut
dapat menaikkan produksi atau menurunkan biaya dalam jumlah yang cukup besar.
Teknologi baru dapat berasal dari berbagai sumber antara lain (1) praktek
petani, (2) daerah lain, dan (3) hasil percobaan. Budidaya yang diterapkan petani
dalam satu lokasi seringkali berbeda antara petani satu dengan petani lainnya.
Diantara petani-petani tersebut terdapat petani yang berhasil mencapai produksi
yang tinggi. Budidaya yang diterapkan oleh petani lainnya. Teknologi yang berhasill
diterapkan di suatu daerah di dalam negeri atau di luar negeri mungkin dapat
diterapkan di daerah yang mempunyai karakteristik pertanian yang sama. Teknologi
baru dapat dihasilkan oleh lembaga penelitian melalui percobaan pengujian.
Tidak ada negara yang berhasil mencapai pembangunan pertanian yang
memadai tanpa mendirikan lembaga penelitian dan pengembangan pertanian yang
mampu menghasilkan teknologi baru. Program penelitian dan pengembangan yang
perlu dilaksanakan oleh lembaga ini adalah pengembangan stasiun percobaan yang
komprehensif di satu atau lebih agar dapat mewakili daerah pertanian yang luas dan
potensial. Di samping itu, mengembangkan stasiun pengujian yang tersebar di
berbagai lokasi usahatani. Hal ini perlu dilakukan karena kondisi fisik lokasi
usahatani bervariasi sehingga teknologi baru yang dihasilkan oleh stasiun percobaan
dapat diuji lebih lanjut oleh stasiun pengujian agar diperoleh teknologi yang spesifik
untuk suatu lokasi atau dikenal sebagai teknologi spesifik lokasi.
c. Tersedianya Saprodi dan Alsintan Secara Lokal
Sarana produksi pertanian yang berupa bahan kimia seperti pupuk dan
pestisida dihasilkan oleh pabrik yang berskala besar. Demikian pula alat dan mesin
pertanian tertentu seperti traktor, alat pemanen, alat perontok, sprayer juga
dihasilkan oleh pabrik yang berskala besar. Hanya peralatan pertanian sederhana
seperti cangkul, sabit yang dapat diproduksi secara lokal. Benih dihasilkan oleh
lembaga penelitian dan pengembangan selanjutnya diperbanyak oleh balai benih,
penangkar benih atau petani tertentu untuk memenuhi permintaan petani.
Petani akan membeli dan menggunakan sarana produksi dan alat & mesin
pertanian bila masing-masing input tersebut memenuhi syarat-syarat berikut.
Pertama secara teknis efektif misalnya produktivitasnya lebih tinggi, masaknya lebih
serempak, rasanya lebih enak, dan sebagainya. Kedua, kualitasnya terjamin misalnya
kebenaran komposisi bahan, keaslian barang , dan sebagainya. Ketiga, harganya
rasional, dalam arti rasio harga input dan output menguntungkan petani. Keempat,
tersedia di lokasi pada waktu dibutuhkan. Kelima, dijual dalam ukuran dan jumlah
yang sesuai dengan kebutuhan petani.

