Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Postpartum
1. Pengertian Postpartum
Postpartum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar
lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali
organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti
perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni, 2009).
Pada masa postpartum ibu banyak mengalami kejadian yang penting, Mulai
dari perubahan fisik, masa laktasi maupun perubahan psikologis menghadapi
keluarga baru dengan kehadiran buah hati yang sangat membutuhkan perhatian dan
kasih sayang. Namun kelahiran bayi juga merupakan suatu masa kritis bagi kesehatan
ibu, kemungkinan timbul masalah atau penyulit, yang bila tidak ditangani segera
dengan efektif akan dapat membahayakan kesehatan atau mendatangkan kematian
bagi ibu, sehingga masa postpartum ini sangat penting dipantau oleh bidan (Syafrudin
& Fratidhini, 2009).
2. Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam masa postpartum
Mengidentifikasi dan merespon terhadap kebutuhan dan komplikasi yang
terjadi pada saat-saat penting yaitu 6 jam, 6 hari, 2 minggu dan 6 minggu, dan
Mengadakan kolaborasi antara orang tua dan keluarga.

Universitas Sumatera Utara

3.

Tahapan Masa Postpartum


Adapun tahapan-tahapan masa postpartum adalah : (1). Puerperium dini :

Masa kepulihan, yakni saat-saat ibu dibolehkan berdiri dan berjalan-jalan.(2).


Puerperium intermedial : Masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ genital, kirakira 6-8 minggu.(3). Remot puerperium : Waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai
komplikasi (Suherni, 2009).
4. Kebijakan Program Nasional Nifas
Selama ibu berada pada masa nifas, paling sedikit 4 kali bidan harus
melakukan kunjungan, dilakukan untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru lahir, dan
untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi.
Seorang bidan pada saat memberikan asuhan kepada ibu dalam masa nifas, ada
beberapa hal yang harus dilakukan, akan tetapi pemberian asuhan kebidanan pada ibu
masa nifas tergantung dari kondisi ibu sesuai dengan tahapan perkembangannya.
Kunjungan ke-1 (6-8 jam setelah persalinan): Mencegah perdarahan masa nifas
karena atonia uteri; Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan; rujuk bila
perdarahan berlanjut; Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota
keluarga bagaimana cara mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri;
Pemberian ASI awal; Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir; Menjaga
bayi tetap sehatdengan cara mencegah hipotermi; Jika petugas kesehatan menolong
persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir 2 jam pertama setelah
kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan sehat.

Universitas Sumatera Utara

Kunjungan ke-2 (6 hari setelah persalinan): Memastikan involusi uterus


berjalan normal; uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilikus, tidak ada
perdarahan abnormal, tidak ada bau; Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau
perdarahan abnormal; Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan, dan
istirahat; Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-tanda
penyulit; Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,
menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
Kunjunan ke-3 (2 minggu setelah persalinan), sama seperti kunjungan hari
keenam. dan Kunjungan ke-4 (6 minggu setelah persalinan): Menanyakan pada ibu
tentang penyulit-penyulit yang ia atau bayi alami; Memberikan konseling untuk KB
secara dini (Suherni, 2011).
B.

Kebutuhan Dasar Perawatan Postpartum


Nutrisi dan cairan Pada masa postpartum masalah diet perlu mendapat

perhatian yang serius, karena dengan nutrisi yang baik dapat mempercepat
penyembuhan ibu dan sangat mempengaruhi susunan air susu. Diet yang diberikan
harus bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi protein, dan banyak mengandung
cairan. Ibu yang menyusui harus memenuhi kebutuhan akan gizi seperti
mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, makan dengan diet berimbang untuk
mendapatkan protein, mineral, dan vitamin yang cukup, dan minum sedikitnya 3 liter
air setiap hari.

