Anda di halaman 1dari 14

PENANGANAN DAN PENILAIAN GAMET BETINA

Nama
NIM
Kelompok

Oleh :
: Seruni Tyas Khairunissa
: B1J011075
:3

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI REPRODUKSI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO

2013I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nilem (Osteochilus hasselti) merupakan ikan endemik (asli) Indonesia
yang hidup di sungai-sungai dan rawa-rawa. Namun, sejalan dengan
perkembangan, ikan tersebut kemudian dibudidayakan di kolam-kolam untuk
tujuan komersial. Secara nasional keberadaannya kurang begitu populer kecuali di
Jawa Barat. Hampir 80 % produksi nasional ikan nilem berasal dari Jawa Barat.
Ikan tawes (Barbonymus gonionotus) adalah ikan sungai yang biasa dimakan
orang di daerah Asia Tenggara daratan maupun kepulauan. Ikan air tawar
memiliki ukuran mencapai 40 cm dan menyukai daerah dasar sungai mengalir
(benthopelagic, potamodromous) dengan kedalaman 15m. Suhu air yang ideal
untuk ikan ini 22-28 C.
Gamet adalah sel kelamin yang berperan menentukan kualitas individu
masa datang. Gamet betina dibentuk dalam proses oogenesis dalam ovarium dan
dalam proses tersebut ada fase gamet dikeluarkan dari ovarium (ovulasi) sebelum
selesai penuh oogenesis selesai. Di saluran reproduksi betina, gamet betina dicek
apakah dalam fase siap untuk dibuahkan atau tidak. Berbagai indikator dan
parameter digunakan untuk mengetahui tingkat kematangan gamet betina atau
oosit untuk persiapan fertilisasi. Indikator yang digunakan dapat berupa indikator
morfologi, misalnya ada tidaknya struktur germinal vesikel breakdown (GVB)
atau struktur semacam kantung yang pecah. Selain itu, dapat juga menggunakan
parameter diameter telur.
Gamet betina sebagian besar dikeluarkan pada fase oosit sekunder dan
siap dibuahi, meskipun ada juga yang diovulasikan pada saat oosit primer. Dari
oosit primer ke oosit sekunder berlangsung proses yang disebut vitelogenesis.
Proses ini dapat dideteksi secara morfologi karena ukurannya menjadi lebih besar,
sehingga bisa diukur dari paremeter diameter telur untuk tingkat pemasakan telur.
Ukuran telur yang menjadi lebih besar biasa karena penambahan vitelin atau juga
bisa disebabkan penambahan air atau proses hidrasi telur sebagai langkah persiapn
telur siap untuk difertilisasi spermatozoa konterpartnya.

B. Tujuan

Tujuan

praktikum

reproduksi

penanganan

gamet

betina

adalah

berpengalaman sehingga terampil menangani gamet betina yang dilatihkan, serta


dapat menganalisis tingkat kematangan gamet dalam hal persiapan untuk
fertilisasi.

II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain kateter, spuit
tanpa jarum, obyek glass, pipet, cawan petri, mikroskop dan mikrometer.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini antar lain
medium untuk gamet yang terdiri dari larutan ringer ikan atau fisiologis
danmedium untuk gamet (60% larutan sera methanol + 30% formaldehid + 10%
asam asetat), induk ikan betina yang sudah matang gonad.

B. Metode
A. Penanganan Gamet Betina
1. Dipastikan alat-alat sudah siap yaitu untuk pengambilan dan pengamatan
gamet betina yaitu kateter, mikroskop dan obyek glass
2. Dipegang induk betina ikan dengan cara yang benar
3. Diamati bagian ventral dekat sirip ekor lubang-lubang pengeluaran pada ikan
betina, kenali dengan baik
4. Dengan hati-hati, dimasukkan satu ujung kateter ke dalam lubang pengeluaran
telur, kemudian dengan ujung satunya lagi di mulut, disedot telur sehingga
telur masuk kateter
5. Dikeluarkan kateter dengan hati-hati dari tubuh induk dan dipindahkan telur
dari dalam kateter dengan meniupkan ke dalam obyek glass atau ke dalam
wadah yang telah disediakan
6. Diamati dan diukur diameter gamet dengan menggunakan mikroskop
7. Dicatat jumlah telur yang dapat dikoleksi dari kateter
8. Dicatat dan dilaporkan ukuran gamet telur yang diperoleh dari pengukuran
menggunakan mikroskop dengan mikrometer