EKONOMI PERTANIAN

93

Petani sangat berhati-hati dalam menggunakan input baru. Petani akan


menggunakan setelah input baru tersebut teruji efektifitasnya di beberapa lokasi
yang kondisinya sama dengan kondisi lahan petani. Setiap perubahan dalam cara
berushatani umumnya diikuti dengan perubahan-perubahan lainnya, termasuk
perubahan dalam penggunaan berbagai macam input. Input baru biasanya disediakan
dalam bentuk paket yang terdiri atas berbagai macam input agar cara berusahatani
baru dapat diterapkan oleh petani. Oleh karena itu, perlu pengaturan distribusi
berbagai sarana produksi dan alat & mesin pertanian agar tersedia di pasar lokal.
Karena kehati-hatiannya, waktu yang diperlukan oleh petani dari mulai mengenal
input baru sampai dengan menerapkan input tersebut di lahan usahanya memerlukan
waktu yang cukup lama. Keadaan ini menyebabkan permintaan input baru oleh
petani tidak mudah diterapkan. Untuk mengatasi masalah ketidakpastian ini,
penyediaan input baru ditingkatkan dari waktu ke waktu sejalan dengan permintaan
petani.
d. Insentif Produksi Bagi Petani
Akses terhadap pasar hasil pertanian, cara-cara usahatani yang lebih baik,
dan tersedianya input pertanian merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan oleh
petani untuk meningkatkan produksinya. Peluang ini akan dimanfaatkan oleh petani
untuk meningkatkan produksinya. Peluang ini akan dimanfaatkan oleh petani
bergantung pada (1) harga input dan harga output, (2) bagian hasil yang diterima
petani, dan (3) tersedianya barang dan jasa yang dibutuhkan rumah tangga tani.
Kesediaan petani meningkatkan produksi untuk pasar tergantung pada harga
dan kondisi pasar. Pertama, bila harga hasil pertanian yang diterima petani cukup
menarik. Kedua, dalam berproduksi petani memilih komoditas yang harganya paling
tinggi dengan catatan pilihan ini tidak mengganggu pasokan pangan untuk krumah
tangga. Ketiga, petani akan menggunakan cara-cara usahatani baru bila input yang
dibutuhkan tersedia secara lokal, petani mengetahui cara penggunaan input.
Keempat, memperbiki efisiensi pemasaran (menurunkan pemasaran hasil pertanian)
dapat meningkatkan harga yang diterima petani, menurunkan harga yang dibayar
konsumen atau keduanya.
Dalam sistem bagi hasil, petani penyakap harus membayar sewa dalam
bentuk hasil panen kepada pemilik tanah. Hasil panen yang dibayarkan kepada
pemilik tanah akan meningkat bila hasil yang diperoleh petani penggarap meningkat.
Hal ini kurang memberikan insentif bagi petani penggarap untuk meningkatkan
produksinya. Sistem sewa (petani membayar sewa atas tanah yang digarap kepada
pemilik tanah) lebih memberikan insentif kepada petani penggarap karena besarnya
sewa tanah tidak ditentukan oleh produksi secara langsung. Sistem bagi hasil akan
memberikan insentif kepada petani untuk meningkatkan produksi bila biaya
produksi ditanggung bersama oleh petani penggarap dan pemilik tanah.

EKONOMI PERTANIAN

94

Tersedianya barang dan jasa yang dibutuhkan oleh rumah tangga tani
merupakan insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi hasil pertanian.
Semakin banyak kebutuhan rumah tangga tani akan barang dan jasa, peani akan
sakin terdorong untuk meningkatkan produksi pertaniannya agar memperoleh uang
yang lebih banyak. Dengan demikian distribusi barang dan jasa di daerah pedesaan
yang efisien merupakan salah satu faktor yang dapat mempercepat pembangunan
pertanian.
e. Transportasi
Biaya transportasi yang murah diperlukan agar harga yang diterima petani
dari hasil penjualan produknya relatif tinggi sebaliknya harga yang harus dibayar
petani atas pembelian input relatif rendah. Besarnya biaya transportasi bergantung
pada (1) berat atau volume barang yang diangkut, (2) jarak dari asal ke tujuan, (3)
jumlah setiap kali mengangkut, dan (4) macam alat angkut. Di samping itu, untuk
angkutan darat masih bergantung pada kondisi jalan, untuk angkutan laut dan udara
bergantung pada frekuensi pelayaran atau penerbangan. Berbagai kasus
menunjukkan bahwa biaya transportasi yang murah dan memadai menentukan
keberhasilan pembangunan pertanian.
Jalan yang menghubungkan lokasi petani sampai dengan jalan raya atau
sering disebut sebagai jalan lokal, besar pengaruhnya terhadap jumlah hasil
pertanian yang dapat dipasarkan. Jalan semacam ini juga besar pengaruhnya
terhadap harga yang diterima dan harga yang dibayar petani. Kunjungan petugas
yang melayani kepentingan seperti penyuluh, petugas pertanian lainnya meningkat
dengan adanya jalan ini. Jalan raya dibangun untuk berbagai kepentingan termasuk
pertanian. Jalan raya dan jalan lokal harus terhubung dan terintegrasi satu dengan
lainnya agar hasil pertanian dengan mudah mengalir dari lokasi petani ke pusat-pusat
pasar. Demikian pula input pertanian baik sarana produksi dan alat & mesin
pertanian dapat sampai ke lokasi petani.
5.2.2. Syarat Pelancar Pembangunan Pertanian
a. Pendidikan Untuk Pembangunan
Pendidikan untuk pembangunan adalah pendidikan yang tepat untuk suatu
masyarakat yang ingin berkembang. Tujuan yang ingin dicapai dari pendidikan ini
adalah meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan melalui belajar dari
pengalaman masyarakat tersebut pada masa yang lalu dan dari masyarakat kainnya.
Pendidikan untuk pembangunan meliputi (1) pendidikan dasar dan lanjutan, (2)
pendidikan pembangunan untuk petani, (3) pelatihan untuk teknisi pertanian, dan (4)
pendidikan pertanian bagi masyarakat perkotaan.

