Anda di halaman 1dari 15

BIOFUEL: POTENSI MIKROALGA Chlorella vulgaris SEBAGAI BAHAN BAKU

PENGHASIL BIODIESEL YANG TERBAHARUI, EKONOMIS DAN RAMAH


LINGKUNGAN

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Biofuel

Oleh :
Ainiatur Roziyah ( 0710920012 )
Grisma Rosyidatul Y. ( 0710920018 )
Rizky Arief Shobirin ( 0710920020 )
Siti Zuhriah ( 0710920042 )
Lukita Karunia ( 0710923012 )
Dwi Widhoretno ( 0710923020 )
Mofhan Puja Heru K. ( 0710923021 )
Pulung Yudhariska P. ( 0710923026 )
Bety Dian Agustin ( 0710923030 )

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2008

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dunia dan kesadaran akan
pentingnya kualitas gizi pangan, maka permintaan produk perikanan diperkirakan akan
semakin tinggi. Faktor kekayaan sumberdaya alam (natural resources endowment) di sektor
kelautan dan perikanan dapat dijadikan sebagai mainstream dan sebagai penggerak utama
(prime mover) ekonomi nasional.
Indonesia termasuk negara di kawasan Asia Pasifik dengan tingkat konsumsi produk
perikanan yang tinggi. Berdasarkan data FAO tahun 2006, sekitar 87 persen pelaku kegiatan
perikanan berada di Asia, yakni sekitar 41,4 juta orang.
Sekitar 90 persen hasil perikanan budidaya dunia juga berasal dari kawasan Asia dan Pasifik,
yakni sekitar 46,3 juta ton. Adapun hasil tangkapan di laut sekitar 52 persen dari produksi
penangkapan ikan dunia, atau 47,6 juta ton.
Seiring dengan kebutuhan energi didunia semakin hari semakin meningkat sementara
persediaan energi didunia semakin menipis. Sehingga diperlukan energi alternatif untuk
mengatasi hal ini agar tidak terjadi kekrisisan sumber energi. Biodiesel adalah alternatif
bahan bakar yang ramah lingkungan. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai
biodiesel adalah Mikroalga.
Dengan mempertimbangkan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan dan terletak di daerah
tropis, maka kita mempunyai luasan perairan dan kemelimpahan jenis mikroalga yang sangat
besar. Didukung dengan tingkat penguasaan teknologi budidaya alga yang telah berkembang
di Indonesia, serta banyaknya peneliti energi alternatif yang kita miliki, semestinya kita
secara serius menggarap pemanfaatan Mikroalga sebagai salah satu pilihan sumber alternatif
biodiesel yang potensial (Rahardjo, 2008).
Mikroalga sebagai biodiesel, lebih kompetitif dibandingkan dengan komoditas lain. Sebagai
perbandingan mikroalga (30 persen minyak) seluas 1 hektar dapat menghasilkan biodiesel
58.700 liter per tahun, sedangkan jagung 172 liter per tahun serta kelapa sawit 5.900 liter per
tahun.
Mikroalga seperti Botrycoccus braunii, Dunaliella salina, Chlorella vulgaris, Monalanthus
salina mempunyai kandungan minyak berkisar 40 - 85% (sementara untuk kelapa hanya
mengandung minyak sekitar 40 - 55%, jarak mempunyai kandungan minyak 43 - 58% , dan
untuk sawit berkisar 45 - 70%. Semua jenis alga memiliki komposisi kimia sel yang terdiri
dari protein, karbohidrat, lemak (fatty acids) dan nucleic acids. Persentase keempat

