Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teknik perbanyakan tanaman secara in vitro melalui metode kultur jaringan telah lama
berkembang. Di Indonesia, teknik ini telah dikenal sejak tahun 80-an. Berbagai tanaman telah
dikembangbiakkan secara in vitro, baik dalam bidang pertanian, perkebunan, tanaman hias, tanaman
obat serta tanaman pangan.
Perbanyakan tanaman secara in vitro ini dianggap sangat membantu dalam menghasilkan
tanaman baru, karena teknik ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya : teknik kultur jaringan
akan mampu menghasilkan anakan dalam jumlah sangat banyak, sehingga dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat terutama petani dalam pemenuhan kebutuhan bibit tanaman, waktu yang
dibutuhkan dalam perbanyakan tergolong singkat dengan hasil yang banyak jika dibandingkan
dengan perbanyakan secara vegetative biasa dilakukan sehari-hari, tanaman anakan yang dihasilkan
juga identik dengan tanaman induk, meskipun bagian tanaman yang digunakan dalam perbanyakan
sangat kecil dan perbanyakan tanaman yang dilakukan secara in vitro dapat menjadi alternative
apabila suatu tanaman tidak dapat diperbanyak dengan cara vegetative biasa.
Perkembangan kultur jaringan di Indonesia terasa sangat lambat, bahkan hampir dikatakan
jalan di tempat jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Tidak heran jika berbicara masalah
teknologi yang menunjang dalam perkembangan Kultur Jaringan, karna Indonesia sangat jauh
ketinggalan dari bangsa-bangsa lain ketika berbicara masalah teknologi. Kesenjangan teknologi, baik
dilihat dari segi akademis, lembaga penelitian, dan juga public yang menjadi subjek dalam praktek
kultur jaringan.
Salah satu penyebab lambatnya perkembangan teknologi yang menunjang praktek kultur
jaringan ini adalah persepsi yang mengatakan bahwa modal dasar memulai usaha kultur jaringan
sangatlah mahal. Sehingga sebagian masyarakat di Indonesia menganggap bahwa teknik kultur
jaringan hanya cocok bagi perusahaan saja.
1.2 Tujuan Pratikum
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mengetahui alat-alat yang ada dilaboratorium dan mengetahui fungsinya masing-masing


Mengetahui sterilisasi alat dan bahan
mengetahui bagaimana cara pembuatan media biakan yaitu VW dan MS
Mengetahui bagaimana sterilisasi ekplan, pada kultur pisang dan karet
Mengetahui cara kultur anggrek
Mengetahui cara kultur Biji karet

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Page 1

7. Mengetahui cara kultur pisang

BAB II

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Page 2

TINJAUAN PUSTAKA
1. Kultur Anggrek
1.1 Perbanyakan Anggrek Secara in Vitro
Teknik kultur jaringan pada anggrek sampai saat ini memang belum biasa
dilaksanakan oleh para petani tradisional, karena pelaksanaan teknik kultur jaringan tanaman
memerlukan keterampilan khusus dan dilatar belakan gi den gan ilmu pengetahuan dasar
tentang fisiologi tumbuhan, anatomi tumbuhan, biologi, kimia dan pertanian. Dengan
demikian jelas akan amat sulit untuk diterima oleh kalangan petani biasa. Di samping itu,
pelaksanaan perb anyakan in vitro anggrek mutlak memerlukan laboratorium khusus,
walaupun dapat di usahakan secara sederhana, namun tetap memerlukan peralatan yang
memadai. Kemungkinan lain petani akan merasa enggan bekerja secara aseptik. Karena
semua pekerjaan harus dilaksanakan secara hatri-hati dan cermat serta memerlukan kesabaran
yang tinggi. Biaya untuk mewujudkan perban yakan tanaman anggrek secara in vitro ini juga
sangat mahal, kecuali bisa meramu medium sendiri (Nadia. 2008).
A. Taksonomi dan Morfologi Anggrek Dendrobium
Anggrek yang merupakan tanaman dari keluarga Orchidaceae banyak terdapat di
Indonesia. Sekitar 20.000-30.000 jenis dari 700 genus yang berbeda, kurang lebih 5.000
diantaranya berada di hutan-hutan Indonesia. (Widiastoety, 2003)
Kedudukan anggrek Dendrobium dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan menurut Sutiyoso
dan Sarwono(2002) sebagai berikut :
Kingdom

: Planthae (dunia tumbuhan)

Divisio

: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Subdivisi

: Angiospermae (biji tertutup)

Kelas

: Monocotyledonae (biji tunggal)

Ordo

: Orchidales (bangsa anggrek-anggrekan)

Family

: Orchidaceae (keluarga anggrek-anggrekan)

Genus

: Dendrobium

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Page 3

Spesies

: D. bifale, D. macrophyllum, D. affine,


D. phalaenopsis
Berdasarkan pola pertumbuhannya, tanaman anggrek dibedakan menjadi dua, yaitu tipe

simpodial dan tipe monopodial. Anggrek tipe simpodial adalah anggrek yang tidak memiliki
batang utama, bunga keluar dari ujung batang, dan akan berbunga kembali pada pertumbuhan
anakan atau tunas baru. Contoh anggrek tipe simpodial adalah Dendrobium. Dendrobium
memiliki kekhasan tersendiri, yaitu dapat mengeluarkan tangkai bunga baru di sisi-sisi
batangnya. Pada umumnya, anggrek tipe simpodial bersifat epifit.
Adapun anggrek tipe monopodial adalah anggrek yag dicirikan oleh adanya titik tumbuh
di ujung batang, pertumbuhannya lurus ke atas pada satu batang, bunga keluar dari sisi batang
diatara dua ketiak daun. Contoh anggrek tipe monopodil adalah Vanda dan Phalaenopsis
(Widiastoety, 2003).
Seperti tanaman lainnya, anggrek mempunyai bagian-bagian seperti akar, batang, daun,
bunga dan buah.
1. Akar
Pada umumnya akar anggrek berbentuk silindris, berdaging, lunak dan mudah patah.
Bagian ujung akar meruncing, licin, dan sedikit lengket. Dalam keadaan kering akar akan
tampak berwarna putih keperak-perakan dan hanya bagian ujung akar saja yang berwarna
hijau kekuningan. Akar yang sudah tua akan kelihatan coklat dan kering.
2. Batang
Bentuk batang anggrek beraneka ragam, ada yang ramping, gemuk berdaging
seluruhnya atau menebal di bagian tertentu saja, dengan atau tanpa umbi semu (pseudoblub).
Berdasarkan pertumbuhannya batang anggrek dibedakan menjadi:
a. Simpodial, pada umumnya anggrek ini berumbi semu dengan pertumbuhan ujung batang
terbatas. Pertumbuhan baru dilanjutkan oleh anggrek anakan yang tumbuh di
sampingnya. Contoh anggrek tipe ini adalah Cattleya, Oncidium, dan Dendrobium.
b. Monopodial, anggrek ini mempunyai batang utama dengan pertumbuhan tidak terbatas.
Bentuk batangnya ramping tidak berumbi semu. Tangkai bunga akan keluar di antara 2
ketiak daun. Contohnya Vanda, Aranthera dan Phalaenopsis.
3. Daun

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Page 4

Bentuk daun anggrek bermacam-macam ada yang tebal ada yang tipis. Ada yang
berbentuk agak bulat, lonjong, sampai lanset. Tebal daun juga beragam, dari tipis sampai
bedaging, rata dan kaku. Daun anggrek tidak bertangkai, sepenuhnya duduk pada batang.
Tepinya tidak bergerigi (rata). Daun memanjang, ujungnya berbelah, tulang daun sejajar
dengan tepi daun hingga ke ujung daun.
4. Bunga
Bunga anggrek akan tersusun dalam karangan bunga. Jumlakuntum pada satu karangan
bunga terdiri dari satu sampai banyak kuntum. Bunga anggrek memiliki lima bagian utama
yaitu sepal (daun kelopak), petal (daun mahkota), stemen (benang sari), pistil (putik), dan
ovari (bakal buah). Sepal anggrek berjumlah tiga buah. Sepal bagian atas disebut sepal
5. Buah
Buah anggrak berbentuk kapsular yang di dalamnya terdapat biji yang sangat banyak
dan berukuran sangat kecil dan halus seperti tepung. Biji-biji anggrek tersebut tidak memiliki
endosperm (cadangan makanan) sehingga dalam perkecambahannya diperlukan nutrisi dari
luar atau lingkungan sekitarnya (Widiastoety, 2003).
Perbanyakan tanaman anggrek dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu perbanyakan
dengan cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan secara generatif biasanya dilakukan dalam
skala penelitian atau percobaan yang bertujuan untuk menghasilkan turunan baru melalui
persilangan (hibridasi). Persilangan bertujuan untuk mengkombinasikan dua sifat atau
lebih yang baik dari kedua tanaman induk yang disilangkan. Sedangkan perbanyakan
secara vegetatif memiliki keuntungan yaitu dapat diperoleh turunan atau generasi baru yang
mempunyai sifat-sifat dan karakteristik yang sama seperti induknya. Disamping itu
perbanyakan tersebut juga bertujuan untuk menyeleksi tanaman unggul yang terdapat
diantara populasi, memperoleh keseragaman tanaman karena komersial dan memperbanyak
tanaman yang mempunyai sifat biologis spesifik (khas) (Rukmana, 2000).
B. Lokasi dan Syarat Tumbuh Anggrek
Tanaman anggrek tersebar luas dari daerah tropis sampai daerah subtropis. Anggrek akan
tumbuh sehat dan berbunga teratur jika persyaratan dan kebutuhan hidupnya terpenuhi
dengan baik. Persyaratan kebutuhan hidup anggrek antara lain ketinggian tempat, cahaya
matahari, air siraman, media tanam dan tempat tumbuh, serta perawatan yang sesuai.
Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Page 5

1. Ketinggian tempat
Umumnya anggrek tumbuh baik di daerah tropis. Meskipun demikian, ketingian tempat
ikut menentukan pertumbuhanya. Berdasarkan ketinggian tempat tumbuhnya, anggrek dibagi
menjadi tiga golongan yaitu anggrek yang tumbuh baik di dataran tinggi, dataran sedang, dan
dataran rendah. Menurut Pranata (2005), anggrek yang tumbuh baik di dataran sedang
contohnya antara lain Dendrobium, Cattleya, Phalaenopsis, dan Oncidium. Dataran sedang
mempunyai ketingian antara 500-1000 m dpl dengan suhu pada siang hari 29-32 o C dan pada
malam hari 19-21o C.
2. Kebutuhan cahaya
Pada umumnya kebutuhan cahaya anggrek Dendrobium sekitar 35- 65%. Namun
Dendrobium phalaenopsis yang tergolong anggrek litofit atau anggrek yang tumbuh pada
batu-batuan, dapat tahan terhadap cahaya matahari penuh (100%). Sedangkan Dendrobium
yang tergolong anggrek epifit, kebutuhan intensitas cahaya hanya sekitar 50-60%.
3. Sirkulasi udara
Anggrek membutuhkan sirkulasi udara yang lembut dan terusmenerus jika sirkulasi udara
tidak ada atau tidak lancar, anggrek akan mudah diserang penyakit terutama yang disebabkan
oleh cendawan dan bakteri. Begitu pula jika sirkulasi udara terlalu kencang, akan
menyebabkan anggrek mengalami dehidrasi.
4.Kelembaban udara
Semua jenis anggrek memerlukan kelembaban yang cukup tinggi. Di alam aslinya
anggrek mengambil sebagian kebutuhan airnya melalui udara, baik lewat akar maupun mulut
daun. Pada umumnya tanaman anggrek membutuhkan kelembaban udara pada siang hari
berkisar antara
50-80% dan pada musim berbunga sekitar 50-60%.
5. Kebutuhan air
Tanaman anggrek akan tumbuh dengan baik jika kebutuhan airnya tercukupi. Sehingga
dalam frekuensi dan banyaknya penyiraman sangat tergantung pada cuaca (suhu, angin, dan
cahaya), jenis, ukuran tanaman, serta keadaan lingkungan tanaman. Penyiraman yang
berlebihan akan menyebabkan penyakit kebusukan yang disebabkan oleh bakteri atau
cendawan. Sedangkan kekeringan yang berkepanjangan akan menimbulkan dehidrasi

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Page 6

(kekurangan air) yang ditandai dengan pseudoblub (umbi semu) yang berubah menjadi
keriput (Sutiyoso dan Sarwono, 2002).
1.2 Pengaruh Media in Vitro Anggrek
Dalam melakukan kultur in vitro anggrek, media yang digunakan biasanya adalah
media VW, kemudian dari media dasar tersebut ditambahkan beberapa perlakuan seperti
penambahan hormon ataupun pupuk cair. Selain dengan media VW tang umumnya
digunakan, kultur anggrek juga bisa dilakukan dengan media MS. Menurut Te-Chato (2009),
dalam kultur anggrek di mana eksplan yang diambil dari tunas anggrek, dapat diberi
perlakuan paclobutrazol (pbz) . PBZ yang merupakan hormon penghambat tumbuh, ternyata
malah dapat merangsang keluarn ya anakan pada buku-buku, dan keluarnya tunas bunga pada
anggrek apabila dicampur pada media MS dan penambahan sukrosa 3 %.
1.3 Manfaat Kultur Anggrek
Media tanam adalah senyawa-senyawa anorganik maupun senyawa-senyawa organik
yang dipergunakan untuk pertumbuhan eksplan dan plantlet (Soeryowinoto dan Moeso 1977).
Media kultur jaringan anggrek paling terkenal dan telah menjadi media dasar kloning
anggrek adalah media Vacin and Went (media VW). Media yang diformulasikan dan
diperkenalkan oleh E. Vacin dan F. Went sejak tahun 1949 ini terdiri dari unsur hara makro dan
mikro dalam bentuk garam-garam anorganik dengan jumlah yang sesuai untuk pertumbuhan
tanaman khususnya anggrek. Komposisi dan cara membuat media ini seolah telah dan harus
menjadi keahlian dasar para praktisi kultur jaringan anggrek. Sehingga demikian, banyak
penelitian yang mempelajari pengaruh pemberian unsur tambahan ke dalam media VW
terhadap pertumbuhan bahan tanaman (plantlet). Sehingga saat ini, salah satu media kultur
jaringan anggrek yang umum digunakan adalah media Vacin and Went ditambah 1) bahan
organik kompleks (seperti air kelapa dan pisang) dan 2) sumber energi, yaitu karbohidrat
sederhana (seperti sukrosa, glukosa dan fruktosa). Selain itu, untuk media padat ditambahkan
agar-agar dan charcoal (arang aktif) (Gunawan, 1990).
Tabel 2. Komposisi Media Vacin and Went
Bahan-bahan

Jumlah per

Stok per 100 ml

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Keterangan
Page 7

liter media

(untuk 10 l
media)

Ca3(PO4)2

0,20 g

2 g+

*)

dicampur

kemudian

KNO3

0,525 g

5,25 g*

dilarutkan dengan aquadest

KH2PO4

0,25 g

2,5 g*

hingga 100 ml. Volume stok

(NH4)2SO4

0,50 g

5 g*

yang digunakan untuk 1 l

MnSO4.2H2

0,0075 g

0,075 g*

media adalah 10 ml.

0,25 g

2,5 g*

+) Ca3(PO4)2 dilarutkan

MgSO4.7H2

0,028 g

0,28 g+

dahulu dengan HCl 1 N

20,0 g

beberapa tetes, Fe EDTA

Fe EDTA

8g

dilarutkan dengan NaOH 1

Sukrosa/gula

150 ml

N beberapa tetes. Masing-

Agar

850 ml

masing dilarutkan dengan

Air kelapa

aquades hingga 100 ml.

Aquadest

Volume stok yg digunakan


untuk 1 l media adalah 10
ml.

Sumber : Gunawan (1990) dan Imelda (1995)


Medium VW mengandung unsur hara makro yang meliputi C, H, O, N, S, P, K, Ca, dan
Mg, serta unsur mikro meliputi Fe dan Mn yang semuanya dalam bentuk garam (Vacin dan Went
1949). Unsur-unsur hara dalam bentuk garam tersebut merupakan bahan dasar penyusun protein,
asam nukleat, fosfolipid, dan aktivator enzim yang diperlukan dalam proses fotosintesis dan
respirasi, serta berperan dalam pembelahan dan pembesaran sel. Hal ini dibuktikan dengan
meningkatnya tinggi planlet (Widiastoety, 2010).
Di dalam kultur in vitro senantiasa diupayakan untuk menemukan konstituen penyusun
medium semurni mungkin dan mengindari penggnuan ekstrak-ekstrak alami yang masih mentah.
Produk-produk, seperti pepton, ekstrak ragi dan ekstrak malat belum banyak digunakan. Ditinjau
dari sudut pandang ilmiah, penggunaan ekstrak-ekstrak alami masih dapat dianjurkan, dan
kehadiran senyawa-senyawa tersebut didak dapat diabaikan begitu saja apabila ternyata
senyawa-senyawa murni tidak dapat memenuhi apa yang didapatkan. Jus buah pun merupakan
suplemen organik penting (Zulkarnain, 2009).

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Page 8

Berhasilnya kultur jaringan banyak ditentukan oleh media tanam. Campuran media yang
satu belum tentu cocok untuk semua jenis tanaman. Menurut Dixon (1985) komposisi media
untuk pertumbuhan tanaman dalam teknik kultur jaringan dapat dikelompokkan menjadi 6
kelompok.
1.