EKONOMI PERTANIAN

95

Pendidikan untuk pembangunan diperlukan untuk menyiapkan setiap anak


hidup dalam suatu masyarakat yang sedang berkembang. Pendidikan semacam ini
perlu diberikan kepada murid di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan agar setiap
anak terdorong untuk selalu berpikir secara scientific terhadap sesuatu yang sedang
dikerjakan, pengetahuan yang telah diperoleh, pengembangan ketrampilan baru, dan
penyelesaian masalah. Materi pendidikan untuk pembangunan tidak perlu diberikan
dalam satu mata pelajaran tertentu tetapi dapat dimasukkan ke dalam mata pelajaran
yang telah ada.
Pendidikan pembangunan untuk petani harus disesuaikan dengan kondisi dan
tugasnya sebagai seorang petani. Prinsip-prinsip yang perlu dipertimbangkan dalam
menyelenggarakan pendidikan bagi petani adalah (1) pendidikan diselenggarakan
ditempat petani, (2) petani adalah orang dewasa, (3) sesuai dengan waktu yang
tersedia pada petani, (4) berkaitan dengan cara-cara baru dalam usahatani, (5) harus
segera diikuti dengan kesempatan untuk mencoba, (6) sesuati yang secara teknis
dapat dilakukan oleh petani dan menguntungkan bagi petani, dan (7) petani
didorong untuk mencoba. Pendidikan yang diselenggarakan dengan prinsip-prinsip
tersebut dikenal sebagai pendidikan penyuluhan.
Pelatihan untuk teknisi pertanian dilakukan untuk menyiapkan teknisi
pertanian yang profesiaonal. Profesionalisme bagi teknisi pertanian dapat diperoleh
selama belajar di universitas, pelatihan setelah mereka bekerja, pengalaman selama
mereka bekerja. Unsur-unsur profesionalisme teknisis pertanian meliputi (1)
spesialis dalam pengetahuan dan ketrampilan teknis, (2) memahami pertanian, (3)
memahami sifat dan pentingya pembangunan pertanian, (4) memahami petani dan
organisasi atau komunitasnya, (5) memahami bahwa petani umumnya adalah
rasional, (6) menghargai dan memahami spesialisasi di bidang lain, (7) memahami
pentingnya hubungan individu dalam suatu organisasi, dan (8) terus menerus belajar
dan mencoba.
Pendidikan pertanian bagi orang kota diperlukan karena banyak diantara
orang kota yang menjadi politisi yang dapat mempengaruhi proses pembangunan
pertanian. Orang kota umumnya lebih peduli terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kepentingan orang kota sendiri yang sering kali tidak sejalan dengan kepentingan
petani. (harga pangan yang murah, prasarana (jalan, listrik, telpon, air bersih) untuk
kepentingan industri merupakan contoh kepentingan orang kota. Agar orang kota
memahami masalah pedesaan dan pertanian maka mass-media harus proporsional
dalam menyampaikan berita kepada masyarakat.
b. Kredit Produksi
Pada umumnya petani tidak memisahkan secara tegas dana yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan produksi. Perilaku petani ini

