Anda di halaman 1dari 33

MODUL V

KINETIKA REAKSI DAN STUDI STABILITAS OBAT

I.

TUJUAN
Mempelajari kinetika suatu reaksi kimia dari asetosal
Menentukan waktu paro ( t ) dan waktu kadaluarsa (t 90) dari asetosal

II.

DASAR TEORI
Proses laju merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan bagi setiap

orang yang berkaitan dengan bidang kefarmasian., mulai dari pengusaha obat
sampai ke pasien. Pengusaha obat harus dengan jelas menunjukkan bahwa bentuk
obat atau sediaan yang dihasilkannya cukup stabil sehingga dapat disimpan dalam
waktu yang cukup lama, dimana obat tidak berubah menjadi zat yang tidak
berkhasiat atau racun; ahli farmasi harus mengetahui ketidakstabilan potensial
dari obat yang dibuatnya.
Beberapa prinsip dan proses laju yang berkaitan dimasukkan dalam
rantai peristiwa ini:
1. Kestabilan dan tak tercampurkan. Proses laju umumnya adalh sesuatu
yang menyebabkan ketidak aktifan obat melalui penguraian obat, atau
melalui hilangnya khasiat obat karena perubahan bentuk fisik dan kimia
yang kurang diinginkan dari obattersebut.
2. Disolusi. Disini yang diperhatiakn terutama kecepatan berubahnya obat
3.

dalam bentuk sediaan padat menjadi bentuk larutan molecular.


Proses absorbsi, distribusi, dan eliminasi beberapa proses ini berkaitan
dengan laju absorbs obat kedalam tubuh, laju distribusi obat dalam
tubuhdan laju pengeluaran obat setelah prosesdistribusi dengan berbagai
faktor, seperti metabolisme, penyimpanan dalam organ tubuh lemak, dan

melalui jalur-jalur penglepasan.


4. Kerja obat pada tingkat molecular obat dapat dibuat dalam bentuk yang
tepat dengan menganggap timbulnya respon dari obat merupakan suatu
proses laju.

Konstanta Laju Spesifik. Konstanata k yang ada dalam hukum laju yang
digabung dengan reaksi elementer, disebut konstanta laju spesifik untuk reaksi
tersebut. Setiap perubahan dalam kondisi reaksi, seperti temperatur, pelarut atau
sedikit perubahan dari suatu komponen yang terlibat dalam reaksi akan
menyebabkan hukum laju reaksi mempunyai harga yang berbeda untuk konstanta
laju spesifik.
Konstanta laju yang didapatkan dari reaksi-reaksi yang mengandung
sejumlah langkah molekul yang berbeda merupakan fungsi konstanta laju spesifik
untuk berbagai bentuk langkah. Setiap perubahan dalam sifat-sifat dari satu
langkah yang disebabkan modifikasi pada kondisi reaksi itu atau pada sifat-sifat
dari molekul yang terlibat dalam langkah-langkah ini, akan menyebabkan
perubahan harga konstanta laju keseluruhan.
Suatu Konstanta Laju Dasar. Agar sampai pada satuan untuk konstanta
laju yang muncul dalam hukum laju orde nol, pertama, dan kedua, persamaan
yang menyatakan hukum tersebut dalam bentuk variabel persamaan itu, maka
untuk reaksi orde nol:
dA
k = dt

mol/liter
detik

mol
liter detik

mol liter 1

Untuk reaksi orde- pertama


dA
k = dt

1
A

mol /liter
mol
detik
liter

1
detik

detik 1

Dan untuk reaksi orde-dua :


dA
k = dt

1
A2

= =

mol /liter
mol 2
detik (
)
liter

liter
mol detik

liter detik 1

mol1

detik 1

Reaksi Orde-Nol. Garrett dan Carper menemukan bahwa hilangnya


warna sebuah produk multisulfa (diukur dengan berkurangnya penyerapan dari
spektofotometer pada lamda 500 nm) mengikuti laju orde nol . pernyataan laju
untuk perubahan penyerapan terhadap waktu.
Waktu-paruh adalah waktu yang dibutuhkan untuk meluruh/ hilangnya
zat menjadi separuhnya, yakni waktu dimana a berkurang menjadi a. dalam
gambaran ini, A0 = 0,470 dan A0 =0,235.
1
A
2 0
ko

t =

0,235
8,2104

=2,9 10

jam

Reaksi Orde-Pertama. Pada tahun 1918, Harned menunjukkan bahwa


laju penguraian hydrogen peroksida, dengan katalis 0,02 M KI,sebanding dengan
konsentrasi sisa hydrogen peroksida dalam campuran reaksi pada setiap saat. Data
untuk reaksi
2H2O2 = 2 H2O + O2
Walaupun terdiri dari dua molekul hydrogen peroksida pada persamaan
stoikiometri, reaksi tersebut adalah orde-pertama. Persamaan lajunya dituliskan
sebagai berikut:
dc
dt

