1. Reduce
Mekanisme reduce segera dilaksanakan setelah early treatment dilakukan.
Pembengkakkan pada 12 jam pertama dapat mempersulit hal ini, namun ada
pula kasus yang tidak memerlukan hal ini : 1) sedikit atau tidak adanya
displacement 2) displacement tidak menjadi masalah besar 3) reduction tidak
akan berhasil.
Reduction bertujuan untuk aposition dan menjaga aligment dari tulang yang
fracture agar dalam proses pemulihan tidak terjadi kelainan berupa delayedunion atau non-union.
Closed Reduction
Dalam keadaan pemberian anaesthesia dan muscle relaxation. Reduction
dilakukan dengan 3 manuver
1) Bagian distal ditarik in line of bone
2) Fragment terlepas direposisikan
3) Realignment
Hal ini biasa dilakukan bila periosteum dan muscle masih tetap utuh. Soft
tissue dengan sendirinya akan menstabilkan fracture.
Open Reduction
Merupakan bentuk operativer reduction, hal ini dikarenakan
2. Hold Reduction
Hold reduction berbeda dengan immobilisasi dikarenakan tujuan ini adalah
untuk mencegah displacement dan tidak secara sempuna meimmobilisasi
fracture. Restrikis yang dilakukan bertujuan untuk mempromosikan soft-tissue
healing dan daerah yang tidak terefek dalam bergerak bebas
Ada 5 metode dalam hold reduction :
1) Continuous traction
2) Casr Splintage
3) Functional bracing
4) Internal fixation
5) External fixation
1. Continuous traction
Traction dilakukan pada bagian distal dari fracture, sehingga terjadi penarikan
terus menerus pada long axis bone dengan adanya counterforce pada direksi
yang berlawanan. Hold, dapat menarik tulang sehingga lurus. Move, tetap
dapat terjadi adanya gerakan. Safe, aman dan murah. Speed, menjadi
masalah dikarenakan membuat pasien tetap di RS.
Macam-macam traction :
a. Traction by gravity
Hanya dapat dilakukan pada upper limb. Dengan wrist menggendong
lengan, dapat terjadinya continous traction pada humerus.
b. Skin traction
Terjadinya penarikan pada daerah kulit, biasanya menggunakan beban 4-5
kg.
c. Skeletal traction
Stiff wire atau pin dimasukan, biasanya pada belakang tibial tubercle
untuk, hip, thigh dan knee injury, lower in tibia atau calcaneum untuk
fracture tibia.
Skin ataupun skeletal traction memegang 3 jalan : fixed traction, balance
traction dan kombinasi dari keduanya.
Complication
1. Circulatory embrassment : pada bayi atau anak-anak dapat menyebabkan
kontriksi circulation
2. Nerve injury : dapat menyebabkan peroneal nerve injury dan resultant
drop foot
3. Pin-site infection : harus terjaga kebersihannya dan dicek setiap hari
2. Cast Splintage
Safe : dari tingkat kselamatannya baik, namun perlu diperhatikan thigt cast
yang dapat menyebakan tekanan
Speed : proses penyatuan kembali setingkat dengan traction, tapi pasien
dapat pulang lebih awal
Hold : holding bagus, pada kasus tibial fracture , penopangan berat dalam
disalurkan ke cast
Move : hal ini dapat menyebabkan kekakuan
Stiffness dapat dicegah dengan : 1) delayed splintage, menggungakan
traction sampat dapat berjalan telebih dahulu 2) mengubah cast yang ada,
dari yang kaku menjadi yang mudah adanya gerakan.
Technique
Setelah tahap reduction selesai, stockinette dilakukan pada daerah limb dan
bony pint ditutup dengan perban. Plaster dapat diberikan. Bila fracture baru
saja terjadi membuat pembengkakan sering terjadi, maka plaster dan
stickinette dipisahkan dari atas dan bawah, exposing kulit. Cek x-ray sangat
esensial dan plaster dapat di ganti untuk mengkoreksi sudut. Penggangtion
plaster harus dilakukan x-ray terlebih dahulu dan splintage tidak harus
dihentikan sampai fracture terkonsolidasi.
Complication
1) Thight cast
2) Pressure sore
3) Skin abrasion atau laceration
4) Loose cast
3. Functional Bracing
Dapat menggunakan plaster atau material ringan yang bertujuan mencegah
joint stiffness namun tetao mempertahankan fracture splintage. Cast
diletakkan pada bagian shaft of bone dan membiarkan sendi bebas dan
4. Internal fixation
Bone fragment dapat disatukan kembali dengan screw, transfixing pin atau
nails, metal plate, dll.
Tingkat Holdnya baik sehingga Movement tetap dapat dilakukan dan Speed,
pasien dalam pulang lebih cepat namun tetap harus diinget bahwa dalam diri
pasein tersebut telag dipasangkan suatu metal sehingga dalam tingkat Safe
sangatlah buruk. Bahaya yang beresiko terjadi adanya infeksi.
Indication for Internal fixation
1) Fracture yang hanya dapat ditangani dengan operasi
2) Fracture yang tidak stabil dan beresiko terjadinya redisplacement setelah
reduction
3) Fracture dengan tingkat penyatuan kembali sangat kurang atau buruk
4) Fracture pathologis
5) Multiple fractures
6) Fracture dengan adanya kesulitan dalam nursing (paraplegi, multiple
injuries)
Types of Internal fixation
1) Interfragmentary screw
2) Wires (transfixing, cerclage dan tension band)
3) Plates and Screws
4) Intramedullary nails
Complications
1) Infection
2) Non-union
3) Implant failure
4) Refracture
5. External Fixation
fracture dapat disatukan dengan transfixing screw ataupun tensioned wires
yang berjalan melewati tulang yang menempel pada bagian luar tubuh.
Biasanya teknik ini hanya dilakukan pada tulang tibia dan pelvis, namun bisa
pula untuk femur, humerus, lower radius, dan tulang pada tangan.
Indication
1. Fracture bersamaan dengan rusaknya soft tissue sehingga luka terbuka
dan perlu skin grafting atau dressing
2. Fracture dengan nerve damage dan vessel damage
3. Fracture yang parah dan tidak stabil
4. Fracture yang tidak menyatu
5. Fracture pada pelvis
6. Fracture yang mengalami infeksi
7. Multiple fracture
Technique
Prinsip dari teknik ini adalah bone di transfiksasi di atas dan dibawah dari
bagian fracture dengan screw atau pin atau tensioned wires dan akan
dihubungkan dengan rigid bars. Wires dan half pin harus dimasukan dengan
pengetahuan safe corridor untuk menghindari melukai nerve atau vessel.
Complications
1) Damage soft tissue stucture
2) Overdistraction
3) Pin-track infection
3. Exercise
Exercise
merupakan
bentuk dari memulihan
fungsi dari tubuh kita.
Tujuannnya
untuk
mengurangi oedema,
memelihara fungsi sendi, mengembalikan kekuatan otot sehingga aktivitas
dapat berjalan seperti biasanya.
1) Prevention Oedema
Oedema biasanya akan berdampak pada terjadinya swelling, hal ini dapat
membuat terjadinya stiffness dan sulitnya dalam bergerak.
2) Elevation
Limb yang mengalami injury perlu adanya elevasi. Pergerakan boleh
dilakukan setelah plaster dilepas.
3) Active excersise
Pergerakan aktif dapat membantu dalam menghilangkan oedema fluid,
stimulasi circulation, mencegah soft tissue adhesion dan promosi
penyembuhan.
4) Assisted Movement
5) Functional activity
Setelah kemampuan dalam menggerakan bagian yang patah telah kembali
pulih diperlukan adanya pelatihan ataupun rehabilitasi agar pasien dapat
melakukan pekerjaan sehari-hari.
2. Bone
Bila infeksi terjadi sampai sequestra atau sinus maka bagian tulang
tersebut akan dibuang. Bone grafting dapat dilakukan ataupun bentuk
bone reconstruction lainnya
3. Joint
Treatment sama dengan bone