Universitas Sumatera Utara

Ambulasi dini (early ambulation) ialah kebijaksanaan agar secepat mungkin


bidan membimbing ibu post partum bangun dari tempat tidurnya dan membimbing
ibu secepat mungkin untuk berjalan. Sekarang tidak perlu lagi menahan ibu
postpartum telentang ditempat tidurnya selama 7-14 hari setelah melahirkan. Ibu
postpartum sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam
postpartum.
Eliminasi Dalam 6 jam ibu post partum harus sudah bisa BAK spontan. Jika
dalam 8 jam postpartum belum dapat berkemih tau sekali berkemih belum melebihi
100 cc, maka dilakukan kateterisasi. Akan tetapi, kalau ternyata kandung kemih
penuh, tidak perlu 8 jam untuk kateterisasi.
Ibu postpartum

diharapkan dapat buang air besar setelah hari kedua

postpartum. Bila lebih dari tiga hari belum BAB bisaa diberikan obat laksantia.
Ambulasi secara dini dan teratur akan membantu dalam regulasi BAB. Asupan cairan
yang adekuat dan diit tinggi serat sangat dianjurkan.
Personal higiene sangat penting dilakukan Pada masa post partum, seorang
ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu, kebersihan diri sangat penting
untuk mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan
lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga (Saleha, 2009).
Ibu postpartum sangat membutuhkan istirahat yang berkualitas untuk
memulihkan kembali keadaan fisiknya. Keluarga disarankan untuk memberikan

Universitas Sumatera Utara

kesempatan kepada ibu untuk beristirahat yang cukup sebagai persiapan untuk
menyusui bayinya nanti (Jannah, 2011).
Secara fisik aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah merah
berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya kedalam vagina tanpa rasa
nyeri. Banyaknya budaya dan agama yang melarang untuk melakukan hubungan
seksual sampai masa waktu 40 hari atau 6 minggu setelah persalinan. Keputusan
tersebut tergantung pada pasangan yang bersangkutan (Jannah, 2011).
Senam nifas dilakukan sejak hari pertama melahirkan setiap hari sampai hari
kesepuluh, terdiri dari sederetan gerakan tubuh yang dilakukan untuk mempercepat
pemulihan keadaan ibu. Senam nifas membantu memperbaiki sirkulasi darah,
memperbaiki sikap tubuh dan punggung setelah melahirkan, memperkuat otot
panggul dan membantu ibu untuk lebih rileks dan segar pasca melahirkan (Suherni,
2009).
C. Perubahan Fisiologis Masa Postpartum
1. Perubahan Sistem Reproduksi
Perubahan Uterus Terjadi kontraksi uterus yang meningkat setelah bayi
keluar. Hal ini menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan plasenta (plasental site)
sehingga jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding uterus, mengalami nekrosis
dan lepas. Ukuran uterus mengecil kembali (setelah 2 hari pasca persalinan, setinggi

Universitas Sumatera Utara

sekitar umbilikus, setelah 2 minggu masuk panggul, setelah 4 minggu kembali pada
ukuran sebelum hamil).
Perubahan vagina dan perineum Pada minggu ketiga, vagina mengecil dan
timbul rugae (lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan) kembali. Terjadi robekan
perineum pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada
persalinan berikutnya. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomi
(penyayatan mulut serambi kemaluan untuk mempermudah kelahiran bayi)
lakukanlah penjahitan dan perawatan dengan baik (Suherni, 2009).
2.

Perubahan pada Sistem Pencernaan


Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan.Hal ini umumnya karena

makan padat dan kurangnya berserat selama persalinan. Seorang wanita dapat merasa
lapar dan siap menyantap makanannya dua jam setelah persalinan. Kalsium sangat
penting untuk gigi pada kehamilan dan masa nifas, dimana pada masa ini terjadi
penurunan konsentrasi ion kalsium karena meningkatnya kebutuhan kalsium pada
ibu, terutama pada bayi yang dikandungnya untuk proses pertumbuhan juga pada ibu
dalam masa laktasi (Saleha, 2009).
3.

