Anda di halaman 1dari 19

DVI atau Disaster Victim Identification adalah suatu defenisi yang diberikan sebagaiprosedur

untuk mengidentifikasi korban mati akibat bencana massal secara ilmiah yang
dapatdipertanggung-jawabkan dan mangacu pada standar baku Interpol. Tim DVI sendiri
terdiri dari dokter spesialis forensik, dokter gigi, ahli anthropology (ilmu yang mempelajari
tulang), kepolisian, fotografi, dan ada yang berasal dari masyarakatjuga. Tugasnya adalah
mengidentifikasi korban. Adapun proses DVI meliputi 5 fase, dimana setiap fasenya
mempunyai keterkaitansatu dengan yang lainnya, yaitu:
a. Initial Action at the Disaster Site
Merupakan tindakan awal yang dilakukan di tempat kejadian peristiwa (TKP) bencana.
Ketika suatu bencana terjadi, prioritas yang paling utama adalah untuk mengetahui seberapa
luas jangkauan bencana. Sebuah organisasi resmi harus mengasumsikan komando operasi
secara keseluruhan untuk memastikan koordinasi personil dan sumber daya material yang
efektif dalam penanganan bencana. Dalam kebanyakan kasus, polisi memikul tanggung
jawab komando untuk operasi secara keseluruhan. Sebuah tim pendahulu (kepala tim DVI,
ahli patologi forensik dan petugas polisi) harus sedini mungkin dikirim ke TKP untuk
mengevaluasi situasi berikut :
- Keluasan TKP, pemetaan jangkauan bencana dan pemberian koordinat untuk area bencana.
- Perkiraan jumlah korban
- Keadaan mayat.
- Evaluasi durasi yang dibutuhkan untuk melakukan DVI.
- Institusi medikolegal yang mampu merespon dan membantu proses DVI.
- Metode untuk menangani mayat.
- Transportasi mayat.
- Penyimpanan mayat.
- Kerusakan properti yang terjadi.

Pada prinsipnya untuk fase tindakan awal yang dilakukan di situs bencana, ada tiga
langkah utama. Langkah pertama adalah to secure atau untuk mengamankan, langkah kedua
adalah to collect atau untuk mengumpulkan dan langkah ketiga adalah documentation atau
pelabelan. Pada langkah to secure organisasi yang memimpin komando DVI harus
mengambil langkah untuk mengamankan TKP agar TKP tidak menjadi rusak. Langkah
langkah tersebut antara lain adalah :
- Memblokir pandangan situs bencana untuk orang yang tidak berkepentingan (penonton
yang penasaran, wakil wakil pers, dll), misalnya dengan memasang police line.
- Menandai gerbang untuk masuk ke lokasi bencana.
- Menyediakan jalur akses yang terlihat dan mudah bagi yang berkepentingan.
- Menyediakan petugas yang bertanggung jawab untuk mengontrol siapa saja yang memiliki
akses untuk masuk ke lokasi bencana.
- Periksa semua individu yang hadir di lokasi untuk menentukan tujuan kehaditan dan
otorisasi.
- Data terkait harus dicatat dan orang yang tidak berwenang harus meninggalkan area
bencana.
Pada langkah to collect organisasi yang memimpin komando DVI harus mengumpulkan
korban korban bencana dan mengumpulkan properti yang terkait dengan korban yang
mungkin dapat digunakan untuk kepentingan identifikasi korban. Pada langkah
documentation organisasi yang memimpin komando DVI mendokumentasikan kejadian
bencana dengan cara memfoto area bencana dan korban kemudian memberikan nomor dan
label pada korban. Setelah ketiga langkah tersebut dilakukan maka korban yang sudah diberi
nomor dan label dimasukkan ke dalam kantung mayat untuk kemudian dievakuasi.
b. Collecting Post Mortem
Data Pengumpulan data post-mortem atau data yang diperoleh paska kematian dilakukan oleh
post-mortem unit yang diberi wewenang oleh organisasi yang memimpin komando DVI.
Pada fase ini dilakukan berbagai pemeriksaan yang kesemuanya dilakukan untuk

memperoleh dan mencatat data selengkap lengkapnya mengenai korban. Pemeriksaan dan
pencatatan data jenazah yang dilakukan diantaranya meliputi :
- Dokumentasi korban dengan mengabadikan foto kondisi jenazah korban.
- Pemeriksaan fisik, baik pemeriksaan luar maupun pemeriksaan dalam jika diperlukan.
- Pemeriksaan sidik jari.
- Pemeriksaan rontgen.
- Pemeriksaan odontologi forensik: bentuk gigi dan rahang merupakan ciri khusus tiap
orang ; tidak ada profil gigi yang identik pada 2 orang yang berbeda.
- Pemeriksaan DNA.
- Pemeriksaan antropologi forensik : pemeriksaan fisik secara keseluruhan, dari bentuk tubuh,
tinggi badan, berat badan, tatto hingga cacat tubuh dan bekas luka yang ada di tubuh korban.
Data data hasil pemeriksaan tersebut kemudian digolongkan ke dalam data primer dan data
sekunder sebagai berikut :
- PRIMER : sidik jari, profil gigi, DNA
- SECONDARY : visual, fotografi, properti jenazah, medik-antropologi (tinggi badan, ras,
dll.) Selain mengumpulkan data paska kematian, pada fase ini juga sekaligus dilakukan
tindakan untuk mencegah perubahan perubahan paska kematian pada jenazah, misalnya
dengan meletakkan jenazah pada lingkungan dingin untuk memperlambat pembusukan.

c. Collecting Ante Mortem Data


Pada fase ini dilakukan pengumpulan data mengenai jenazah sebelum kematian. Data ini
biasanya diperoleh dari keluarga jenazah maupun orang yang terdekat dengan jenazah. Data
yang diperoleh dapat berupa foto korban semasa hidup, interpretasi ciri ciri spesifik jenazah
(tattoo, tindikan, bekas luka, dll), rekaman pemeriksaan gigi korban, data sidik jari korban
semasa hidup, sampel DNA orang tua maupun kerabat korban, serta informasi informasi

lain yang relevan dan dapat digunakan untuk kepentingan identifikasi, misalnya informasi
mengenai pakaian terakhir yang dikenakan korban.
d. Reconciliation
Pada fase ini dilakukan pembandingan data post mortem dengan data ante mortem. Ahli
forensik dan profesional lain yang terkait dalam proses identifikasi menentukan apakah
temuan post mortem pada jenazah sesuai dengan data ante mortem milik korban yang
dicurigai sebagai jenazah. Apabila data yang dibandingkan terbukti cocok maka dikatakan
identifikasi positif atau telah tegak. Apabila data yang dibandingkan ternyata tidak cocok
maka identifikasi dianggap negatif dan data post mortem jenazah tetap disimpan sampai
ditemukan data ante mortem yang sesuai dengan temuan post mortem jenazah.
e. Returning to the Family
Korban yang telah diidentifikasi direkonstruksi hingga didapatkan kondisi kosmetik terbaik
kemudian dikembalikan pada keluarganya untuk dimakamkan. Apabila korban tidak
teridentifikasi maka data post mortem jenazah tetap disimpan sampai ditemukan data ante
mortem yang sesuai dengan temuan post mortem jenazah, dan pemakaman jenazah menjadi
tanggung jawab organisasi yang memimpin komando DVI. Sertifikasi jenazah dan
kepentingan mediko-legal serta administrative untuk penguburan menjadi tanggung jawab
pihak yang menguburkan jenazah.
Prinsip dari proses identifikasi ini adalah dengan membandingkan data Ante Mortem dan Post
Mortem, semakin banyak yang cocok maka akan semakin baik. Primary Identifiers
mempunyai nilai yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan Secondary Identifiers.
Selanjutnya dalam identifikasi tidak hanya menggunakan satu cara saja, segala cara yang
mungkin harus dilakukan, hal ini penting oleh karena semakin banyak kesamaan
yangditemukan akan semakin akurat. Identifikasi tersebut minimal harus menggunakan 2
cara yang digunakan memberikan hasil yang positif (tidak meragukan). Prinsip dari proses
identifikasi adalah mudah yaitu dengan membandingkan data-data tersangka korban dengan
data dari korban yang tak dikenal, semakin banyak kecocokan semakin tinggi nilainya. Data
gigi, sidik jari, atau DNA secara tersendiri sudah dapat digunakan sebagai faktor determinan
primer, sedangkan data medis, properti dan ciri fisik harus dikombinasikan setidaknya dua
jenis untuk dianggap sebagai ciri identitas yang pasti.

Gigi merupakan suatu cara identifikasiyang dapat dipercaya, khususnya bila rekam dan foto
gigi pada waktu masih hidup yang pernah dibuat masih tersimpan dengan baik. Pemeriksaan
gigi ini menjadi amat penting apabila mayat sudah dalam keadaan membusuk atau rusak,
seperti halnya kebakaran. Adapun dalam melaksanakan identifikasi manusia melalui gigi, kita
dapatkan 2 kemungkinan:
1) Memperoleh informasi melalui data gigi dan mulut untuk membatasi atau menyempitkan
identifikasi. Informasi ini dapat diperoleh antara lain mengenai umur, jenis kelamin, ras,
golongan darah, bentuk wajah, DNA. Dengan adanya informasi mengenai perkiraan batasbatas umur korban misalnya, maka pencarian dapat dibatasi pada data-data orang hilang yang
berada disekitar umur korban. Dengan demikian penyidikan akan menjadi lebih terarah.
2) Mencari ciri-ciri yang merupakan tanda khusus pada korban tersebut. Di sini dicatat ciriciri yang diharapkan dapat menentukan identifikasi secara lebih akurat dari pada sekedar
mencari informasi tentang umur atau jenis kelamin. Ciri-ciri demikian antara lain:
1. Identifikasi ras korban maupun pelaku dari gigi-geligi dan antropologi ragawi
2. Identifikasi sex atau jenis kelamin korban melalui gigi-geligi dan tulang rahang serta
antropologi ragawi
3. Identifikasi umur korban melalui benih gigi
4. Identifikasi umur korban melalui gigi sulung (decidui)
5. Identifikasi umur korban melalui gigi campuran
6. Identifikasi umur korban melalui gigi tetap
7. Identifikasi korban melalui kebiasaan menggunakan gigi
8. Identifikasi korban dari pekerjaan menggunakan gigi
9. Identifikasi golongan darah korban melalui pulpa gigi
10. Identifikasi golongan darah korban melalui air liur
11. Identifikasi DNA korban dari analisa air liur dan jaringan dari sel dalam rongga mulut
12. Identifikasi korban melalui gigi palsu yang dipakainya
13. Identifikasi wajah korban dari rekonstruksi tulang rahang dan tulang facial
14. Identifikasi wajah korban
15. Identifikasi korban melalui pola gigitan pelaku
16. Identifikasi korban melalui ekslusi pada korban massal
17. Radiologi Ilmu Kedokteran Gigi Forensik
18. Fotografi Ilmu Kedokteran Gigi Forensik
19. Victim Identification Form
Yang dibutuhkan oleh dokter gigi untuk mendapatkan data gigi sebelum kematianyaitu
catatan gigi (tertulis), foto rontgen gigi, model hasil cetakan, clinical photographs, keterangan
dari dokter gigi/keluarga/teman dan surat dari rumah sakit. Identifikasi dengan menggunakan
faktor dental biasanya digunakan apabila metode umum lainnya seperti metode pengamatan

dan sidik jari tidak mampu menghasilkan hasil yang diharapkan, atau sebagai identifikasi
tambahan bila diperlukan. Idealnya identifikasi positif ( yang berhasil ) harus berdasarkan
dari 2 identifikasi atau lebih. Identifikasi visual adalah metode yang sangat umum dilakukan
oleh polisi atau yang berwenang. Namun metode ini tidak dapat dilakukan bila mayat atau
jenazah mengalami kerusakan yang sangat parah, terbakar atau terdekomposisi. Terutama
apabila terjadi bencana alam yang menghasilkan banyak korban, pengamatan secara visual
hampir tidak bisa dilakukan. Identifikasi melalui sidik jari pun tidak selalu menghasilkan
identifikasi postif, karena tidak semua orang memiliki catatan mengenai sidik jari mereka,
hanya tentara serta pelaku criminal saja yang biasanya memiliki data mengenai sidik jari
mereka. Dengan beberapa kelemahan yang ada pada metode lainnya, identifikasi secara
dental menjadi salah satu metode yang diandalkan untuk melengkapi metode lainnya.
Seorang odontologist forensik harus mampu dan bersedia melakukan pemeriksaan gigi dan
mulut pada tubuh dengan kategori sebagai berikut :

Normal. Semua dikatakan normal terkecuali bila subjeknya telah meninggal.


