Anda di halaman 1dari 3

Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang

mempelajari dan memperdalam agama Islam. Bukan hanya ilmu-ilmu agama dan kitab-kitab
kuning saja yang diajarkan di Lembaga Pesantren. Lembaga Pesantren juga mengajarkan
berbagai bidang keahlian dan ilmu pengetahuan umum. Pendidikan di Pondok Pesantren
para murid atau santri mendapatkan pendidikan serta pengajaran yang lebih terarah dan
teratur. Hal ini membuat para santri akan terbiasa dengan berbagai disiplin yang akan
berguna untuk masa depan mereka, dan juga membuat hidup mereka lebih disiplin. Pondok
pesantren sebagai agen pengembangan masyarakat , sangat diharapkan mempersiapkan
sejumlah konsep pengembangan sumber daya manusia, baik untuk peningkatan kualitas
pondok pesantren itu maupun untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat.(google
book manajemen hal3). Kualitas SDM menyangkut dua aspek yaitu kualitas fisik dan
kualitas non-fisik, yang meliputi kemampuan bekerja, berpikir, dan berbagai macam
keterampilan. untuk peningkatan kualitas fisik dapat diupayakan salah satunya lewat
program kesehatan, sedangkan untuk peningkatan kualitas atau kemampuan non fisik,
maka upaya yang diperlukan adalah pendidikan dan pelatihan. (google book manajemen
hal3)
Sebagian besar santri di pondok pesantren merupakan pelajar, yang terdiri dari siswa SMP,
SMA dan mahasiswa terkategorikan usia remaja. Menurut WHO, yang disebut remaja
adalah mereka yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa.
Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Menteri Kesehatan
RI tahun 2010, batas usia remaja adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum menikah.
Pada tahun 2010 jumlah remaja umur 10-24 tahun sangat besar yaitu sekitar 64 juta atau
27,6% dari jumlah Penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta jiwa (Sensus Penduduk, 2010).
Melihat jumlahnya yang sangat besar, maka remaja sebagai generasi penerus bangsa perlu
dipersiapkan menjadi manusia yang sehat secara jasmani, rohani, mental dan spiritual.
Faktanya, berbagai penelitian menunjukkan bahwa remaja mempunyai permasalahan yang
sangat kompleks seiring dengan masa transisi yang dialami remaja. Masalah yang menonjol
dikalangan remaja yaitu permasalahan seputar TRIAD KRR (Seksualitas, HIV dan AIDS
serta Napza)
Hingga saat ini terbukti masih banyak kasus terkait seksualitas dan kesehatan reproduksi
yang menimpa remaja. Salah satunya hal ini diakibatkan oleh kurangnya informasi bagi
remaja tentang kesehatan reproduksi tersebut. Selain itu masih banyak terdapat mitos-mitos
dan masi dianggap tabu tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi di masyarakat. Hal
ini menjadi salah satu peran dalam memberikan informasi yang salah mengenai kesehatan
reproduksi di kalangan remaja. (swara rahima artikel hal 3)
Keterbatasan akses dan informasi mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi bagi
remaja di indonesia hal ini disebabkan umumnya masyarakat masih beranggapan

seksualitas sebagai sesuatu yang tabu dan tidak untuk dibicarakan secara terbuka. Banyak
permasalah yang ditimbulkan dari mitos yang berkembang pada lingkungan masyarakat
atau remaja yang kurang mendapat informasi yang benar seputar seksualitas.
Selain itu sudah tertera dalam hak-hak reproduksi remaja yang salah satunya adalah
mendapatkan informasi yang benar tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi juga
harus segera dipenuhi dan diperhatikan.
Masalah remaja di pesantren sama dengan masalah yang muncul di lingkungan non
pesantren. Termasuk masalah haid, keputihan, mimpi basah, dorongan seksual, bahkan bila
ada kecenderungan penyimpangan orientasi seksual seperti homoseks dan lesbian.
Pada dasarnya remaja di pondok pesantren dan diluar lingkungan pondok pesantren
memiliki naluri yang sama , dan dorongan seksual secara almiah pada umurnya.
Problematika yang seering dirasakan oleh remaja santri yaitu kurangnya informasi tentang
kesehatan

reproduksi

dan

terkadang

mereka

enggan

atau

malu

menceritakan

permasalahan kesehatan kewanitaan terutama untuk santri putri. Masih kuatnya pandangan
masyrakat mengenai kesehatan reproduksi ini masih tabu untuk diperbincangkan.
tertera pada PP No. 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi pada pasal 11 mengenai
pelayanan kesehatan reproduksi remaja
yang bertujuan untuk mencegah dan melindungi remaja dari perilaku seksual berisiko dan
perilaku berisiko lainnya yang dapat berpengaruh terhadap Kesehatan Reproduksi dan
mempersiapkan remaja untuk menjalani reproduksi yang sehat dan bertanggung jawab.
dan pada pasal 12 Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 dilaksanakan melalui pemberian:
a. komunikasi, informasi, dan edukasi konseling; dan /atau
b. pelayanan klinis medisPemberian materi komunikasi, informasi, dan edukasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui proses pendidikan formal
dan nonformal serta kegiatan pemberdayaan remaja sebagai pendidik sebaya atau
konselor sebaya (UU 61 thn 2014)
pada fase remaja mulai ini ingin tahu tentang kehidupan seksual manusia. Untuk itu,
mereka mencari informasi mengani seks, baik melalui buku, film, atau gambargambar lainnya yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Hal ini dikarenakan
kurangnya komunikasi yang bersifat dialogis antara remaja dan orang dewasa, baik
dengan orangtua maupun guru, mengenai masalah seksual, di mana kebanyakan
masyarakat masih menganngap tabu untuk membicarakan masalah seksual dalam
kehidupan

sehari-hari.

(kesehatan

reproduksi

remaja

dan

wanita

hal

31)

hal yang membahayakan ketika remaja mencari tau sendiri mengenai informasi
seksual atau menerima informasi dari sumber yang kurang tepat sehingga remaja

menintepretasikan salah. Hal ini membuka peluang pada remaja untuk berperilaku
seksual yang tidak bertanggung jawab, seperti melakukan hubungan seksual
sebelum nikah secara tidak bertanggung jawab
pada dasarnya perubahan fisik dan fungsi fisiologis pada remaja, menyebabkan
daya tarik terhadap lawan jenis yang merupakan akibat timbulnya dorongandorongan seksual.p
(kesehatan reproduksi remaja dan wanita hal 31)

Berdasarkan konferensi internasional kependudukan dan pembangunan (ICPD) di kairo


1994, ditentukan 12 hak-hak reproduksi. Terutama hak untuk mendapatkan informasi dan
pendidikan kesehatan reproduksi dan hak mendapatkan manfaat dari kemajuan ilmu
pengetahuan

yang

terkait

dengan

kesehatan

reproduksi.

Setiap

remaja

berhak

mendapatkan manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan serta mendapatkan informasi yang
sejelas-jelasnya dan kemudahan akses untuk mendapatkan layanan informasi tentang
kesehatan reproduksi remaja. (bkkbn buku kecil )

Anda mungkin juga menyukai