Perubahan Perkemihan
Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu, tergantung pada (1)

Keadaan/status sebelum persalinan (2) lamanya partus kala II dilalui (3) besarnya
tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan. Disamping itu, dari hasil
pemeriksaan sistokopik segera setelah persalinan tidak menunjukkan adanya edema
dan hyperemia diding kandung kemih, akan tetapi sering terjadi exstravasasi

Universitas Sumatera Utara

(extravasation, artinya keluarnya darah dari pembuluh-pembuluh darah di dalam


badan) kemukosa. (Suherni, 2009).
4.

Perubahan dalam Sistem Endokrin


Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem

endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut.


Oksitosin diseklerasikan dari kelenjer otak bagian belakang. Selama tahap
ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan
mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat
merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut membantu uterus
kembali ke bentuk normal.
Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada
permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita yang
tidak menyusui bayinya tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam 14-21 hari setelah
persalinan, sehingga merangsang kelenjer bawah depan otak yang mengontrol
ovarium kearah permulaan pola produksi estrogen dan progesteron yang normal,
pertumbuhan folikel, ovulasi, dan menstruasi.
Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun mekanismenya
secara penuh belum dimengerti. Di samping itu, progesteron mempengaruhi otot
halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini
sangat mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul,
perineum dan vulva, serta vagina.

Universitas Sumatera Utara

5.

Perubahan Tanda- tanda Vital


Selama 24 jam pertama, suhu mungkin meningkat menjadi 38C, sebagai akibat

meningkatnya kerja otot, dehidrasi dan perubahan hormonal jika terjadi peningkatan
suhu 38C yang menetap 2 hari setelah 24 jam melahirkan, maka perlu dipikirkan
adanya infeksi seperti sepsis puerperalis (infeksi selama post partum), infeksi saluran
kemih, endometritis (peradangan endometrium), pembengkakan payudara, dan lainlain.
Dalam periode waktu 6-7 jam sesudah melahirkan, sering ditemukan adanya
bradikardia 50-70 kali permenit (normalnya 80-100 kali permenit) dan dapat
berlangsung sampai 6-10 hari setelah melahirkan. Takhikardia kurang sering terjadi,
bila terjadi berhubungan dengan peningkatan kehilangan darah dan proses persalinan
yang lama.
Selama beberapa jam setelah melahirkan, ibu dapat mengalami hipotensi
orthostatik (penurunan 20 mmHg) yang ditandai dengan adanya pusing segera setelah
berdiri, yang dapat terjadi hingga 46 jam pertama. Hasil pengukuran tekanan darah
seharusnya tetap stabil setelah melahirkan. Peningkatan tekanan sisitolik 30 mmHg
dan penambahan diastolik 15 mmHg yang disertai dengan sakit kepala dan gangguan
penglihatan, bisa menandakan ibu mengalami preeklamsia dan ibu perlu dievaluasi
lebih lanjut.
Fungsi pernafasan ibu kembali ke fungsi seperti saat sebelum hamil pada bulan
ke enam setelah melahirkan (Maryunani, 2009).

Universitas Sumatera Utara

D.