9. Dilaporkan hasil pengamatan dan dilengkapi dengan gambar gamet. Dapat


berupa sketsa gambar gamet menggambarkan ukuran gamet diukur dari bagian
mana sampai dengan titik/bagian mana dan berapa hasil pengukurannya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil

Gambar 1. Hasil Vaginal Smear pada Mencit Ke-1 Minggu Pertama

Gambar 2. Hasil Vaginal Smear pada Mencit Ke-2 Minggu Pertama

Gambar 3. Hasil Vaginal Smear pada Mencit Ke-2 Minggu Kelima


Tabel 1. Hasil Evaluasi Awal pada Minggu Ke-1
Kel/romb

Perlakuan

Fase

Keterangan

L9-1

Estrus awal

L9-2

Estrus awal

Kontrol-1
Kontrol-2
L6-1

Estrus
Estrus
Estrus awal

L6-2

Estrus awal

L9-1
L9-2
Kontrol-1

Estrus
Estrus
Estrus awal

Kontrol-2
L6-1
L6-2

Estrus
Estrus
Hamil

Epitel terkornifikasi, sedikit


leukosit
Epitel terkornifikasi, sedikit
leukosit
Epitel terkornifikasi
Epitel terkornifikasi
Epitel terkornifikasi, sedikit
leukosit
Epitel terkornifikasi, sedikit
leukosit
Epitel terkornifikasi
Epitel terkornifikasi
Epitel terkornifikasi, sedikit
leukosit
Epitel terkornifikasi
Epitel terkornifikasi
Epitel terkornifikasi,
leukosit

1/I

2/I
3/I

1/II
2/II
3/II

Tabel 1. Hasil Evaluasi Akhir pada Minggu Ke-5


Kel/romb

Perlakuan

Fase

Keterangan

1/I

L9-1
L9-2

Estrus
Estrus

Epitel terkornifikasi
Epitel terkornifikasi

2/I
3/I
1/II
2/II
3/II

Kontrol-1
Kontrol-2
L6-1
L6-2
L9-1
L9-2
Kontrol-1
Kontrol-2
L6-1
L6-2

Estrus
Estrus
Estrus
Estrus
Estrus awal
Estrus
Estrus
-

Epitel terkornifikasi
Mati
Hilang
Epitel terkornifikasi
Epitel terkornifikasi
Epitel terkornifikasi
Epitel terkornifikasi, berinti
Epitel terkornifikasi
Epitel terkornifikasi
Melahirkan

B. Pembahasan
Reproduksi aseksual dapat terjadi pada satu parental. Sel parental
membuat kopian kromosom yang berada di dalam nukleus. Kromosom lalu
menempatkan diri pada daerah di tengah sel. Kromosom - kromosom tersebut
bergerak ke arah yang berlawanan karena adanya pemendekkan benang spindel.
Benang spindel menghilang, nukleolus dan dinding nukleus mulai terbentuk lalu
terjadi penyempitan sitoplasma serta pembelahan organel-organel sitoplasmik
yang akhirnya muncul dua sel hasil mitosis yang identik (Beckett, 1986).
Yeast adalah salah satu mikroorganisme yang termasuk dalam golongan
fungi yang dibedakan bentuknya dari mould karena berbentuk uniseluler.
Reproduksi vegetatif pada yeast terutama dengan pertunasan. Yeast dapat
dibedakan menjadi dua kelompok berdasrkan sifat metabolismenya yaitu bersifat
fermentatif dan oksdatif. Jenis fermentatif dapat melakukan fermentasi alkohol
yaitu memecah gula (glukosa) menjadi alkohol dan gas karbondioksida. Jenis
oksidatif yaitu yeast yang menghasilkan karbondioksida dan air. Yeast dapat
tumbuh dalam lauratn yang pekat misalnya larutan gula. Yeast juga tidak mati
oleh adanya antibiotik dan beberapa yeast mempunyai sifat antimikroba sehingga
dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan mould (Artanto, 2007).
Yeast memiliki bentuk bulat, silinder, bulat telur, elips, memanjang
triangular, bentuk seperti lemon, dan bentuk botol. Sistem reproduksi yeast dibagi
menjadi dua cara reproduksi yaitu dengan reproduksi secara vegetatif dan seksual.
Reproduksi vegetatif yeast dapat berupa pertunasan dan pembelahan. Pertunasan
pada yeast dapat berupa pertunasan monopolar, bipolar dan multilateral.
Reproduksi seksual yeast dengan pembentukan spora. Spora terbentuk di dalam
suatu askus dimana bentuk askus yeast dapat berupa askus terkonjugasi atau tidak
terkonjugasi. Jumlah spora dalam askus bervariasi antara 1-4 spora per askus
(Sumartini et al., 2013).
Yeast merupakan fungi uniseluler yang tidak mempunyai kemampuan
membentuk hifa, miselia, dan spora. Yeast merupakan sel tunggal yang biasanya
berbentuk oval atau silindris dan haploid. Yeast bereproduksi atau memperbanyak
diri dengan fission atau budding. Budding atau pertunas yaitu dengan

memproduksi tunas kecil yang menonjol keluar dari sel dengan ukuran yang
semakin besar hingga dia keluar dari sel parental. Fission yaitu pembelahan yang
menghasilkan septum. Beberapa yeast adalah individu diploid yang bereproduksi
secara seksual dengan menggabungkan perbedaan mating types (Hardy, 2002).
Yeast roti merupakan produk yang bermanfaat bagi manusia sebagai
starter atau kultur nonaktif dari Saccharomyces sp. Saccharomyces sp. berasal
dari filum Ascomycota. Ascomycota hidup sebagai saprotof, simbiotik
antagonistik, dan simbiotik mutualistik. Struktur somatik cendawan Ascomycota
ada yg bersel satu misalnya Saccharomyces sp. yang disebut khamir. Pada saat
berkembang biak, khamir akan membelah diri dan menghasilkan tunas yang
berkecambah multipolar. Spora berdiameter 5-10 . S. cerevisiae merupakan
khamir bersel tunggal, yang berkembang biak dengan cepat secara seksual dan
aseksual. Perkembangbiakan melalui tunas kecambah multipolar dan tunas dapat
terjadi pada seluruh permukaan binding sel (Ahmad, 2008).
Reproduksi seksual membentuk askospora di dalam askus. Satu askus
umumnya terdapat empat askospora dalam berbagai bentuk. Khamir ini
mempunyai cin morfologi mikroskopis, membentuk blastospora (spora) bulat
lonjong, silindris, oval atau bulat telur pendek dan panjangnya dipengaruhi oleh
strain (Elliot, 1994).
Menurut besarnya sel, khamir dikelompokkan menjadi tiga, yaitu yang
selnya berukuran 3,50-10x 5-19 Vt, yang selnya benikuran 3-8x 4-18 Vt, dan
yang berukuran 2,50-7x 4,50-18 p. Sel berfilamen pada spora yang berukuran
lebih dari 30 dan berpseudomiselium. Morfologi makroskopik menunjukkan
koloni berbentuk bulat, berwarna putih, krem, abu-abu hingga kecoklatan,
permukaan koloni berkilau sampai kusam, licin, dengan tekstur lunak (Lodder,
1970).
S. cerevisiae merupakan salah satu kelompok yeast. Yeast yang
digunakan merupakan dried yeast yang umumnya dikenal sebagai fermipan.
Dinding sel yeast merupakan struktur tiga dimensi yang elastis yang dapat
berubah struktur dan komposisinya tergantung pada kultivasi, kondisi
pertumbuhan, serta usia sel tersebut. Dinding sel akan menebal pada kondisi
batch culture saat memasuki fase stasioner. Usia replikatif yeast berdasarkan

jumlah bekas pertunasan atau budding yang terjadi pada suatu sel (Chaudhari et
al., 2012).
Mutu yeast ditentukan oleh beberapa faktor seperti jenis (strain) yeast,
cara pengawetan, dan umur serta suhu simpan yeast. Yeast merupakan organisme
hidup maka akan terjadi penurunan viabilitas selama penyimpanan. Apabila yeast
disimpan pada suhu kamar, maka akan terjadi penurunan viabilitas sebesar 10%
setiap bulannya. Penyimpanan pada suhu rendah akan memperpanjang umur
simpan yeast dengan viabilitas yang lebih stabil. Beberapa langkah sederhana
yang dapat dilakukan untuk menguji viabilitas yeast sebelum digunakan, yaitu:
Periksa masa kedaluwarsa yeast pada kemasan dan pastikan yeast yang akan
digunakan masih belum melewati batas kedaluarsa.
Tuangkan cangkir air hangat dengan suhu antara 43-45C (Apabila tidak ada
termometer, suhu air dapat ditentukan dengan meneteskan beberapa tetes air pada
punggung tangan. Panas air sampai suhu 45C masih pada batas toleransi kulit
tangan. Suhu yang terlalu panas dapat menyebabkan yeast mati) dan ditambahkan
gula 1 sendok teh dan diaduk sampai gula terlarut.
Tambahkan 2 sendok teh yeast yang diuji ke dalam larutan gula dan diaduk
merata. Biarkan campuran selama 5 menit.
Setelah 5 menit akan timbul gelembung-gelembung udara kecil kepermukaan di
pinggir cairan dan muncul aroma yeast yang khas. Hal ini menandakan bahwa
yeast masih segar dan viabel.
Apabila setelah 10 menit dibiarkan tetap tidak terjadi aktivitas, tidak timbul
gelembung gas, maka yeast tersebut tidak segar lagi dan tidak aktif. Yeast seperti
ini tidak dapat digunakan untuk fermentasi adonan dan segera diganti dengan
yeast yang lain (Antara, 2011).
Berdasarkan hasil praktikum reproduksi aseksual pada semua kelompok,
yeast yang diberikan pada larutan gula mengalami metabolisme yaitu dengan
indikasi timbulnya gelembung. Yeast yang menimbulkan gelembung tersebut
sesuai dengan pustaka yang menyebutkan terjadinya gelembung gas pada larutan
gula tersebut dikarenakan yeast yang aktif bermetabolisme. Yeast menghasilkan
gas karbondioksida setelah mengkonsumsi gula. Yeast sendiri menghasilkan dua
enzim yang dapat memanfaatkan maltosa. Dua enzim tersebut adalah permease

yang membantu mengangkut maltosa ke dalam sel yeast dan maltase yang
merombak maltosa menjadi dua molekul glukosa yang selanjutnya dimanfaatkan
oleh yeast melalui glikolisis untuk menghasilkan gas karbon dioksida dan
alkohol (Antara, 2011).

IV. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dari praktikum reproduksi aseksual,
dapat diambil disimpulkan:
1. Proses reproduksi aseksual yaitu sel parental membuat kopian kromosom yang
berada di dalam nukleus. Kromosom lalu menempatkan diri pada daerah di
tengah sel. Kromosom - kromosom tersebut bergerak ke arah yang berlawanan
karena adanya pemendekkan benang spindel. Benang spindel menghilang,
nukleolus dan dinding nukleus mulai terbentuk lalu terjadi penyempitan
sitoplasma serta pembelahan organel-organel sitoplasmik yang akhirnya
muncul dua sel hasil mitosis yang identi

B. Saran
Berdasarkan hasil praktikum, sebaiknya saat pemberian yeast ke dalam
larutan gula, jangan terlalu lama membiarkan yeast terpapar oksigen.

DAFTAR REFERENSI
Ahmad, Zainuddin Riza. 2008. Pemanfaatan Cendawan untuk Meningkatkan
Produktivitas dan Kesehatan Ternak. Jurnal Litbang Pertanian 27 (3).
Antara,

Semadi Nyoman. 2011. Pemilihan Yeast untuk Bakery.


http://foodreview.co.id/preview.php?view2&id=56490#.Un1vMXCnofQ

Artanto, S. 2007. Dasar-dasar Mikologi Veteriner. Departemen Mikrobiologi.


UGM. Yogyakarta.
Beckett, S. B. 1986. Biology : A Modern Introduction. Oxford University Press.
United Kingdom.
Chaudhari, D. R., J. D. Stenson , T. W. Overton, C.R. Thomas. 2012. Effect of
Bud Scars on The Mechanical Properties of Saccharomyces cerevisiae
Cell Walls. Chemical Engineering Science 84 (2012) 188196.
Elliot, G.C. 1994. Reproduction in Fungi Genetical and Physiological Aspects.
Botany Department Univ of Glasgow Chapman & Hall. London.
Hardy, Simon. 2002. Human Microbiology. Taylor and Francis Inc. London.
Lodder, J. 1970. The Yeast, A Taxonomic Study. 2nd Ed. The Netherland, North
Holland Co. Amsterdam.
Rajab, Wahyudin. 2008. Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan.
Buku Kedokteran ECG. Jakarta.
Schimdt-Nielson, K. 1990. Animals Physiology Adaptation and Enviromental. 4th
Edition. Cambridge: Cambridge University Press.
Sumartini, N.W.E., N.P.E. Leliqia, Y. Ramona . 2013. Karakteristik
Mikroorganisme pada Teh Rosella Kombucha Lokal Bali. Jurnal
Farmasi Udayana Vol.2 No.1.

Anda mungkin juga menyukai