GLUMERULONEFRITIS
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III
Disusun Oleh :
Bondan P
Nur Abdillah
Oktaviani Ayu P
Indah Intan P
Pipin Muspiroh
Iyusrinalia Nur M
Prananda Adjiantoro
Luthfi Rayindra
Yundarti
Nevi Setyawati
Tingkat : II-A
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat allah SWT yang telah memberikan nikmat
kepada kita semua, karena dengan nikmat itulah Penulis dapat menyusun makalah ini.
Shalawat dan Salam semoga tercurah limpahkan kepada jungjunan kita semua, yakni nabi
Muhammad SAW. beserta keluarganya, sahabatnya, tabiin dan tabiatnya, dan kita selaku
umatnya hingga akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis mencoba menyusun makalah yang berjudul, Asuhan
Keperawatan Klien Dengan Glumerulonefritis, sebagai pemenuhan salah satu tugas mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah III.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah turut membantu penulis dalam penulisan
makalah ini, khususnya pada Dosen Mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III yang telah
memberikan masukan hingga tersususnnya makalah ini.
Tidak ada gading yang tak retak, begitupun dengan makalah ini, maka penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca semua. Akhir
kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua dan semoga apa yang
kita kerjakan senantiasa dalam ridho allah SWT.amin.
Penulis
DAFTAR ISI
ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.
E.
1
1
2
2
3
4
4
4
6
6
6
6
7
7
8
8
8
9
15
15
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap
akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa ( Buku
Ajar Nefrologi Anak, edisi 2, hal.323, 2002). Terminologi glomerulonefritis yang
dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama
terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain. Glomerulonefritis
merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam
gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi
utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami
kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh
Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak
penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan
beberapa bentuk glomerulonefritis.
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara
menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala.
Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala
umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya
disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10%
menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan referensi yang dikumpulkan maka dapat dibuat rumusan masalah seperti
berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan glumerulonefritis akut?
2. Apa penyebab dari glumerulonefritis akut?
3. Bagaimana patofisiologi dari glumerulonefritis akut?
4. Bagaimana manifestasi klinik dari klien dengan glumerulonefritis akut?
5. Bagaimana penatalaksanaan glumerulonefritis akut?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari glumerulonefritis akut?
7. Apa yang dimaksud dengan glumerulonefritis kronik?
8. Apa penyebab dari gumerulonefritis kronik?
9. Bagaimana patofisiologi dari glumerulonefritis kronik?
10. Bagaimana manifestasi klinik dari klien dengan glumerulonefritis kronik?
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari 3 bab utama. Bab I berisi
tentang latar belakang dari penulisan makalah, rumusan masalah, tujuan penulisan,
metode penulisan dan sistematika penulisan makalah. Bab II merupakan bagian yang
berisi penjelasan tentang tinjauan teoritis, yang membahas materi atau pokok bahasan
dari
makalah
ini
yaitu
tentang
Asuhan
Keperawatan
Klien
Dengan
Glumerulonefritis. Bab III merupakan bab terakhir yang berisi tentang kesimpulan
dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Hal ini ditunjukan dengan adanya neutrofil dan monosit dalam lumen kapiler
glumerulus dan sering menyertai proliferasi selular.
c. Penebalan Membran Basal Glomerulus
Perkembangan ini muncul sebagai penebalan dinding kapiler baik disisi
endotel atau epitel membran dasar.
d. Hialinisasi atau Sklerosis.
Kondisi ini menunjukan cedera irreversibel.
Perubahan struktural ini diperantai oleh reaksi antigen antibodi, agregat
molekul (kompleks) dibentuk dan beredar ke seluruh tubuh. Beberapa dari kompleks
terperangkap di glomerulus, suatu bagian penyaring di ginjal dan mencetuskan respon
peradangan.
Reaksi peradangan di glomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen
sehingga terjadi peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas kapiler
glomerulus serta filtrasi glomerulus. Protein-protein plasma dan sel darah merah
bocor melalui glomerulus. Akhirnya membran glomerulus rusak sehingga terjadi
pembengkakan dan edema di ruang intertisium Bowman. Hal ini menyebabkan
kolapsnya setiap glomerulus di daerah tersebut. Akhirnya peningkatan cairan
intertisium akan melawan filtrasi glomerulus lebih lanjut.
2. Perubahan Fungsional
Perubahan fungsional meliputi proteinuria, hematuria, penurunan GFR, serta
sedimen urine aktif dengan sel darah merah. Penurunan GFR dan retensi air akan
memberikan manifestasi terjadinya ekspansi volume intravaskuler, edema, dan
hipertensi sitemik.
Respon perubahan secara struktural dan fungsional memberikan berbagai
masalah keperawatan pada pasien yang mengalami glumerulonefritis akut.
D. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang biasa terjadi pada klien dengan glumerulonefritis akut
adalah nyeri pada pinggang atau kostovertebra, miksi berdarah, wajah atau kaki
bengkak, pusing dan badan cepat lelah.
E. Penatalaksanaan Medis
Tujuan terapi adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut dan
menurunkan resiko komplikasi. Risiko komplikasi yang mungkin ada meliputi
hipertensi ensefalopati, gagal jantung kongestif, dan edema pulmoner. Hipertensi
ensefalopati dianggap sebagai kondisi darurat medis dan terapi diarahkan untuk
mengurangi tekanan darah tanpa mengganggu fungsi renal. Untuk mencapai tujuan
terapi, maka penatalaksanaan tersebut meliputi:
1. Pemberian antimikroba derivat penisilin untuk mengobati infeksi streptokokkus.
2. Diuretik dan antihipertensi untuk mengontrol hipertensi.
3. Terapi cairan, jika pasien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output diatur
secara cermat dan dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan
dan berat badan harian.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan urinalisis ditemukan adanya hematuria mikroskopik dan
makroskopik. Urin tampak berwarna kola akibat sel darah merah dan butiran atau
sedimen protein (lempengan sel darah merah menunjukan adanya cedera glomerular).
Proteinuria, terutama albumin juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas
membran glomerulus.
Kadar BUN dan kreatinin meningkat seriring dengan menurunnya urine
output. Pasien dapat anemik akibat hilangnya sel darah merah ke dalam urine dan
perubahan mekanisme hematopoietik tubuh.
G. Definisi Glomerulusnefritis Kronik
Kondisi peradangan yang lama dari sel-sel glomerulus. Kelainan ini dapat
terjadi akibat glomerulonefritis akut akut yang tidak membaik atau timbul secara
spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cedera dan
peradangan glomerulus subklinis yang disertai oleh hematuria dan proteinuria ringan.
H. Etiologi
Penyebab yang sering adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Kedua
penyakit ini berkaitan dengan adanya cedera glomerulus yang bermakna dan
berulang. Hasil akhir dari peradangan tersebut adalah pembentukan jaringan parut dan
menurunnya fungsi glomerulus. Kerusakan glomerulus sering diikuti oleh atrofi
tubulus.
I. Patofisiologi
Setelah kejadian berulangnya infeksi ini, ukuran ginjal sedikit berkurang
sekitar seperlima dari ukuran normal dan terdiri atas jaringan fibrosa yang luas.
Korteks mengecil menjadi lapisan yang tebalnya 1 sampai 2 mm ata kurang. Berkas
jaringan parut merusak sisa korteks menyebabkan permukaan ginjal kasar dan
irreguler. Sejumlah glomeruli dan tubulusnya berubah menjadi jaringan parut serta
cabang-cabang arteri renal menebal. Perubahan ini terjadi dalam rangka untuk
kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas eletrolit dan uremia. Pada
TTV, sering didapatkan adanya perubahan, pada fase awal sering didapatkan
suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan,
frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh. Tekanan darah
terjadi dari hipertensi ringan sampai berat.
B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas walau
secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada masa akut. Pada masa
lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas yang
merupakan respons terhadap edema pulmoner dan adanya sindrom uremia.