Adaptasi Psikologi Ibu Postpartum


Setelah persalinan yang merupakan pengalaman unik yang dialami ibu, masa

nifas juga merupakan salah satu fase yang memerlukan adaptasi psikologis. Ikatan
antara ibu dan bayi yang sudah lama terbentuk sebelum kelahiran akan semakin
mendorong wanita untuk menjadi ibu yang sebenarnya. Inilah pentingnya rawat
gabung atau rooming in pada ibu nifas agar ibu dapat leluasa menumbuhkan rasa
kasih sayang kepada bayinya tidak hanya dari segi fisik seperti menyusui, mengganti
popok saja tapi juga dari segi psikologis seperti menatap, mencium, menimang
sehingga kasih sayang ibu dapat terus terjaga.
Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase
sebagai berikut :(1). Fase taking in yaitu periode ketergantungan. Periode ini
berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada fase ini,
ibu sedang berfokus terutama pada dirinya sendiri. Ibu akan berulang kali
menceritakan proses persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir.(2). Fase
taking hold yaitu periode yang berlangsung antara3-10 hari setelah melahirkan. Pada
fase ini ibu timbul rasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung
jawabnyadalam merawat bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat sensitif sehingga
mudah tersinggung dan gampang marah. Kita perlu berhati-hati menjaga komunikasi
dengan ibu. Dukungan moril sangat diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan diri
ibu. Bagi petugas kesehatan pada fase ini merupakan kesempatan yang baik untuk
memberikan berbagai penyuluhan dan pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu
nifas.(3). Fase letting go yaitu periode menerima tanggung jawab akan peran barunya.

Universitas Sumatera Utara

Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri
dengan ketergantungan bayinya. Ibu memahami bahwa bayi butuh disusui sehingga
siap terjaga untuk memenuhi kebutuhan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan
bayinya sudah meningkat bpada fase ini. Ibu akan percaya diri dalam menjalani peran
barunya.
E.

Tanda-Tanda Bahaya dan Komplikasi Pada Masa Postpartum


Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah

persalinan. Oleh karena itu, penting bagi bidan/perawat untuk memberikan informasi
dan bimbingan pada ibu untuk dapat mengenali tanda-tanda bahaya pada masa nifas
yang harus diperhatikan. Tanda-tanda bahaya yang perlu diperhatikan pada masa
nifas ini adalah : (1). Demam tinggi hingga melebihi 38C. (2). Perdarahan vagina
yang luar biasa atau tiba-tiba bertambah banyak (lebih dari perdarahan haid biasa atau
bila memerlukan penggantian pembalut 2 kali dalam setengah jam), disertai
gumpalan darah yang besar-besar dan berbau busuk.(3). Nyeri perut hebat/rasa sakit
dibagian bawah abdomen atau punggung, serta nyeri ulu hati. (4). Payudara
membengkak, kemerahan, lunak disertai demam dan lain-lainya.
Komplikasi Yang Mungkin Terjadi Pada Masa Postpartum, Infeksi
postpartum adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman
kedalam alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas.Sementara itu yang dimaksud
dengan Febris Puerperalis adalah demam sampai 38C atau lebih selama 2 hari dalam
10 hari pertama pasca pesalinan, kecuali pada hari pertama. Tempat-tempat umum

Universitas Sumatera Utara

terjadinya infeksi yaitu rongga pelvik: daerah asal yang paling umum terjadi infeksi,
Payudara, Saluran kemih, Sistem vena.
Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml
setelah bersalin. Perdarahan nifas dibagi menjadi dua yaitu :(1).Perdarahan dini, yaitu
perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir dan dalam 24 jam pertama persalinan.
Disebabkan oleh : atonia uteri, traumdan laserasi, hematoma.(2). Perdarahan
lambat/lanjut, yaitu perdarahan yang terjadi setelah 24 jam. Faktor resiko : sisa
plasenta, infeksi, sub-involusi.
F. Konsep Budaya Dalam Perawatan Post Partum
1. Konsep Budaya
Budaya berasal dari bahasa sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari
buddhi yang berarti budi atau akal. Budaya dapat diartikan sebagai hal-hal yang
bersangkutan dengan akal. Ada juga ahli yang mengatakan bahwa budaya berasal dari
kata budi-daya yang berarti daya dari budi. Jadi, kata budaya atau daya dari budi itu
berarti cipta, karsa, dan rasa (Mulyadi, 2000).
Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan-kemampuan serta kebiasaankebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Sedangkan
manusia sebagai mahkluk Bio-Psiko-Sosial-Spritual yang utuh dan unik. Teori
kebutuhan manusia, memandang manusia sebagai keterpaduan, keseluruhan yang
terorganisir karena pengetahuan sosial budaya penting sekali dikuasai oleh profesi