= kc dimana c adalah konsentrasi sisa hydrogen

peroksida yang tidak terurai pada waktu t dan k adalah konstanta laju ordepertama.
Obat yang sama dapat menunjukkan orde penguraian yang berbeda
pada kondisi yang berbeda. Dalam hal ini, dimana reaksi tidak bergantung pada
konsentrasi obat, penguraian mungkin akibat kontak dengan dinding wadah atau
berbagai faktor luar lainnya.
Reaksi Orde-kedua, laju reaksi bimolekuler yang terjadi bila dua
molekul bertabrakan.
A + B produk

sering dijelaskan dengan persamaan orde-kedua. Bila laju reaksi bergantung pada
konsentrasi A dan B yang masing-masing dipangkatkan dengan pangkat satu, laju
penguraian A sama dengan laju penguraian B dan keduanya sebanding dengan
hasil konsentrasi reaktan.
(Martin, 1993)
Kinetika eleminasi obat.
Eliminasi obat kebanyakan mengikuti persamaan reaksi orde 1 dan
beberapa obat mengikuti orde nol. Jika proses eliminasi tidak di jelaskan secara
khusus berarti mengikuti orde 1.
1. Ciri-ciri obat mengikuti eleminasi orde 1
Persen obat yang tereliminasi persatuan waktu adalah tetap,
Hubungan kadar versus waktu tidak linier, dan
Hubungan log kadar vers.us waktu adalah linier.
Eliminasi orde 1 mengikuti persamaan :
ln At

= ln A0 Kl t atau log At = log A0 Kl t/2,303 atau

ln Cpt = ln Cp0 Kl t atau log Cpt = log Cp0 Kl t/ 2,303


A0

= jumlah obat dalam tubuh dalam mula-mula

Cp0

= kadar obat dalam plasma mula-mula

At

= jumlah obat dalam tubuh pada waktu t

Cpt

= kadar obat dalam plasma pada waktu t

K1

= konstanta eliminasi orde 1

= waktu tertentu

t 1/2

= waktu paruh

dari persamaan di atas akan di peroleh nilai :


t 1/2 = 0,693/K1 atau K1 = 0,693/t
2. Cirri-ciri obat mengikuti eliminasi orde 0
Jumlah obat yang di eliminasi persatuan waktu tetap,
Obat mengalami kejenuhan metabolisme, dan
Hubungan kadar versus waktu linier.
Eliminasi orde 0 mengikuti persamaan :
At
= A0 K0 t atau Cpt sama dengan Cp0 K0 t
A0
= jumlah obat dalam tubuh mula-mula
Cp0
= kadar obat dalam plasma mula-mula
At
= jumlah obat dalam tubuh pada waktu t

Cpt
= kadar obat dalam plasma pada waktu t
K0
= konstanta eliminasi orde 0
Dari persamaan diatas akan diperoleh nilai :
T = A0/2 K0 atau K0 = A0/2 t
( Priyanto, 2008)
Acidum Salicylicum atau asam salisilat atau asetosal
Pemerian
: hablur ringan tidak berwarna atau serbuk berwarna putih;
hampir tidak berbau, rasa agak manis dan tajam.
Kelarutan
: larut dalam 550 bagian air, dan dalam 4 bagian etanol (95%) P;
mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter P; larut dalam larutan ammonium
asetat P, dinatrium hydrogen fosfat P, kalium sitrat P dan natrium sitrat P.
Khasiat
: keratolitikum, antifungi
( Anonim, 1979)

III.

ALAT DAN BAHAN


Alat :
1. Tabung reaksi
2. Spektrometer UV/Vis
3. Penangas air
4. Termometer
5. Kuvet
6. Labu takar
7. Bekker glass
8. Pipet volume
9. Alumunium foil
Bahan :

1.
2.
3.
4.
5.

IV.

Asetosal
Alkohol
Aquadest
Es
FeNO3 1 %

CARA KERJA SKEMATIS


Percobaan dihidrolisis larutan asetosal pada suhu tertentu
Ditimbang 0,1 gram asetosal, dilarutkan dalam 7,5 ml alkohol, diencerkan dengan
aquadest sampai 500 ml
Dimasukkan masing-masing 10,0 ml larutan diatas kedalam 7 tabung reaksi,
dipanaskan diatas penangas air, suhu 60oc
Setelah tercapai suhu yang dikehendaki, ambil tabung kemudian didinginkan (
dalam es ). Setelah 10 menit ambil lagi satu tabung dan dinginkan dalam es,
demikian lagi seterusnya hingga tabung ke-7
Diambil sampel dari tiap-tiap tabung, ditambahkan 2 ml FeNO3 1% dalam
asam nitrat, gojog hingga homogen. Dibaca absorbansi, 530 nm.Lakukan
percobaan dengan suhu 70 oC dan 80 oC

Dibaca absorbansi pada spektrofotometer


Dimasukkan harga absorbansi, sebagai y pada persamaan kurva baku( x
diketahui mg % )
Dihitung Co dan ( Co C )
Dimasukkan hasil perhitungan dengan persamaan reaksi orde nol, I, II
Digambar kurva peruraian