B2(Blood)
Salah satu tanda khas glomerulonefritis adalah peningkatan tekanan darah
sekunder dari retensi natrium dan air yang memberikan dampak pada fungsi
sistem kardiovaskular di mana akan terjadi penurunan perfusi jaringan akibat
tingginya beban sirkulasi.Pada kondisi azotemia berat, pada auskultasi perawat
akan menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi
perikardinal sekunder dari sindrom uremik.
B3(Brain)
Didapatkan edema wajah terutama periorbital, konjungtiva anemis, sklera
tidak ikterik, dan mukosa mulut tidak mengalami peradangan. Status
neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia
pada sistem saraf pusat. Pasien berisiko kejang sekunder gangguan elektrolit.
B4(Bladder)
Inspeksi. Terdapat edema pada ekstremitas dan wajah. Perubahan warna urine
output seperti warna urine berwarna kola dari proteinuri, silinderuri, dan
hematuri. Palpasi. Didapatkan adanya nyeri tekan ringan pada area
kostovebra. Perkusi. Perkusi pada sudut kostovetebra memberikan stimulus
nyeri ringan lokal disertai suatu penjalaran nyeri ke pinggangdan perut.
B5(Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
B6(Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari edema
tungkai atau edema wajah terutama pada periorbital, anemia, dan penurunan
pefusi perifer dan hipertensi.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Aktual/risiko kelebihan volume cairan b.d. penurunan volume urine,
retensicairan dan natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penurunan
GFR.
b. Risiko tinggi kejang b.d. kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas
elektrolit dan uremia.
3. Intervensi Keperawatan
a. Aktual/risiko kelebihan volume cairan b.d. penurunan volume urine, retensi
cairan dan natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penurunan GFR.
Tujuan:
Agar tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemik.
Kriteria Hasil:
Klien tidak sesak nafas, edema ekstremitas berkurang, pitting edema (-),
produksi urine >600mL/hari.
INTERVENSI
-Kaji adanya edema ekstremitas
-Kaji tekanan darah
RASIONAL
Curiga gagal kongestif/kelebihan
volume cairan.
Sebagai salah satu cara untuk
mengetahui
peningkatan
jumlah
dapat
diketahui
dari
dapat
pemeriksaan
-Ukur intake dan output
jugularis.
Penurunan
dipantau
melalaui
tekanan
curah
vena
jantung,
retensi
natrium/air,
dan
berat
badan
-
nasal/masker
sesuai
adanya
efek
hipoksia
atau
iskemia.
dengan indikasi
-Kolaborasi:
menunjukan
dan
meningkatkna
jantung
dan
akan
demandmiokardium.
Diet rendah protein
untuk
meningkatkan
tinggi kalori
protein.
Diuretik
menurunkan
Berikan
diuretik,
furosemide,
bertujuan
untuk
volume
plasma
contoh:
dijaringan
sprinolakton,
sehingga
hidronolakton.
edema paru.
Hipokalemia dapat membatasi
keefektifan terapi
Pantau
data
laboratorium
elektrolit kalium
b. Risiko tinggi kejang b.d. kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas
elektrolit dan uremia.
Tujuan:
-Kaji
dan
INTERVENSI
catat faktor-faktor
yang -
Penting
RASIONAL
artinya
untuk
hipokalsemia
pada
mengamati
pasien
berisiko.
suhu tubuh
Alkohol dan kafein dalam dosis yang
dan
perokok
kretek
sedang
akan
menghasilkan
kalsium
mengiritasi
dan
dapat
dibiarkan menginfiltrasi.
Terapi vitamin D dapat digunakan
untuk
meningkatkan
absorpsi
ion
sampai
Vitamin D
dewasa
sangat
dianjurkan
Monitor
pemerikasaan
EKG
segar)
Menilai keberhasilan intervensi
dan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Sarannya agar mahasiswa mengetahui dan memahmi tentang glumerulonefritis,
Perawat agar bisa menangani pasien yang mengalami peradangan glomerulus secara
mendadak dengan mengetahui tanda dan gejalanya, Untuk lebih mendalami atau
mempelajari diagnosa pada glumerulonefritis tersebut. Dan juga agar bermanfaat bagi
pembaca untuk mempelajari glumerulonefritis lebih mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba
Medika