Universitas Sumatera Utara

bidan dalam menjalankan tugasnya karena bidan dalam menjalankan tugasnya katena
bidan akan berhadapan dengan berbagai macam kelompok sosial dengan beragam
latar belakang agama, status pendidikan dan sebagainya.
Sosial budaya sangat berkaitan dengan cara pendekatan dalam melakukan
perubahan prilaku masyarakat yang erat kaitannya dengan masalah-masalah
kependudukan karena proses perkawinan dapat mengakibatkan kelahiran dan
kelahiran itu merupakan resiko yang tinggi bagi ibu-ibu di seluruh dunia (Syafrudin,
2009).
Penyebaran orang minangkabau jauh dari daerah asalnya ini disebabkan oleh
adanya dorongan pada diri mereka yang merantau, yang disebabkan oleh dua hal.
Pertama,

ialah

keinginan

mereka

untuk

mendapatkan

kekayaan

tanpa

mempergunakan tanah-tanah yang telah ada. Ini dapat dihubungkan sebenarnya


dengan keadaan bahwa seorang laki-laki tidak mempunyai hak menggunakan tanah
warisan bagi kepentingan diri sendiri. Kedua, ialah perselisihan-perselisihan yang
menyebabkan bahwa orang yang merasa dikalahkan akan meninggalkan kampung
dan keluarga untuk menetap di tempat lain. Keadaan ini kemudian ditambah dengan
keadaan yang diciptakan oleh perkembangan yang berlaku pada masa akhir-akhir ini.
Pendukung kebudayaan Minangkabau dianggap sebagai suatu masyarakat
dengan sistem kekeluargaan yang ganjil di antara suku-suku bangsa yang lebih
dahulu maju di Indonesia, yaitu sistem kekeluargaan yang matrilineal. Inilah biasanya
dianggap sebagai salah satu unsur yang memberi identitas kepada kebudayaan

Universitas Sumatera Utara

Minangkabau, yang terutama dipopulerkan oleh roman-roman Balai Pustaka, pada


bagian pertama dari abad ke-20 (Koentjaraningrat, 2007)
2. Konsep Budaya Minang Tentang Perawatan Postpartum
Terbentuknya janin dan kelahiran bayi merupakan suatu fenomena yang wajar
dalam kelangsungan hidup manusia, namun berbagai kelompok masyarakat dengan
kebudayaannya di seluruh dunia memiliki aneka persepsi, interprestasi dan respons
perilaku dalam menghadapinya, dengan berbagai implikasinya terhadap kesehatan.
Fisiologis kelahiran secara universal adalah sama, namun proses kelahiran ditanggapi
dengan cara-cara yang berbeda oleh aneka kelompok masyarakat, karena itu hal-hal
yang bekenaan dengan proses pembentukan janin hingga kelahiran bayi serta
pengaruhnya terhadap kondisi kesehatan ibunya perlu dilihat dari aspek
biososiokulturalnya sebagai suatu kesatuan.
Menurut pendekatan biososiokulturalnya dalam kajian antropologi ini,
kehamilan dan kelahiran bukan hanya dilihat semata-mata dari aspek biologis dan
fisiologisnya saja. Lebih dari itu, fenomena ini juga harus dilihat sebagai suatu proses
yang mencakup pemahaman dan pengaturan hal-hal, seperti pandangan budaya
mengenai kehamilan dan kelahiran, persiapan kelahiran, para pelaku dalam
pertolongan persalinan, wilayah tempat kelahiran berlangsung, cara-cara pencegahan
bahaya, penggunaan ramu-ramuan atau obat-obatan dalam proses kelahiran, cara-cara
menolong persalinan, dan pusat kekuatan dalam pengambilan keputusan mengenai
pertolongan serta peraeatan bayi dan ibunya (Swasono, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Manusia hidup bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Masing-masing suku dan


bangsa itu memiliki lingkungan sosial budayanya sendiri, yang satu dengan yang
lainnya. Perbedaan itu ada yang amat besar, cukup besar, ada yang tidak begitu besar,
ada yang agak kecil, dan ada yang cukup halus (Prayitno, 2004).
Salah satu contoh pengaruh sosial budaya yang masih melekat adalah
enggannya ibu hamil untuk memeriksakan kesehatan ke sarana kesehatan yg sudah
tersedia. Mereka masih ada yang lebih memilih melahirkan di rumah yg di tolong
oleh dukun, ada pula yang percaya saat melahirkan bayinya lebih senang pergi ke
ladang untuk melahirkan disana, serta pantangan-pantangan makanan bagi ibu hamil
dan bayinya. Hal kepercayaan mereka terhadap budaya yang seperti ini
mengakibatkan tingginya angka kematian ibu saat melahirkan karena komplikasi
serta angka kematian bayi dan balita akibat kurangnya asupan giji melalui ibu
dikarenakan banyaknya pantangan-pantangan makanan yang tidak boleh dikonsumsi
saat hamil (Syafrudin, 2010).
Orang Minangkabau merupakan suatu contoh dari masyarakat yang
mementingkan aspek sosial dari kelahiran. Bayi perempuan dianggap sebagai
pelanjut dari parurik atau kaum. (klen matrilineal) sedangkan bayi laki-laki kelak
diharapkan untuk menjadi penjujung nama kerabat separuiknya, dan menjadi
pembela kaum wanita dan klennya. Masayarakat Minang juga percaya bahwa ketika
seorang wanita sedang hamil 7 bulan, keluarga suaminya (bako sang calon bayi)
datang berkunjung sambil membawa berbagai macam makanan berupa nasi lengkap
dengan lauk-pauk, ditambah dengan beberapa jenis kue. Tujuannya adalah untuk

Universitas Sumatera Utara

menunjukkan hati tulus dan muka jernih terhadap kelahiran bayi. Menurut norma
yang ideal dalam kebudayaan minangkabau, hubungan antara kerabat kedua orangtua
sang bayi diperkuat melalui kebersamaan mereka dalam upacara menyambut
kelahirannya, masing-masing dalam porsi kewajibannya sendiri terhadap si bayi.
Selain itu pada suku Minang sekitar seminggu menjelang bayi lahir, para bako
kembali datang membawa beras segantang dan dua butir kelapa. Dimana, sebutir
kelapa diserahkan untuk menambah bahan pembuat lauk rendang daging, sedangkan
yang lainnya ditujukan untuk di tanam di kebun sang ibu. Hal ini melambangkan
harapan para bako anak yang lahir nanti, yang mereka sebut sebagai anak pisang,
akan menjadi seorang yang muka dan hatinya bagai air kelapa itu. Singkatnya, ia di
harapkan akan berguna bagai masyarakat, seperti pohon kelapa yang dari akarnya
hingga pucuk daunnya bermanfaat bagi kehidupan manusia (Swasono, 2011).

G.

Fenomenologi
Penelitian fenomenologi bersifat induktif, pendekatan yang dipakai adalah

deskriptif

yang

dikembangkan

dari

filsafat

fenomenologi.

Fokus

filsafat

fenomenologi adalah pemahaman tentang respons kehadiran atau keberadaan


manusia, bukan sekedar pemahaman bagian-bagian yang spesifik atau perilaku
khusus. Tujuan penelitian fenomenologi adalah menjelaskan pengalaman apa yang
dialami oleh orang dalam kehidupan ini, termasuk interaksi dengan orang lain.
Contoh penelitian fenomenologi adalah studi mengenai daur hidup masyarakat
tradisional dilihat dari perspektif kebiasaan hidup sehat, misalnya menggunakan air

Universitas Sumatera Utara

bersih, menu makanan, kepedulian terhadap usaha pengobatan anggota keluarga yang
sakit, dan lain-lain. Penelahaan masalah dilakukan dengan multiperspektif atau multi
sudut pandang (Emzir, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai