Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR


PENANGANAN MASALAH ANAK JALANAN

DISUSUN OLEH :
NAMA

: ANNA ASTUTI

NIM

: 12317244007

PRODI
INTERNASIONAL

: PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2012

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada kita sehingga makalah yang berjudul
Penanganan Masalah Anak Jalanan dapat terselesaikan.
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu
Sosial dan Budaya Dasar .
Kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini,
ucapan terima kasih saya ucapkan kepada :
1. Bapak R.B Suharta selaku Dosen mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya
Dasar
2. Orang tua kami yang selalu memberikan motivasi, serta
3. Teman-teman dan pihak lain yang membantu
Mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan yang dikarenakan kurangnya pengalaman saya.
Semoga Tuhan meridhoi niat dan usaha kita serta dapat memberikan
manfaat dan membuka hati bagi para pembaca. Amien.

Yogyakarta, 12 Desember
2012

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A. Pendahuluan
A.1 Intensitas dan Kompleksitas Masalah
Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan persoalan
sosial yang komplek. Hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan
pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang
tidak bermasa depan jelas, dan keberadaan mereka tidak jarang menjadi
masalah bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat dan negara. Namun,
perhatian terhadap nasib anak jalanan tampaknya belum begitu besar dan
solutif. Padahal mereka adalah saudara kita. Mereka adalah amanah Allah
yang harus dilindungi, dijamin hak-haknya, sehingga tumbuh-kembang
menjadi manusia dewasa yang bermanfaat, beradab dan bermasa depan
cerah
Hidup menjadi anak jalanan bukanlah pilihahan hidup yang diinginkan oleh
siapapun. melainkan keterpaksaan yang harus mereka terima karena
adanya sebab tertentu. Anak jalanan bagaimanapun telah menjadi fenomena
yang menuntut perhatian kita semua. Secara psikologis mereka adalah anakanak yang pada taraf tertentu belum mempunyai bentukan mental
emosional yang kokoh, sementara pada saat yang sama mereka harus
bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan cenderung berpengaruh
negatif bagi perkembangan dan pembentukan kepribadiannya. Aspek
psikologis ini berdampak kuat pada aspek sosial. Di mana labilitas emosi dan
mental mereka yang ditunjang dengan penampilan yang kumuh, melahirkan
pencitraan negatif oleh sebagian besar masyarakat terhadap anak jalanan
yang diidentikan dengan pembuat onar, anak-anak kumuh, suka mencuri,
sampah masyarakat yang harus diasingkan. Pada taraf tertentu stigma
masyarakat yang seperti ini justru akan memicu perasaan alienatif mereka
yang pada gilirannya akan melahirkan kepribadian introvet, cenderung sukar
mengendalikan diri dan asosial. Padahal tak dapat dipungkiri bahwa mereka
adalah generasi penerus bangsa untuk masa mendatang.

A.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan masalah yang di
permasalahan sebagai berikut :

kemukakan

diatas

dapat

dirumuskan

1. Apa yang melatar belakangi timbulnya anak jalanan ?


2. Bagaimana alternatif menagani masalah tersebut ?
A.3 Tujuan
Makalah ini di susun dengan tujuan :
1. Mangetahui latar belakang timbulnya anak jalanan khususnya di
Indonesia
2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan fenomena
munculnya anak jalanan.
3. Mangetahui dampak psikologis yang di rasakan anak jalanan
4. Memberikan informasi upaya penangan anak jalanan yang efektif.

Bab II
ISI

B. Latar Belakang Masalah


Konsep anak didefinisikan dan dipahami secara bervariasi dan berbeda,
sesuai dengan sudut pandang dan kepentingan yang beragam. Menurut UU
No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, anak adalah seseorang yang
berusia di bawah 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan menurut UU No.
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang
belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan
Untuk kebutuhan penelitian ini, anak didefinisikan sebagai seorang manusia
yang masih kecil yang berkisar usianya antara 616 tahun yang mempunyai
ciri-ciri fisik yang masih berkembang dan masih memerlukan dukungan dari
lingkungannya. Seperti manusia pada umumnya, anak juga mempunyai
berbagai kebutuhan: jasmani, rohani dan sosial. Menurut Maslow, kebutuhan
manusia itu mencakup : kebutuhan fisik (udara, air, makan), kebutuhan rasa
aman, kebutuhan untuk menyayangi dan disayangi, kebutuhan untuk
penghargaan, kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri dan bertumbuh.
Sebagai manusia yang tengah tumbuh-kembang, anak memiliki
keterbatasan untuk mendapatkan sejumlah kebutuhan tersebut yang
merupakan hak anak. Orang dewasa termasuk orang tuanya, masyarakat
dan pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak anak tersebut.
Permasalahannya adalah orang yang berada di sekitarnya termasuk
keluarganya seringkali tidak mampu memberikan hak-hak tersebut. Seperti
misalnya pada keluarga miskin, keluarga yang pendidikan orang tua rendah,
perlakuan salah pada anak, persepsi orang tua akan keberadaan anak, dan
sebagainya. Pada anak jalanan, kebutuhan dan hak-hak anak tersebut tidak
dapat terpenuhi dengan baik. Untuk itulah menjadi kewajiban orang tua,
masyarakat dan manusia dewasa lainnya untuk mengupayakan upaya
perlindungannya agar kebutuhan tersebut dapat terpenuhi secara optimal.

Berbagai upaya telah dilakukan dalam merumuskan hak-hak anak. Respon


ini telah menjadi komitmen dunia international dalam melihat hak-hak anak.
Ini terbukti dari lahirnya konvensi internasional hak-hak anak. Indonesiapun
sebagai bagian dunia telah meratifikasi konvensi tersebut. Keseriusan
Indonesia melihat persoalan hak anak juga telah dibuktikan dengan lahirnya
Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Tanpa
terkecuali, siapapun yang termasuk dalam kategori anak Indonesia berhak
mendapatkan hak-haknya sebagai anak.
Anak jalanan dilihat dari sebab dan intensitas mereka berada di jalanan
memang tidak dapat disamaratakan. Dilihat dari sebab, sangat
dimungkinkan tidak semua anak jalanan berada dijalan karena tekanan
ekonomi, boleh jadi karena pergaulan, pelarian, tekanan orang tua, atau atas
dasar pilihannya sendiri.
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Badan Pusat Statistik
Republik Indonesia tahun 1998 memperlihatkan bahwa anak jalanan secara
nasional berjumlah sekitar 2,8 juta anak. Dua tahun kemudian, tahun 2000,
angka tersebut mengalami kenaikan sekitar 5,4%, sehingga jumlahnya
menjadi 3,1 juta anak. Pada tahun yang sama, anak yang tergolong rawan
menjadi anak jalanan berjumlah 10,3 juta anak atau 17, 6% dari populasi
anak di Indonesia, yaitu 58,7 juta anak (Soewignyo, 2002). Angka-angka
tersebut menunjukkan bahwa kualitas hidup dan masa depan anak-anak
sangat memperihatinkan, padahal mereka adalah aset, investasi SDM dan
sekaligus tumpuan masa depan bangsa. Jika kondisi dan kualitas hidup anak
kita memprihatinkan, berarti masa depan bangsa dan negara juga kurang
menggembirakan. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, sebagian dari anak
bangsa kita mengalami lost generation (generasi yang hilang).
Persebaran anak jalanan di DKI Jakarta juga cukup merata. Data yang
diterbitkan oleh Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial DKI
Jakarta menyebutkan bahwa setidaknya ada 18.777 orang anak jalanan di
DKI pada tahun 2003 ini.
SUSENAS tahun 2000 juga menunjukkan bahwa salah satu faktor
ketidakberhasilan pembangunan nasional dalam berbagai bidang itu, antara
lain, disebabkan oleh minimnya perhatian pemerintah dan semua pihak
terhadap eksistensi keluarga. Perhatian dan treatment yang terfokus pada
keluarga sebagai basis dan sistem pemberdayaan yang menjadi pilar
utama kehidupan berbangsa dan bernegara relatif belum menjadi komitmen
bersama dan usaha yang serius dari banyak pihak. Padahal, masyarakat dan
negara yang sehat, kuat, cerdas, dan berkualitas dipastikan karena tumbuh
dan berkembang dari dan dalam lingkungan keluarga yang sehat, kuat,
cerdas dan berkualitas. Dengan demikian, masalah anak termasuk anak
jalanan perlu adanya penanganan yang berbasis keluarga, karena keluarga
adalah penanggung jawab pertama dan utama masa depan anak-anak
mereka.

Pekerjaan anak jalanan beraneka ragam, dari menjadi tukang semir sepatu,
penjual asongan, pengamen sampai menjadi pengemis. Banyak faktor yang
kemudian diidentifikasikan sebagai penyebab tumbuhnya anak jalanan.
Parsudi Suparlan berpendapat bahwa adanya orang gelandangan di kota
bukanlah semata-mata karena berkembangnya sebuah kota, tetapi justru
karena tekanantekanan ekonomi dan rasa tidak aman sebagian warga desa
yang kemudian terpaksa harus mencari tempat yang diduga dapat
memberikan kesempatan bagi suatu kehidupan yang lebih baik di kota
(Parsudi Suparlan, 1984 : 36 ).
Hal senada juga diungkapkan oleh Saparinah Sadli ( 1984 : 126 ) bahwa ada
berbagai factor yang saling berkaitan dan berpengaruh terhadap timbulnya
masalah gelandangan, antara lain : faktor kemiskinan (structuraldan peribadi
), faktor keterbatasan kesempatan kerja (factor intern dan ekstern), faktor
yang berhubungan dengan urbanisasi dan masih ditambah lagi dengan
faktor pribadi seperti tidak biasa disiplin, biasa hidup sesuai dengan
keinginannya sendiri dan berbagai faktor lainnya.

Data tersebut cukup memperihatinkan kita semua, karena idealnya sebagai


kota percontohan DKI dapat bebas dari masalah anak jalanan, atau
setidak-tidaknya jumlah anak jalanan tergolong rendah di seluruh propinsi di
Indonesia. Selama ini, penanganan anak jalanan melalui panti-panti asuhan
dan rumah singgah dinilai tidak efektif. Hal ini antara lain terlihat dari pola
asuh yang cenderung konsumtif, tidak produktif karena yang ditangani
adalah anak-anak, sementara keluarga mereka tidak diberdayakan.
B.1 Faktor timbulnya Anak Jalanan
Beragam faktor yang paling dominan menjadi penyebab munculnya anak
jalanan adalah faktor kondisi social ekonomi di samping karena adanya
faktor broken home serta berbagai faktor lainnya.
Hasil penelitian Hening Budiyawati, dkk. (dalam Odi Shalahudin, 2000 :11)
menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan anak pergi ke jalanan
berdasarkan alasan dan penuturan mereka adalah karena :
1) Kekerasan dalam keluarga.
2). Dorongan keluarga.
3). Ingin bebas.
4). Ingin memiliki uang sendiri, dan
5). Pengaruh teman.

Bab III
UPAYA PENYELESAIAN MASALAH

C. Upaya Penyelesaian Masalah Berbasis Masyarakat


Upaya pembinaan terhadap anak jalanan bukannya tidak pernah dilakukan.
Pemda DKI Jakarta misalnya, sejak tahun 1998 telah mencanangkan program
rumah singgah. Dimana bagi mereka disediakan rumah penampungan dan
pendidikan (Draft Pembinaan Anak Jalanan : Pemda DKI, 1998). Akan tetapi,
pendekatan yang cenderung represif dan tidak integrative, ditunjang dengan
watak dasar anak jalanan yang tidak efektif. Sehingga mendorong anak
jalanan tidak betah tinggal di rumah singgah. Selain pemerintah, beberapa
LSM juga concernpada masalah ini. Kebanyakan bergerak di bidang
pendidikan alternatif bagi anak jalanan. Kendati demikian, dibanding jumlah
anak jalanan yang terus meningkat, daya serap LSM yang sangat terbatas
sungguh tidak memadai. Belum lagi munculnya indikasi komersialisasi
anak jalanan oleh beberapa LSM yang kurang bertanggungjawab dan
hanya berorientasi pada profit semata.
Penanganan masalah anak jalanan sesungguhnya bukan saja menjadi
tanggung jawab salah satu pihak saja, tetapi merupakan tanggung jawab
bersama antara pemerintah, LSM, akademisi dan masyrakat, secara

keseluruhan. Persoalannya, selama ini aksi-aksi penanganan anak jalanan


masih dilakukan secara sporadic, sektoral dan temporal serta kurang
terencana dan terintegrasi secara baik. Akibatnya efektivitas penanganan
menjadi tidak maksimal.
C.1 Mengembangkan Sistem Sosial yang Responsif
Salah satu bentuk penanganan anak jalanan adalah melalui pembentukan
rumah singgah. Konferensi Nasional II Masalah pekerja anak di Indonesia
pada bulan juli 1996 mendefinisikan rumah singgah sebagai tempat
pemusatan sementara yang bersifat non formal, dimana anakanak bertemu
untuk memperoleh informasi dan pembinaan awal sebelum dirujuk ke dalam
proses pembinaan lebih lanjut.
Sedangkan menurut Departemen Sosial RI rumah singgah didefinisikan
sebagai perantara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu
mereka. Rumah singgah merupakan proses informal yang memberikan
suasana pusat realisasi anak jalanan terhadap system nilai dan norma di
masyarakat.

Secara umum tujuan dibentuknya rumah singgah adalah membantu anak


jalanan mengatasi masalah-masalahnya dan menemukan alternatif untuk
pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sedang secara khusus tujuan rumah
singgah adalah :
1. Membentuk kembali sikap dan prilaku anak yang sesuai dengan nilainilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
2. Mengupayakan anak-anak kembali kerumah jika memungkinkan atau
ke panti dan lembaga pengganti lainnya jika diperlukan.
3. Memberikan berbagai alternatif pelayanan untuk pemenuhan
kebutuhan anak dan menyiapkan masa depannya sehingga menjadi
masyarakat yang produktif.
Peran dan fungsi rumah singgah bagi program pemberdayaan anak jalanan
sangat penting. Secara ringkas fungsi rumah singgah antara lain :
1. Sebagai tempat pertemuan ( meeting point) pekerja social dan anak
jalanan. Dalam hal ini sebagai tempat untuk terciptanya persahabatan

dan keterbukaan antara anak jalanan dengan pekerja sosial dalam


menentukan dan melakukan berbagai aktivitas pembinaan.
2. Pusat diagnosa dan rujukan. Dalam hal ini rumah singgah berfungsi
sebagi tempat melakukan diagnosa terhadap kebutuhan dan masalah
anak jalanan serta melakukan rujukan pelayanan social bagi anak
jalanan.
3. Fasilitator atau sebagai perantara anak jalanan dengan keluarga,
keluarga pengganti, dan lembaga lainnya.
4. Perlindungan. Rumah singgah dipandang sebagai tempat berlindung
dari berbagai bentuk kekerasan yang kerap menimpa anak jalanan dari
kekerasan dan prilaku penyimpangan seksual ataupun berbagai bentuk
kekerasan lainnya.
5. Pusat informasi tentang anak jalanan
6. Kuratif dan rehabilitatif, yaitu fungsi mengembalikan dan menanamkan
fungsi social anak.
7. Akses terhadap pelayanan, yaitu sebagai persinggahan sementara
anak jalanan dan sekaligus akses kepada berbagai pelayanan social.
8. Resosialisasi. Lokasi rumah singgah yang berada ditengah-tengah
masyarakat merupakan salah satu upaya mengenalkan kembali
norma, situasi dan kehidupan bermasyarakat bagi anak jalanan. Pada
sisi lain mengarah pada pengakuan, tanggung jawab dan upaya warga
masyarakat terhadap penanganan masalah anak jalanan.

C.2 Pemanfaatan Modal Sosial


Melalui PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) usaha yang
dapat di lakukan antara lain :

Memberikan pendidikan setidaknya, memberikan keterampilan bacatulis

Memberikan keterampilan seperti contohnya menjahit, atau membuat


peralatan- peralatan multi guna dan lain-lain

Setidaknya anak jalanan juga harus memiliki kesempatan untuk dapat


mengembangkan keterampilan- keterampilan yang dimilki, sehimgga ia
dapat hidup mandiri tanpa harus menggelandang di luar sana.
C.3 Pemanfaatan Institusi Sosial
Anak jalanan memang sering kali menjadi masalah di kehidupan kita, idak
sedikit pula yang dapat mengancam ketentraman kehidupan kita. Tapi tidak
berari lantas kita membiarkan meraka menjadi sesuatu yang tak berguna
dan lantas menghiraukan mereka, dengan menggap mereka segelintir kecil
bagian dari kehidupan kita. Anak jalanan merupakan orang-orang yang harus
di lindungi, mereka layaknya anak-anak lainnya meliki hak-hak yang patut
mereka rasakan oleh karena itu, bukan saja pemerintah ang harus
menghadapi dan menyelesaikan masalah anak jalanan ini, namun tanpa ada
bantuan dari masyarakat, masalah ini tidak akan pernah terselesikan.
a. Organisasi Masyarakat
Untuk mengatasi masalahanak jalanan, bukan hanya upaya pemerintah saja
yang di harapkan mampu untuk mrnyelesaikannya. Namun peran
masyarakatpun sangat di butuhkan dalam penangan masalah ini.
Sekali lagi bahwa anak jalanan itu ada dan perlu penangan khusus untuk
menyelesaikan masalah ini, dan usaha itu di perlukan dari seluruh pihak tak
terkecuali masyarakat. Jadi baiknya masyarakat tidak boleh mengabaikan
mereka, cobalah ikut sertakan mereka dalam kegiatan-kegiatan masyarakat
yang sering di lakukan. Mereka sama seperti kita, yang memilki potensi, tapi
sayangnya mereka sering kali tidak memiliki kesempatan untuk mengasah
dan bahkan menunjukannya, maka dari itu berikanlah kesempatan kepada
mereka.
b. Organisasi Swasta
Organisasi swasta cenderung didirikan untuk mendapatkan sejumlah
keuntungan tertentu. Namun demikian, tidak berarti organisasi swasta tidak
berkontribusi untuk menyeleseikan masalah keemiskinan di negara ini.
Seringkali
promosi,
yang
akrab
sekali
dengan
organisasi
ini
meengikutsertakan anak jalanan dalam program programnya. Contoh :
LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).

c. Optimalisasi Kontibusi Dalam Pelayanan Sosial

Hal ini merupkan tanggung jawab dan komitmen yang seharusnya di


laksanakan oleh pemerintah. Seperti yang tertuang dalam Undang-Undang
Dasar Pasal 34 UUD 1945 bahwa Fakir miskin dan anak terlantar
dipelihara oleh negara. Maka seharusnya negara beranggung jawab
dalam menangani hal ini.
Hal yang seharusnya terlihat dalam kinerja pemerintah dalam menangani
masalah anak jalanan ini yakni adanya keseriusan dalam menjalankan
program-programnya yang antara lain:
1. Program perlindungan anak
2. Program ketertiban, kebersihan dan keindahan kota
3. Program rumah singgah
4. Program pelatihan dan pemberian bantuan modal usaha bagi anak
jalanan
5. Pemenuhan kebutuhan gizi gratis
6. Pemberian pelayanan kesehatan dasar gratis
7. Pemberian layanan pendidikan gratis
8. Pemberian penyuluhan
d. Kerjasama dan Jaringan
Kerja sama merupakan aspek utama dari semua penangan yang telah di
anjurkan. Karena tanpa adanya kerja sama antar aspek tidak akan
terlaksanakan apa yang telah di rencanakan. Kerja sama yang di maksud
adalah kerja sama antara pemerintah dengan masyarakatnya. Namun lebih
baik lagi untuk dapat menjalin kerjasama bukan hanya dalam negeri namun
juga dengan organisai luar nugeri. Contoh :UNICEF dll
D. Upaya Penanganan Masalah
Alternatif-alternatif yang diajukan ini sebenarnya bukan sama sekali baru
karena sudah ada dan dilaksanakan oleh beberapa instansi pemerintah
maupun lembaga swadaya masyarakat tetapi dalam upaya penanganan
anak jalanan alternatif ini mungkin tergolong baru, yaitu :
a. Pemenuhan Kebutuhan Gizi gratis
Seperti halnya layanan pemberian makanan tambahan bagi anak sekolah di
sekolah-sekolah formal, perlu diberikan layanan pemenuhan gizi gratis bagi

anak jalanan. Anak-anak jalanan diarahkan untuk mendatangi tempattempat yang telah ditentukan untuk mendapatkan layanan pemenuhan gizi
ini dengan frekuensi yang disesuaikan dengan ketersediaan anggaran.

b. Pemberian Pelayanan Kesehatan Dasar Gratis


Pemberian layanan kesehatan dasar gratis ini dapat dilakukan melalui
Puskesmas Keliling. Dengan pemeriksaan kesehatan secara rutin dan
tersedianya pengobatan gratis diharapkan anak-anak jalanan mempunyai
ketahanan fisik yang baik dan berdampak positif terhadap perkembangan
intelektual maupun emosionalnya.
c. Pemberian Layanan Pendidikan Gratis
Program ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu membebaskan biaya
sekolah bagi anak jalanan di sekolah-sekolah formal yang ditunjuk dan
memberikan layanan pendidikan model seperti Perpustakaan Keliling di
mana guru yang mendatangi tempat-tempat yang biasanya digunakan anakanak jalanan untuk berkumpul serta memberikan materi pelajaran di tempat
tersebut.
Dalam pelaksanaan berbagai kebijakan maupun program penanganan anak
jalanan, satu hal yang penting untuk selalu disampaikan adalah penyuluhan
mengenai hak-hak anak dan upaya mengembalikan anak kembali ke
rumahnya agar mereka dapat hidup dan tumbuh kembang secara wajar.
Partisipasi masyarakat luas dalam pelaksanaan berbagai program sangat
dibutuhkan karena tanpa dukungan masyarakat maka program-program
tersebut tidak akan memberikan hasil. Bentuk partisipasi masyarakat yang
diharapkan antara lain : 1) Tidak memberikan sedekah kepada pengemis
anak atau membeli barang/jasa dari anak jalanan, 2) memahami bahwa
perbuatan amal dengan memberikan bantuan (uang) kepada anak-anak
yang bekerja di jalanan tidak mempunyai daya ungkit terhadap status
ekonomi dan sosial kehidupan mereka, 3) menyalurkan bantuan melalui
lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang kompeten, transparan dan
dapat mempertanggungjawabkan anggaran yang dikelolanya dan 4)
memberikan dukungan dengan pola anak asuh

Bab IV
PENUTUP

F. Kesimpulan
Upaya pengembangan dan peningkatan kualitas generasi bangsa (termasuk
didalamnya anak jalanan) tidak dapat dilepaskan dari upaya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan khususnya anak yang
diwarnai dengan upaya pendalaman di bidang pendidikan, kesehatan,
keagamaan, budaya yang mampu meningkatkan kreativitas keimanan,
intelektualitas, disiplin, etos kerja dan keterampilan kerja.
Di sisi lain stabilitas nasional adalah gambaran tentang keaadan yang
mantap, stabil dan seimbang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Dengan ditanganinya dengan baik masalah anak jalanan
akan memperkuat sendi-sendi kesejahteraan social serta stabilitas nasional
kita di masa yang akan datang.

Referensi
www.bpk.go.id/publikasi/mp87102002xxii55.pdf oleh Dr. Armai Arief,
MA
http://www.sulutnet.com/
http://www.sekitarkita.com/
http://www.suaramerdeka.com/
http://www.1rstwap.com/
http://www.bali.cside.com/
http://www.kompasiana.com
www.damandiri.or.id
www.kompas.com
www.BPS.go.id

Anda mungkin juga menyukai