V. ANALISIS CARA KERJA


Pertama kali yang harus dilakukan yaitu penimbangan asetosal sebanyak
0,1 gram. Cara menimbang asetosal mula-mula dengan menimbang kertas
perkamen kosong dahulu, didapatkan berat kertas perkamen yaitu 0,25 gram,
sedangkan astosal yang akan ditimbang sebanyak 0,1 gram, maka berat total
asetosal dengan kertas perkamen yaitu 0,35 gram. Karena sifat asetosal yang tidak
mudah larut dalam air, untuk menghindari ketidaklarutan asetosal tersebut, maka
asetosal terlebih dahulu dilarutkan dalam alkohol (etanol). Langkah selanjutnya
yaitu asetosal terlebih dahulu dilarutkan ke dalam alcohol (etanol) sebanyak 7,5
mL di dalam bekker glass. Setelah itu baru di encerkan dengan aquadest di dalam
labu ukur sampai 500 mL. Di dalam air, asetosal akan terdegradasi menjadi
senyawa penyusunnya yaitu asam salisilat dan asam asetat.
Selanjutnya adalah memasukkan larutan asetosal yang telah diencerkan
tersebut kedalam 21 tabung reaksi, masing-masing tabung reaksi diisi dengan 10
ml (untuk suhu 60oC dan 70oC) dan 5 mL (untuk suhu 80oC). Larutan kemudian di
tutup dengan alumunium foil, tetapi untuk masing-masing suhu 60C, 70C dan
80C diambil satu tabung yang diisi dengan Aquadest dan di masukkan
termometer lalu diletakkan diatas penangas air pada msing-masing suhu. Fungsi
dari tabung ini adalah sebagai tabung pengontrol suhu agar dapat diketahui bahwa
suhu yang di gunakan tetap atau konstan. Kemudian ke 21 tabung reaksi tersebut
di masukkan ke dalam penangas air dengan suhu 60C, 70C dan 80C.

perbedaan suhu ini untuk membandingkan kecepatan terurainya obat. Yaitu


apabila suhu tinggi maka kecepatan terurainya obat akan menjadi tinggi.
Setelah tercapai suhu yang dikehendaki, tunggu tabung tersebut selama 10
menit, kemudian tabung reaksi tersebut diambil dan didinginkan (dalam es) agar
reaksinya tidak terus berjalan yang akhirnya nanti akan menyebabkan asetosal
terurai menjadi asam salisilat dan asam asetat. Setelah dingin maka diambil 8 ml
larutan yang bersuhu 60C kemudian di campur dengan 2 ml larutan ferri nitrat
1% dalam asam nitrat di dalam LAB 10 ml, gojog hingga homogen. Sebelum di
baca absorbansinya, terlebih dahulu larutan yang sudah tercampur dengan ferri
nitrat didiamkan selama 6 menit agar OT (obat tercampur) homogen. Setelah
didiamkan selama 6 menit baru di baca absorbansinya menggunakan
spekrofotometer pada 525 nm. Untuk pembacaan absorbansi, mula-mula
digunakan blanko dalam kuvet menggunakan aquadest. Setelah itu, baru
dimasukkan sampelnya ke dalam spektrofotometer, kemudian diamati berapa
rangenya, dimana rangenya bernilai 0,2-0,8 kemudian di catat hasilnya. Percobaan
tersebut berlaku untuk suhu 60C dan 70C dan di ulangi hingga tabung ke 7 pada
masing-masing suhu. Bedanya untuk yang suhu 80C yaitu dalam pengambilan
larutan asam nitrat hanya membutuhkan 5 ml kemudian di tambah dengan larutan
ferri nitrat 1% sebanyak 2ml, kemudian di add-kan dengan Aquadest sampai 10
ml agar sama dengan yang suhu sebelumya. Untuk cara kerja yang lainnya juga
sama dengan suhu sebelumya.

VI. Hasil Percobaan


Bobot Asetosal

: 100 mg dilarutkan dalam 500 mL aquadest

BM Asetosal

: 180,16

Kadar Asetosal awal (Co)

gram
BM x V (L)

= 0,1
180 x 0,5
= 0,1
90,075
= 1,11 x 10-3 M
Kurva baku Asam Salisilat : y= 1,02X + 0,014

NO

Waktu
(menit)

Abs
1

10

20

30

40

50

0,12
3
0,15
6
0,16
9
0,18
3
0,20

60 C
Fp Kadar
(mg%)
2
2
2
2
2

Pemanasan
70oC
Abs fp Kadar Abs
(mg%)
0,15
2
0,18
2
6
0,20
2
0,26
1
4
0,23
2
0,27
2
5
0,24
2
0,40
4
3
0,30
2
0,41

