Devinisi Magma
Magma adalah material silikat alami yang berada di dalam bumi khususnya di mantel bagian
atas atau litosfer bagian bawah yang bersifat cair pijar dengan suhu berkisar 900o 1100oC
(terjemahan bebas dari devinisi magma oleh Vide F.F. Grosts, 1974, Turner & Verhoogen,
1960, H. Williams, 1962).
Seperti telah dibahas pada posting berjudul Struktur Dalam Bumi bahwa sebagian besar
komponen penyusun bumi di bawah kerak bumi adalah material pijar yang bersifat cair dan
panas dengan komposisi utama adalah silikat. Semakin dalam, suhu dan tekanan semakin
tinggi.
Arus Konveksi
Seperti halnya air yang sedang di rebus, magma di dalam bumi selalu bergejolak, bagian yang
paling panas mengalir ke bagian yang lebih rendah suhunya. Fenomena inilah yang disebut
sebagai arus konveksi (Lihat Gambar di bawah ini).
Arus konveksi pada mantel bumi inilah yang menyebabkan pergerakan lempeng dan kerak
bumi. Logika ini menjadi salah satu pijakan teori tektonik lempeng.
Magma, Lava, Lahar
Kerak bumi menumpang di atas mantel. Pada kerak terdapat retakan-retakan dan zona-zona
lemah yang memungkinkan sebagian kecil dari mantel atas menerobos keluar ke permukaan
bumi. Lubang tempat keluarnya magma ke permukaan bumi disebut gunung api (volcano).
Gunung api tidak harus berupa gunuk batu yang menjulang tinggi. Lubang kecil ditengah
lapangan bola-pun jika menjadi tempat keluarnya lava maka lubang itu disebut gunung api.
Bentukan gunung api yang umumnya mengerucut dan menjulang tinggi disebabkan oleh
akumulasi atau tertumpuknya material hasil erupsi dalam waktu yang lama di sekeliling pusat
erupsi.
Sebagain orang masih sering rancu dengan istilah magma, lava, dan lahar. Material silikat
cair pijar (batu cair-panas) yang masih di dalam bumi disebut magma.
Adapun magma yang sudah keluar di permukaan bumi disebut lava. Sedangkan lahar adalah
material gunung api, baik debu, pasir, maupun bongkah batu yang terbawa tertransport oleh
air. Magma dan lava bersifat sangat panas karena merupakan bubur batu yang membara.
Sedangkan lahar tidak selalu panas bahkan bisa jadi dingin. Magma menerobos kerak bumi,
membeku sebagian di dalam perut bumi menjadi batuan beku intrusi, dan di sebagian tempat
lain keluar sebagai lava, meleleh di puncak gunung api, atau muncrat dan membeku di udara
menjadi batuan vulkanik yang beraneka ragam ukuranya; bongkah, kerikil, pasir hingga debu.
Di lereng-lereng hingga kaki gunung api bongkah, kerikil dan debu gunung api diendapkan.
Ketika datang hujan deras, air menyapu dan menghanyutkan debu, pasir, kerikil dan menyeret
bongkah-bongkah tersebut. Material debu, pasir, kerikil dan bongkah hasil erupsi gunug api
yang terseret air inilah yang disebut dengan lahar. Lahar bisa jadi panas jika hujan datang
sesaat ketika gungung api meletus dan hasil erupsinya belum sempat mendingin. Lahar bisa
pula bersifat dingin jika hujan datang setelah material-material vulkanik mendingin, beberapa
hari atau beberapa bulan setelah erupsi.
Pembekuan Magma
Dalam posting kali ini penulis akan memaparkan tentang pembekuan magma yang natinya
berkaitan dengan klasifikasi batuan beku. Magma membeku pada suhu tertentu seiring
dengan perjalannya menerobos ke permukaan bumi. Pada saat masih di tempat yang sangat
dalam magma akan membeku dengan lambat karena proses pendinginanya juga lambat.