Unsur hara makro


Unsur hara makro yaitu unsur yang diperlukan dalam jumlah banyak. Yang temasuk
unsur hara makro adalah karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), fosfor (P), kalium
(K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan sulfur (S) (Hardjowigeno, 1995).

2.

Unsur hara mikro


Unsur hara mikro yaitu unsur yang diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit. Tetapi
meskipun diper lukan dalam jumlah sedikit, tanpa salah satu unsur hara mikro sama sekali maka
pertumbuhan tanaman akan terganggu. Yang termasuk un sur hara mikro yaitu besi (Fe), mangan
(Mn), boron (B), molibde num (Mo), tembaga (Cu), seng (Zn), khlor (Cl), dan kobal (Co)
(Hardjowigeno, 1995).

3.

Chelating agent
Derajat keasaman (pH) media yang cocok untuk pertumbuhan anggrek dalam media
Vacin and Went berkisar antara 4,8 5,0. Untuk menghindari ketidak stabilan pH dibutuhkan
chelating agent misalnya ferri tartrat (Fe EDTA) (Soeryowi noto dan Moeso, 1977). Unsur yang
dapat membentuk chelate adalah besi (Fe), mangan (Mn), Zn, Cu (Hardjowigeno, 1995). Dengan
adanya chelating agent ini maka ferri dapat tetap mudah larut meskipun pH media tinggi.
1.4 Variasi pada penambahan media VW
Variasi pada penambahan media VW + Air kelapa Air kelapa saat ini telah menjadi bahan
tambahan tetap media VW di dunia kultur jaringan anggrek Indonesia. Menurut Widiastoety et
al., (1997), dalam penggunaannya, jenis kelapa tidak memberikan efek yang berbeda terutama
antara kelapa varietas genjah kuning dan varietas genjah hijau. Apa yang perlu diperhatikan
adalah tingkat ketuaan buah kelapa.
Widiastoety et al. (1997) menyatakan bahwa penambahan air kelapa umur muda dan
umur sedang sebanyak 150 ml/L media dapat mendorong pertumbuhan tinggi, panjang dan lebar
daun serta panjang dan jumlah akar plantlet anggrek Dendrobium, sedangkan pemberian kelapa
tua tidak memberikan efek yang berbeda dengan media tanpa air kelapa. Air kelapa baik
Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Page 9

digunakan pada media kultur jaringan karena mengandung zat atau bahan-bahan seperti vitamin,
mineral, asam-asam amino, dan asam nukleat fosfor serta zat tumbuh auksin dan asam giberelat
yang berfungsi sebagai penstimulir proliferasi jaringan, memperlancar metabolisme dan respirasi
(Tuleckle et al., 1961 didalam Widiastoety et al., 1997).
Selain itu, air kelapa juga mengandung zeatin dan ribozeatin (kelompok zat tumbuh
sitokinin) yang mempunyai kemampuan dalam merangsang pembelahan dan diferensiasi sel,
terutama dalam hal pembentukan pucuk tanaman dan pertumbuhan akar (Hess, 1975 didalam
Widiastoety et al., 1997). Selain itu, air kelapa juga mengandung karbohidrat yang merupakan
bahan dasar untuk menghasilkan energi dalam proses respirasi dan bahan pembentukan sel-sel
baru.
Penggunaan air kelapa tua kurang berdampak positif karena kandungan zat hara dalam air
kelapa tersebut telah tidak mencukupi lagi bagi kebutuhan tanaman. Dalam hal ini, unsur-unsur
hara tersebut telah digunakan untuk pembentukan daging buah air kelapa (Widiastoety et al.,
1997). Sama dengan manusia, sumber energi utama tanaman adalah karbohidrat. Karena
pentingnya peran karbohidrat untuk pertumbuhan tanaman tersebut, maka ke dalam media kultur
jaringan anggrek ditambakan pula sumber karbohidrat sederhana, seperti sukrosa, glukosa dan
fruktosa.
2. KULTUR BIJI KARET
2.1 Perbanyakan Karet Secara in Vitro
Teknik kultur jaringan pada karet jarang sekali dilakukan di petani maupun perusahan ,
karena pelaksanaan teknik kultur jaringan tanaman memerlukan keterampilan khusus dan
dilatar belakangi dengan ilmu pengetahuan dasar tentang fisiologi tumbuhan, anatomi
tumbuhan, biologi, kimia dan pertanian. Tanaman karet susah dikulturkan karena botol yang
terlalu kecil dan pertumbuhan karet cepat. Dengan demikian jelas akan amat sulit untuk
diterima oleh kalangan petani biasa. Di samping itu, pelaksanaan perb anyakan in vitro
anggrek mutlak memerlukan laboratorium khusus, walaupun dapat di usahakan secara
sederhana, namun tetap memerlukan peralatan yang memadai. Kemungkinan lain petani
akan merasa enggan bekerja secara aseptik. Karena semua pekerjaan harus dilaksanakan
secara hatri-hati dan cermat serta memerlukan kesabaran yang tinggi. Biaya untuk mewujudkan
perban yakan tanaman karet secara in vitro ini juga sangat mahal, kecuali bisa meramu
medium sendiri (Nadia. 2008).
Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Page 10

Menurut Cahyono (2010), klasifikasi botani tanaman karet adalah sebagai berikut:
1. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Karet
Kingdom : Plantae
Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae
Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Euphorbiales

Famili

: Euphorbiaceae

Genus

: Hevea

Spesies

: Hevea brasiliensis Muell. Arg.

2. Morfologi Tanaman
1. Akar
Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet merupakan akar tunggang, akar ini
mampu menampang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar.
2. Batang
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar.
Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan
memiliki perimbangan yang tinggi di atas. Di bebrapa perkebunan karet ada kecondongan
arah tumbuh tanamannya agak miring ke utara. Batang ini mengandung getah yang
dikenal dengan nama Lateks.
3. Daun
Daun karet berwarna hijau apabila akan rontok berubah warna menjadi kuning atau
merah. Biasanya tanaman karet mempunyai jadwal kerontokan daun pada setiap musim
kemarau. Dimusim rontok ini kebun karet menjadi indah karena daun-daun karet berubah
warna dan jatuh berguguran. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai daun.
Panjang tangkai daun berukuran 3-20 cm. Panjang tangkai arakan daun antara 3-10
cm,dan pada ujungnya terdapat kelenjar anak daun disebut eliptis, memanjang dengan
ujung meruncing. Tepinya serta dan gundul tidak terjun.
Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Page 11

4. Bunga
Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan bunga betina yang terdapat dalam mali
payung tambahan yang jarang, pangkal tenda bunga berbentuk lonceng. Pada ujungnya
terdapat lima tajuk yang sempit, panjang tenda bunga 4-8 mm, bunga betina berambut vil,
ukurannya lebih besar sedikit dari yang jantan yang mengandung bakal buah yang beruang
tinggi. Kepala putik yang akan dibuahi dalam posisi duduk juga berjumlah tiga buah.
Bunga jantan mempunyai sepuluh benang sari yang tersususun menjadi satu liang. Kepala
sari terbagi dalam dua karangan, tersusun satu lebih tinggi dari yang lain. Paling ujungnya
adalah suatu bakal buah yang tidak tumbuh sempurna.
5. Buah
Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas, masing-nasing ruangan
berbentuk wilayah bola. Jumlah ruang biasanya tiga, kadang-kadang sampai enam ruang.
Garis tengah buah 3-5 cm. Apabila buah sudah masak maka akan pecah dengan
sendirinya. Pecahannya terjadi dengan kuat menurut ruang-ruangnya. Pecahan biji ini
berhubungan dengan pengembang biakan tanaman karet secara alami, biji yang terlontar
kadang-kadang sampai jatuh, maka akan tumbuh dalam lingkungan yang medukung.
6. Biji
Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi jumlah biji biasanya tiga kadang
sampai enam sesuai dengan jumalah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras.
Warnanya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpoin yang khas. Biji yang sering
menjadi mainan anak-anak sebenarnya berbahaya karena mengandung racun.

3. Syarat Tumbuh dan Sistem Budidaya


3.1 Syarat Tumbuh
Karet akan baik pertumbuhannya jika ditanam di daerah yang memiliki ketinggian antara
0-400 m dari permukaan laut dengan kemiringan maksimum 45o. Jika ditanam di daerah
yang memiliki ketinggian diatas 400 m maka pertumbuhannya akan lamban. Apalagi jika
tumbuh diketinggian 600 m dari permukaan laut dan tanahnya mulai kritis, maka hasil
yang diperoleh sangat rendah dan mudah terjangkit penyakit walaupun dirawat dengan
baik. Walaupun tanaman ini ditanam pada ketinggian antara 0-400 m dari permukaan laut
Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Page 12

kalau tanahnya bekas perswahan atau selalu tergenag air maka pertumbuhannya keurang
memuaskan. Dianjurkan jangan menanam keret di daerah bekas hutan. Tanah bekas kebun
karet dan bekas ditumbuhi alang-alang akan lebih baik asalkan penjalaran akar tidak
terhalang. Oleh karena itu bila diperoleh lapisan cadas atau batu saat penanaman
sebaiknya lapisan itu disingkirkan atau dihancurkan. Tanaman karet ini menghendaki
daerah dengan curah hujan antara 1500-4000 mm per tahun dan merata sepanjang tahun
yang terbaik antara 2500-4000 mm dengan 100-150 hujan. a. Curah Hujan Curah hujan
tahunan yang cocok untuk pertumbuhan tanaman keret tidak kurang dari 2000 mm.
Optimalnya antara 2500-4000 mm/tahun yang terbagi dalam 100-150 hari hujan.
Pembagian hujan dan waktu jatuhnya hujan rata-rata setahunnya mempunyai produksi
(Djoehana Setiyamidjoyo, 2000). b. Ketinggian Tempat Tanaman karet tumbuh optimal di
daerah dataran rendah yakni pada ketinggian sampai 200 m diatas permukaan laut. Maki
tinggi letak tempat pertumbuhannya makin lambat dan hasilnya lebih rendah. Ketinggian
lebih dari 600 m dari pernukaan laut tidak cocok bagi tanaman karet (Djoehana
Setiyamidjoyo, 2000). c. Suhu Untuk pertumbuhan karet yang lebih, memerlukan suhu
antara 25-30oC dengan suhu optimal rata-rata 28oC. d. Angin Angin juga mempengaruhi
pertumbuhan

karet.

Angin

yang

kencang

pada

musim-musim

tertentu

dapat

mengakibatkan tanaman karet yang berasal dari klon-klon tertentu yang peka terhadap
angin kencang. e. Tanah Tanaman karet dapat tumbuh pada bagian jenis tanah baik pada
tanah-tanah vulkanis muda maupun vulkanis tua, alluvial bahkan tanah gembur. Tanah
vulkanis umumnya memiliki sifat-sifat fisik yang cukup baik, terutama dari segi struktur,
tekstur,solum, kedalaman air tanah, aerase dan draenasenya. Akan tetapi sifat-sifat
kimianya umumnya kurang baik. Pembuatan saluran draenase akan menolong keadaan
tanah tersebut. Reaksi tanah yang umumnya ditanami karet mempunyai PH antara 3,0
sampai 8,0. PH tanah dibawah 3,0 menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat.
Menurut Setiyamidjoyo (2000) sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet sebagai
beikut: - Solum cukup dalam, sampai 100 cm atau lebih, tidak terdapat batu-batuan Aerase dan Draenasenya baik - Remah, poros dan dapat menahan air - Tekstur terdiri atas
35% liat dan 30% pasir - Tidak bergambut dan jika ada tidak lebih dari 20 cm Kandungan unsure hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsure mikro - PH 3,0-8,0

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Page 13

3. Kultur Jaringan Pisang


3.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Pisang
Klasifikasi tanaman pisang menurut Jumari dan Pudjorianto (2000) adalah sebagai
berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledonae

Ordo

: Scitaminae

Famili

: Musaceae

Subfamili

: Muscoidae

Genus

: Musa

Species
: Musa paradisiaca Linn
Jenis pisang dibagi menjadi tiga, yaitu: 1) Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak
yaitu M. paradisiaca var Sapientum.Misalnya pisang Ambon, Susu, Raja, Cavendish, Barangan
dan Mas, 2) Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak yaitu M. paradisiaca forma typical
atau disebut juga M. paradisiaca normalis. Misalnya pisang nangka, tanduk dan kepok, 3)Pisang
berbiji yaitu M. brachycarpa. Misalnya pisang batu dan klutuk, dan 4) Pisang yang diambil
seratnya misalnya pisang Manila (Abaca) (Pujaratno, 2010). Tanaman pisang diduga berasal dari
Asia Selatan dan Asia Tenggara. Hingga saat ini, budidaya tanaman pisang tersebar luas hingga
107 negara beriklim tropis. Pusat keragaman pisang (Musa paradisiaca) berada di daerah Asia
Tenggara, Papua, dan Australia Tropika (Mudzakir, 2009).
Sunarjono (2002) dalam Nisa dan Rodinah (2005), mengungkapkan kelompok pisang
yang terkenal ialah yang mempunyai susunan gen tripel (AAB dan AAA), bersifat triploid, dan
tidak berbiji (partenokarpi) (Sunarjono, 2002). Huruf besar A dan B masing-masing
menggambarkan banyaknya genom (kelompok kromosom) yang berasal dari nenek moyang
pisang diploid Musa acuminata dan Musa balbisiana. Pisang kepok mengandung genom BBB,
pisang mauli mengandung genom AA dan pisang raja mengandung genom AAB. Beberapa
jenisnya (Musa acuminata, M. balbisiana, dan M. paradisiaca) menghasilkan buah konsumsi
yang dinamakan sama. Buah ini tersusun dalam tandan dengan kelompok-kelompok tersusun
menjari, yang disebut sisir. Hampir semua buah pisang memiliki kulit berwarna kuning ketika
Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Page 14

matang, meskipun ada beberapa yang berwarna jingga, merah, hijau, ungu, atau bahkan hampir
hitam (http://id.wikipedia.org/wiki/Pisang, 2012).
Pisang termasuk dalam golongan terna monokotil tahunan berbentuk pohon yang tersusun atas
batang semu. Batang semu ini merupakan tumpukan pelepah daun yang tersusun scara rapat dan
teratur. Bagian bawah batang pisang menggembung berupa umbi yang disebut bonggol. Pucuk
lateral (sucker) muncul dari kuncup pada bonggol yang selanjutnya tumbuh menjadi tanaman
pisang (Budiman, 2009).
Daun penumpu bunga berjejal rapat dan tersusun secara spiral secara spiral. Daun
pelindung berwarna merah tua, berlilin, dan mudah rontok dengan panjang 1025 cm. Bunga
tersusun dalam dua baris melintang. Lima daun tenda bunga melekat sampai tinggi dan
panjangnya 67 cm. Setelah bunga keluar akan terbentuk sisir pertama, kemudian memanjang
lagi dan membentuk sisir (Satuhu dan Supriyadi 2000).
Pisang Ambon Kuning memiliki jumlah sisir tiap tandan 814. Jumlah buah tiap
sisir 1420. Panjang buah 1420 cm, tebal kulit 2,43,0 mm. Daging buah Berwarna putih
kekuningan, tekstur lunak dan halus, serta beraroma jelas dan khas dan rasanya manis (Gardjito
dan Saifudin, 2011).
Pisang Raja Bulu memiliki daging buah agak tebal, rasanya manis, dan aromanya
kuat. Pada waktu matang, warna kulit buahnya kuning berbintik-bintik cokelat, sementara warna
daging buahnya putih kemerahan. Pisang Raja bulu memiliki jumlah sisir 67 tiap tandan.
Setiap sisir berisi sekitar 1015 buah. Panjang buahnya 25 cm dengan diameter 66,5 cm
(Supriyadi dan Suyanti, 2010).
Pisang sebagai bahan konsumsi adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber
vitamin, mineral dan juga karbohidrat. Pisang dijadikan buah meja, sale pisang, pure pisang dan
tepung pisang. Kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk membuat cuka melalui proses fermentasi
alkohol dan asam cuka. Daun pisang dipakai sebagai pembungkus berbagai macam makanan
trandisional Indonesia.
Batang pisang abaca diolah menjadi serat untuk pakaian, kertas dan sebagainya. Batang pisang
yang dipotong kecil dan daun pisang dapat dijadikan makanan ternak ruminansia (domba,
kambing). Sedangkan, air umbi batang pisang kapok dimanfaatkan sebagai obat disentri dan
pendarahan usus besar sedangkan air batang pisang digunakan sebagai obat sakit kencing dan
penawar racun (Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, 2005).
Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Page 15

3.2 Syarat tumbuh


Pisang termasuk tanaman yang mudah tumbuh. Pisang merupakan
tanaman yang terdapat di daerah dataran rendah di lingkungan yang basah.
Tanaman

ini

dapat

tumbuh

disembarang

tempat,

namun

agar

produktivitasnya optimal, sebaiknya ditanam di daerah dataran rendah


dengan ketinggian tempat di bawah 1000 m dpl (di atas permukaan laut).
Pada umumnya, tanaman pisang tumbuh dan berproduksi secara optimal di
daerah yang mempunyai ketinggian antara 400 600 m dpl. Suhu yang baik
untuk perkembangan buah pisang adalah berkisar antara 15 C 38 C
dengan suhu optimum 27 C. Tipe iklim yang cocok adalah iklim basah
sampai kering dengan curah hujan 1400 2500 mm per tahun dan merata
sepanjang tahun. Tempat penanaman pisang yang baik adalah tempat yang
mendapat sinar matahari atau terbuka. Di daerah atau tempat yang
terlindung, tanaman pisang akan terhambat pertumbuhannya. Tiupan angin
yang terlalu kencang kurang baik terhadap tanaman pisang karena dapat
menyebabkan helaian daun sobek (Satuhu & Supriyadi, 2000).
Tanaman pisang mempunyai sistem perakaran yang dangkal, sehingga
untuk pertumbuhan yang optimal dibutuhkan lapisan tanah atas (top soil)
yang subur, gembur, dan mengandung bahan organik. Tanaman ini tahan
terhadap kekeringan atau kekurangan air karena perakarannya banyak
mengadung

air.

Pemberian

air

pada

waktu

musim

kemarau

sangat

diperlukan terutama bila tanaman sedang berbuah dan berbunga. Pisang


yang ditanam di tanah yang kritis juga dapat menghasilkan. Jenis tanah yang
sesuai untuk tanaman pisang adalah tanah liat yang mengandung kapur
atau tanah alluvial dengan pH antara 4,5 7,5 sehingga tanaman pisang
yang tumbuh di tanah berkapur sangat baik. Di daerah yang memiliki musim
kering antara 4 5 bulan, tanaman pisang masih dapat tumbuh subur
apabila kedalaman air tanah tidak lebih dari 150 cm di bawah permukaan
tanah. Kedalaman air tanah yang sesuai untuk tanaman pisang adalah 50
200 cm di bawah permukaan tanah (Satuhu & Supriyadi, 2000).
3.3 Kandungan gizi dan manfaat tanaman pisang
Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Page 16

Tanaman pisang memang banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan hidup manusia. Bunga
dan bonggol pisang biasanya dimanfaatkan untuk dibuat sayur, manisan, acar, dan lalapan. Daun
pisang banyak dimanfaatkan untuk membungkus. Daun-daun yang tua dan kulit buah pisang
digunakan untuk pakan ternak dan biasa pula dibuat kompos. Batangnya digunakan untuk
membuat lubang pada bangunan, dan buahnya banyak digunakan sebagai makanan (Astuti,
1989).
Manfaat pisang bagi kesehatan cukup potensial karena buah pisang mengandung gizi yang
lengkap. Menurut ilmuwan dari Universitas Johns Hopkins di Amerika Serikat bahwa potasium
(kalsium) dalam pisang sangat membantu memudahkan pemindahan garam (natrium) dalam
tubuh, sehingga akan cepat menurunkan tekanan darah. Pisang barangan termasuk buah meja
yang populer di Indonesia. Kandungan gizi buah pisang mengandung energi, protein, lemak,
berbagai vitamin dan mineral (Mulyanti, 2005).
Tabel 1. Kandungan gizi buah pisang, per 100 gram bahan
Senyawa
Satuan
Air
Gram
Energi
kalori
Karbohidrat
Gram
Protein
Gram
Lemak
Gram
Ca
Mg
P
Mg
Fe
Mg
Vitamin A
Mg
Vitamin B-1
Mg
Vitamin C
Mg
Sumber : Mulyanti (2005)

Kompetensi
75,00
88,00
23,00
1,20
0,20
8,00
28,00
0,60
439,00
0,04
78,00

Pisang bisa disebutkan sebagai buah kehidupan. Kandungan kalium yang cukup banyak terdapat
dalam buah ini mampu menurunkan tekanan darah, menjaga kesehatan jantung, dan
memperlancar pengiriman oksigen ke otak. Selain itu, kandungan vitamin A yang tinggi dapat
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap ISPA, kulit bersisik, dan kebutaan. Manfaat lain, pisang
bisa menjadi pengganti makanan pokok, sehingga mengurangi ketergantungan rakyat Indonesia
terhadap beras (Wardana, 2009).
Selain buahnya, tanaman pisang juga dapat dimanfaatkan dari bagian bonggol hingga daunnya.
Bonggol tanaman pisang (berupa umbi batang) dan batang muda dapat diolah menjadi sayuran.
Bunga pisang (dikenal sebagai jantung pisang) dapat digunakan untuk sayur, manisan, acar,
Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Page 17

maupun lalapan. Daunnya lazim digunakan untuk pembungkus makanan, yang dapat
memberikan rasa harum spesifik pada nasi yang dibungkus dalam keadaan panas (Astuti, 1989).
3.4 Jenis-jenis pisang
Berdasarkan manfaatnya bagi kepentingan manusia, pohon pisang dibedakan atas tiga
macam, yaitu pisang serat, pisang hias dan pisang buah. Pada pisang serat, yang dimanfaatkan
bukan buahnya, tetapi serat batangnya untuk pembuatan tekstil. Pisang hias umumnya ditanam
bukan untuk diambil buahnya tetapi sebagai hiasan yang cantik, contohnya adalah pisang kipas
dan pisang-pisangan (Wardana, 2009).
Pisang buah (Musa paradisiaca) ditanam dengan tujuan untuk dimanfaatkan buahnya.
Pisang buah dapat dibedakan atas empat golongan. Golongan pertama adalah yang dapat
dimakan langsung setelah matang (disebut juga pisang meja), contohnya adalah: pisang
barangan, kepok, susu, hijau, mas, raja, ambon kuning, ambon lumut, serta pisang cavendish.
Golongan kedua adalah yang dapat dimakan setelah diolah terlebih dahulu, contohnya pisang
tanduk, oli, kapas, dan pisang bangkahulu. Golongan ketiga adalah pisang yang dapat dimakan
langsung setelah masak maupun setelah diolah terlebih dahulu, contohnya pisang kepok dan
pisang raja. Golongan keempat adalah pisang yang dapat dimakan sewaktu masih mentah,
misalnya pisang klutuk (pisang batu) yang berasa sepat dan enak untuk dibuat rujak. Pisang
klutuk beserta kulitnya sering ditambahkan ke dalam rujak untuk mencegah sakit perut atau
mules setelah makan rujak (Cahyono, 1995).

3.5 Perbanyakan Pisang secara Teknik Kultur Jaringan


Salah satu tanaman yang diperbanyak secara komersial melalui teknik kultur jaringan
adalah pisang. Keunggulan bibit pisang hasil kultur jaringan dibandingkan dengan bibit dari
anakan adalah bahwa perbanyakan melalui teknik kultur jaringan dapat mengatasi masalah
penyakit layu bakteri pada tanaman pisang yang selama ini masih sulit diatasi. Hal tersebut
karena bibit asal kultur in vitro merupakan bibit yang terbebas dari penyakit sehingga dapat
mencegahpenyebaran penyakit di pertanaman yang baru. Ukuran bibit yang kecil memudahkan
untuk transportasi. Ukuran dan umur bibit seragam sehingga waktu panen dapat diatur untuk
kepentingan ekspor. Perbanyakan tanaman pisang melalui teknik kultur jaringan dari satu mata
tunas pisang dapat dihasilkan 500 atau lebih bibit pisang dalam waktu kurang lebih satu
tahun (Yusnita, 2003).
Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Page 18

Pembiakan tanaman secara kultur jaringan menurut George (2008), dapat dibagi
menjadi 5 tahap yang berurutan sebagai berikut:
1. Tahap 0, memilih dan menyiapkan tanaman induk untuk eksplan
2. Tahap 1, inisiasi kultur (culture establishment).
3. Tahap 2, multiplikasi atau perbanyakan propagul (bahan tanaman yang diperbanyak
seperti tunas atau embrio).
4. Tahap 3, mempersiapkan untuk transfer propagul ke lingkungan eksternal yaitu
pemanjangan tunas, induksi, dan perkembangan akar.
5. Tahap 4, aklimatisasi planlet ke lingkungan eksternal.
Eksplan adalah bagian yang diambil dari tanaman induk yang digunakan sebagai bahan
tanam dan dipindahkan ke dalam medium buatan untuk pertumbuhan atau pemeliharaan. Bahan
tanam awal atau eksplan yang digunakan untuk memulai pengulturan merupakan merupakan
salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan perbanyakan in vitro. Beberapa aspek
penting yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan eksplan adalah dari bagian tanaman mana
eksplan diambil, umur jaringan, kesehatan tanaman atau kebersihannya dari infestasi
mikroorganisme, ukuran eksplan dan cara sterilisasi eksplan (Yusnita, 2010).
Menurut Yusnita (2003), umumnya bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan
adalah jaringan muda yang sedang tumbuh aktif karena jaringan tanaman yang masih muda
mempunyai daya regenerasi yang tinggi, sel-selnya masih aktif membelah diri, dan relatif bersih
(mengandung lebih sedikit kontaminan). Pemilihan eksplan didasarkan oleh beberapa faktor,
yaitu organ yang digunakan, waktu pengambilan eksplan, ukuran eksplan, kualitas tanaman asal
eksplan, dan umur ontogeni, serta kualitas fisiologi tanaman sumber eksplan (Wattimena, 1998).
Sumber eksplan sebagai bahan tanam harus jelas jenis dan varietasnya, serta harus
sehat dan bebas dari hama penyakit. Potongan daun, potongan akar, hipokotil, potongan batang
berbuku, meristem, dan lain-lain dapat digunakan sebagai sumber eksplan. Eksplan untuk inisiasi
kultur pisang ekplan yang digunakan berupa mata tunas aktif dan mata tunas yang berada pada
bonggol. Tahap inisiasi bertujuan untuk mendapatkan kultur yang aseptik atau aksenik.
Tahap selanjutnya adalah tahap multiplikasi. Pada prinsipnya tahapan ini ditujukan untuk
menggandakan propagul dan memeliharanya pada keadaan tertentu, yang sewaktu-waktu bisa
dilanjutkan untuk tahap berikutnya. Pada tahap ini biasanya dibutuhkan zat pengatur tumbuh
(ZPT). Tunas-tunas dari tahap multiplikasi selanjutnya menuju tahap pengakaran dan
aklimatisasi. Aklimatisasi Aklimatisasi dilakukan dengan cara mengurangi kelembaban dan

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Page 19

menambah intensitas cahaya secara bertahap. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru
bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan
tinggi. Planlet atau tunas mikro lebih bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh dalam
kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara mineral dan sumber energi
berkecukupan. Tanaman juga memperlihatkan beberapa gejala ketidaknormalan, seperti bersifat
sukulen, lapisan kultikula tipis dan jaringan vaskulernya tidak berkembang sempurna, morfologi
daun abnormal dengan tidak berfungsinya stomata sebagaimana mestinya, struktur mesofil
berubah, dan aktivitas fotosintesis sangat rendah. Planlet dengan karakteristik seperti itu mudah
layu atau kering jika dipindahkan kekondisi eksternal secara tiba-tiba. Oleh karena itu, planlet
perlu diadaptasi di lingkungan baru yang berbeda, dengan kata lain planlet perlu di aklimatisasi
(Yusnita, 2003) bertujuan agar planlet mampu beradaptasi dan tumbuh dengan baik pada
lingkungan ex vitro. Aklimatisasi dilakukan dengan cara mengurangi kelembaban dan menambah
intensitas cahaya secara bertahap. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa
dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan
tinggi. Planlet atau tunas mikro lebih bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh dalam
kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara mineral dan sumber energi
berkecukupan. Tanaman juga memperlihatkan beberapa gejala ketidaknormalan, seperti bersifat
sukulen, lapisan kultikula tipis dan jaringan vaskulernya tidak berkembang sempurna, morfologi
daun abnormal dengan tidak berfungsinya stomata sebagaimana mestinya, struktur mesofil
berubah, dan aktivitas fotosintesis sangat rendah. Planlet dengan karakteristik seperti itu mudah
layu atau kering jika dipindahkan kekondisi eksternal secara tiba-tiba. Oleh karena itu, planlet
perlu diadaptasi di lingkungan baru yang berbeda, dengan kata lain planlet perlu di aklimatisasi
(Yusnita, 2003).
3.6 Media Tumbuh Murashige dan Skoog
Media kultur jaringan bermacam-macam, dengan komposisi yang berbeda-beda pula,
misalnya Murashige dan Skoog, Heller, White, Vacin dan Went, Woody Plant Medium, Nitsch
dan Nitsch, N6, B5, dan Gamborg. Pada dasarnya media-media terdiri atas zat anorganik makro,
mikro, dan organic berupa vitamin dan karbohidrat (sukrosa, glukosa, dan myoinositol). Media
Murashige dan Skoog (MS) adalah media standar yang digunakan secara luas dan netral (Abidin,
1990).

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Page 20

Murashige dan Skoog adalah nama dari penemu. Seorang Profesor pada tahun 1962
bernama Murashige yang berasal dari Universitas Calivornia yang mencoba membagi
perbanyakan tanaman secara in vitro dalam tiga tahapan yang banyak digunakan dalam
laboratorium-laboratorium komersial. Pada tahun yang sama, tahapan-tahapan ini disempurnakan
oleh Skoog menjadi lima tahapan, yakni persiapan media, sterilisasi eksplan, inisiasi,
multiplikasi, dan aklimatisasi tanaman (Abidin, 1990).
Zat orgnaik yang biasanya ditambahkan ke dalam medium kultur jaringan adalah
karbohidrat, vitamin, myoinositol, asam-asam amino dan zat pengatur tumbuh. Karbohidrat yang
sering digunakan dalam kultur jaringan adalah sukrosa dan glukosa, sedangkan vitamin yang
digunakan adalah thiamin, asam nikotinat dan piridoksin, untuk penambahan myoinisitol dalam
media dapat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogensis, sehingga sering kali dimasukkan
kedalam golongan vitamin (Gunawan, 1995).
Fungsi karbohidrat adalah sebagai sumber energy bagi pertumbuhan tanaman, terutama bagi
jaringan/bahan tanam yang ditumbuhkan dalam medium tumbuh. Gula lebih cocok untuk
menunjang pertumbuhan kultur jaringan umumnya bersifat heterotrof dan mempunyai laju
fotosintesis. Garam mineral yang terdapat dalam media MS pada kultur jaringan dimanfaatkan
oleh sel tanaman untuk mensitesis molekul organic atau sebagai katalisator dalam reaksi
enzimatik. Garam mineral atau hara dibagi atas hara makro yang dibutuhkan dalam jumlah
banyak dan hara mikro dalam konsentrasi rendah (Santoso & Nursandi, 2003)
3.7 Zat Pengatur Tumbuh
Perkembangan dan pertumbuhan tanaman dalam teknik kultur jaringan tanaman tidak lepas
dari peran hormon yang dihasilkan secara endogen maupun zat pengatur tumbuh yang
ditambahkan ke dalam media kultur. Menurut Pierik (1997) dalam Prawitasari (2005), senyawasenyawa lain yang memiliki karakteristik sama dengan hormon, tetapi diproduksi secara eksogen
dikenal sebagai zat pengatur tumbuh, sedangkan menurut Hendaryono & Wijayani (1994), zat
pengatur tumbuh adalah senyawa organik bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat
mendukung, menghambat dan dapat mengubah proses fisiologi tumbuhan.
Zat pengatur tumbuh tanaman berperan penting dalam mengontrol proses biologi dalam
jaringan tanaman dan dapat menimbulkan tanggapan secara biokimia, fisiologis, dan morfologis.
Aktivitas zat pengatur tumbuh didalam pertumbuhan tanaman tergantung dari jenis, struktur
kimia, konsentrasi, genotipe tanaman serta fase fisiologi tanaman (Prawitasari, 2005).
Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Page 21

Zat pengatur tumbuh ini dapat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu auksin, sitokinin,
giberelin dan inhibitor. Zat pengatur tumbuh yang tergolong auksin adalah Indol Asam Asetat
(IAA), Indol Asam Butirat (IBA), Naftalen Asam Asetat (NAA) dan 2.4-Diklorofenoksiasetat
(2.4-D). Zat pengatur tumbuh yang termasuk golongan sitokinin adalah Kinetin, Zeatin dan
Bensil Aminopurin (BAP), sedangkan golongan giberelin adalah GA1, GA2, GA3, GA4, dan
golongan inhibitor adalah fenolik dan asam absisik (Hendaryono & Wijayani, 1994).
Zat pengatur tumbuh golongan auksin umumnya berperan merangsang pemanjangan sel,
terutama didaerah meristem, pembelahan sel dan pembentukan akar adventif. Auksin
berpengaruh pula untuk menghambat pembentukan tunas adventif dan tunas aksilar, namun
kehadirannya dibutuhkan dalam meningkatkan embriogenesis somatik pada kultur suspensi sel.
Konsentrasi auksin yang rendah meningkatkan pembentukan akar adventif, sedangkan
konsentrasi auksin yang tinggi merangsang pembentukan kalus, mencegah morfogenesis,
mempercepat dan memperbanyak jumlah embrio somatik yang terbentuk (Hendaryono &
Wijayani, 1994).
Peran auksin pada embriogenesis somatik antara lain untuk inisiasi embriogenesis somatik,
induksi kalus embriogenik, proliferasi kalus embriogenik dan induksi embrio somatik. Dari
berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa 2.4-D merupakan auksin yang efektif untuk
induksi kalus embriogenik. Selain auksin, sering pula diberikan sitokinin seperti benzil adenin
(BA) atau kinetin secara bersamaan (Utami dkk., 2007).
Golongan auksin merupakan zat pengatur tumbuh yang sering digunakan dalam
embriogenesis somatik. Keberhasilan embriogenesis somatik dari 65 spesies tanaman dikotil,
pada media tanpa zat pengatur tumbuh mencapai 17 spesies, pada media yang mengandung
auksin mencapai 29 spesies dan 25 spesies pada media yang mengandung sitokinin. Diantara zat
pengatur tumbuh auksin yang digunakan adalah 2.4-D (49%), NAA (27%), IAA (6%), picloram
(5%) dan Dicamba (5%), sedangkan sitokinin yang digunakan adalah BAP (57%), kinetin (37%),
zeatin (3%) dan thidiazuron (3%) (Utami dkk., 2007).
Menurut Prawitasari (2005) bahwa selain golongan auksin, zat pengatur tumbuh yang
sering digunakan adalah golongan sitokinin. Sitokinin berperan dalam meningkatkan
pembelahan sel serta mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Di dalam kultur
jaringan, sitokinin berperan dalam proliferasi dan morfogenesis pucuk. Golongan sitokinin yang
sering dipergunakan dalam kultur jaringan adalah BAP (6-Benzylaminopurine). BAP merupakan
Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Page 22

salah satu sitokinin sintetik yang aktif dan daya merangsangnya lebih lama karena tidak mudah
dirombak oleh enzim dalam tanaman. BAP memiliki struktur yang mirip dengan kinetin dan juga
aktif dalam pertumbuhan dan proliferasi kalus, sehingga BAP merupakan sitokinin yang paling
aktif.

BAB III
METODOLOGI

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Page 23

3.1 Waktu dan tempat


Praktikum Pengenalan alat-alat laboratorium dilaksanakan setiap hari selasa mulai
dari

tanggal 21 Oktober 2014 sampai dengan 8 November, sedangkan pengamatan

dilaksanakan sampai tanggal 5 Januari 2015 pukul 10.00 WIB - 12.00 WIB di
laboratorium Bioteknologi Ilmu Tanah , Universitas Jambi.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakanpada praktikum pengenalan alat yaitu laminar air flow,
timbangahn, autoklaf, hot plate, timbangan analitik, neraca digital, pH meter, kulkas, rak
kultur, rak bahan kimia, rak penyimpanan alat-alat, tissue, botol kultur, Kemera karet
gelang, gunting, petridish, Gelas ukur, gunting, skapel,kater, gelas piala, Ember, Bunsen,
spiral, sarung tangan, masker.
Bahan yang digunakan adalah anggrek, bonggol pisang, biji karet, alat-alat tulis,
KNO3, ZnSO4.4H2O, FeSO4.7H2O, (NH4)2NO3, MgSO4.7H2O, MnSO4. 4H2O, KH2PO4,
KOH, HCL, air kelapa, agar-agar, aquades, klorof, gulaku, plastic, karet gelang, Benlox, agrep,
alkohol,

3.3 Prosedur Percobaan Pengenalan Alat-alat


1. Pengenalan Alat-Alat
1. Merpersilahkan praktikan masuk ke dalam area laboratorium dengan terlebih
dahulu memakai baju / jas laboratorium.
2. Memberikan sedikit pengarahan dan pengenalan tentang Kegiatan yang akan di
lakukan praktikan.
3. Mempersilahkan praktikan Masuk ke dalam ruangan Kultur jaringan.
4. Memperkenalkan alat dan bahan di masing-masing ruangan tempat praktikum.
5. Memperhatikan dan mendengarkan setiap Penjelasan dari asisten, kemudian
praktikan mencatat fungsinya
2. Prosedur Kerja Sterilisasi
1. Siapkan alat yang akan disterilkan.
2. Cuci semua peralatan gelas/ non gelas dengan menggunakan dan detergen sampai
benar-benar bersih kemudian bilas dengan air keran yang telah tersedia.
Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Page 24

3. Menaruh alat dan gelas yang telah dicuci pada rak alat dengan posisi terbalik agar
cepat kering.
4. Kemudian alat-alat yang akan digunakan tersebut disususun dalam rak alat.
5. Dimasukan air aquades sebanyak ke gelas ukur, sebanyak 6 botol.
6. Ditutup dengan plastic bening, selanjutnya diikat menggunakan karet.
7. Disusun kedalam ranjang, kemudian masukan plastic kedalam ranjang
8. Setelah itu masukkan ke dalam autoclave pada suhu 150 0 C 120 menit.
9. Kemudian keluarkan kembali alat- alat yang telah steril tersebut.
10. Setelah alat tersebut dingin siap digunakan untuk membuat media kultur.
3. Prosedur Kerja Pembuatan media VW
1. Timbang senyawa-senyawa yang akan digunakan diantaranya :
MgSO4.7H2O sebanyak 50 g menggunakan timbangan analitik.
MnSO4.4H2O sebanyak 1,560 g menggunakan timbangan analitik
KNO3 sebanyak 26,250 g menggunakan timbangan analitik.
(NH4)2NO3 sebanyak 25 g mengguanakan timbangan analitik
KH2PO4 sebanyak 50 g mengguanakan timbangan analitik
ZnSO4.4H2O sebanyak 50 g mengguanakan timbangan analitik
FeSO4.7H2O sebanyak 2,8 g mengguanakan timbangan analitik
Agar-agar sebanyak 7 g.
Gulaku sebanyak
2. Mencampurkan semua senyawa ke dalam gelas piala dan masukkan air 1 Liter.
3. Setelah itu lakukan pemanasan menggunakan hot plate
4. Setelah mendidih, ukur pH mengguanakan pH meter. Apabila pH kurang dari 5,6
ditambah KOH dan jika lebih dari 5,8 ditambah HCL.
5. dituang 250 ml media ditambah 0 %, 10 %, 20%, 30% air kelapa yaitu tanpa
perlakuan, 25 ml, 50 ml, dan 75 ml.
6. Kemudian media dituang ke dalam botol kultur lalu tutup mengguanakan plastic
dan ikat dengan karet dan beri label sesuai dengan perlakuan.
7. Memasukkan ke dalam autoclave selama 150 menit.
8. Kemudian media dikeluarkan dan disusun di rak kultur sesuai dengan perlakuan.
Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Page 25

9. Media bibiarkan seminggu kemudian siap untuk digunakan.


6. Prosedur Kerja kultur Angrek
1. Menyalakankan lampu light dan blower pada Laminary Air Flow.
2. Menyediakan media dan tanaman yang sudah di sterilkan.
3. Membasuh tangan dengan alkohol.
4. Mensterilkan alat dengan pemanas Bunsen.
5. Memotong tanaman anggrek pada setiap ruas batang , satu persatu.
6. Menanam tanaman yang sudah dipotong pada media.
7. Menanam tanaman dengan posisi berdiri tegap.
8. Tutup botol media dengan plastik dan ikat dengan karet gelang.
9. Sebelum dan sesudah ditutup botol harus dipanaskan dengan pemanas
Bunsen.
7. Prosedur Kerja Kultur Pisang
1. bersihkan eksplan tunas pisang dari tanah kemudian dikupas diambil bagian dalam
tunas
2. Memotong eksplan dengan ukuran 6-10 cm, cuci eksplan hingga bersih dengan
menggunakan air mengalir,
3. Timbang agreb dan benlox seberat 3 gr , setelah itu masukan air sebanyak 100 ml
4. Eksplan direndam selama 24 jam sambil di kocok-kocok beberapa kali.
5. Eksplan Direndam menggunakan klorof 25 ml, dicampurkan dengan 250 ml
direndam selama 10 menit
6. Cuci eksplan dengan aquades sampai bersih
7. Rendam alkohol 25 ml, dicampurkan dengan 250 ml direndam selama 10 menit
8. Cuci samapi bersih dengan aquades Kemudian dipotong-potong kecil
9. Tanam pada media ms
10. Diamati selama satu bulan
8. Prosedur kerja kultur biji Karet
1. Mencuci biji karet sampai bersih
2. Timbang agreb dan benlox seberat 3 gr , setelah itu masukan air sebanyak 100 ml
3. Eksplan direndam selama 24 jam sambil di kocok-kocok beberapa kali.
4. Buang kulit/cangkang biji karet dan ambil endospermnya
5. Eksplan dicuci samapi bersih menggunakan aquades
6. Eksplan Direndam menggunakan klorof 25 ml, dicampurkan dengan 250 ml
direndam selama 10 menit
7. Cuci eksplan dengan aquades sampai bersih
8. Rendam alkohol 25 ml, dicampurkan dengan 250 ml direndam selama 10 menit
9. Cuci sampai bersih dengan aquades Kemudian dipotong menjadi 2 bagian
10. menanam pada media ms
11. Diamati selama sebulan

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Page 26

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil kultur anggrek perlakuan VW+10% air kelapa
Data Pengamatan Tanaman Subkultur Anggrek
Perlakuan
VW+10%
1
2
3
4
5
6
7

Pengamatan
Minggu 2
Minggu 3
Tumbuh
Tumbuh
Tumbuh
Tumbuh
Tumbuh
Tumbuh

Minggu 1
-

Tumbuh

Tumbuh tunas

Terdapat daun

9
10

Tumbuh
Tumbuh

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Minggu 4
Tumbu tunas
Tumbuh
Tumbuh tunas
Tumbuh tunas
Tumbuh
Tumbuh
Tumbuh
Daun semakin
banyak
Tumbuh
Tumbuh tunas
Page 27

11
12
13
14
15
16
17
18

Tumbuh
Tumbuh
Tumbuh

Tumbuh tunas
Tumbuh tunas
Tumbuh
Kontaminasi
Kontaminasi

19

Tumbuh

Tumbuh tunas

Terdapat daun

20

Tumbuh

Tumbuh tunas

Terdapat daun

Kontaminasi
Terdapat daun
Terdapat daun
Kontaminasi
Tumbuh
Tumbuh
Daun semakin
banyak
Daun semakin
banyak

Data pengamatan Tanaman Karet menggunakan cangkang

1
2
3

Minggu 1
-

Tumbuh

5
6
7

Tumbuh

9
10

Pengamatan
Minggu 2
Minggu 3
Tumbuh
Kontaminasi
Tumbuh
Tumbuh akar
Tumbuh akar
dan batang
Kontaminasi
Tumbuh
Kontaminasi
Tumbuh akar
Tumbuh akar
dan batang
Kontaminasi
Kontaminasi

Minggu 4
Tumbuh akar
Tumbuh akar
Tumbuh tunas
Tumbuh akar
Kontaminasi
-

1. Kultur Angrek
Pada pratikum subkultur anggrek media yang kami gunakan adalah media VW (Vent
Woody) dengan tambahan air kelapa dengan 3 perlakuan yaitu pelakuan 10% , 20%, 30%
dan tanpa perlakuan. dan sebelum melakukan peananam kultur anggrek hal pertama yang
harus dilakukan adalah sterilisasi alat dan bahan yang akan digunakan, karena sterilisasi ini
berfungsi untuk
Tabel hasil pengamatan menunjukkan

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Page 28

Selanjunya Sriyanti juga berpendapat bahwa biji-biji (biji kultur anggrek) dalam botol
akan tumbuh menjadi plb, yaitu calon akar, batang, dan daun yang masih berbentuk bulatan
kecil. Plb tumbuh dan berwarna hijau setelah berumur 3-4 bulan. Dan 2-3 bulan kemudian,
akan tumbuh planlet-planlet yang sangat kecil dan berdesak-desakan.
Pengaruh dari air siwalan dan air kelapa terhadap kultur anggrek Phalaenopsis amabilis L.
ini belum bisa diamati karena seluruh eksplan belum menunjukkan pertumbuhan kalus.
Fungsi air kelapa mengandung zeatin dan ribozeatin (kelompok zat tumbuh sitokinin) yang
mempunyai kemampuan dalam merangsang pembelahan dan diferensiasi sel, terutama dalam
hal pembentukan pucuk tanaman dan pertumbuhan akar.
Penggunaan air kelapa dalam kultur jaringan tanaman anggrek Dendrobium sangat
menguntungkan dilihat dari hasil penelitian yang telah disajikan. Air kelapa mengandung zat
tumbuh dari golongan sitokinin yakni zetein yang kalau dikonversikan dalam jumlahnya
sangat kecil tapi sangat berpengaruh terhadap jumlah tunas atau perbanyakan tunas makro
anggrek Dendrobium. Zetein mempunyai nilai harga yang sangat tinggi sehingga, denang
penggunaan air kelapa sangatlah ekonomis (Parera, 1997).
2. Kultur Pisang
Teknik kultur jaringan dicirikan oleh kondisi kultur yang aseptic, penggunaan media
kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan ZPT serta kondisi ruang kultur dengan
suhu dan pencahayaan yang terkontrol. Selain itu, dalam pengkulturan jaringan tanaman, hal
yang perlu diperhatikan adalah pemilihan eksplan (tanaman yang dikulturkan) karena
pemilihan eksplan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan kalus. Adapun hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam pemilihan eksplan antara lain: umur fisiologis eksplan, umur
ontogenik, sumber tanaman dan ukuran eksplan serta harus sehat dan bebas dari hama
penyakit.
Pada praktikum kultur jaringan ini kelompok kami menggunakan eksplan berupa
bonggol pisang. Kelebihan dari eksplan bonggol pisang ini salah satunya adalah semi steril
karena yang dipakai dalam eksplan ini adalah bagian yang paling dalam atau yang
terbungkus oleh bagianbagian diluarnya. Pada saat praktikum untuk lebih mensterilkan
eksplan menggunakan agrep dan benlox selama 24 jam.

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Page 29

Sebelum dilakukan penanaman eksplan bonggol pisang yang akan disterilkan terlebih
dahulu dengan menimbang agreb dan benlok, kemudia media bonggol pisang dimasukan ke
dalam aquades yang berisi benlok dan agrep. Tunggu samapi 24 jam sembari di kocok-kocok
Pada pengambilan bonggol pisang pada bagian dalam pun dilakukan dalam kondisi aseptic.
Bagian yang digunakan dalam kultur jaringan binggol pisang adalah pangkal dari akar yang
masih muda, karena pada bagian tersebut terdapat jaringan yang aktif membelah, sehingga
tingkat keberhasilan dalam pengkulturan lebih tinggi. Akan tetapi bagian yang terlalu muda
akan lebih sulit untuk dikulturkan.
Respon perubahan eksplan bonggol pisang setelah dikulturkan dapat dikatakan tidak
mengalami pertumbuhan yangt cepat, dibuktikan pada waktu pengamatan kurang lebih 4
minggu, eksplan tidak mengalami pembengkakan, hal ini menunjukan kurangnya respon
pertumbuhan tanaman terhadap perlakuan atau percobaan yang dilakukan. Mungkin karena
pratikum ini tidak ada perlakuan yang diberikan. Sehingga pertumbuhan kalus tidak terjadi
semestinya. Pembengkakan berlanjut dengan bagian ujung dari eksplan tersebut merekah
mengindikasikan terbentuknya kalus. Terbentuknya kalus disebabkan keseimbangan karena
adanya rangsangan luka. Rangsangan tersebut menyebabkan keseimbanagan pada dinding sel
berubah arah dan sebagian protoplas mengalir keluar. Selain itu , ada beberapa factor yang
mempengarui partumbuhan kalus antara lain:
1. Macam dan kadar hormon pertumbuhan yang dipakai.
2. Macam dan kadar sumber karbon.
3. Kondisi lingkungan kultur seperti cahaya dan suhu ruang kultur.
Dari pengkulturan eksplan bonggol pisang tidak semuanya membentuk kalus, ada bagian
Eksplan yang hanya merekah saja tanpa membentuk kalus. Faktor lain yang menyebabkan
tidak terbentuknya tunas pada percobaan ini adalah kombinasi NAA dan kinetic yang kurang
tepat, dengan konsentrasi NAA terlalu rendah dibandingkan kinetin.
Berdasarkan data pengamatan yang kami tanam (25 eksplan), dari 20 botol jeem terdapat 12
ekplan yang masih bertahan (tidak terkontaminasi). Dan pada tanggal 10 Desember 2010
kelompok kami melakukan sub kultur kedalam media baru. Kurang lebih satu minggu
eksplan yang kami tanam masih bisa bertahan, tetapi pada tanggal 17 Desember semua
ekspalan tersebut mengalami kontaminasi, karena pada bonggol pisang terdapat media agar
yang dapat menyebabkan tumbuhnya jamur. Hal ini dapat terlihat pada media yang
digunakan, disekeliling eksplan media diselimuti oleh spora yang berbentuk kapas berwarna
Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Page 30

putih, dan bergerombol. Kontaminasi pada media ini dapat terjadi oleh beberapa factor,
diantaranya:
1. Faktor sterilisasi ruangan, ruangan yang steril dapat berubah menjadi tidak steril
terutama pada saat musim hujan, sehingga dapat membawa masuknya bakteri dan jamur
dari luar, serta dapat meningkatkan kelembaban yang akan mempercepat perkembangan
mikroorganisme.
2. Faktor sterilisasi dalam penanaman eksplan kedalam botol kultur.
3. Penutupan botol yang kurang rapat.
4. Terkontaminasi oleh lingkungan.
Karena bonggol pisang mengalami kontaminasi sejak penanamannya maka pengamatan yang
dilakukan sampai pada tanggal 19 Desember 2010 tidak menunjukkan adanya pertumbuhan.
Untuk hasil pengamatan dari anakan anggrek,semuanya menunjukan aadanya pertumbuhan
yang maksimal,hal ini karena anakan anggrek mendapatkan nutrisi yang cukup pada waktu
anakan tersebut di dalam botol jeem,selain itu pada waktu anakan anggrek distrilkan dari
agar(media untuk pertumbuhan dalam botol jeem)sudah benar-benar terbebas dari
jamur,sehingga pada waktu dipindahkan dalam kompot,dan mendapat sinar matahari yang
cukup anakan anggrek tersebut dapat tumbuh dengan baik dan optimal.

Laporan Akhir Pratikum Kultur Jaringan Tumbuhan

Page 31

Anda mungkin juga menyukai