Anda di halaman 1dari 2

Manusia merupakan makhluk berbudaya, kehidupan manusia tidak terlepas dari

nilai-nilai kebudayaan. Kebudayaan yang meliputi manusia tersebut memiliki 3 wujud,


yaitu: (a) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma
dan peraturan, (b) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan
berpola dari manusia dalam masyarakat, (c) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda
hasil karya manusia. (Koentjaraningrat, 2009:150)
Demikianlah pengertian manusia sebagai makhluk berbudaya oleh koentjaraningrat.
Seperti kita tahu bahwa Indonesia merupakan negara dengan wilayah dengan jumlah
suku, adat, dan budaya yang beragam. Salah satu diantaranya yang akan kami bahas
dalam review ini adalah budaya yang terdapat di daerah Jawa Timur, yaitu di daerah
Blitar.
Blitar merupakan salah satu wilayah di propinsi Jawa Timur yang memiliki
ragam kebudayaan yang sangat kental, baik dari makanan, kesenian maupun upacara
adat. Keberagaman budaya tersebut sudah seyogyanya dipertahankan dan dilestarikan
agar dapat dinikmati oleh anak cucu kita. Pada saat ini yang akan kami bahas adalah
upacara pencucian gong yang dilakukan oleh warga Blitar, khususnya di desa Kalipang,
Kecamatan Sutojayan.
Setelah membaca artikel ilmiah mengenai kebudayaan yang ada di daerah Blitar,
dapat kami sampaikan bahwa asal mula diadakannya upacara pencucian pusaka adat ini
berawal dari kepercayaan masyarakat tentang hal-hal ghaib, yaitu mempercayai
kekuatan Tuhan dengan perantara yaitu sebuah pusaka yang berupa Gong. Realitas
kehidupan seperti ini memang sampai saat ini masih sering kita temui hampir di
berbagai wilayah di Indonesia, dan hal inilah yang menjadikan Indonesia menjadi
sebuah wilayah dengan keragaman kultur dan budaya.
Adat ini berupa serangkaian upacara yang bertujuan untuk menghormati leluhur
yang dulu pertama kali datang ke daerah Lodoyo yaitu Pangeran Prabu. Didalam
upacara ini terdapat serangkaian upacara yang sangat menarik yaitu prosesi siraman
(pencucian) pusaka yang sudah turun menurun yaitu berupa Gong, yang oleh
masyarakat sekitar disebut sebagai Gong Kyai Pradah. Pencucian ini dilaksanakan
bertepatan dengan maulid nabi Muhammad SAW, yaitu pada tanggal 12 Rabiul Awal
sesuai dengan amanat dari Pangeran Prabu agar masyarakat sekitar dapat hidup tenang,
aman dan damai.
Prosesi pencucian Gong ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap persiapan dan
tahap pelaksanaan. Pada tahap persiapan yang dilakukan adalah proses musyawarah

untuk menentukan lokasi diadakannya upacara, waktu diadakannya upacara,


pendanaan, dan persiapan segala sesuatu yang dibutuhkan ketika upacara. Pada tahap
pelaksanaan prosesi pertsms ysng dilakukan adalah Nyekar, yaitu berziarah atau
berkunjung ke petilasan leluhur yang oleh masyarakat dikenal sebagai petilasan
dadapan, kemudian setelah prosesi nyekar selesai dilanjutkan dengan melakukan atau
mengadakan pertunjukan kesenian jedoran. Keesokan harinya baru pencucian Gong
dilaksanakan, Gong akan dibawa keluar oleh beberapa orang juru kunci, lalu akan
dimandikan oleh Bupati Kabupaten Blitar. Setelah pencucian selesai Gong akan dipukul
sebanyak 7 kali oleh Bupati Blitar yang menandakan selesainya prosesi pencucian
Gong.
Setelah prosesi pencucian Gong Kyai Pradah selesai acara dilanjutkan dengan
acara-acara hiburan seperti diadakan pertunjukan wayang kulit, seni tari tayub. Selain
itu juga terdapat acara jamuan makan untuk masyarakat sekitar dengan diadakan prosesi
potong tumpeng.
Adat seperti ini merupakan sesuatu yang pada dasarnya merupakan sebuah
interpretasi dan realisasi dari apa yang dipercayai dan diyakini oleh masyarakat, serta
sesuatu yang harus dilakukan karena memang hal ini sudah dilakukan oleh orang-orang
pendahulu mereka. Nilai kepercayaan ini juga tercermin dari perilaku masyarakat
sekitar yang benar-benar antusias dalam mengikuti seluruh rangkaian acara pencucian,
sampai-sampai air sisa dari pencucian Gong tersebut diperebutkan karena diyakini
dapat membawa berkah berupa kesehatan.
Perilaku yang ditunjukan oleh masyarakat kelurahan Kalipang dan masyarakat
lain yang mempercayai adat ini dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, hal
in sesuai dengan pendapat Weber (dalam Veegar. 1986: 172) yang menjelaskan bahwa
perilaku yang diarahkan secara rasional untuk mencapai suatu tujuan, baik tujuan itu
sendiri maupun segala tindakan yang diambil rangka mencapai tujuan itu.

Anda mungkin juga menyukai