Semakin dekat ke permukaan bumi pebekuan magma akan berlangsug semakin cepat, ketika
di permukaan bumi maka tentunya pembekuan berlangsung sangat cepat. Cepat lambatnya
pembekuan magma berpengaruh pada tekstur batuan beku yang terbentuk. Magma yang
membeku dengan sangat lambat akan membentuk batuan dengan ukuran kristal penyusunya
yang besar-besar. Sebaliknya jika magma membeku degan cepat maka kristal yang terbentuk
akan berukuran kecil dan sangat kecil sampai tidak berbentuk jika pembekuanya sangat
cepat.
Dalam pembekuan magma, berlangsung reaksi-reaksi kimia di antara unsur-unsur yang
terkandung dalam magma. Komposisi kimia magma sangat kompleks. Magma tersusun oleh
10 unsur kimia dominan, yaitu Silika (Si), Titanium (Ti), Aluminium (Al), Besi (Fe),
Magmesium (Mg), Kalsium (Ca), Natrium (Na), Kalium (K), Hidrogen (H), dan Oksigen (O).
Unsur-unsur kimia tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri melainkan berupa oksida yaitu SiO2,
TiO2, Al2O3, FeO, MgO, CaO, Na2O, K2O dan H2O.
Secara umum, SiO2 adalah yang paling dominan, menyusun lebih dari 50 % berat magma.
Kemudian, Al2O3, FeO, MgO, CaO menyusun 44 % berat magma, dan sisanya Na2O, K2O,
TiO2 dan H2O menyusun 6 % berat magma. Namun demikian perlu disadari bahwa
kelimpahan unsur-unsur tersebut sangat bervariasi. Beda tempat, beda benua, beda gunung,
rasio
unsur-unsur
penyusun
magmapun
berbeda-bedatergantung
pada karakter
komposisi magma.
Magma tersusun oleh unsur yang beraneka ragam sehingga magma membeku membentuk
kristal yang beraneka macam warna dan bentuk. Pembekuan magma membentuk kristalkristal mellui reaksi kimia yang memiliki pola tertentu terkait dengan sifat kimiawi masingmasing unsur penyusunnya. Tiap-tiap unsur memiliki kecenderungan membeku pada suhu
dan tekanan tertentu dan bereaksi mengikat unsur tertentu. Kecenderungan-kecenderungan
tersebut telah dipelajari dan dirangkum menjadi sebuah pola sederhana yang dikenal dengan
Deret Reaksi Bown Bown Reaction Series. Lihat gambar di bawah ini.
Pada skema di atas terdapat dua seri pembentukan mineral. Olivin, Piroksen, Hornblenda dan
Biotit terdapat pada seri discontinue. Ini adalah seri mineral kaya Fe dan Mg
(Feromagnesian). Pada seri ini unsur Fe dan Mg bersama unsur-unsur yang lain dalam
magma pada suhu tinggi akan cenderung membentuk Olivin, selanjutnya seiring dengan
penurunan suhu akan terbentuk mineral-mineral Feromagnesian yang lain. Adapun pada sisi
kanan Deret Reaksi Bowen terdapat rangkaian pembentukan mineral plagioklas yang disebut
dengan seri continue. Seri Continue artinya magma dari suhu tertinggi hingga suhu terendah
akan terus menerus membentuk mineral plagioklas, dan sepanjang pembentukkanya akan
terus terjadi substitusi antara unsur Ca dan Na. Pada suhu yang tinggi cenderung dominan
terbentuk Ca Plagioklas, sebaliknya pada suhu yang semakin lebih redah akan semakin
dominan Na Plagioklas. Adapun SiO2 pada suhu tinggi masih belum banyak berpartisipasi
membentuk mineral, sehingga semakin rendah suhunya larutan magma akan semakin di
dominasi oleh SiO2. Magma setelah membentuk mineral-mineral olivin, piroksen akan
semakin didominasi SiO2 dan semakin bersifat asam.
Magma asli bersifat basa (Dally, 1933, Winkler vide W.T. Huang, 1962). Maka semakin
dekat dengan sumbernya (mantel atas) magma semakin bersifat basa. Semakin menjauh ke
permukaan magma menjadiintermediet atau bahkan asam. Batuan beku yang terbentuk pun
mengikuti posisi di mana terjadinya pembekuan magmanya. Batuan yang kaya akan mineral
olivin dan piroksen adalah batuan beku basa, sebaliknya semakin kaya SiO2 batuan masuk
kategori intermediet dan asam.
Klasifikasi didasarkan pada kandungan SiO2 pada batuan (C.J. Hughes, 1962) ;
-Batuan beku asam
kandungan SiO2 > 66%
Batuan beku intermedier kandungan SiO2 52% 66%
Batuan beku basa
kandungan SiO2 45% 52%
Batuan beku ultrabasa
kandungan SiO2 < 45%
Sifat magma dapat berubah menjadi magma yang bersifat lain, oleh proses-proses yang
disebut :
Hibridasi : ialah terbentuknya magma baru yang bersifat lain karena percampuran dua
magma yang berlainan jenisnya.
Sinteksis : ialah proses pembentukan magma karena proses asimilasi dengan batuan
samping (batuan yang diterobos) atau terlarutnya batuan asing kedalam magma.
Proses pembentukan kristal-kristal atau mineral seiring pembekuan magma membentuk
batuan beku menyebabkan komposisi magma berubah seiring penurunan suhu dan
pembentukan mineral-mineral tersebut. Perubahan komposisi magma inilah yang disebut
dengan diferensiasi magma. Perubahan komposisi magma tentunya menyebabkan variasi
batuan beku yang terbentuk. Dengan kata laindiferensiasi magma ialah semua proses yang
mengubah magma homogen berskala besar menjadi batuan beku dengan komposisi yang
bervariasi (W.THuang, 1962).
Dalam Diferensiasi Magma itu sendiri terjadi beberapa proses :
Fraksinasi : ialah pemisahan kristal dari larutan magma pada waktu terjadi
pendinginan magma. Kristal-kristal saat pendinginan magma tidak dapat mengikuti
perkembangan komposisi larutan magma yang baru, dia telah utuh sebagai kristal dan
berhenti bereaksi mengikat unsure lain untuk membentuk mineral lain.
Proses fraksinasi ini merupakan proses diferensiasi yang paling utama.
Gravitational settling : pemilahan kristal-kristal oleh gaya gravitasinya, sehingga
mineral yang berat akan memperkaya bagian dasar (waduk magma) dan posisinya berada
di bawah mineral yang lebih ringan.
Liquid immisibility : ialah larutan magma yang mempunyai suhu dan tekanan yang
tinggi, pada suhu rendah akan pecah mengalami fraksinasi larutan yang masing-masing
membeku membentuk batuan yang heterogen.
Vesiculation : ialah suatu proses di mana magma yang mengandung CO2, SO2, H2O,
sewaktu naik kepermukaan membentuk gelembung-gelembung gas yang membawa serta
komponen volatile seperti sodium dan potassium.
Assimilasi Evolusi magma dapat juga dipengaruhi oleh reaksi-reaksi dengan batuan
sekitarnya wall rock. Karena magma yang menerobos kepermukaan temperaturnya lebih
tinggi dari pada temperatur batuan yang diterobos maka batuan samping akan
mempengaruhi komposisi magma tersebut. Hal ini sering terjadi terutama pada magma
plutonik karena letaknya yang jauh dari permukaan bumi dan suhunya masih sangat tinggi
mampu melelehkan batuan samping.
- Joint struktur
merupakan struktur yang ditandai adanya kekar-kekar yang tersusun secara teratur tegak lurus
arah aliran. Sedangkan struktur yang dapat dilihat pada contoh-contoh batuan (hand
speciment sample), yaitu:
- Masif
yaitu jika tidak menunjukkan adanya sifat aliran, jejak gas (tidak menunjukkan adanya
lubang-lubang) dan tidak menunjukkan adanya fragmen lain yang tertanam dalam tubuh
batuan beku.
- Vesikuler
yaitu struktur yang berlubang-lubang yang disebabkan oleh keluarnya gas pada waktu
pembekuan magma. Lubang-lubang tersebut menunjukkan arah yang teratur.
KOMPOSISI MINERAL PADA BATUAN BEKU
Cara menentukan kandungan mineral pada batuan beku, dapat dilakukan dengan
menggunakan indeks warna dari batuan kristal. Berdasarkan warna mineral sebagai penyusun
batuan beku dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu mineral Felsik dan Mineral Mafik.
- Mineral felsik, merupakan mineral yang berwarna terang, terutama terdiri dari mineral
kwarsa, feldspar, feldspatoid dan muskovit.
- Mineral mafik, merupakan mineral yang berwarna gelap, terutama biotit, piroksen,
amphibol dan olivin.
Berdasarkan cara terjadinya, kadungan SiO2 dan indeks warna batuan beku dapat
diklasifikan. Sehingga dapat ditentukan nama batuan yang berbeda-beda meskipun dalam
jenis batuan yang sama.
Menurut Rosenbusch (1877-1976) Klasifikasi batuan beku berdasarkan cara terjadinya dapat
dibagi menjadi sebagai berikut :
- Effusive rock, merupakan batuan beku yang terbentuk di permukaan.
- Dike rock, merupakan batuan beku yang terbentuk dekat permukaan.
- Deep seated rock, merupakan batuan beku yang jauh di dalam bumi. Oleh W.T. Huang
(1962), jenis batuan ini disebut plutonik, sedang batuan effusive disebut batuan vulkanik.
Klasifikasi batuan beku berdasarkan kandungan SiO2 (C.L. Hugnes, 1962), antara lain :
- Batuan beku asam, batuan beku yang memiliki kandungan SiO2 lebih dari 66%. Contohnya
adalah riolit.
- Batuan beku intermediate, batuan beku yang memiliki kandungan SiO2 antara 52% 66%.
Contohnya adalah dasit.
- Batuan beku basa, batuan beku yang memiliki kandungan SiO2 antara 45% 52%.
Contohnya adalah andesit.
- Batuan beku ultra basa, batuan beku yang memiliki kandungan SiO2 kurang dari 45%.
Contohnya adalah basalt.
Klasifikasi batuan beku berdasarkan indeks warna menurut S.J. Shand, 1943, antara lain :
- Batuan beku Leucoctaris rock, jika mengandung kurang dari 30% mineral mafik.
- Batuan beku Mesococtik rock, jika mengandung 30% 60% mineral mafik.
- Batuan beku Melanocractik rock, jika mengandung lebih dari 60% mineral mafik.
Sedangkan klasifikasi batuan beku berdasarkan indeks warna menurut S.J. Ellis (1948) antara
lain sebagai berikut :
Batuan beku Holofelsic, batuan beku dengan indeks warna kurang dari 10%.
Batuan beku Felsic, batuan beku dengan indeks warna 10% sampai 40%.
Batuan beku Mafelsic, batuan beku dengan indeks warna 40% sampai 70%.
Batuan Beku Mafik, batuan beku dengan indeks warna lebih dari 70%.
TEKSTUR PADA BATUAN BEKU
Tekstur batuan beku secara umum ditentukan oleh tiga hal utama, yaitu kritalinitas,
Granularitas dan Bentuk Kristal. Mari kita bahas ketiga hal penting tersebut satu persatu.
1. Kristalinitas
Kristalinitas merupakan derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada waktu terbentuknya
batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya digunakan untuk menunjukkan berapa banyak
yang berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk kristal, selain itu juga dapat mencerminkan
kecepatan pembekuan magma. Apabila magma dalam pembekuannya berlangsung lambat
maka kristalnya kasar. Sedangkan jika pembekuannya berlangsung cepat maka kristalnya
akan halus, akan tetapi jika pendinginannya berlangsung dengan cepat sekali maka kristalnya
berbentuk amorf. Dalam pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu:
- Holokristalin, Holokristalin adalah batuan beku dimana semuanya tersusun oleh kristal.
Tekstur holokristalin adalah karakteristik batuan plutonik, yaitu mikrokristalin yang telah
membeku di dekat permukaan.
- Hipokristalin, Hipokristalin adalah apabila sebagian batuan terdiri dari massa gelas dan
sebagian lagi terdiri dari massa kristal.
- Holohialin, Holohialin adalah batuan beku yang semuanya tersusun dari massa gelas.
Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai lava (obsidian), dike dan sill, atau sebagai fasies
yang lebih kecil dari tubuh batuan.
2, Granularitas
Granularitas dapat diartikan sebagai besar butir (ukuran) pada batuan beku. Pada umumnya
dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu:
a. Fanerik atau fanerokristalin, Besar kristal-kristal dari golongan ini dapat dibedakan satu
sama lain secara megaskopis dengan kasat mata. Kristal-kristal jenis fanerik ini dapat
dibedakan menjadi:
- Halus (fine), apabila ukuran diameter butir kurang dari 1 mm.
- Sedang (medium), apabila ukuran diameter butir antara 1 5 mm.
- Kasar (coarse), apabila ukuran diameter butir antara 5 30 mm.
- Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran diameter butir lebih dari 30 mm.
b. Afanitik, Besar kristal-kristal dari golongan ini tidak bisa dibedakan dengan kasat mata
sehingga diperlukan bantuan mikroskop. Batuan dengan tekstur afanitik dapat tersusun oleh
kristal, gelas atau keduanya. Dalam analisis mikroskopis dibedakan menjadi tiga yaitu :
- Mikrokristalin, Jika mineral-mineral pada batuan beku bisa diamati dengan bantuan
mikroskop dengan ukuran butiran sekitar 0,1 0,01 mm.
- Kriptokristalin, jika mineral-mineral dalam batuan beku terlalu kecil untuk diamati
meskipun dengan bantuan mikroskop. Ukuran butiran berkisar antara 0,01 0,002 mm.
- Amorf/glassy/hyaline, apabila batuan beku tersusun oleh gelas.
3. Bentuk Kristal
Bentuk kristal merupakan sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi bukan sifat batuan secara
keseluruhan. Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal tiga bentuk kristal, yaitu:
- Euhedral, jika batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang kristal.
- Subhedral, jika sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat lagi.
- Anhedral, jika mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal asli.
- Ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat bentuk kristal, yaitu:
- Equidimensional, jika bentuk kristal ketiga dimensinya sama panjang.
- Tabular, jika bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu dimensi yang lain.
- Prismitik, jika bentuk kristal satu dimensi lebih panjang dari dua dimensi yang lain.
- Irregular, jika bentuk kristal tidak teratur.
Hubungan Antar Kristal
Hubungan antar kristal atau disebut juga relasi diartikan sebagai hubungan antara kristal atau
mineral yang satu dengan yang lain dalam suatu batuan. hubungan antar kritak dapat dibagi
menjadi beberapa jenis antara lain sebagai berikut :
- Equigranular, yaitu jika secara relatif ukuran kristalnya yang membentuk batuan berukuran
sama besar. Berdasarkan keidealan kristal-kristalnya, maka equigranular dibagi menjadi tiga,
yaitu:
- Panidiomorfik granular, yaitu jika sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari mineralmineral yang euhedral.
- Hipidiomorfik granular, yaitu jika sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari mineralmineral yang subhedral.
- Allotriomorfik granular, yaitu jika sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari mineralmineral yang anhedral.
- Inequigranular, yaitu jika ukuran butir kristalnya sebagai pembentuk batuan tidak sama
besar. Mineral yang besar disebut fenokris dan yang lain disebut massa dasar atau matrik
yang bisa berupa mineral atau gelas.
Daftar Pustaka
https://tigabatu.wordpress.com/2012/05/15/magma-dan-pembentukan-batuan-beku/
http://dapurtambang.blogspot.com/2014/06/proses-terjadinya-batuan-beku-komposisi.html