EKONOMI PERTANIAN

96

menimbulkan kekhawatiran bahwa kredit produksi tidak digunakan secara benar,


kenaikan produksi dan pendapatan tidak tercapai dan selanjutnya petani tidak
mampu mengembalikan kredit. Sesuai dengan perilaku petani ini, ada lima macam
kredit produksi untuk petani yaitu (1) kredit dikembalikan dalam bentuk hasil
pertanian, (2) kredit dengan pengawasan, (3) kredit Bank, (4) kredit koperasi, dan (5)
kredit perorangan.
Kredit yang diberikan dalam bentuk peralatan dan sarana produksi dan
kemudian dikembalikan dalam bentuk hasil pertanian sekarang jarang ditemukan
atau bahkan sudah tidak ada. Kredit semacam ini sebenarnya dapat menghindarkan
petani dari masalah ketidakpastian harga hasil pertanian yang menyebabkan petani
tidak bisa mengembalikan kredit. Dengan semakin berkembangnya pasar hasil
pertanian dan pasar peralatan dan sarana produksi pertanian kredit semacam ini di
pandang tidak praktis bagi pemberi pinjaman dan peminjam.
Kredit dengan pengawasan adalah kredit yang pemberiannya disertai
bimbingan teknis oleh pihak penyedia kredit. Untuk mendapatkan kredit petaqni
diminta menyusun rencana usahatani yang meliputi komoditas yang akan
diusahakan, kebutuhan input, dan biaya yang diperlukan untuk melaksanakan
usahatani tersebut. Kredit diberikan sesuai dengan kebutuhan petani dalam bentuk
barang (bibit, pupuk, pestisida, dan sebagainya) dan uang untuk membayar tenaga
kerja dan sebagian dari biaya hidup petani.
Kredit bank adalah kredit komersial yang disediakan oleh nak untuk
membiayai usaha pertanian. Kredit bank umumnya ditujukan kepada petani yang
telah mampu menggunakan kredit produksi dengan baik. Produser dan skema kredit
yang ditawarkan kepada petani bervariasi dari satu bank ke bank lainnya.
Kredit koperasi adalah kredit yang disediakan oleh koperasi untuk petani
anggotanya. Banyak koperasi yang berhasil menyelenggarakan kredit produksi bagi
anggotanya tetapi banyak pula yang gagal. Banyak faktor yang mempenagruhi
keberhasilan dan kegagalan koperasi dalam menyelenggarakan kredit produksi bagi
anggotanya, dua diantaranya yang penting adalah kemampuan petani menggunakan
kredit produksi dan kemampuan pengurus koperasi dalam mengelola usaha koperasi.
Kerdit perorangan yaitu kredit yang disediakan bukan oleh lembaga resmi
misalnya pedagang, pemilik tanah, pelepas uang dan sebagainya. Meskipun
bunganya tinggi kredit semacam ini lebih disukai petani karena mudah
memperolehnya, tersedia pada waktu petani membutuhkan, bentuk kredit (uang atau
barang) sesuai dengan kebutuhan petani.
Beberapa pertimbangan yang diperhatikan oleh petani dalam pengambilan
kredit antara lain (1) kenaikan hasil pertanian yang akan diperoleh, (2) harga yang
akan diterima pada waktu panen, (3) biaya kredit yang berupa bunga dan biaya

EKONOMI PERTANIAN

97

pengurusan, (4) denda bila pengembalian tertunda, (5) kemudahan dalam


memperoleh kredit, dan (6) kredit diperoleh pada saat dibutuhkan. Beberapa masalah
yang dihadapi oleh pemberi kredit antara lain (1) biaya administrasi kredit biasanya
tinggi, dan (2) periode pengembalian kredit bervariasi tergantung macam usahatani
yang dibiayai dengan dana kredit.
c. Kegiatan Kelompok Tani
Beberapa kegiatan usahatani harus dikerjakan secara serempak atau diatur
oleh petani secara bersama-sama. Untuk itu diperlukan adanya organisasi petani
yang mengelola kegiatan bersama tersebut. Organisasi semacam ini dikenal sebagai
kelompok tani. Berbagai kegiatan yang dilaksanakan secara berkelompok antara lain
(1) pembangunan, pemeliharaan, dan pengoperasian prasarana pertanian (irigasi,
jalan desa dan sebagainya), (2) pengendalian hama dan penyakit, (3) kegiatan
koperasi pertanian, (4) pengaturan-pengaturan di kalangan petani, dan (5) kegiatan
politik petani.
Banyak prasarana yang dibutuhkan oleh petani tetapi tidak dapat
diselenggarakan oleh petani secara individual misalnya jaringan irigasi, jalan desa
dan sebagainya. Prasarana semacam ini harus dibangun, diperlihara, dan
dioperasikan oleh petani secara bersama-sama melalui organisasi kelompok tani.
Tanpa adanya organisasi kelompok tani yang mengelola prasarana semacam ini
kebutuhan petani tidak terpenuhi.
d. Perbaikan dan Perluasan Areal Pertanian
Untuk mempercepat proses pembangunan pertanian dapat dilakukan (1)
perbaikan kualitas lahan dan (2) perluasan areal pertanian. Perbaikan kualitas lahan
meliputi koservasi, drainase, dan irigasi sedangkan perluasan lahan pertanian dapat
dilakukan dengan merubah rawa, hutan menjadi lahan pertanian.
e.

Perencanaan Pembangunan Pertanian Nasional

Perencanaan pembangunan pertanian nasional meliputi perencanaan


kebijakan dan program pemerintah. Kebijakan pemerintah berkaitan dengan
pemilikan dan penguasaan lahan, pajak, nilai tukar, tarif, harga-harga domestik,
investasi publik sedangkan program pemerintah berkaitan dengan pendidikan ,
penelitian, kredit, peraturan perdangan, pengembangan lahan, fasilitas transportasi
dan sebagainya. Perencanaan pembangunan pertanian tingkat nasional di Indonesia
dituangkan dalam bentuk Repelita yang kemudian dijabarkan dalam bentuk Repelita
daerah di tingkat propinsi dan kabupaten.

EKONOMI PERTANIAN

98

Gross Domestic Product at Current Market Prices by Industrial Origin,


2000-2002 (Billion Rupiahs)
Industrial Origin
2000
2001
2002
Agriculture, Livestock, Forestry and
217.897,9
246.298,2
281.325,0
Fishery
a. Farm Food Crops
112.661,2
126.065,2
141.137,4
b. Non-food Crops
33.744,7
37.491,2
41.919,5
c. Livestock and Products
27.034,6
30.438,2
34.808,9
d. Forestry
14.947,8
15.648,7
16.848,9
e. Fishery
29.509,7
36.654,8
46.610,3
Mining and Quarrying
175.262,5
191.762,4
191.827,2
a. Crude Petroleum and Natural Gas
129.220,9
131.877,8
131.656,7
b. Non-Oil and Gas Mining
34.495,7
45.691,9
43.480,4
c. Quarrying
11.545,9
14.192,7
16.690,0
Manufacturing Industry
314.918,4
362.031,2
402.601,1
a. Oil and Gas Manufacturing
54.279,9
56.137,0
56.678,5

EKONOMI PERTANIAN

99

b. Non Oil-Gas Manufacturing


Electricity, Gas and Water Supply
a. Electricity
b. Gas
c. Water Supply
Construction
Trade, Hotel and Restaurant
a. Wholesale and Retail Trade
b. Hotel
c. Restaurant
Transport and Communication
a. Transport
b. Communication
Financial, Ownership and Business
Services
a. Bank
b. Non Bank Financial Institutions
c. Services Allied to Financial
d. Building Rental
e. Business Services
Services
a. General Government
b. Private
Gross Domestic Product
GDP Non-Oil Gas

260.638,5
16.519,3
13.797,1
462,1
2.260,1
76.573,4
199.110,4
159.384,7
6.761,7
32.964,0
62.305,6
47.911,3
14.394,3
80.459,9

305.894,2
21.183,9
17.772,9
621,0
2.790,0
85.263,2
234.262,6
187.996,0
7.687,1
38.579,5
75.795,9
59.462,8
16.333,1
91.438,4

345.922,6
29.100,5
25.033,8
827,0
3.239,7
92.366,3
258.869,2
205.791,7
8.634,0
44.443,5
97.343,5
72.234,5
25.109,0
105.621,7

28.554,9
7.143,2
619,2
26.938,6
17.204,0
121.871,4
69.460,2
52.411,3
1.264.918,7
1.081.417,9

33.061,4
8.436,8
733,9
29.584,9
19.621,5
141.362,2
81.850,9
59.511,3
1.449.398,1
1.261.383,3

39.832,8
9.319,2
797,0
33.173,8
22.498,9
150.957,2
83.293,5
67.663,7
1.610.011,6
1.421.676,4

Gross Domestic Product at Constant 1993 Market Prices,


2000-2002 (billion Rupiahs)
Industrial Origin
2000
2001
Agriculture, Livestock, Forestry and
66.208,9
66.858,2
Fishery
a. Farm Food Crops
34.533,8
34.260,2
b. Non-food Crops
10.722,0
10.979,5
c. Livestock and Products
7.061,3
7.312,7
d. Forestry
6.388,9
6.522,5
e. Fishery
7.502,9
7.783,3
Mining and Quarrying
38.896,4
38.894,8
a. Crude Petroleum and Natural Gas
22.658,3
21.537,3
b. Non-Oil and Gas Mining
11.619,2
12.502,5
c. Quarrying
4.618,9
4.855,0
Manufacturing Industry
104.986,9
109.290,2
a. Oil and Gas Manufacturing
11.599,9
11.196,5
b. Non Oil-Gas Manufacturing
93.387,0
98.093,7
Electricity, Gas and Water Supply
6.574,8
7.078,0

EKONOMI PERTANIAN

2002
68.018,4
34.442,1
11.327,9
7.537,0
6.651,3
8.060,0
39.768,1
21.574,4
13.082,2
5.111,5
113.671,7
11.434,0
102.237,7
7.514,6

100

a. Electricity
b. Gas
c. Water Supply
Construction
Trade, Hotel and Restaurant
a. Wholesale and Retail Trade
b. Hotel
c. Restaurant
Transport and Communication
a. Transport
b. Communication
Financial, Ownership and Business
Services
a. Bank
b. Non Bank Financial Institutions
c. Services Allied to Financial
d. Building Rental
e. Business Services
Services
a. General Government
b. Private
Gross Domestic Product
Gross Domestic Product Non-Oil Gas

5.394,7
268,0
912,1
23.278,7
63.498,3
50.333,8
2.669,2
10.495,3
29.072,1
21.176,3
7.895,8
27.449,4

5.818,2
297,3
962,6
24.259,1
66.888,1
53.055,3
2.760,2
11.072,5
31.207,1
22.319,8
8.887,3
28.388,6

6.163,5
342,8
1.008,3
25.255,3
69.303,2
54.827,3
2.796,4
11.679,4
33.649,5
23.364,1
10.285,4
29.963,2

9.167,9
3.064,6
235,1
9.214,8
5.767,0
38.051,5
22.555,1
15.496,4
398.016,9
363.758,7

9.655,9
3.172,8
242,7
9.417,6
5.899,7
38.826,9
22.795,4
16.031,5
411.691,0
378.957,2

10.296,6
3.284,0
251,2
9.947,0
6.184,4
39.596,6
22.887,0
16.709,6
426.740,5
393.732,1

Growth Rate of Gross Domestic Product at Constant 1993 Market Prices by Industrial Origin, 1996-2002
(Percent)
Industrial Origin
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
Agriculture, Livestock, Forestry and
3.14
1.00
(1.33)
2,16
1,88
0,98
1,74
Fishery
a. Farm Food Crops
2.11
(2.85)
2.03
1,99
1,53
(0,79)
0,53
b. Non-food Crops
4.47
1.37
0.05
1,91
0,19
2,40
3,17
c. Livestock and Products
5.06
4.90
(13.94)
6,17
3,28
3,56
3,07
d. Forestry
2.23
11.57
(8.47)
(4,45)
1,60
2,09
1,97
e. Fishery
5.40
5.79
1.92
6,07
5,00
3,74
3,56
Mining and Quarrying
6.30
2.12
(2.76)
(1,62)
5,51
(0,00)
2,25
a. Crude Petroleum and Natural Gas
1.45
(0.59)
(2.42)
(5,16)
2,36
(4,95)
0,17
b. Non-Oil and Gas Mining
19.19
5.20
26.58
7,02
12,18
7,60
4,64
c. Quarrying
12.74
8.80
(36.10)
(1,90)
5,66
5,11
5,28
Manufacturing Industry
11.59
5.25
(11.44)
3,92
5,98
4,10
4,01
a. Oil and Gas Manufacturing
11.06
(1.97)
3.68
6,84
(1,67)
(3,48)
2,12
b. Non Oil-Gas Manufacturing
11.66
6.11
(13.10)
3,54
7,02
5,04
4,22
Electricity, Gas and Water Supply
13.63
12.37
3.03
8,27
7,56
7,65
6,17
a. Electricity
.13.16
12.06
3.25
8,81
7,62
7,86
5,95

EKONOMI PERTANIAN

101

b. Gas
c. Water Supply
Construction
Trade, Hotel and Restaurant
a. Wholesale and Retail Trade
b. Hotel
c. Restaurant
Transport and Communication
a. Transport
b. Communication
Financial, Ownership and Business
Services
a. Bank
b. Non Bank Financial Institutions
c. Services Allied to Financial
d. Building Rental
e. Business Services
Services
a. General Government
b. Private
Gross Domestic Product
Gross Domestic Product Non-Oil Gas

21.63
13.95
12.76
8.16
8.01
6.07
9.44
8.68
6.60
19.55
6.04

22.54
10.86
7.36
5.83
6.00
3.01
5.66
7.01
4.76
17.44
5.93

(16.52)
8.88
(36.44)
(18.22)
(18.69)
(8.91)
(18.02)
(15.13)
(19.94)
4.83
(26.63)

0,62
7,38
(1,91)
(0,06)
(0,57)
4,30
1,30
(0,75)
(3,74)
8,70
(7,19)

18,28
4,45
5,64
5,67
5,80
2,95
5,73
8,59
7,29
12,24
4,59

10,96
5,53
4,21
5,34
5,41
3,41
5,50
7,34
5,40
12,56
3,42

15,30
4,75
4,11
3,61
3,34
1,31
5,48
7,83
4,68
15,73
5,55

2.99
10.40
12.14

5.06
8.48
6.12

(37.90)
(17.21)
(16.65)

(13,64)
1,81
3,70

5,55
3,91
3,88

5,32
3,53
3,23

6,63
3,51
3,52

5.85
12.05
3.40
1.27
7.38
7.82
8.16

4.97
8.50
3.62
1.19
7.88
4.70
5.23

(6,01)
(2,72)
1,94
1,66
2,37
0,79
1,00

3,47
5,30
2,33
1,37
3,77
4,92
5,31

2,20
2,30
2,04
1,07
3,45
3,44
4,18

5,62
4,83
1,98
0,40
4,23
3,66
3,90

(19.87)
(16.73)
(3.85)
(7.32)
1.88
(13.13)
(14.22)

Population and Type of Activity 1997-2001


No
1.
2.

Type of Activity
1997
1998
1999
2000*)
Population 15 +
135,070,350 138,556,198 141,096,417 141,170,805
Labor Force
89,602,835
92,734,932
94,847,178
95,650,961
Labor Force
(66.34)
(66.63)
(67.22)
(67.76)
Participation Rate
Working
85,405,529
87,672,449
88,816,859
89,837,730
Looking for Work
4,197,306
5,062,483
6,030,319
5,813,231
Unemployment
(4.68)
(5.46)
(6.36)
(6.08)
Rate
3. Not in Labor
45,467,515
45,821,266
46,249,239
45,519,844
Force
Schooling
10,814,356
11,273,682
10,934,731
10,763,473
House Keeping
25,896,013
25,266,906
25,857,621
25,275,187
Others
8,757,146
9,280,678
9,456,887
9,481,184
Source: National Labour Force Survey 1997, 1998, 1999, 2000 and 2001
No

2001
144,033,873
98,812,448
(68.60)
90,807,417
8,005,031**)
(8.10)

Population 15 Years of Age and Over Who Worked by Main Industry 1997-2001
Main Industry
1997
1998
1999
2000

EKONOMI PERTANIAN

45,221,425
10,899,236
26,461,653
7,860,536

2001

102

1.

Agriculture, Forestry,
34,789,927 39,414,765 38,378,133
Hunting and Fishery
2. Mining and Quarrying
875,280
674,597
725,739
3. Manufacturing Industry
11,008,951
9,933,622 11,515,955
4. Electricity, Gas, and Water
233,237
147,849
188,321
5. Construction
4,184,970
3,521,682
3,415,147
6. Wholesale Trade, Retail
16,953,006 16,814,233 17,529,099
Trade, Restaurants and
Hotels
7. Transportation, Storage,
4,125,429
4,153,707
4,206,067
and Communications
8. Financing, Insurance,
656,724
617,722
633,744
Real Estate and Business
Services
9. Community, Social, and
12,574,844 12,394,272 12,224,654
Personal Services
10. Others
3,161
Total
85,405,529 87,672,449 88,816,859
Source: National Labour Force Survey 1997, 1998, 1999, 2000 and 2001

40,676,713

39,743,908

11,641,756
3,497,232
18,489,005

12,086,122
3,837,554
17,469,129

4,553,855

4,448,279

882,600

1,127,823

9,574,009

11,003,482

522,560
89,837,730

1,091,120
90,807,417

Population 15 Years of Age and Over By Main Employment Status 1997-2001


Main Employment Status
1997
1998
1999
2000
2001
Self Employed
19,864,774 20,523,338 21,707,778 19,501,330 17,451,704
Self Employed Assisted by
17,982,745 19,690,059 18,914,502 20,720,366 20,329,073
Family Member/Temp. Help
3.
Employer with Permanent
1,466,471
1,525,625
2,552,803
2,032,527
2,788,878
Workers
4.
Employee
30,277,787 28,805,421 29,383,548 29,498,039 26,579,000
5.
Casual employee in agriculture
3,633,126
6.
Casual employee not in
2,439,035
agriculture
7.
Unpaid Worker
15,813,752 17,128,006 16,258,228 18,085,468 17,586,601
Total
85,405,529 87,672,449 88,816,859 89,837,730 90,807,417
Source: National Labour Force Survey 1997, 1998, 1999, 2000 and 2001
No
1.
2.

Unemployment by Educational Ataintment 1997-2001


Educational Ataintment
1997
1998
1999
Under Primary School
216,495
257,330
278,500
Primary School
760,172
911,782
1,151,252
Junior High School
736,375
984,104
1,159,478
Senior High School
2,106,182
2,479,739
2,886,216
Diploma I/II
37,676
47,380
90,230
Academy/Diploma III
104,054
128,037
153,696
University
236,352
254,111
310,947
Total
4,197,306
5,062,783
6,030,319
Source: National Labour Force Survey 1997, 1998, 1999, 2000 and 2001
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

EKONOMI PERTANIAN

2000
221,242
1,216,976
1,367,892
2,546,355
184,690
276,076
5,813,231

2001
851,426
1,893,565
1,786,317
2,933,490
251,134
289,099
5,813,231

103

Export of Non Oil and Gas by Sector and Commodities, 2001- 2002
No

Sector/Goods

I.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
II.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
III.
1.

Agricultural Products
Coffee
Shrimp
Spices
Tea
Fish and Other Related
Cocoa
Tobacco
Others
Industrial Products
Plywood
Garments
Processed Rubber
Furniture & Parts
Tulle and Lace
Base Metal Goods
Electrical Appliance
Audio Visual
Fertilizer
Palm Oil
Footwear
Processed Food
Others
Mining Products
Copper Ore

EKONOMI PERTANIAN

FOB Value (Million USD)


2001
2002
2 438,5
2 568,3
182,6
218,8
940,1
840,4
174,4
186,2
94,7
98,0
359,1
377,5
276,6
521,3
80,8
66,5
330,2
259,6
37 671,1
38 729,6
1 837,9
1 748,3
4 476,5
3 887,2
1 207,5
1 560,6
1 414,3
1 501,9
1 527,6
1 258,4
2 042,8
1 902,5
2 605,1
2 700,0
3 259,2
3 291,3
130,2
134,6
1 080,9
2 092,4
1 505,6
1 148,1
1 042,5
1 184,1
15 541,0
16 293,2
3 569,6
3 743,7
1 704,3
1 755,5

Growth
Absolute Percent
129,8
5,3
36,2
19,8
-99,7
-10,6
11,8
6,8
3,3
3,5
18,4
5,1
244,7
88,5
-14,3
-17,7
-70,6
-12,4
1 058,5
2,8
-89,6
-4,9
-589,3
-13,2
353,1
22,6
87,6
6,2
-242,2
-15,8
-140,3
-6,9
94,9
3,6
32,1
1,0
4,4
3,4
1 011,5
93,6
-357,5
-23,7
141,6
13,6
752,2
4,8
174,1
4,9
51,2
3,0

104

2.
3.
4.
5.
6.
IV.

Coal
Nickel Ore
Natural Sands
Bauxite
Others
Other Sectors

EKONOMI PERTANIAN

1 617,6
55,5
60,6
12,5
119,1
5,4

1 762,4
50,8
27,0
20,8
127,2
4.5

144,8
-4,7
-33,6
8,3
8,1
-0,9

9,01
-8,5
-55,4
66,4
6,8
-16,7

105

Anda mungkin juga menyukai