komponen tersebut bervariasi tergantung jenis alga. Ada jenis alga yang memiliki komponen
fatty acids lebih dari 40%. Dari komponen fatty acids inilah yang akan diekstraksi dan diubah
menjadi biodiesel. Secara teoretis, produksi biodiesel dari alga dapat menjadi solusi yang
realistik untuk mengganti solar. Hal ini karena tidak ada persediaan bahan baku lain yang
cukup memiliki banyak minyak sehingga mampu digunakan untuk memproduksi minyak
dalam volume yang besar (Rahardjo, 2008).
Semua jenis alga memiliki komposisi kimia sel yang terdiri dari protein, karbohidrat, lemak
(fatty acids) dan nucleic acids. Prosentase keempat komponen tersebut bervariasi tergantung
jenis alga. Ada jenis alga yang memiliki komponen fatty acids lebih dari 40%. Dari
komponen fatty acids inilah yang akan diekstraksi dan diubah menjadi biodiesel. Komposisi
kimia sel pada beberapa jenis alga disajikan pada tabel 1.
Biodiesel dari alga hampir mirip dengan biodiesel yang diproduksi dari tumbuhan penghasil
minyak (jarak pagar, sawit, dll) sebab semua biodiesel diproduksi menggunakan triglycerides
(biasa disebut lemak) dari minyak nabati/alga (Thomas, 2007).
Alga memproduksi banyak polyunsaturates, dimana semakin tinggi kandungan lemak asam
polyunsaturates akan mengurangi kestabilan biodiesel yang dihasilkan. Di lain pihak,
polyunsaturates memiliki titik cair yang lebih rendah dibandingkan monounsaturates
sehingga biodiesel alga akan lebih baik pada cuaca dingin dibandingkan jenis bio-feedstock
yang lain. Diketahui kekurangan biodiesel adalah buruknya kinerja pada temperatur yang
dingin sehingga biodiesel alga mungkin akan dapat mengatasi masalah ini (Thomas, 2007).
Table 1. Komposisi Kimia Alga Ditunjukkan dalam Zat Kering (%), (Thomas, 2007)
Komposisi Kimia

Protein Karbohidrat Lemak

Scenedesmus obliquus
50-56
Scenedesmus quadricauda 47
Scenedesmus dimorphus
8-18
Chlamydomonas
48
rheinhardii
Chlorella vulgaris
51-58
Chlorella pyrenoidosa
57
Spirogyra sp.
6-20
Dunaliella bioculata
49
Dunaliella salina
57
Euglena gracilis
39-61
Prymnesium parvum
28-45
Tetraselmis maculata
52
Porphyridium cruentum
28-39

Asam

10-17
21-52

12-14
1.9
16-40

Nukleat
3-6
-

17

21

12-17
26
33-64
4
32
14-18
25-33
15
40-57

14-22
2
11-21
8
6
14-20
22-38
3
9-14

4-5
1-2
-

Spirulina platensis
Spirulina maxima
Synechoccus sp.
Anabaena cylindrica

46-63
60-71
63
43-56

8-14
13-16
15
25-30

49
6-7
11
4-7

2-5
3-4.5
5
-

Berdasarkan tabel komposisi kimia yang terdapat dalam alga, dapat diketahui bahwa pada
Chlorella vulgaris terkandung lemak nabati 14-22% Oleh karena itu, untuk menjaga
ketersediaan bahan bakar minyak dan kontinuitas bahan bakunya, maka perlu dilakukan suatu
penelitian dengan memproduksi bahan bakar biodiesel dari Chlorella vulgaris.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah didapat, diperoleh beberapa permasalahan antara lain :
1.

Mengapa Chlorella vulgaris dapat digunakan sebagai biodiesel ?

2.

Bagaimana proses pengolahan Chlorella vulgaris menjadi biodiesel ?

3.

Bagaimanakah analisis ekonomi pengolahan Chlorella vulgaris menjadi biodiesel ?

4.

Bagaimanakah pengaruh penggunaan biodiesel dari Chlorella vulgaris terhadap

efisiensi mesin dan gas buang ?


1.3 Batasan Masalah
Masalah yang akan dibahas pada makalah ini dibatasi pada proses pembuatan
biodiesel dari mikroalga Chlorella vulgaris.
1.4 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini antara lain :
1.

Untuk mengetahui kandungan Chlorella vulgaris yang dapat digunakan sebagai

bahan baku biodiesel.


2.

Untuk mengetahui bagaimana pengolahan Chlorella vulgaris. menjadi biodiesel.

3.

Mengetahui pengaruh penggunaan biodiesel dari Chlorella vulgaris terhadap

efisiensi mesin dan gas buang.


4.

Mengetahui analisis ekonomi pengolahan Chlorella vulgaris menjadi biodiesel.

1.5 Manfaat Penulisan


Manfaat dari penulisan ini antara lain :
1.

Memberikan informasi bahwa Chlorella vulgaris dapat digunakan sebagai bahan

baku biodiesel.
2.

Memberikan informasi tentang cara pengolahan Chlorella vulgaris menjadi biodiesel.

3.

Memberikan informasi tentang pengaruh penggunaan biodiesel dari Chlorella

vulgaris terhadap efisiensi mesin dan gas buang.


4.

Memberikan informasi tentang analisis ekonomi pengolahan Chlorella vulgaris

menjadi biodiesel.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biodiesel
Biodiesel merupakan suatu nama dari Alkyl Ester atau rantai panjang asam lemak
yang berasal dari minyak nabati maupun lemak hewan. Biodiesel dapat digunakan sebagai
bahan bakar pada mesin yang menggunakan diesel sebagai bahan bakarnya tanpa
memerlukan modifikasi mesin. Biodiesel tidak mengandung petroleum diesel atau solar
(Anonim, 2006).
Biodiesel adalah senyawa mono alkil ester yang diproduksi melalui reaksi tranesterifikasi
antara trigliserida (minyak nabati, seperti minyak sawit, minyak jarak dll) dengan metanol
menjadi metil ester dan gliserol dengan bantuan katalis basa. Biodiesel mempunyai rantai
karbon antara 12 sampai 20 serta mengandung oksigen. Adanya oksigen pada biodiesel
membedakannya dengan petroleum diesel (solar) yang komponen utamanya hanya terdiri dari
hidro karbon. Jadi komposisi biodiesel dan petroleum diesel sangat berbeda.
Biodiesel terdiri dari metil ester asam lemak nabati, sedangkan petroleum diesel adalah
hidrokarbon. Biodiesel mempunyai sifat kimia dan fisika yang serupa dengan petroleum
diesel sehingga dapat digunakan langsung untuk mesin diesel atau dicampur dengan
petroleum diesel. Pencampuran 20 % biodiesel ke dalam petroleum diesel menghasilkan
produk bahan bakar tanpa mengubah sifat fisik secara nyata. Produk ini di Amerika dikenal
sebagai Diesel B-20 yang banyak digunakan untuk bahan bakar bus (Anonim, 2006).
Energi yang dihasilkan oleh biodiesel relatif tidak berbeda dengan petroleum diesel (128.000
BTU vs 130.000 BTU), sehingga engine torque dan tenaga kuda yang dihasilkan juga sama.
Walaupun kandungan kalori biodiesel serupa dengan petroleum diesel, tetapi karena biodiesel
mengandung oksigen, maka flash pointnya lebih tinggi sehingga tidak mudah terbakar.
Biodiesel juga tidak menghasilkan uap yang membahayakan pada suhu kamar, maka
biodiesel lebih aman daripada petroleum diesel dalam penyimpanan dan penggunaannya. Di
samping itu, biodiesel tidak mengandung sulfur dan senyawa bensen yang karsinogenik,
sehingga biodiesel merupakan bahan bakar yang lebih bersih dan lebih mudah ditangani
dibandingkan dengan petroleum diesel.
Penggunaan biodiesel juga dapat mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon total,
partikel, dan sulfur dioksida. Emisi nitrous oxide juga dapat dikurangi dengan penambahan
konverter katalitik. Kelebihan lain dari segi lingkungan adalah tingkat toksisitasnya yang 10
kali lebih rendah dibandingkan dengan garam dapur dan tingkat biodegradabilitinya sama
dengan glukosa, sehingga sangat cocok digunakan di perairan untuk bahan bakar

kapal/motor. Biodiesel tidak menambah efek rumah kaca seperti halnya petroleum diesel
karena karbon yang dihasilkan masih dalam siklus karbon
Untuk penggunaan biodiesel pada dasarnya tidak perlu modifikasi pada mesin diesel, bahkan
biodiesel mempunyai efek pembersihan terhadap tangki bahan bakar, injektor dan selang
(Anonim, 2006).
Biodiesel mempunyai beberapa keunggulan diantaranya adalah mudah digunakan, limbahnya
bersifat ramah lingkungan (biodegradable), tidak beracun, bebas dari logam berat sulfur dan
senyawa aromatik serta mempunyai nilai flash point (titik nyala) yang lebih tinggi dari
petroleum diesel sehingga lebih aman jika disimpan dan digunakan.Secara teknis biodiesel
yang berasal dari minyak nabati dikenal sebagai VOME (Vegetable Oil Metil Ester) dan
merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharui karena umumnya dapat diekstrak dari
berbagai hasil produk pertanian seperti minyak kacang kedelai, minyak kelapa, minyak bunga
matahari maupun minyak sawit (Anonim, 2006).

2.2 Chlorella vulgaris


Chlorella termasuk alga mikro karena ukuran tubuhnya sangat renik dari 0,2 m hinga 0,02
cm (10-6 - 10-4 m). Untuk melihat wujudnya dengan jelas kita
memerlukan mikroskop. Tidak semua jenis alga mikro hidup sebagai
fitoplankton, tetapi semua jenis fitoplankton bisa digolongkan ke dalam
alga mikro. Tumbuhan mikroskopis bersel tunggal dan berkoloni itu terdiri
atas 30.000 spesies. Habitatnya di atas permukaan air, di kolom perairan,
atau menempel di dasar dan permukaan lain dalam perairan (Faizatul, 2008).
Komposisi kimia dari Chlorella vulgaris disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Kimia Chorella vulgaris Ditunjukkan dalam Zat Kering (%) ,
(Thomas, 2007)
Komposisi
Protein
Karbohidrat
Lemak
Asam Nukleat
BAB III
METODE PENULISAN

Kadar (%)
51-58
12-17
14-22
4-5

1.1 Sifat Penulisan


Makalah ini bersifat kajian pustaka yang menjelaskan tentang Chlorella vulgaris yang
dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel. Dalam paparan ini juga dijelaskan bagaimana
pengolahan Chlorella vulgaris menjadi biodiesel.
2.2. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam karya tulis ilmiah ini dilakukan dengan metode studi literatur dari
berbagai sumber informasi, antara lain sebagai berikut.
1. Buku referensi dan skripsi.
2. Jurnal ilmiah.
3. Informasi internet.
2.3. Metode Penulisan
Pada penulisan karya tulis ilmiah ini digunakan beberapa metode pendekatan masalah, yaitu:
1. Analisis masalah yang didapat dari sumber pustaka.
2. Mencari korelasi dan kebenaran dari kedua analisis tersebut.
3. Menarik suatu kesimpulan untuk penyelesaian masalah yang dianalisis.

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Chlorella vulgaris dapat digunakan sebagai biodiesel
Merujuk pada komposisi kimia Chlorella vulgaris yang telah disajikan pada tabel
2,dimana komposisi protein sebanyak 51 58 %, karbohidrat sebanyak 12 17 %, lemak
sebanyak 14 22 %, dan asam nuklet 4 5 %, maka dapat dikatakan mikroalga Chlorella
vulgaris sangat berpotensi untuk menjadi bahan bakar diesel yang terbaharui atau biodiesel.
Jika dilihat dari kandungan lemak pada Chlorella vulgaris, kandungan lemaknya cukup
melimpah dimana jika lemak dikonversi menjadi biodiesel, 1 kg Chlorella vulgaris kering
dapat menghasilkan 140 220 gram biodiesel atau setara dengan 206,8 ml biodiesel (densitas
biodiesel 0,94 gram/ ml). Artinya, untuk menghasilkan 1 liter biodiesel diperlukan 4,84 kg
Chlorella vulgaris. Angka konversi tersebut cukup besar sehingga dapat dikatakan Chlorella
vulgaris sangat berpotensi sebagai bahan baku biodiesel.
4.2 Proses Pengolahan Chlorella vulgaris menjadi Biodiesel
Proses Pengolahan Chlorella vulgaris menjadi Biodiesel yang akan dibahas secara
garis besar dibagi menjadi dua, antara lain proses ekstraksi minyak pada Chlorella vulgaris
dan Pembuatan Biodiesel dari Minyak Hasil Ektraksi pada Chlorella vulgaris.
4.2.1 Ekstraksi Minyak pada Chlorella vulgaris
Pengambilan minyak dari Chlorella vulgaris, dimana minyak yang dihasilkan merupakan
senyawa Trigliserida, melalui beberapa tahap. Tahap tahap yang digunakan antara lain :
1.

Pemanasan dan Pengepresan (Heating and Pressing).

Pada tahap ini Chlorella vulgaris dipanaskan dulu untuk menghilangkan air yang masih
terkandung di dalamnya. Kemudian Chlorella vulgaris dipres dengan alat pengepres untuk
mengekstraksi minyak yang terkandung dalam Chlorella vulgaris. Dengan menggunakan alat
pengepres ini, dapat diekstrasi sekitar 70 - 75% minyak yang terkandung dalam Chlorella
vulgaris (Thomas, 2007).
2.

Ekstraksi Minyak dengan Pelarut Organik.

Minyak dari Chlorella vulgaris dapat diambil dengan menggunakan larutan kimia, misalnya
dengan menggunakan benzena dan eter. Namun begitu, penggunan larutan kimia heksana
lebih banyak digunakan sebab harganya yang tidak terlalu mahal (Thomas, 2007).
Larutan heksana dapat digunakan langsung untuk mengekstaksi minyak dari Chlorella
vulgaris atau dikombinasikan dengan alat pengepres. Cara kerjanya yaitu setelah minyak

berhasil dikeluarkan dari alga dengan menggunakan alat pengepres, kemudian ampas (pulp)
Chlorella vulgaris dicampur dengan larutan sikloheksana untuk mengambil sisa minyak pada
Chlorella vulgaris. Proses selanjutnya, ampas alga disaring dari larutan yang berisi minyak
dan sikloheksana. Untuk memisahkan minyak dan sikloheksana dapat dilakukan proses
distilasi, yaitu dengan memanfaatkan perbedaan titik didih sikoheksana dengan minyak,
dimana titik didih sikloheksana lebih tinggi dari minyak, sehingga minyak yang berasal dari
Chlorella vulgaris akan menguap terlebih dahulu. Kombinasi tahap pengepresan dan larutan
kimia dapat mengekstraksi lebih dari 95% minyak yang terkandung dalam Chlorella vulgaris
(Thomas, 2007).
3.

Pemurnian Minyak

Minyak yang dihasilkan dari ektraksi minyak pada Chlorella vulgaris dimungkinkan masih
mengandung asam nukleat yang dianggap sebagai pengotor pada minyak. Oleh karena itu,
untuk mendapatkan minyak murni berupa trigliserida, diperlukan proses pemurnian untuk
menghilangkan asam nukleat. Proses yang dimaksud adalah proses esterifikasi.
Reaksi esterifikasi adalah reaksi antara asam karboksilat dengan basa dengan hasil reaksi
berupa ester. Asam nukleat setelah bereaksi dengan basa (misalkan KOH atau NaOH) akan
dihasilkan ester yang tidak dapat kembali lagi menjadi asam nukleat karena reaksi bersifat
irreversible (tidak bolak balik) (Fessenden dkk., 1986). Setelah melalui proses ini, ester
yang berasal dari asam nukleat dapat dipisahkan dari trigliserida sehingga akan didapatkan
trigliserida murni.
4.2.2 Pembuatan Biodiesel dari Minyak Hasil Ektraksi pada Chlorella vulgaris
Proses pembuatan biodiesel dari minyak hasil ekstraksi pada Chlorella vulgaris dibuat
dengan cara reaksi transesterifikasi. Reaksi transesterifikasi merupakan pertukaran bagian
alkohol dari suatu ester yang dapat dicapai dalam larutan asam atau basa oleh suatu reaksi
reversible (bolak balik) antara ester dan alkohol. Hasil akhir dari reaksi transesterifikasi
antara lain ester yang berbeda dengan sebelumnya dan gliserol (Fessenden dkk., 1986).
Untuk mempercepat reaksi esterifikasi, diperlukan katalis. Katalis yang digunakan pada
reaksi transesterifikasi pada makalah ini adalah KOH. Sedangkan alkohol yang digunakan
pada makalah ini adalah methanol. Methanol digunakan karena mudah lebih mudah bereaksi
daripada ethanol. Langkah langkah pembuatan biodiesel melalui reaksi transesterifikasi
antara lain (Anonim, 2002) :

1. Mengukur jumlah KOH, minyak dan methanol


Dalam persiapannya, setiap 1 liter minyak yang digunakan untuk reaksi esterifikasi,
diperlukan 200 ml methanol dan 9 gram KOH.
2. Mencampur KOH ke dalam methanol
9 gram KOH yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam 200 ml methanol, lalu dikocok atau
diaduk dengan cepat selama kurang lebih 5 menit. KOH dan methanol akan membentuk
kalium methoksida yang mempunyai sifat basa tinggi. Setelah terbentuk kalium methoksida,
maka segera dicampur dengan minyak hasil ekstraksi pada Chlorella vulgaris.
3. Mencampur kalium methoksida dengan minyak hasil ekstraksi
Minyak hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam kalium methoksida, lalu dikocok atau diaduk
dengan cepat selama kurang lebih 15 menit.
4. Pengendapan Gliserin
Pengendapan gliserin membutuhkan waktu sekitar 8 jam. Namun karena sekitar 75 %
pemisahan terjadi pada satu jam pertama, maka hasilnya akan segera terlihat. Setelah selang
waktu delapan jam akan terbentuk pemisahan. Bagian atas adalah ester baru yang disebut
dengan biodiesel dan bagian bawah adalah gliserin. Bagian atas berwarna lebih terang
daripada bagian bawah.
5. Pemisahan gliserin dan biodiesel
Dalam memisahkan gliserin dan biodiesel harus dilakukan dengan hati hati. Biodiesel yang
berada pada bagian atas tidak boleh langsung dituangkan keluar karena gliserin yang berada
pada bagian atas tidak langsung dituangkan keluar karena gliserin yang berada di bagian
bawah dapat ikut keluar bersama dengan biodiesel. Untuk memisahkan biodiesel dan gliserin
sebaiknya menggunakan pompa untuk memompa biodiesel keluar.
Setelah melalui proses diatas, biodiesel yang diperoleh dapat digunakan secara
langsung atau dicampur dengan solar dengan berbagai macam campuran.
4.3 Pengaruh Penggunaan Biodiesel dari Chlorella Vulgaris terhadap Efisiensi Mesin
dan Gas Buang
Penggunaan biodiesel sebagai pengganti atau campuran untuk meningkatkan kualitas
bahan bakar solar akan memberikan dampak baik untuk mencukupi kebutuhan energi, serta
mengurangi polusi udara (Wibowo, 2008).
Untuk mengetahui pengaruh biodiesel terhadap efisiensi mesin disajikan dalam tabel
3.

Tabel 3. Emisi mesin diesel Yanmar TF 5,5 L-di dengan menggunakan bahan baker
solar dan campuran biodiesel (Anonim, 2008).
Bahan

Putaran

Bakar

mesin

(rpm)
Solar
1.250
1.500
100 %
1.800
Biodiesel 1.250
1.500
20%
1.800
Biodiesel 1.250
1.500
30 %
1.800

Suhu

Opasitas
Gas (oC) FSN mg/
m3

CO

Hidrokarbon

CO2

O2

(%)

(ppm)

(%)

(%)

91,3
97,6
109,5
90,2
98,2
106,1
85
97
107,3

0,003
0,02
0,01
0
0
0
0
0
0,01

14,33
21,00
10,50
3,00
5,50
4,50
15,50
13,50
13,33

0
0
0
0
0
0
0
0
0

20,73
20,85
20,82
20,74
20,92
20,81
20,98
20,42
20,79

0,23
0,22
0,20
0,19
0,19
0,19
0,19
0,18
0,18

3,00
3,00
2,67
2,33
2,33
2,33
2,33
2,00
2,67

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa penambahan biodiesel pada solar dapat
meningkatkan efisiensi mesin dan mengurangi polusi seperti gas CO.
4.4 Analisis Ekonomi Pengolahan Chlorella vulgaris menjadi Biodiesel
Dilihat dari situasi yang ada sekarang, produksi biodiesel dari mikroalga khususnya
Chlorella vulgaris dapat menjadi solusi yang nyata untuk mengganti solar. Hal ini karena
tidak ada cadangan bahan baku lain yang cukup memiliki banyak minyak sehingga mampu
digunakan untuk memproduksi minyak dalam jumlah yang besar. Sebagai perbandingan
dengan tumbuhan di daratan, tumbuhan seperti kelapa sawit dan kacang kacangan
membutuhkan lahan yang sangat luas untuk dapat menghasilkan minyak supaya dapat
mengganti kebutuhan solar dalam suatu negara. Hal ini tidak nyata dan akan mengalami
kendala apabila diimplementasikan pada negara dengan luas wilayah yang kecil. Berdasarkan
perhitungan, pengolahan alga pada lahan seluas 10 juta acre (1 acre =0.4646 ha) mampu
menghasilkan biodiesel yang akan dapat mengganti seluruh kebutuhan solar di Amerika
Serikat. Luas lahan ini hanya 1% dari total lahan yang sekarang digunakan untuk lahan
pertanian dan padang rumput (sekitar 1 milliar acre) (Rahardjo, 2008).
Diperkirakan alga mampu menghasilkan minyak 200 kali lebih banyak dibandingkan dengan
tumbuhan penghasil minyak (kelapa sawit, jarak pagar, dan lain-lain) pada kondisi
terbaiknya. Hasil riset National Renewable Energy Laboratory Colorado menunjukkan bahwa
untuk luasan areal yang sama mikroalga dapat menghasilkan minyak 30 kali lebih banyak
dibandingkan tanaman darat. Hasil penelitian Shifrin pada tahun 1984 diperoleh bahwa rata-

rata produktivitas mikroalga secara umum dapat mencapai 15 25 gram/ m2/ hari. Nilai
produktivitas ini masih 10% dibawah teori hitungan maksimumnya.
Berdasarkan hal tersebut, jika diasumsikan, rendemen minyak dalam mikroalga misalnya 3050% dan waktu efektif 300 hari, maka untuk satu hektar lahan budibudaya dalam satu tahun
akan dihasilkan minyak sebanyak 15,8-37,5 ton.
Hasil ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan tanaman darat misalnya jarak 1,5 ton/hektar
tahun atau sawit 3,3 - 6,0 ton/hektar/tahun (Rahardjo, 2008). Dengan kata lain, bahan bakar
untuk mesin diesel dapat diperoleh dengan harga yang sangat terjangkau.
Oleh karena itu, penggunaan mikroalga khususnya Chlorella vulgaris sebagai bahan baku
penghasil biodiesel mempunyai potensi yang sangat besar untuk menggantikan bahan bakar
solar yang semakin menipis dan semakin mahal.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Merujuk pada komposisi kimia Chlorella vulgaris yang telah disajikan pada tabel 2,dimana
komposisi protein sebanyak 51 58 %, karbohidrat sebanyak 12 17 %, lemak sebanyak 14
22 %, dan asam nuklet 4 5 %, maka dapat dikatakan mikroalga Chlorella vulgaris sangat
berpotensi untuk menjadi bahan bakar diesel yang terbaharui atau biodiesel.
Proses Pengolahan Chlorella vulgaris menjadi Biodiesel yang akan dibahas secara
garis besar dibagi menjadi dua, antara lain proses ekstraksi minyak pada Chlorella vulgaris
dan Pembuatan Biodiesel dari Minyak Hasil Ektraksi pada Chlorella vulgaris.
Penggunaan biodiesel sebagai pengganti atau campuran untuk meningkatkan kualitas bahan
bakar solar akan memberikan dampak baik untuk mencukupi kebutuhan energi, serta
mengurangi polusi udara.
Selain itu, biodiesel yang berasal dari Chlorella vulgaris dapat mengganti solar yang berharga
mahal dan persediaan yang sedikit. Karena, biodiesel yang dihasilkan dari Chlorella vulgaris
mempunyai nilai ekonomi yang tinggi serta lebih ramah lingkungan
5.2 Saran
Semoga untuk kedepannya diadakan penelitian lebih lanjut tentang sumber sumber
penghasil biodiesel yang lain serta penerapan lebih lanjut pada mesin diesel.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2002, Biodiesel, http://digilib.petra.ac.id/adscgi/viewer.pl/jiunkpe/s1/mesn/2002/jiunkpe-ns-s1-2002-24497017-276-biodieselchapter3.pdf?page=1-10&frame=page&mode=sppiic100, diakses tanggal 11 Desember 2008.
Anonim, 2006, Biodiesel dari Laut, http://www.indobiofuel.com/menu%20biodiesel.php,
diakses tanggal 11 Desember 2008.
Anonim, 2008, Biodiesel, Bahan Bakar Campuran Ramah Lingkungan,
http://library.usu.ac.id/download/ft/kimia-bode.pdf, diakses tanggal 11 Desember 2008.
Faizatul, 2008, Chlorella sp Makhluk Mini Pengisi Tangki,
http://faizatulf.wordpress.com/2008/08/26/chlorella-sp-makhluk-mini-pengisi-tangki/,
diakses tanggal 11 Desember 2008.

Fessenden, Ralph J., Joan S. Fessenden, 1986, Kimia Organik, Erlangga, Jakarta.
Rahardjo, Djoko, 2008, Mikroalga Sumber Energi Alternatif Masa Depan,
http://egamesbox.com/viewthread.php?tid=3761&page=1&authorid=281, diakses tanggal 11
Desember 2008.
Thomas, 2007, Membuat Biodiesel dari Tumbuhan Alga,
http://kamase.org/category/biofuel/membuat_biodiesel_dari_tumbuhan _alga.html, diakses
tanggal 11 Desember 2008.
Wibowo, Cahyo Setyo, 2008, Pengaruh Pencampuran Minyak Solar dengan Biodiesel
terhadap Nilai Angka Setananya, http://www.ccitonline.com/mekanikal/tikiprint_article.php?articleId=49, diakses tanggal 11

Anda mungkin juga menyukai