80oC
fp Kadar
(mg%)
2
2
2
2
2

60

70

4
0,25
5
0,26
3

2
2

Perhitungan

Suhu 60oC
1. Y
0,218
0,218 0,014
X
Kadar

= 1,02X + 0,014
= 1,02X + 0,014
= 1,02X
= 0,2
= X x fp
= 0,2 x 1
= 0,2 mg%

2. Y
0,235
0,235 0,014
X
Kadar

= 1,02X + 0,014
= 1,02X + 0,014
= 1,02X
= 0,216
= X x fp
= 0,216 x 1
= 0,216 mg%

3. Y
0,323
0,323 0,014
X
Kadar

= 1,02X + 0,014
= 1,02X + 0,014
= 1,02X
= 0,302
= X x fp
= 0,302 x 1
= 0,302 mg%

4. Y

= 1,02X + 0,014

9
0,39
7
0,45
1

2
2

5
0,63
4
0,65
5

2
2

0,356
0,356 0,014
X
Kadar

= 1,02X + 0,014
= 1,02X
= 0,335
= X x fp
= 0,335 x 1
= 0,335 mg%

5. Y
0,356
0,356 0,014
X
Kadar

= 1,02X + 0,014
= 1,02X + 0,014
= 1,02X
= 0,335
= X x fp
= 0,335 x 1
= 0,335 mg%

6. Y
0,359
0,359 0,014
X
Kadar

= 1,02X + 0,014
= 1,02X + 0,014
= 1,02X
= 0,338
= X x fp
= 0,338 x 1
= 0,338 mg%

7. Y
0,363
0,363 0,014
X

= 1,02X + 0,014
= 1,02X + 0,014
= 1,02X
= 0,342

Kadar

Suhu 70oC
1. Y
0,218
0,218 0,014
X
Kadar

= X x fp
= 0,342 x 1
= 0,342 mg%

= 1,02X + 0,014
= 1,02X + 0,014
= 1,02X
= 0,200
= X x fp
= 0,200 x 1
= 0,200 mg%

2. Y
0,245
0,245 0,014
X
Kadar

= 1,02X + 0,014
= 1,02X + 0,014
= 1,02X
= 0,226
= X x fp
= 0,226 x 1
= 0,226 mg%

3. Y
0,278
0,278 0,014
X
Kadar

= 1,02X + 0,014
= 1,02X + 0,014
= 1,02X
= 0,258
= X x fp
= 0,258 x 1
= 0,258 mg%

4. Y
0,291
0,291 0,014
X
Kadar

= 1,02X + 0,014
= 1,02X + 0,014
= 1,02X
= 0,271
= X x fp
= 0,271 x 1
= 0,271 mg%

5. Y
0,300
0,300 0,014
X
Kadar

= 1,02X + 0,014
= 1,02X + 0,014
= 1,02X
= 0,280
= X x fp
= 0,280 x 1
= 0,280 mg%

6. Y
0,331
0,331 0,014
X
Kadar

= 1,02X + 0,014
= 1,02X + 0,014
= 1,02X
= 0,310
= X x fp
= 0,310 x 1
= 0,310 mg%

7. Y
0,336
0,336 0,014
X
Kadar

= 1,02X + 0,014
= 1,02X + 0,014
= 1,02X
= 0,315
= X x fp

= 0,315 x 1
=0,315 mg%

Suhu 80oC
1. Y
0,212
0,212 0,014
X
Kadar

= 1,02X + 0,014
= 1,02X + 0,014
= 1,02X
= 0,194
= X x fp
= 0,194 x 1
= 0,194 mg%

2. Y
0,333
0,333 0,014
X
Kadar

= 1,02X + 0,014
= 1,02X + 0,014
= 1,02X
= 0,312
= X x fp
= 0,312 x 1
= 0,312 mg%

3. Y
0,358
0,358 0,014
X
Kadar

= 1,02X + 0,014
= 1,02X + 0,014
= 1,02X
= 0,337
= X x fp
= 0,337 x 1
= 0,337 mg%

4. Y
0,376
0,376 0,014
X
Kadar

= 1,02X + 0,014
= 1,02X + 0,014
= 1,02X
= 0,354
= X x fp
= 0,354 x 1
= 0,354 mg%

5. Y
0,385
0,385 0,014
X

= 1,02X + 0,014
= 1,02X + 0,014
= 1,02X
= 0,363

Kadar

= X x fp
= 0,363 x 1
= 0,363 mg%

6. Y
0,390
0,390 0,014
X
Kadar

= 1,02X + 0,014
= 1,02X + 0,014
= 1,02X
= 0,368
= X x fp
= 0,368 x 1
= 0,368 mg%

7. Y
0,452
0,452 0,014
X
Kadar

= 1,02X + 0,014
= 1,02X + 0,014
= 1,02X
= 0,435
= X x fp
= 0,435 x 1
= 0,435 mg%

Suhu 60oC

t
10
20
30
40
50
60
70

X (mg
%)
0,200
0,216
0,302
0,335
0,335
0,338
0,342

Cx (M)
1,44 x 10-5 M
1,56 x 10-5 M
2,18 x 10-5 M
2,42 x 10-5 M
2,42 x 10-5 M
2,45 x 10-5 M
2,47 x 10-5 M

