Anda di halaman 1dari 9

LANDASAN DAN PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI

Oleh: M. ulul azmi


1. Landasan Pengembangan Kurikulum
Hornby c.s dalam The Advance Learners Dictionary of Current
English sebagai mana dikutip Redja Mudyahardjo, mengemukakan definisi
landasan sebagai berikut: Foundation that on which an idea or belief rest; an
underlying principles as the foundations of religious belief; the basis or
starting point. Jadi menurut Hornby landasan adalah suatu gagasan atau
kepercayaan yang menjadi sandaran, sesuatu prinsip yang mendasari, seperti
landasan kepercayaan agama, dasar atau titik tolak.1
Kalau dikaitkan dengan masalah kurikulum, maka yang dimaksud
Landasan pengembangan kurikulum adalah suatu azaz, landasan atau dasar
yang dapat dijadikan sebagai sandaran suatu prinsip yang mendasari pijakan
atau rujukan atau titik tolak dalam usaha kegiatan dan pengembangan
kurikulum.
Pada hakekatnya pengembangan kurikulum merupakan faktor-faktor
yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan oleh pengembang kurikulum
ketika hendak mengembangkan atau merencanakan suatu kurikulum lembaga
pendidikan.2 Untuk itu penyusunan kurikulum membutuhkan landasanlandasan yang kuat, yang didasarkan atas hasil-hasil pemikiran dan penelitian
yang mendalam. Ada beberapa landasan dalam pengembangan kurikulum,
yaitu:
a. Landasan Teoritis-Filosofis
Landasan ini memiliki makna bahwa kegiatan pendidikan itu harus
bersumber pada pandangan hidup manusia yang paling mendasar. Jika
pandangan hidup manusia itu bersumber dari nilai-nilai ajaran agama
(nilai-nilai teologis), maka kurikulum yang disusun adalah untuk

1
Mudyahardo, Redja, Landasan-Landasan Filosofis Pendidikan, (Bandung: Fakultas Ilmu
Pendidikan UPI, 2001), hal. 8
2
Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007), hal. 56

memberdayakan manusia agar menjadikan agama sebagai pandangan


hidupnya sehingga mengakui akan pentingnya sikap tunduk dan patuh
kepada hukum-hukum Tuhan yang bersifat transendental. Serta untuk
mencapai tujuan pendidikan yang maksimal yang berdasarkan atas nilainilai Islam. Tujuan yang dimaksud sebagaimana dikemukakan Marimba
yaitu membentuk kepribadian-kepribadian Muslim kecakapan jasmaniah,
pengetahuan membaca-menulis, pengetahuan ilmu kemasyarakatan,
kesusilaan dan keagamaan.3
Jika pandangan hidup manusia itu bersifat keduniawiaan dan
bersumber dari manusia, maka kurikulum disusun untuk meraih cita-cita
kepuasan

hidup

manusia

yang

bersifat

duniawi

semata,

tanpa

memedulikan nilai-nilai transendental.


Landasan-landasan di atas mengacu dan tidak lepas kepada teoriteori filsafat pendidikan, yaitu:
1) Progresivisme
Progresivisme ini mempunyai konsep yang didasari oleh
pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai
kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi dan
mengatasi maslah-masalah yang bersifat menekan atau mengancam
adanya manusia itu sendiri.4 Oleh karenanya, proses pendidikan perlu
ditekankan pada pembentukan kreativitas, pemberian sejumlah
kegiatan dengan suasana yang alamiah (natural) dan memperhatikan
perlunya pengalaman peserta didik.
2) Konstruktivisme
Konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan manusia
merupakan konstruksi dari diri sendiri. Artinya, bahwa belajar adalah
kegiatan yang aktif dimana subjek atau pelaku belajar membangun

3
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Maarif,
1962), hal. 46
4
Ahmad Barnadib, Filsafat Pendidikan Sistem & Metode, (Yogyakarta: Andi Offset,
1997), Cet. Ke-9, hal. 28

sendiri pengetahuannya.5 Oleh karena itu, Aliran Konstruktivisme


memandang pentingnya manusia/peserta didik dapat mengkonstruksi
pengetahuan/ide sendiri melalui interaksi, interpretasi dengan objek,
fenomena, pengalaman, dan lingkungannya.
3) Humanisme
Menurut Muhaimin, humanisme atau yang dikenal dengan
humanistis dalam pengembangan kurikulum bertolak dari ide
memanusiakan manusia. Penciptaan konteks yang akan memberi
peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk mempertinggi
harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi
dan dasar pengembangan program pendidikan.6
Oleh karena itu, dalam proses belajar mengajar humanisme
memandang bahwa peserta didik memiliki potensi unik/khas, dan
motivasi yang dimilikinya, sehingga perlu aktualisasi diri melalui
berbagai kegiatan kemanusiaan.
4) Psikologis
Dalam proses pendidikan terjadi interaksi antar-individu
manusia, mulai dari peserta didik dengan pendidik dan juga antara
siswa dengan siswa yang lainnya. Kondisi psikologis setiap individu
berbeda-beda, mulai dari tahap perkembangannya, latar belakang
sosial budayanya, termasuk juga perbedaan faktor-faktor yang dibawa
dari kelahirannya. Kondisi ini pun berbeda pula bergantung pada
konteks, peranan, dan status individu di antara invidu-individu lainnya.
Interaksi yang tercipta dalam suatu pendidikan dengan kondisi
psikologis para peserta didik.
Ada dua bidang fsikologi yang mendasari perkembangan
kurikulum, yaitu psikologi belajar dan psikologi anak.7
5

Sardiman, AM, Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2011), cet. Ke-20. Hal. 38
6
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah,
dan Perguruan Tinggi,(Jakarta: PT Grafindo Persada, 2005), hal. 142
7
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori & Praktik, (Jogjakarta: Ar-Ruuzz Media,
2007), hal. 257

a) Psikologi belajar
Pendidikan di sekolah diberikan dengan kepercayaan dan
keyakinan bahwa anak dapat dididik. Anak dapat belajar,
menguasai sejumlah pengetahuan,dapat mengubah sikapnya, dapat
menerima norma-norma, dan dapat mempelajari bermacam
keterampilan. Ini sejalan dengan tujuan belajar yang dikemukakan
Sardiman yaitu, untuk mendapatkan pengetahuan dimana hal ini
ditandai dengan kemampuan berfikir, penanaman konsep dan
keterampilan, dan pembentukan sikap.8 Karena itu kurikulum dapat
disajikan dengan jalan yang seefektif mungkin.
b) Psikologi anak
Sekolah didirikan untuk anak dan kepentingan anak, yakni
memberi kesempatan belajar seluas-luasnya pada anak agar dapat
mengembangkan bakatnya. Karena itu sudah sewajarnya jika anak
sendiri yang menjadi faktor dalam pembinaan kurikulum yang
tidak dapat diabaikan.
b. Landasan Yuridis
Dalam UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 pada pasal 36 ayat 1,2,3
mengatakan bahwa:
1. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar
nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan
dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi
daerah, dan peserta didik.
3. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a) Peningkatan iman dan takwa.
b) Peningkatan akhlak mulia.
c) Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik.
d) Keragaman potensi daerah dan lingkungan.
8

Sardiman, AM, Interaksi.hal. 26

e) Tuntutan pembangunan daerah dan nasional.


f) Tuntutan dunia kerja.
g) Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
h) Agama.
i) Dinamika perkembangan global.
j) Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.9
c. Landasan Institusional
Landasan ini bersumber dari ide didirikannya sebuah institusi,
yang berupa tambahan dari institusi itu sendiri. Misalnya:
1) Institusi yang bernaung dibawah NU (Nahdhatul Ulama), maka
sebagai tambahannya adalah Aswaja,
2) Institusi yang bernaung dibawah NW (Nahdhatul Wathan), maka
sebagai tambahannya adalah ke-NW-an.
3) Institusi yang bernaung dibawah Muhammadiyah, maka tambahannya
adalah ke-Muhammadiyahan.
d. Landasan Praktis
Landasan praktis ini sesuai dengan tuntutan perkembangan dunia
pendidikan. Pendidikan sebagai bagian integral kehidupan masyarakat di
era global harus dapat memberi dan memfasilitasi bagi tumbuh dan
berkembangnya keterampilan intelektual, sosial dan personal. Pendidikan
harus menumbuhkan berbagai kompetensi peserta didik. Keterampilan
intelektual, sosial dan personal dibangun tidak hanya berlandaskan rasio
dan logika saja, tetapi juga inspirasi, kreativitas, moral, intuisi (emosi) dan
spiritual.10
2. Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum
Ada beberapa prinsip-prinsip umum pengembangan kurikulum
sebagaimana dikemukakan Sukmadinata, yaitu: Prinsip umum dan prinsip
khusus.
9

UU Sisdiknas, Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003


Agus Suprijono, Cooperative Learning, Teori Dan Aplikasi Paikem (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2012), hal. vi.
10

a. Prinsip umum tersebut meliputi:


1) Prinsip Relevansi
Dalam kamus Oxford Advanced Dictionary, kata relevansi atau
relevan mempunyai arti connected with what is happening.11 yakni
kedekatan hubungan dengan apa yang terjadi. Ada dua macam
relevansi yang harus dimiliki kurikulum, yaitu relevansi keluar dan
relevansi di dalam kurikulum itu sendiri. Relevansi keluar maksudnya
tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum
hendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan dan perkembangan
masyarakat. Sedangkan relevansi di dalam yaitu ada kesesuaian atau
konsistensi antara komponen-komponen kurikulum, yaitu antara
tujuan, isi, proses penyampaian dan penilaian.12
Soetopo&Soemanto

membagi

relevansi

sebagai

berikut:

pertama, revansi pendidikan dengan anak didik. Materi atau bahan


yang diajarkan kepada anak didik hendaklah member manfaat untuk
persiapan masa depan anaka didik. Kedua, revansi pendidikan dengan
kehidupan yang akan datang. Ketiga, relevansi dengan dunia kerja.
Keempat, relevansi pendidikan dengan ilmu pengetahuan.13
2) Prinsif Efektivitas
Prinsif efektivitas yang dimaksud adalah sejauh mana
perencanaan kurikulum yang dapat dicapai sesuai dengan keinginan
yang ditentukan. yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan
kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara
kualitas maupun kuantitas. Dalam proses pendidikan, efektivitas dapat
dilihat dari dua sisi, yaitu: Efektivitas mengajar pendidik, berkaitan
dengan sejauh mana kegiatan belajar yang sudah direncanakan dapat
dilaksanakan dengan baik. Efektivitas anak didik, berkaitan dengan

11

Lihat Oxford Advanced Dictionary of Current English


Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan praktek, (Bandung:
Remaja Rosda karya, 2006), hal. 150-151
13
Soetopo & Soemanto, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum, sebagai Substansi
Problem Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hal. 49-50
12

sejauh mana tujuan-tujuan pelajaran yang diinginkan telah tercapai


melalui proses belajar yang sudah dilaksanakan.
3) Prinsip Efisiensi
Prinsip ini seringkali dikonotasikan dengan prinsip ekonomi.
Dimana, efisiensi proses belajar mengajar akan tercipta apabila usaha,
biaya, waktu dan tenaga yang digunakan untuk menyelesaikan
program pelajaran tersebut sangat optimal dan hasilnya bisa seoptimal
mungkin, tentunya dengan pertimbangan yang rasional dan wajar.
4) Prinsip kontinuitas (kesinambungan)
Prinsip kuntinuitas atau kesinambungan dalam pengembangan
kurikulum

menunjukkan

adanya saling terkait antara tingkat

pendidikan, jenis program pendidikan, dan bidang studi.14 Oleh karena


itu, pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan oleh kurikulum
juga hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat kelas, dengan
kelas lainnya, antara satu jenjang dengan jenjang lainnya.
5) Prinsip Fleksibel
Kurikulum hendaknya memiliki sifat lentur atau luwes dan
dalam

pelaksanaannya

hendaknya

memungkinkan

terjadinya

penyesuaian berdasarkan kondisi daerah, waktu maupun kemampuan,


dan latar belakang anak.15
b. Prinsip Khusus meliputi:
1) Prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan
-

Ketentuan dan kebijakan pemerintah, yang dapat ditemukan dalam


dokumen-dokumen lembaga Negara mengenai tujuan pendidikan.

Survey mengenai persepsi orang tua/masyarakat tentang kebutuhan


mereka.

14
15

Survey pandangan para ahli.

Pengalaman Negara lain dalam masalah yeng sama.

Penelitian.

Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum.. hal. 181


Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan hal.151

2) Prinsip yang berkenaan dengan aspek pemilihan isi pendidikan


-

Perlu penjabaran tujuan pendidikan/pengajaran kedalam bentuk


perbuatan hasil belajar yang khusus dan sederhana.

Isi bahan pelajaran harus meliputi segi pengetahuan, sikap, dan


keterampilan.

Unit-unit kurikulum harus disusun dalam urutan yang logis dan


sistematis.

3) Prinsip berkenaan dengan metode atau proses belajar mengajar


-

Metode atau stategi belajar yang digunakan cocok.

Kegiatan yang bervariasi sehingga dapat melayani perbedaan


individual.

Pencapaian aspek kognitif, afektif, psikomotorik.16

4) Prinsip berkenaan dengan kegiatan evaluasi dan penilaian.

16

Kesesuaian dengan isi dan tingkat perkembangan siswa

Waktu

Administrasi penilaian

Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembanganhal.152-153

DAPTAR PUSTAKA
Barnadib, Ahmad, Filsaat Pendidikan: Sistem dan Metode, Yogyakarta: Andi
Offset, 1994.
Idi, Abdullah, Pengembangan Kurikulum Teori & praktik, Jogjakarta: Ar-Ruz
Media, 2010.
Hamalik, Oemar, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007.
Marimba, Ahmad D, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Maarif,
1962.
Mudyahardo, Redja. Landasan-Landasan Filosofis Pendidikan. Bandung:
Fakultas Ilmu Pendidikan UPI, 2001.
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,
Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Grafindo Persada, 2005.
Sardiman, Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2011.
Soetopo & Soemanto, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum, sebagai
Substansi Problem Administrasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara,
1993.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum Teori dan praktek,
Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006.
Suprijono, Agus. Cooperative Learning, Teori Dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2012.
Oxford, Advanced Dictionary of Current English.
UU Sisdiknas, Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003.

Anda mungkin juga menyukai