Pada tubuh yang telah kehilangan nyawanya, tubuh akan mengalami kekakuan.
Apabila mayat sudah mulai kaku atau bahkan kaku sepenuhnya, maka hal ini akan
mempersulit pekerjaan karena akan mempersulit akses ke gigi dan mulut. Kekakuan
mayat dapat pula digunakan untuk mengetahui waktu kematian mayat karena
kekakuan memiliki beberapa tahapan sebagai berikut : 3-4 jam setelah kematian
mayat mulai mengalami kekakuan, 12 jam setelah kematian mayat mengalami
kekakuan secara menyeluruh, 18-36 jam setelah kematian mayat mulai kehilangan
kekakuannya, 48-60 jam setelah kematian kekakuan mayat menghilang.

Prosedur di kamar jenazah / mayat


Tidak seperti patologis, seorang forensik odontologist jarang bekerja regular di kamar mayat
yang sama. Hal ini terjadi karena pekerjaan yang datang berdasarkan panggilan dan bisa
berasal dari ruang mayat mana saja. Beberapa tahapan pengerjaan dilakukan sebelum
melakukan pemeriksaan di kamar mayat, yaitu :

Preliminaries (Persiapan)
Hubungi terlebih dahulu yang berwenang untuk mendapatkan izin masuk dan
memeriksa di kamar mayat tersebut. Beberapa kebutuhan mengenai pemeriksaan,
outline pemeriksaan, serta teknik yang akan digunakan sebaiknya dibicarakan dulu

dengan

yang

berwenang,

sehingga

mengurangi

kemungkinan

terjadinya

kesalahpahaman. Terutama apabila akan melakukan pemotongan rahang. Seorang


forensik odontologist yang bekerja bersama dengan patologis sebaiknya menghubungi
pula patologis tersebut sehingga pemeriksaan dapat berlangsung dengan baik. Siapkan
alat alat yang dibutuhkan, terutama bila alat yang dibutuhkan tidak tersedia pada
ruang pemeriksaan mayat tersebut. Siapkan juga pendingin untuk menyimpan
spesimen yang diambil dari tubuh mayat. Periksa juga tentang ketersediaan air,

terutama untuk membersihkan diri dan mayat yang telah diperiksa.


Armamentarium
Seorang forensik odontologist yang baik, tentu saja memiliki alat alat untuk
pemeriksaan standar masing masing, terutama beberapa ruang pemeriksaan mayat
tidak menyediakan alat alat sederhana tersebut. Beberapa alat yang sebaiknya
disiapkan secara pribadi adalah kaca mulut, sonde, cotton pliers, serta impression
material, siapkan juga disclosing solution untuk mengetahui adanya tambalan
komposit atau silikat. Wedges juga sebaiknya disiapkan untuk membuka dan menahan
mulut terutam bila mayat masih dalam keadaan kaku. Siapkan juga sikat gigi yang
sudah tidak terpakai untuk membersihkan gigi dari debris dan kotoran yang

menempel.
Prosedur
Pada waktu pemeriksaan, sebaiknya siapkan catatan untuk mencatat setiap proses
pemeriksaan. Pemeriksaan itu sendiri sebaiknya dilakukan oleh 2 orang, karena cukup
sulit untuk mencatat ketika tangan kita menggunakan sarung tangan karet (hand
gloves) yang kotor. Asisten tersebut haruslah memiliki pengetahuan tentang gigi dan
mulut juga, sehingga tidak mempersulit proses pencatatan. Beri label pada setiap
bagian yang dipisahkan dari mayat berupa tanggal, waktu serta tempat pemeriksaan.
Setelah itu beri tanda tangan pemeriksa serta orang yang menyaksikan pemeriksaan
tersebut. Setelah melakukan, mayat sebaiknya dibersihkan kembali. Setelah itu
simpan mayat ketempatnya semula. Setelah itu melapor pada pihak yang berwenang

bahwa pemeriksaan telah dilakukan.


Hazards (hal hal yang membahayakan)
Seorang forensik odontologist rentan terhadap bahaya bahaya yang mungkin berasal
dari mayat. Yang paling sering muncul adalah belatung, namun biasanya belatung
telah ditangani sebelumnya oleh patologis. Hal yang paling membahayakan adalah
apabila mayat memiliki penyakit menular yang membahayakan seperti AIDS,
hepatitis atau tuberculosis. Maka sebaiknya kita berhati hati dan juga mengenal

dengan baik mayat yang akan kita periksa. Hal hal sederhana yang perlu
diperhatikan adalah tulang. Tulang cenderung kuat dan bisa menjadi sangat tajam.

Maka hati hati dalam melakukan pemeriksaan agar terhindar dari hal hal tersebut.
Gaining access
Gaining access adalah tahapan pertama dari identifikasi dental untuk pemeriksaan gigi
mayat. Metode yang dipilih adalah metode dengan kerusakan minimal pada jaringan
yang terlihat. Sehingga mayat tidak mengalami kerusakaan yang besar setelah
pemeriksaan. Setelah proses untuk mendapatkan akses tercapai, maka keadaan mulut
secara umum dari mayat haruslah dicatat. Mayat yang mengalami kondisi berbeda,
seperti korban kecelakaan, dekomposisi atau terbakar harus mendapat perlakuan
sedikit berbeda terutama saat proses gaining access tersebut. Debris, serta cairan yang
akan mengganggu sebaiknya dihilangkan sehingga akses pemeriksaan untuk gigi dan
mulut dapat terbuka dan pemeriksaan dapat berjalan dengan baik.

Examination (Pemeriksaan)
Idealnya dilakukan oleh 2 orang dan dilakukan pencatatan pada setiap tahapan
pemeriksaan. Bila pemeriksaan dilakukan sendiri maka sebaiknya siapkan rekaman
suara dari proses pemeriksaan untuk mengganti proses pencatatan. Pemeriksaan
dilakukan secara sistematis dan mulai dilakukan setelah memperoleh akses untuk
pemeriksaan gigi dan mulut tercapai. Siapkan tabel gigi standar untuk informasi dan
memudahkan pencatatan. Beberapa informasi lainnya yang dilampirkan pada catatan
antara lain :
Tanggal dan waktu permintaan pemeriksaan
Nama dan orang yang berwenang dalam permintaan pemeriksaan
Izin untuk melepaskan rahang bila dibutuhkan untuk pemeriksaan menyeluruh
Keadaan kematian ; tanggal, waktu serta penyebab kematian
Lokasi ditemukan mayat
Tanggal dan waktu pemeriksaan
Nomor kasus dari koroner, pemeriksa medis atau polisi
Nama dari asisten atau saksi mata pemeriksaan
Deskripsi fisik dari mayat termasuk tinggi, berat, perkiraan umur, jenis kelamin, ras
serta karakteristik yang terlihat menonjol lainnya

Pemeriksaan Rinci
Pemeriksaan lanjutan setelah pemeriksaan umum dilakukan untuk mengetahui
keadaan gigi dan mulut pada mayat secara terperinci. Pemeriksaan dilakukan pada
bagian bagian sebagai berikut :
Penilaian keadaan umum mulut jenazah seperti kalkulus, warna gigi, kebersihan
mulut secara umum

Status umum gigi


Catatan mengenai gigi yang hilang terutama bila gigi yang hilang terjadi pada saat
kematian, catat pula apakah gigi tersebut adalah gigi tetap atau gigi sulung.
Restorasi
Catatan mengenai restorasi yang ada pada gigi mayat
Crown and Bridges
Keadaan periodontal
Penilaian ortodontik mayat dengan klasifikasinya
Protesa
Radiografi
Fotografi
Prosedur Yang Dilakukan Saat terjadi Bencana Masal
Pada saat bencana alam terjadi, anda mungkin akan dipanggil oleh petugas medis / koroner
atau petugas polisi yang berkuasa, untuk membentuk tim pengidentifikasi korban; atau anda
mungkin akan diminta bergabung dalam tim yang telah terbentuk oleh kolega anda. Tim
pengidentifikasi ini terbagi atas dua kelompok. Kelompok yang pertama dikenal sebagai
home team yang tugasnya mengumpulkan data ante mortem dental pada korban yang
dilaporkan hilang atau diduga terkait dalam dalam bencana dan mengirimkan informasi ini
pada kelompok ke dua; yang dikenal sebagai away team, yang bersituasi di tempat
penyimpanan jenazah sementara di dekat lokasi bencana. Fungsi away team adalah
pemeriksaan dental dari tiap korban yang berhasil ditemukan, persiapan data post mortem
dental, kemudian membandingkan data ini dengan data ante mortem dari orang hilang dan,
jika mungkin, dental identifikasi dari korban.
The Home Team
Kelompok ini berhubungan erat dengan polisi bagian informasi korban dan sering
ditempatkan di koordinasi pusat bencana atau pusat komando yang mungkin bertempat di
kantor polisi atau bangunan yang berada dekat dengan lokasi bencana yang diambil alih
untuk keperluan tersebut. Saat korban terbanyak berasal dari orang luar negeri, kemungkinan
satu atau beberapa orang dari tim akan dikirimkan ke negara asal korban untuk berhubungan
dengan petugas lokal yang mengumpulkan dental data. Home team yang lengkap mungkin
akan terisolasi dari koordinasi pusat lokasi ketika bencana tersebut meliputi negara lain.
Meskipun petugas umum memiliki rencana di saat bencana alam yang telah terlatih, ada
kemungkinan hal itu tidak dapat digunakan dan karenanya diperlukan kerjasama dengan

rantai komando. Pemberian handout yang telah dipersiapkan sebelumnya pada seluruh staff
sangat membantu pengorganisasian tim. Daftar barang-barang yang diperlukan home team:
1. Minimal dua orang petugas polisi ditempatkan dalam tim sebagai penghubung dengan
2.
3.
4.
5.
6.

petugas lain
Line telepon terpisah untuk tiap anggota
Alat faksimil
Line telepon khusus untuk tempat tim pengumpulan jenazah
Komputer dan fasilitas modem
Fasilitas onward transmisi dari pendata ante mortem di tempat kejadian ke tempat

penampungan jenazah
7. Fasilitas koleksi data ante mortem
8. Internasional dan kode area lokasi
9. World time-zone chart
10. Registrasi Dentist (pada korban UK)
11. Fornulir data dental ante mortem dari interpol
12. Formulir tim dental ante mortem
13. Log book
14. Sisim pengisian A-Z
15. Kertas A4 pads
16. Pulpen tinta hitam, pensil, penghapus, tip-ex, strapler, elastic bands
17. Wall-chart papers, minimal 1m x 2m, pena felt-tip, highlighter
18. Masking tepe untuk chart-fixing, dan mmbetulkan kabel telepon yangberserakan
19. Senter dan baterai
20. Fasilitas fotokopi
21. Dental simbol chart referensi pengenal kilat (Appendix 4)
22. Dental daftar dental abbreviasi milik tim (Appendiz 6)
23. Glossary dental abbreviasi (Appendix 5)
24. Telepon dan fax direktori dengan kontak dental forensik dunia
25. Mesin perekam
26. Lencana identifikasi tim
Hal pertama yang harus dilakukan adalah mendapatkan lokasi kerja khusus tim dental. Meja
kerja haruslah dikelompokkan persegi sehingga para anggotanya menghadap satu sama lain
dengan alat-alat tulis dan sistim filing ditempatkan di tengah. Panggilan dari telepon yang
berbeda dapat segera diberikan pada yang bersangkutan. Dinding di dekat meja digunakan
untuk menggantungkan wall-chart. Saat area/ruangan telah siap dan petugas polisi
ditempatkan dalam tim, pekerjaan dapat dimulai. Langkah selanjutnya, ketua tim duduk
dengan anggota lain dan petugas polisi untuk mereview detail dari prosedur yang akan
digunakan. Saat ini, anda berhubungan dengan petugas polisi yang tidak tahu apapun tentang
fungsi anda dan sangatlah diperlukan bagi mereka untuk mengerti secara menyeluruh apa
yang perlu dilakukan dan bagaiman cara kerja tim. Anda juga memerlukan data dari kantor
bagian informasi korban. Ini diperlukan untuk tugas kedepannya agar tidak lagi membuang-

buang waktu dikemudian hari. Langkah berikutnya adalah mengeset sistim komunikasi
dengan petugas yang berwenang yang mengumpulkan data-data korban yang hilang dengan
menugaskan petugas polisi pengumpul data secara manual/telepon. Informasi yang baru saja
masuk belum tentu dapat langsung dipakai oleh tim; karena itu, ada baiknya menyiapkan
kopian anda sendiri. Metode pengambilan data ante mortem korban mungkin akan bervariasi
tergantung persiapan lokal dan distribusi list orang hilang. Komunikasi yang digunakan saat
itu melalui line telepon. Namun, sangatlah tidak efisien bagi seorang dokter gigi yang sedang
melakukan operasi untuk menelepon dan menanyakan perihal data pasien di tengah-tengah
proses operasi. Cara yang efektif adalah dengan menanyakan pada resepsionist bedah untuk
kemudian disampaikan langsung kepada yang bersangkutan. Jangan beranggapan bahwa
dokter gigi yang terkait akan langsung memberikan data-data lengkap yang dibutuhkan.
Seringkali diperlukan pengajuan pertanyaan-pertanyaan untuk mendapatkan seluruh data-data
yang diperlukan. Jika perlu, kontak pada laboratorium dental mungkin akan diperlukan.
Sayangnya, kebanyakan dokter gigi tidak memiliki chart gigi penuh pasien pada kunjungan
pertama, dan data yang ada sering hanya mengindikasi kerja klinis yang dikerjakan seorang
dokter gigi. Hal ini perlu dicek kembali kelengkapannya. Kemudian, ketua grup home team
akan mendapatkan daftar orang hilang dan daftar tersebut haruslah diisi dengan tinta hitam
tebal di wall-chart di kolom kiri. Inisial dari dokter yang diberi tugas menangani di kolom
sebelahnya. Kolom yang lain dibagi menurut jenis kecelakaan dan record data-data yang
telah di dapat. Kolom terakhir untuk jumlah korban yang telah diidentifikasi. Sangatlah
penting log yang detail itu terjaga karena sangat mudah untuk menduplikasi pekerjaan tiap
orang, atau berasumsi bahwa seseorang telah menghandel pekerjaan tertentu. Jika formulir
ante mortem telah komplit, data tersebut disusun secara alfabet dan ditaruh di tengah-tengah
area kerja sampai record aktual telah tiba. Sistem filing terpisah harus dihindari, kumpulkan
seluruh informasi yang telah didapat tentang per individu yang hilang di satu tempat.
Problem Yang Muncul
Keluarga korban tidak mengetahui nama dokter gigi atau memberikan nama yang salah, atau
dokter gigi menyatakan bahwa tidak ada data dari nama korban yang diberikan. Tanya
kembali pada petugas yang berwenang untuk mengecek kembali pada keluarga korban dan
cari tahu apa mungkin oang yang hilang tersebut memeriksakan diri ke tempat praktek yang
dekat dengan tempat kerja jika berada di daerah lain. Jika tidak ada informasi lain, tunda
dahulu untuk konfirmasi lebih lanjut bila ada waktu. Bila salah memberikan nama dokter

gigi, tanyakan informasi tentang dokter gigi lain yang ada di daerah sekitar. Jika sulit,
tanyakan pada kantor polisi lokal / operator telepon. Tanyakan satu per satu. Hal ini makan
waktu, namun diperlukan untuk mengurangi jumlah korban yang tidak memiliki dental
record. Ulangi proses di tempat korban bekerja bila berbeda tempat.
- Telepon tidak di angkat atau disambungkan dengan mesin penjawab
Jika menelpon ke luar negeri, cek time-zone chart dan telpon kira-kira pada waktu tempat
praktek buka. Jika majoriti korban berasal dari luar negeri, perlu penyesuaian jadwal
kembali. Jika berada dalam waktu lokal, cara terefektif adalah dengan menelepon kantor
polisi dan meminta mereka untuk menghubungi key holder dengan permintaan untuk
disambungkan dengan anda. Alternatif lainnya adalah menelpon kembali setelahnya, namun
kurang dapat memuaskan.
- Saat Akhir minggu atau hari libur
Bila dokter gigi yang bersangkutan tidak ada di tempat dikarenakan di luar jam kerja, maka
cara tercepat adalah meminta petugas polisi untuk menghubungi mereka di tempat mereka
berada saat itu. Saat terjadi bencana alam, kebanyakan dokter gigi bersedia untuk
bekerjasama kapan saja dan dimana saja.
- Data tidak dapat disediakan dalam waktu kurang dari 12 jam karena jarak yang jauh
Minta kantor polisi lokal untuk mengefax data yang dibutuhkan
-Korban adalah turis luar negeri dengan informasi tentang dokter giginya yang kurang jelas.
Kontak kantor embassy negara yang bersangkutan atau kantor embassy negara anda di
negara yang bersangkutan. Metode lainnya adalah dengan cara menghubungi dokter gigi
forensik melalui International Organization for Forensic Odontostomatology di negara
tersebut dan minta mereka menghubungi anda kembali.
Tujuan home team adalah untuk mendapatkan informasi maksimum untuk ante mortem
dental dalam jumlah korban sebanyak mungkin dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Hal
ini mungkin termasuk menghubungi beberapa dokter gigi tentang pasien yang sama,
mengecek ke rumah sakit untuk radiografi tulang, dengan unit bedah oral saat treatment telah

dilakukan, serta kantor bagian casuality untuk komentar yang telah diberikan keluarga korban
tentang gigi korban. Setelah dental chart telah didapatkan, lembaran faks dari formulir home
team dan lembaran faks dari dental record setelah diterima akan dikirimkan kepada away
team. Saat tidak dapat dikirimkan langsung, maka akan diserahkan pada petugas polisi untuk
file identifikasi final.
The away team
The away team mempunyai tanggung jawab yang tinggi. Hasil identifikasi pada bencana
yang telah terjadi menunjukan bahwa pengidentifikasian gigi seringkali merupakan metode
yang paling berhasil. Pada 54 bencana yang terjadi pada 1951 dan 1988 (Clark,1989), bagian
ilmu kedokteran gigi berkontribusi sebanyak 43% dalam proses identifikasi. Beberapa
(6.25% - 91.67%) menunjukan penemuan yang sulit, persentase yang paling kecil terjadi
ketika hampir semua 112 korban di Asia tidak memiliki dental record (Clark, 1986) dan
hanya 37 restorasi yang ditemukan dari 1275 gigi yang diperiksa, dan persentase tertinggi
dimana dental record dimiliki oleh semua, kecuali 2 dari 70 korban ( McCarty et al.,1987 ).
Dalam 5 bencana besar yang ditangani tim dari Inggris antara 1985 dan 1989, terdapat lebih
dari 1000 korban, ilmu kedokteran gigi berkontribusi untuk mengindentifikasi sebanyak lebih
dari 80%. Anggota tim harus siap dipanggil kapan saja dan bersiap-siap untuk pergi dalam
waktu beberapa jam setelah ada pemberitahuan.
Kebanyakan bencana yang terjadi adalah kecelakaan pada pesawat terbang. Tim mungkin
akan dipanggil untuk beberapa bagian di dunia jika pesawat terbang terdaftar pada Negara
tim tsb. Oleh karena kepentingan itu setiap anggota tim mempunyai passport terbaru dan
vaksinasi untuk demam kuning, thypoid dan hepatitis B. Untuk kunjungan ke luar negeri
asuransi medis sangat diperlukan. Sebagai bagian dari tim, anda harus mempersiapkan untuk
bekerja dengan waktu yang panjang , jauh dari keadaan dan temperature ideal yang tidak
diketahui sampai berapa hari. Dalam home team, hubungan yang terbuka antara polisi dan
orang yang punya hak untuk menginvestisasi perlu ditetapkan di awal. Pada kedatangan
sementara di kamar mayat, ketua tim harus bertemu senior pathologist dan senior kepala
investigasi yang bertanggungjawab untuk identifikasi secara keseluruhan. Orang terakhir
mungkin perwira polisi, coroner (orang yang memeriksa sebab kematian seseorang) atau
pemeriksa medis, perwira militer atau hakim pemeriksa.

Otoritas diperlukan untuk pemeriksaan gigi dan pemotongan rahang. Dimana identifikasi
secara visual mungkin menjadi pertimbangan, izin untuk pemotongan rahang mungkin
ditolak atau ditunda. Dalam kecelakaan penerbangan gabungan gaya tabrakan dan kebakaran
setelah tubrukan biasanya membuat identifikasi secara visual menjadi tidak mungkin. Perwira
polisi yang familiar dengan local arrangement harus dilibatkan pada tim dental. Di negara
dengan bahasa asing perwira harus fasih berbahasa yang digunakan di dalam tim. Dental
team, berkonsultasi dengan pathologist seharusnya tetap pada lokasi kamar mayat untuk
pemeriksaan gigi dan persetujuan pada point prosedur pemeriksaan gigi dapat dilakukan.
Selama periode itu, ketua tim bertemu dengan pemegang otoritas, anggota yang lain
seharusnya mensurvei fasilitas seperti air dan pencahayaan dan area terdekat yang nyaman
untuk mengatur dental office. Meja, kursi dan telepon merupakan hal yang tak boleh
dilewatkan. Idealnya portakabin seharusnya disewa dan ditempatkan di luar kamar mayat tapi
tertutup dan terlindung dari umum, dimana kamar mayat sementara yang serupa dibangun,
dan berada didalamnya. Ini menyediakan tidak hanya kantor yang aman tapi juga merubah
area isolasi dari kamar mayat.
Tim harus mempunyai financial yang cukup untuk menyewa fasilitas local. Tim dokter gigi
harus punya cukup waktu untuk mengatur pengetahuannya sebagai bagian dari investigasi
korban, normalnya memerlukan:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Fotografi korban
Rekaman dan pemindahan kain yang melekat, perhiasan dan dokumen
Pengamatan eksternal tubuh untuk melihat gambaran fisik.
Fotografi tubuh tanpa penutup (unclothed).
Sidik jari.
Pengamatan medical postmortem
Pengamatan dental postmortem
Embalming dan casketing.

Kebutuhan sebenarnya mungkin lebih bermacam-macam menurut keadaan. Dental post


mortem lebih cepat dibanding medical post mortem, pathologists mungkin lebih senang
dokter gigi bekerja dengan mereka. Dalam prakteknya ini memudahkan untuk menunggu
sampai medical postmortem didapatkan, pengeringan dari air dan pembersihan gigi lebih
mudah dicapai. Tim seharusnya bekerja berpasangan, satu anggota membawa postmortem,
pencatatan kedua, dan mengecek diktat chart. Pasangan akan bergerak dari tubuh ke tubuh
dengan alat mereka, atau memastikan table dengan tubuh yang dipindahkan sebagai progress.
Sebelum memeriksa mulut korban, ukuran tubuh, dan jenis kelamin harus diperiksa oleh

beberapa anggota tim, lalu memasukannya ke dalam chart. Meskipun ukuran tubuh
seharusnya tidak dimulai dengan satu atau dua nomor atau huruf, ini mungkin terjadi, jika
dalam kasus ini penting untuk double check dan menggaris bawahi 6,9,69 dan 96, 68, dan
89,3, M dan W. Bila terjadi kesalahan selama dalam pembuatan chart, sebaiknya tidak
dicoret, namun dimulai kembali dengan chart baru atau gunakan cairan koreksi. Akses untuk
memasuki rongga mulut sulit selama 24-36 jam pertama karena kekakuan mayat. Penggunaan
kunci tengkorak, sumbat mulut dan prop (penyangga) diperlukan mengingat gaya dalam
kasus ini dimana rahang tidak dipotong, hati - hati jangan membuat gigi menjadi fraktur. Jika
rahang dipotong, seharusnya segera dipindahkan ditandai dengan label tahan air dengan
ukuran tubuh, ditempatkan dalam tas, kemudian disegel dan diikat dengat label yang lainnya
yang memuat nomor tubuh.
Metode alternative menyimpan gigi untuk referensi lebih lanjut, dan yang membuat tugas
embalmers menjadi lebih mudah, adalah menggunakan cetakan, kemudian cabut dan
masukan gigi ke dalam cetakan dan cetak dalam batu. Dalam kecelakaan yang parah, banyak
korban mungkin mengalami kerusakan maxillofacial yang parah dengan gigi dan bagian
rahang yang hilang. Jaringan harus dicari untuk bagian yang hilang dan jika ditemukan, ini
harus disusun untuk mengecek gigi apakah gigi yang tepat mungkin lepas dalam garis fraktur
yang telah hilang ante atau post mortem. Garis fraktur harus dicatat dalam chart. Jika bagian
tidak ditemukan, bagian yang hilang harus ditandai dalam chart sebagai lost post mortem.
Kemudian penemuan segmen mungkin harus diidentifikasi dan ditempatkan pada tubuh. Pada
korban kebakaran, gigi anterior yang kaku diperlukan aplikasi lem cyanoacrylate sebelumnya
untuk prosedur pemeriksaan, catatan bahwa ketiadaan enamel mungkin memberikan
gambaran preparasi mahkota jaket. Masalah utama, anda akan berhadapan dengan restorasi
komposit. Kecil, restorasi anterior interproximal mudah lepas dan jika ragu anda lakukan
prosedur cepat untuk memotong gigi, bersihkan, periksa dan pindahkan. Pendapat penulis ini
merupakan praktek rutin untuk semua gigi anterior.
Teknik post mortem, radiografi dan fotografi ditempuh di tempat lain dalam buku ini dan
tidak dikomentari secara detail. Bagaimanapun satu atau dua poin yang harus diingat. Radiasi
adalah berbahaya, meskipun dalam fasilitas yang sementara. Radiografi seharusnya lebih
dipakai di luar dekat area kamar mayat. Jika diambil di dalam kamar mayat, semua staf harus
peduli terhadap aturan dan perhatian yang kuat. Fotografer polisi harus memastikan bahwa
film tidak disimpan dekat perangkat sinar X, dan dental film harus dijaga dalam tempat tahan

radiasi. Disarankan untuk menutup camera dengan cling-film untuk menghindari kontaminasi
cairan tubuh pada saat digunakan. Beberapa jam dental postmortem dalam kondisi bencana
sangat melelahkan, beberapa jika pemotongan dengan gergaji tangan.
Menyusun Prosedur Perbandingan
Pada hari pertama mengerjakan post mortem, system lembar kerja dibentuk. Ini
memungkinkan pengerjaan di lokasi atau pada akomodasi yang ditentukan untuk tim.
Wallchart harus terdapat catatan ukuran badan, jenis kelamin, pemeriksaan initial, perubahan
rahang? indentifikasi sebagai , pembuatan statement. Chart ini seharusnya diambil
dikamar mayat dan masing2 pasangan pemeriksa harus melengkapi kolom yang cocok
sebagai progress postmortem, penyediaan keterangan secara cepat dan double check yang tak
seorang pun diabaikan.
Proses Chart post mortem
Tanpa menggunakan computer. Semua form post mortem harus difotokopi dulu. Sistem yang
ada kemudian mulai membagi form dalam beberapa bagian. Dimana ini tidak memiliki
kemungkinan untuk memisahkan jenis kelamin atau hanya bagian yang dapat ditemukan, ini
akan digolongkan sebagai unsexed dan dibandingkan dengan semua catatan artemortem
lainnya. Set form yang kedua adalah file dalam nomor sebagai master copy. Set form yang
ketiga mungkin juga diambil sebagai back-up. Mahkota dan jembatan yang merupakan poin
yang berguna pada identifikasi chart mahkota dipersiapkan, menunjukan posisi single line
mahkota di dalam mulut. Kesamaan chart mungkin dapat digabung untuk menunjukan gigi
pada gigi buatan. Record sekarang penting dalam perbandingan sebagai prosedur awal.
Dengan menggunakan program computer identifikasi gigi Operator computer yang harus
berpengalaman dengan dental software, mampu mengatur system di kamar mayat dan
memasuki data post mortem sebagai data yang komplit. Program tidak memerlukan
pengkodean data gigi untuk dimasukan dan membuat print-out berdasarkan data Interpol
yang akan jadi sangat berguna. Data setiap postmortem dimasukan, back up dan dibuat 2
hard copy. Ini akan menjamin jika terjadi kerusakan computer saat bekerja, data masih
tersedia untuk di periksa. Setiap print-out komputer harus diperiksa untuk input yang
bertentangan dengan form postmortem yang asli. Chart urutan nomor, mahkota dan gigi dapat
secara otomatis dihasilkan dari program computer.

Ante mortem record


Sistem penyimpanan yang mirip digunakan untuk antemordem dental record seperti yang
mereka terima. Fotokopian pertama untuk menghasilkan arsip master secara alphabet. Jika
menggunakan program computer, file antemortem dibuka dan data masuk dengan cara yang
serupa untuk data postmortem. Chart antemortem mahkota dan gigi harus diteruskan oleh
home team yang diperbaharui secara harian, program computer akan mengupdatenya secara
otomatis saat data dimasukan. Di akhir setiap hari, anggota tim harus memeriksa antemortem
record yang diterima, di akhir hari ke dua atau ke tiga informasi yang cukup seharusnya
sudah tersedia untuk memulai prosedur perbandingan. Secara luas tergantung pada
keberhasilan home team dan beberapa korban. Dalam kecelakaan kecil ( kurang dari 50
korban) melibatkan korban lokal, membandingkan dan identifikasi mungkin dimulai pada
hari pertama. Antemortem record yang menunjukan mahkota atau gigi palsu dapat secara
cepat diperiksa, lain hal dengan chart postmortem, sehingga lebih cepat dalam proses
identifikasi.
Prosedur Membandingkan
Setiap ante mortem record pertama dibandingkan dengan record file post mortem
berkemungkinan besar. Sebagai contoh orang hilang tanpa mahkota atau gigi palsu pertama
diperiksa dengan melihat kesamaan pada jenis kelamin pada data korban yang ada di file
postmortem, banyaknya kemungkinan yang secara cepat dihasilkan adalah banyaknya
ketidakcocokan sampai salah satu yang cocok ditemukan atau kemungkinan kecil yang sama.
Jika post mortem record yang disimpan tidak menyediakan informasi yang berguna,
pencarian tetap berdasarkan file selanjutnya yang paling mungkin. Program dental computer
akan mengurangi jumlah pemeriksaan secara manual, menghasilkan daftar yang paling
mungkin sesuai dengan yang diharapkan. Komputer tidak pernah melewatkan identifikasi, ini
akan mengurangi banyaknya record yang dibandingkan dan dental team membuat keputusan
akhir. Mengkonsultasikan dengan tim yang lain tentang pencatatan gambaran fisik, sidik jari,
pakaian, dokumen dan perhiasan mungkin beberapa dihilangkan atau semua halangan yang
mungkin. Setelah identifikasi gigi positif dilakukan secara menyeluruh, antemortem dan
postmortem record digabungkan dengan pernyataan yang mendukung positif identifikasi.
Kata yang tepat pada pernyataan akan bervariasi sesuai syarat yang diperlukan oleh suatu
negara. Salinan dokumen seharusnya disusun secara alphabet dalam bagian positif
identifikasi untuk system penyusunan, nama lengkap korban dan marga yang digarisbawahi

dimasukan pada kolom yang tepat di chart dan salinan utama diputuskan polisi setelah
doublechecking. Satu prosedur yang paling utama pada prosedur managemen dan identifikasi
bencana massal adalah menyusun pertemuan harian antara pimpinan dan bagian tim
identifikasi. Orang yang memegang keseluruhan instruksi dalam pertemuan harus seorang
yang senior dalam bidang patologi. Pada pertemuan ini setiap tubuh yang diperiksa dan
ditemukan oleh setiap tim ditaruh ke depan. Jika identifikasi positif dicapai dengan berbagai
metode, pemimpin tim yang lain akan memeriksa hasil penemuannya bila terdapat ketidak
sesuaian. Bila semua setuju, lalu sebelumnya, patolog akan mengkonfirmasi identifikasi
akhir. Kesalahan dalam menyusun pertemuan harian akan menghasilkan konsekuensi, yaitu
hasil identifikasi yang didasarkan pada satu metode yang tidak ilmiah seperti identifikasi
visual, pakaian atau dokumen. Seiring waktu jumlah positif identifikasi dental akan
berkembang dan pertambahan data antemortem akan berhenti. Tim kemudian keliru dengan
beberapa masalah pada korban yang diambil saat itu. Pada point ini pembuatan chart perlu di
susun, dengan nama dari orang yang hilang pada kolom vertical sebelah kanan dan banyak
tubuh yang tidak dapat diidentifikasi pada bagian atas kolom mendatar. Setiap orang yang
hilang dibandingkan dengan tiap tubuh yang tidak dapat diidentifikasi dan banyaknya
kemungkinan yang dihasilkan. Hampir semua pasien gigi tiruan tanpa tanda identitas gigi
tiruan tidak bisa diidentifikasi, ketua tim harus mengkomunikasikan pada pertemuan harian
bahwa positif identifikasi tidak dapat dibuat pada kasus ini, dan juga pada kasus dimana
terdapat chart yang identik dan gambaran yang tidak dapat dibedakan, paling sering terdapat
32 atau 28 gigi tanpa pengawetan, yang terakhir banyaknya molar ketiga yang tidak ada.
Bagaimanapun positif identifikasi dibuat dengan sungguh-sungguh dan catatan dental ante
mortem yang disetujui, pernyataan tentang gigi mungkin dibuat berdasarkan penemuan gigi
yang konsisten dengan ante mortem record.

Daftar Pustaka
1. Bowers, MC and Bell GL. 1995. Manual of Forensic Odontology. Pub. Of the
American Society of Forensic Odontology. Page 106-147.
2. Clement, JG and Ranson DL. 1998. Craniofacial identification in forensic medicine.
London: Arnold. Page 257-265

3. Eckert, WG. 1980. Introduction to Forensic Sciences. St. Louis : Mosby. Chapter 1, 3
& 13 (Cyril H. Wecht).
4. Valck, ED. 2000. Forensic Odontology. Proceedings of The European IOFOS
Millenium Meeting. Leuven. Page 23-30, 67-74.
5. Clement, JG and Ranson DL. 1998. Craniofacial identification in forensic medicine.
London: Arnold. Page 222-227.
6. http://www.interpol.int/Public/DisasterVictim/Guide/Guide.pdf diakses pada tanggal
28 Oktober 2011.

Anda mungkin juga menyukai