Ct (Co-Cx)
1,095 x
M
1,094 x
M
1,088 x
M
1,086 x
M
1,086 x
M
1,085 x
M
1,085 x
M

10-3
10-3
10-3
10-3
10-3
10-3
10-3

Log Ct

1/Ct

-2,960

913,24

-2,961

914,07

-2,963

919,11

-2,964

920,81

-2,964

920,81

-2,965

921,65

-2,965

921,65

Suhu 70oC

t
10

X (mg
%)
0,200

Cx (M)
1,44 x 10-5 M

20

0,226

1,63 x 10-5 M

30

0,258

1,86 x 10-5 M

40

0,271

1,96 x 10-5 M

50

0,280

2,02 x 10-5 M

60

0,310

2,24 x 10-5 M

70

0,315

2,28 x 10-5 M

Ct (Co-Cx)
1,095 x
M
1,093 x
M
1,091 x
M
1,090 x
M
1,089 x
M
1,088 x
M
1,087 x
M

Log Ct

1/Ct

10-3

-2,960

913,24

10-3

-2,961

914,91

10-3

-2,962

916,59

10-3

-2,962

917,43

10-3

-2,963

918,27

10-3

-2,963

919,11

10-3

-2,964

919,96

Log Ct

1/Ct

10-3

-2,960

912,41

10-3

-2,964

919,96

10-3

-2,964

921,66

10-3

-2,965

922,51

10-3

-2,965

923,36

10-3

-2,965

923,36

Suhu 80oC

t
10

X (mg
%)
0,194

Cx (M)
1,40 x 10-5 M

20

0,312

2,25 x 10-5 M

30

0,337

2,43 x 10-5 M

40

0,354

2,56 x 10-5 M

50

0,363

2,62 x 10-5 M

60

0,368

2,66 x 10-5 M

Ct (Co-Cx)
1,096 x
M
1,087 x
M
1,085 x
M
1,084 x
M
1,083 x
M
1,083 x
M

70

0,435

3,14 x 10-5 M

1,078 x 10-3
M

-2,967

927,64

Perhitungan Orde Nol, Satu dan Dua.


1. Pada Suhu 60oC
Reaksi orde nol = t VS Ct
A
= 1,096 x 10-3
B
= - 1,78 x 10-7
r
= - 0,902
y
= Bx + A
= (-1,78 x 10-7)x + (1,096 x 10-3 )
Reaksi orde satu = t VS log Ct
A
= -2,960
B
= - 8,57 x 10-5
r
= - 0,950
y
= Bx + A
= (- 8,57 x 10-5)x + (-2,960)
Reaksi orde dua = t VS 1/Ct
A

= 912,75

= 0,150

= 0,902

= Bx + A
=( 0,150)x + 912,75

2. Pada Suhu 70oC


Reaksi orde nol = t VS Ct
A
= 1,095 x 10-3
B
= - 1,28 x 10-7
r
= - 0,984

Dari ketiga orde reaksi


terlihat bahwa orde 1
adalah yang paling
mendekati +1 atau -1

= Bx + A
= (- 1,28 x 10-7)x + (1,095 x 10-3)

Reaksi orde satu = t VS log Ct


A
= -2,960
B
= - 6,07 x 10-5
r
= - 0,975
y
= Bx + A
= (- 6,07 x 10-5)x + (-2,960)
Reaksi orde dua = t VS 1/Ct
A
= 915,752
B
= 0,108
r
= 0,985
y
= Bx + A
= ( 0,108)x + (915,752)

Dari ketiga orde reaksi


terlihat bahwa orde 2
adalah yang paling
mendekati +1 atau -1

3. Pada suhu 80oC


Reaksi orde nol = t VS Ct
A
= 1,094 x 10-3
B
= - 2,28 x 10-7
r
= - 0,894
y
= Bx + A
= (- 2,28 x 10-7)x + 1,094 x 10-3
Reaksi orde satu = t VS log Ct
A
= - 2,960
B
= - 8,57x 10-5
r
= - 0,866
y
= Bx + A
= (- 8,57 x 10-5)x + (- 2,960)
Reaksi orde dua = t VS 1/Ct
A
= 913,815
B
= 0,193
r
= 0,895
y
= Bx + A
= (0,193)x + (913,815)

Dari ketiga orde reaksi


terlihat bahwa orde 2
adalah yang paling
mendekati +1 atau -1

Perhitungan k
k
2,303

Log Ct = log Co

xt

a)Pada persamaan suhu 60 C


y
k

= (-8,57 x10-5) x + (-2,960)


= -2,303 x (-5,57 x10-5)
= 1,28 x 10-4

b)pada persamaan suhu 70 C


y
k

= (0,108) x + (915,752)
= -2,303 x (0,108)
= -0,2487

c)pada persamaan suhu 80 C


y
k

= (0,193) x + 913,815)
= -2,303 x (0,193)
= -0,444

Dari perhitungan setiap suhu pemanasan , didapat :

NO
1
2
3

T(C)
60
70
80

T(K)
333
343
353

1/T (K)
3,003x10-3
2,915x10-3
2,833x10-3

Persamaan Reg. Linear


A

= 59,70

= -21023,79

= -0,90

= Bx+A

1
T

vs log k

= (-21023,79)x + 59,79
Rumus Arrhenius
Log k

Ea
2 , 303 . R .

1
T

+ log A

K pada T = 27C (300 K)


1
T

1
300

= 3,33x10-3

= (-21023,79)x + 59,79

Log k = -21023,79(3,33 x 10-3) + 59,79


Log k = -10,219
K

= antilog -10,219

K
1,28 x 10-4
-0,2487
-0,444

Log K
-3,89
-0,61
-0,35

= 6,039 x 10-11
Harga energy aktifasi (Ea)
B

Ea
2,303. R

Ea =-2,303 x R x B
=-2,303 x 1,987 x (21023,79)
=96206,14

kal
mol

harga t
t=

0,693
K
0,693
11
6,039 x 10

harga t
t

90

90

0,105
K

0,105
11
6,039 x 10
=1,1475x 1010 menit
x 1010 menit

= 1,7386

Grafik untuk suhu 600C

Grafik Waktu Vs Ct
1,096

1,095

1,094

1,094
f(x) = - 0.18x + 1095.57
R = 0.81

1,092
1,090
Ct ( x 10-3)

1,088

1,088

1,086

1,086 1,086

1,084

1,085 1,085

1,082
1,080
0

10

20

30

40

50

WAKTU (MENIT)

60

70

80

Grafik Waktu Vs Log Ct


-2,957
-2,958

10

20

30

40

50

60

70

80

-2,959

Log Ct

-2,960

-2,960

-2,961

f(x) = --2,961
0.09x - 2959.71

-2,962
-2,963

-2,963

-2,964

-2,964 -2,964

-2,965

-2,965 -2,965

-2,966
WAKTU (MENIT)

Grafik Waktu Vs 1/Ct


924
f(x) = 0.15x + 912.75
R = 0.81

922
920

921.65 921.65

919.11

918
1/Ct

920.81 920.81

916
914

913.24

914.07

912
910
908
0

10

20

30

40

50

WAKTU (MENIT)

60

70

80

Grafik Pada suhu 70oC

Grafik Waktu Vs Ct
1.1
1.1
1.09
1.09
1.09
1.09
1.09
Ct ( x 10-3 )

1.09
1.09

1.09

1.09
1.09

1.09
1.08
1.08
0

10

20

30

40

50

60

70

80

WAKTU (MENIT)

Grafik Waktu vs Log Ct


-2.96
0

10

20

30

40

50

60

70

-2.96
-2.96

-2.96

-2.96

f(x) = - 0x - 2.96
-2.96
R = 0.95

Log Ct
-2.96

-2.96

-2.96

-2.96

-2.96

-2.96

-2.96
-2.96

-2.97
WAKTU (MENIT)

80

Grafik Waktu Vs 1/Ct


922
920

f(x) = 0.11x + 912.75


R = 0.97

918

916.59

916
1/Ct

917.43

918.27

919.11

919.96

914.91

914

913.24

912
910
908
0

10

20

30

40

WAKTU (MENIT)

50

60

70

80

Grafik pada suhu 80oC

Grafik Waktu Vs Ct
1.1
1.1

1.1

f(x) = - 0x + 1.09
R = 0.8
1.09
1.09

1.09
1.09
Ct ( x 10-3 )

1.08

1.08

1.08

1.08

1.08

1.08
1.07
1.07
0

10

20

30

40

50

WAKTU (MENIT)

60

70

80

Grafik Waktu Vs Log Ct


-2.96
0

10

20

30

40

50

60

70

80

-2.96
-2.96
Log Ct

-2.96

-2.96

f(x) = - 0x - 2.96
R = 0.75
-2.96 -2.96

-2.96

-2.97

-2.97

-2.97

-2.97
-2.97
-2.97
WAKTU (MENIT)

Grafik Waktu Vs 1/Ct


930
f(x) = 0.19x + 913.82
R = 0.8
923.36 923.36
922.51
921.66
919.96

925
920

1/Ct

927.64

915
912.41
910
905
900
0

10

20

30

40

WAKTU (MENIT)

50

60

70

80

VII. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini adalah tentang Kinetika Reaksi dan studi Stabilitas
Obat. Dimana percobaan ini bertujuan untuk mempelajari kinetika suatu reaksi
kimia dari suatu obat serta menentukan waktu paro (t 1/2) dan waktu kadaluarsa (t90)
dari sutu obat. Karena obat yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah
Asetosal sehingga pada percobaan kali ini akan menentukan waktu paro dan
waktu kadaluarsa dari Asetosal.
Persyaratan suatu obat adalah aman dalam arti stabil secara fisik maupun
kimia, sehingga suatu produk harus diketahui stabilitasnya sebelum beredar
dipasaran. Pemeriksaan kestabilan ini adalah untuk menjamin bahwa obat yang
dipasarkan tersebut memenuhi spesifikasi meski sudah lama disimpan. Suatu
obat/bahan obat mempunyai waktu paro tertentu yang dapat memberikan
gambaran kecepatan terurainya obat atau kecepatan degradasi

kimiawinya.

Perubahan lingkungan seperti panas, lembab, sinar matahari, dan radiasi juga
pengaruh mekanik atau faktor-faktor lain dapat menyebabkan rusaknya obat.

Mekanisme rusaknya obat dapat melalui pecahnya suatu ikatan, pergantian


spesies, atau perpindahan atom-atom dan ion-ion jika dua molekul bertabrakan.
Adapun dalam menentukan stabilitas suatu obat , beberapa hal yang perlu di
perhitungkan adalah :
Waktu paro (t1/2) yaitu waktu yang diperlukan obat sampai jumlah
konsentrasinya menjadi setengah dari konsentrasi semula.
Waktu kadaluarsa (t90) yaitu waktu yang diperlukan untuk mengetahui
kerusakan obat hingga 10%.
Tenaga aktivasi (EA) yaitu tenaga yang dibutuhkan agar suatu molekul
dapat dapat bereaksi dimana berdasarkan pada suatu tetapan yang
berhubungan dengan frekuensi tabrakan diantara reaktan-reaktan.
Untuk menetapkan kecepatan dekomposisi suatu zat/obat dapat digunakan
metode accelerated, yaitu terurainya zat/obat dipercepat dengan memanaskan
pada temperatur yang lebih tinggi.
Pada praktikum dilakukan percobaan menggunakan Asetosal. Pada awalnya
Asetosal di timbang sebanyak 0,1 gram. Kemudian sebelum Asetosal di encerkan
menggunakan Aquadest, Asetosal terlebih dahulu dilarutkan menggunakan
alkohol (etanol) sebanyak 7,5 mL. Asetosal bersifat sukar larut dalam air dan
mudah larut dalam etanol. Sehingga untuk menghindari ketidak larutan asetosal
tersebut, maka Asetosal terlebih dahulu dilarutkan di dalam Etanol baru kemudian
diencerkan dengan Aquadest di dalam labu ukur hingga volume 500 mL. Didalam
air Asetosal akan terdegradasi menjadi senyawa penyusunnya yaitu Asam Salisilat
dan Asam asetat.
Selanjutnya adalah memasukkan larutan Asetosal yang telah diencerkan
tersebut kedalam tabung reaksi. Pada percobaan kali ini akan dilakukan tiga
percobaan dengan suhu yang berbeda-beda. Yaitu suhu 60 oC, 70oC, dan 80oC.
Perbedaan suhu ini untuk membandingkan kecepatan terurainya obat. Yaitu
apabila suhu tinggi maka kecepatan terurainnya obatpun akan menjadi tinggi.
Masing-masing suhu dilakukan menggunakan 7 buah tabung. Sehingga tabung
yang digunakan sebanyak 21 buah tabung. Kedalam masing-masing tabung

dimasukkan 10,0 mL larutan Asetosal dan ditutup menggunakan alumunium foil.


Serta disiapkan pula 1 buah tabung untuk masing-masing suhu dan diisi dengan
Aquadest. Ketiga tabung ini digunakan sebagai tabung pengontrol suhu. Tabung
diletakkan pertama kali dan di letakkan juga termometer pada tabung berisi
Aquadest ini. Ketika suhu pada tabung pengontrol telah menunjukkan suhu yang
diinginkan maka perhitungan waktupun dimulai. Setelah 10 menit maka diambil 1
buah tabung dari masing-masing suhu dan didinginkan di dalam es. Setelah dingin
diambil sampel dari tabung tersebut sebanyak 8 mL (untuk suhu 60 oC dan 70oC)
dan 5 mL(untuk suhu 80oC) dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL dan
ditambahkan larutan Ferri Nitrat 1% lalu digojog dan didiamkan selama 6-10
menit agar larutan tercampur merata. Maksud dari penambahan larutan Ferri
Nitrat ini adalah agar memudahkan dalam membaca nilai absorbansi pada
Spektrofotometer UV/Vis. Sedangkan tujuan pendiaman laruan adalan agar
terbentuk kompleks warna yang sempurna dari sampel dengan larutan Ferri Nitrat
(warnanya berubah menjadi ungu). Setelah itu dibaca data absorbansinya pada
Spektrofotometer UV/Vis menggunakan Kuvet dan blanko berupa campuran
Aquadest dan larutan Ferri Nitrat 1% pada 525 nm. Setelah setiap 10 menit
berikutnya diambil lagi 1 tabung berikutnya dan di lakukan hal yang sama dengan
yang dilakukan pada tabung awal. Perlakuan diteruskan hingga tabung ke tujuh
pada tiap suhu.Setelah dibaca nilai absorbansi pada spektrofotometer UV/Vis
maka nilainya di masukkan persamaan kurva baku Asam Salisilat Y = 1,02 x +
0,014
Dengan Y = Nilai absorbansi, maka akan didapatkan nilai dari X, Setelah
mendapatkan nilai dari X maka perhitungan di lanjutkan ke penetapan kadar
(%mg) dari masing-masing sampel pada masing-masing suhu. %mg kadar di
hitung dengan menggunkan rumus
%mg = x . fp
Dimana fp adalah perbandingan antara mL pengenceran dibagi mL sampel yang di
ambil. Setelah mendapatkan %mg, maka perhitungan dilanjutkan dengan

menghitung konsentrasi mula-mula obat yang terurai (Cx) dengan menggunakan


rumus
Cx =

mg x 10
1000 x BM

Setelah mendapatkan nilai dari Cx maka perhitungan di lanjutkan pada


perhitungan Konsentrasi obat pada waktu t ( Ct ). Perhitungan Ct menggunakan
rumus
Ct = Co Cx
Dengan Co = Konsentrasi mula-mula zat dan Cx = Konsentrasi mula-mula zat
yang terurai. Setelah mendapatkan harga Ct, maka dicari pula harga dari log Ct
dan 1/Ct. Harga Ct digunakan untuk menentukan reaksi orde nol. Karena pada
orde nol waktu paro berbanding lurus dengan konsentrasi reaktan ( t Vs Ct).
Sedangkan untuk reaksi orde satu dipakai harga log Ct karena pada reaksi orde
satu tidak terpengaruh oleh konsentrasi awal dari reaktan ( t Vs log Ct).
Selanjutnya harga 1/Ct digunakan untuk menentukan reaksi orde dua, karena pada
reaksi orde dua waktu paro berbanding terbalik dengan konsentrai awal reaktan ( t
Vs 1/Ct ). Setelah pada masing-masing suhu di hitung harga Ct, log Ct, dan 1/Ct
maka selanjutnya dicari harga A, B dan r dari masing-masing suhu dengan
menggunakan kalkulator dan dimasukkan kedalam reaksi orde nol, satu, dan dua.
Pada percobaan setelah diketahui harga A, B, dan r dari orde nol, satu, dan dua
dari masing-masing suhu maka didapatkan bahwa pada suhu 60 oC degradasi obat
terjadi pada orde satu, karena harga r pada orde satu paling dekat dengan 1 yaitu
r = - 0,975, sedangkan pada suhu 70oC terjadi pada orde dua dengan harga r =
0,985 dan untuk suhu 80oC degradasi obat juga mengikuti orde dua yaitu dengan
harga r = 0,895. Hal ini berarti bahwa pada percobaan pada suhu 70oC dan 80oC
sudah berjalan sesuai dengan orde dari Asetosal. Sedangkan pada suhu 60oC tidak
sesuai. Degradasi asetosal mengikuti orde dua.

Untuk selanjutnya dicari nilai k dengan menggunakan rumus Arhennius.


Dengan perhitungan A, B, dan r sesuai dengan orde Aspirin serta suhu yang kamar
(27oC). Selanjutnya dicari harga energi aktivasi (Ea), waktu paro (t1/2) dan juga
waktu kadaluarsa (t90). Dari perhitungan di dapatkan harga 6,501 x 10-11 dan
berdasarkan rumus
Ea
2,303 R

B=

Maka didapatkan harga Ea sebesar 96206,14

kal
mol . Harga waktu paro dihitung

dengan rumus
t1/2 = 0,693/k
Maka didapatkan harga t1/2 sebesar 1,1475 x 1010 menit sedangkan menurut rumus
t 90 =

0,105
K

maka didapat harga untuk waktu kadaluarsa sebesar 1,7386 x 1010 menit.
VIII. Kesimpulan

Degradasi dari obat dipengaruhi oleh suhu, semakin tinggi suhu maka

semakin cepat pula degradasi obat tersebut.


Asetosal adalah obat yang mudah terdegradasi menjadi Asam Salisilat dan

Asam Asetat.
Orde reaksi berfungsi dalam menentukan waktu paro (t1/2) dan waktu

kadaluarsa (t90) dari suatu obat.


Pada reaksi orde nol waktu paro berbanding lurus dengan konsentrasi awal

reaktan.
Pada reaksi orde I waktu paro tidak dipengaruhi oleh konsentrasi awal

reaktan.
Pada reaksi orde II waktu paro berbanding terbalik dengan konsentrasi
awal reaktan.

Harga t1/2 yang di dapat adalah sebesar 1,1475 x 1010 menit .


Harga t90 yang di dapat adalah sebesar 1,7386 x 1010 menit.
kal
Harga Ea yang di dapat adalah sebesar 96206,14 mol .

IX. Daftar Pustaka


Anonim,1979. Farmakope Indonesia. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta
Martin, Alfred.dkk.1993.Farmasi Fisik. Universitas Indonesia. Jakarta
Priyanto, 2008. Farmakologi Dasar. Leskonfi, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai