PEMBAHASAN
3.1. Rekayasa Peningkatan Produksi Kepiting Bakau (Scylla serrata)
Budidaya tambak hingga sekarang terhitung sebagai suatu usaha yang dapat
memberikan keuntungan yang luar biasa. Kecenderungan kearah ini memang
beralasan karena terbukti pada lahan- lahan yang baru dibuka ternyata dapat
menghasilkan produksi, baik pada tingkat penguasaan teknologi petani yang masih
rendah hingga sedang. Kondisi yang terlihat diawal masa usaha tersebut pada
umumnya diikuti dengan ekspansi lahan atau peningkatan jumlah input yang selalu
berakhir dengan penurunan produktivitas yang berulang- ulang dengan pemecahan
masalah jangka pendek. Tata letak tambak, jenis tanah setempat, kesalahan desain,
dan teknologi pengelolaannya adalah faktor- faktor yang berperan terhadap
penurunannya produktivitas tambak, seperti ukuran udang yang cenderung sulit
berkembang serta respon tambak yang negative terhadap pertumbuhan fitoplankton.
Persyaratan pengembangan usaha budidaya ikan, antara lain ditentukan oleh
beberapa faktor yang meliputi sumber air menyangkut kualitas dan kuantitasnya, dan
lahan tanah menyangkut topografi, tekstur dan kesuburannya, disamping potensi
sumber daya manusia, teknologi budidaya ikan dan permodalan. BPAP (2004)
menyatakan bahwa pembangunan tambak pada umumnya dipilih di daerah sekitar
pantai, khususnya yang mempunyai atau dipengaruhi sungai besar, sebab banyak
petambak beranggapan, bahwa dengan adanya air payau akan memberikan
pertumbuhan ikan/udang yang lebih baik dari pada air laut murni. Secara umum
wilayah intertidal, merupakan daerah yang sangat cocok untuk membangun tambak
karena ketersediaan air laut sangat mempengaruhi bisa tidaknya tambak beroperasi
dengan sukses.
3.2. Tata Letak Tambak Kepiting Bakau (Scylla serrata)
Tata letak dari komponen-komponen yang terdapat dalam satu unit tambak
harus diatur sedemikian rupa sehingga memenuhi tujuan antara lain; menjamin
kelancaran mobilitas operasional sehari-hari; menjamin kelancaran dan keamanan
pasok air dan pembuangan; dapat menekan biaya konstruksi tanpa mengurangi fungsi
teknis dari unit pertambakan yang dibangun; dan dapat mempertahankan aspek
kelestarian lingkungan. Menurut Ahmad et al. (1998), menyatakan bahwa lokasi
sangat menentukan keberhasilan usaha budidaya komoditi perikanan. Untuk itu, perlu
dipertimbangkan beberapa faktor yang sangat terkait sebagai berikut
1. Pertimbangan secara teknis
Secara teknis lokasi sanagat mempengaruhi kontruksi dan daya tahan setra
biaya pemeliharaan tambak. Faktor teknis yang perlu diperhatikan adalah sebagai
berikut: ketinggian air dalam petak; iklim; tanah; dan benih dan pakan
2. Pertimbangan secara biologis
Secara biologis lokasi sangat menentukan tingkat produktivitas usaha dan
bahkan keberhasilan panen. Faktor biologis yang dianggap cukup merugikan dan
perlu mendapatkan perhatian adalah sebagai berikut: hama darat; hama air; hama
udara; dan kompetitor
3. Pertimbangan secara sosial ekonomi
Pemilihan lokasi juga harus mempertimbangkan faktor sosial ekonomi, karena
keuntungan maksimal dapat diperoleh bila lokasi yang dipilih mampu menurunkan
biaya panen dan transportasi serta meningkatkan akses pemasaran. Lokasi dan
temapat tambak sebaiknya tidak terlalu jauh dari sumber pakan, benih, dan sarana
produksi.
3.2. Rekayasa Desain Tambak Kepiting Bakau (Scylla serrata)
Menurut Ahmad et al. (1998), Tambak merupakan salah satu alternatif tempat
untuk melakukan kegiatan budidaya kepiting, baik secara ekstensif, semi intensif dan
intensif. Untuk itu, bangunannya perlu dirancang sehingga memenuhi syarat.
1. Petak tambak
Pada saat merancang petak tambak, jumlah oksigen terlarut dalam air dan
fluktuasi suhu air menjadi pertimbangan utama. Pada suhu tinggi kejenuhan oksigen
terlarut lebih rendah padahal metabolisme ikan cenderung lebih cepat hingga
memerlukan lebih banyak pakan dan oksigen. Kemudian pergantian air, kedalaman
air optimal, maksimasi difusi oksigen dari udara. Untuk memudahkan pergantian air
maka pompa ditempatkan sedemikian rupa sehingga mampu mengairi banyak petak
tambak (Gambar 8)
Air masuk kedalam petak tambak melalui pipa yang dilengkapi dengan saringan di
ujung yang masuk ke petak tambak. Air keluar dari petak tambak juga melalui pipa
peralon yang dilengkapi dengan saringan dan pipa tegak di dalam dan diluar petak.
Luas petak sebaiknya tidak lebih dari 0,5 ha dengna dimensi empat persegi panjang
atau bujur sangkar. Bentuk empat persegi panjang sebaiknya dibuat tegak lurus arah
angin dominan. Kedalaman air dipertahankan 1 meter dan tidak ada perbedaan
kedalamana air dalam petak. Pematang dirancang untuk ketinggian 0,5 meter dari
permukaan air tambak saat kedalaman 1 meter dengan lebar atas minimal 1 meter dan
kemiringan 1,5 : 1 sampai 1 : 1.
2. Saluran air
Kesinambungan pergantian air petak tambak merupakan salah satu faktor yang
penting dalam budidaya secara intensif, karena dapat meredam faktor pembatas dan
menambah faktor pemacu pertumbuhan. Pergantian ar petak tambak tidak mungkin
terlepas dari pengadaan saluran air yang berfungsi baik dan optimal. Pada gilirannya,
saluran air juga tidak terlepas dari keberadaan pematang yang dipelihara dengan baik.
Pencegahan patogen yang masuk melalui saluran air maka saluran air masuk
dan keluar harus dipisahkan. Disarankan air yang keluar dari hamparan petak tambak
dialirkan melewati vegetasi mangrove supaya tidak mencemari lingkungan sekitar
hamparan tambak sebab vegetasi mangrove dapat berfungsi sebagai biofilter yang
andal bagi air limbah tambak.
Gambar 9. Saluran yang Digunakan untuk Mengelola Air dalam Hamparan Tambak
Gambar 10. Jenis-jenis Saluran yang Seharusnya ada pada Irigasi Tambak
3. Pematang
Secara umum, pematang dibagi menjadi atas dua jenis. Pertama pematang
keliling dan kedua adlah pematang petak tambak. Dalam kondisi tetentu pematang
keliling juga dapat berfungsi sebagai pematang petak tambak (Gambar 11).
Gambar 12. Penempatan Lapisan Kedap Air Berdasarkan Kondisi Tekanan Air Untuk
Mencegah Kebocoran Lewat Pematang
4. Pintu air
Pintu air terbagi atas pintu air utama yang terletak pada saluran utama dan pintu
air sekunder atau tersier yang terletak pada petak tambak. Sebagai pengatur air bagi
hamparan tambak, pintu air utama dirancang hingga dapat memasukkan air secara
maksimal dan cepat (Gambar 13)
Gambar 13. Rancangan Pintu Air Utama untuk Mengendalikan Air dalam Hamparan
Tambak
Pipa air biasanya menggunakan pipa yang permukaannya relatif licin. Oleh karena
itu, untuk mencegah terjadinya pengikisan tanah sekitar permukaan pipa akibat
tekanan air dari dalam maupun dari luar petak maka pipa yang digunakan sebaiknya
dilengkapi dengan penahan kebocoran (antiseeps collar) pada keliling pipa. Penahan
kebocoran ini dapat terbuat dari kayu maupun bahan lain yang tidak dapat dirembesi
air dan tahan dari gigitan kepiting serta hewan pengerat lainnya. Fungsi penahan
kebocoran selain untuk mencegah aliran air sejajar pipa juga untuk mencegah pipa
bergeser dari posisi awalnya, apalagi bila pipa dilengkapi dengan pipategak yang
selalu digunakan untuk mengganti air.
Pembuatan desain suatu unit tambak mendasarkan pada kriteria perencanaan
yang secara garis besar menyangkut hal-hal berikut :
1. Kebutuhan air (jumlah dan mutu) yang sangat dipengaruhi oleh tingkat teknologi
budidaya yang diterapkan. Kebutuhan air untuk budidaya ini akan menentukan
ukuran, bentuk tambak dan pintu air serta salurannya. Kebutuhan air itu sendiri
akan ditentukan oleh parameter berikut ini:
a. Kondisi pasang surut air laut.
b. Jumlah dan mutu air akan banyak berpengaruh terhadap teknologi yang
diterapkan.
c. Lama waktu yang diperlukan untuk pengisian, pengeringan dan penggantian
air tambak.
d. Frekuensi dan besarnya prosentase penggantian air.
e. Tingkat salinitas bulanan yang dibutuhkan
f. Kedalaman/tinggi air tambak
g. Tingkat teknologi budidaya, pola dan waktu tanam.
2. Keadaan topografi dan elevasi lahan serta kondisi sumber air (tawar tawar dan air
laut) akan menentukan kemiringan dasar tambak dan saluran, kedalaman
penggalian tanah untuk tambak, dimensi dan penggalian saluran serta penggunaan
pompa air
3. Kondisi dan karakteristik tanah akan menentukan lebar pematang, serta lebar dan
kemiringan tanggul.
4. Cara-cara pemanenan akan menetukan pola bentuk dari pintu air (outlet).
yang terdiri atas 2 petakan pembesaran dan 2 petakan kecil untuk kepiting bakau yang
mengalami pergantian kulit (moulting). Luas untuk petakan kecil cukup 5 m2. Untuk
menjaga kepiting bakau dari serangan hama, penyakit, pencemaran air dan untuk
memudahkan pemanenan, maka setiap petakan sebaiknya mempunyai pintu air
sendiri. Untuk itu, pertambakan kepiting bakau memerlukan saluran pembagi air yang
dapat mensuplai dan mengatur volume air yang diperlukan dalam tambak.
Untuk memudahkan pergatian air, terutama pengeluaran air maka sekeliling
tambak kepiting bakau sebaiknya dilengkapi caren (parit keliling). Selain itu, caren
juga berfungsi sebagai tempat berlindung bagi kepiting bakau dari cahaya panas
matahari, tempat berlangsungnya perkawinan, pemberian pakan dan memudahkan
pemanenan. Secara sederhana, desain petakan tambak untuk pembesaran kepiting
bakau dapat dilihat pada gambar dibawah ini
2. Tanggul (Pematang)
Bahan penyususn pematang sangat penting diperhatikan dalam mendesain
tambak, karena pematang berfungsi menahan massa air dalam tambak dan
melindungi tambak dari tekanan air dari luar akibat banjir atau penggenangan air
pasang. Selain itu, pembangunan pematang sebaiknya berdasarkan hasil survey untuk
menghindari hal-hal yang tidaj diinginkan, misalnya:
a. Pemotongan arus atau anak sungai yang arusnya kuat
b. Areal yang tanahnya jelek sehingga memerlukan biaya banyak untuk membuat
kontruksi tambak
c. Pembangunan pematang dekat jalur sungai yang tercemar atau tererosi
3. Pemagaran Tanggul
Pemagaran tanggul dapat menggunakan pagar bambu atau waring yang
ditempatkan disekeliling pematang bagian dalam. Untuk mencegah kepiting bakau
melarikan diri melalui dasar pematang dengan menggali tanah, maka pemagaran
sebaiknya dumilai pada dasar pematang. Pagar ditanam sedlam 30 cm 40 cm dan
usahakan jarak antara bilahan-bilahan bambu pada pagar tersebut tidak terlalu
renggang agar kepiting bakau tidak bisa melrikan diri melewati celah-celah anatar
bilahan bambu tersebut.
a. Siapkan waring berukuran lebar kurang lebih 2 meter dan panjangnya disesuaikan
dengan keliling tambak kepiting bakau
b. Siapkan babmbu berbentuk batangan (tanpa dibelah), kecuali bambu yang
berukuran lebih besar harus dibelah menjadi 2 (dua) bagian. Banyaknya bambu
yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan
c. Rangkaian bambu tersebut hingga tambak yang akan dipagari menyerupai sketsa
kasar pembuatan gubuk
d. Pasanglah waring di sekeliling rangkaian bambu tersebut hingga seluruh bagian
luar rangkaian bambu tertutup waring. Seperti halnya pagar bambu, pagar waring
pun perlu ditanamkan untuk menghindari kepiting yang akan melarikan diri
4. Pengapuran
Salah satu hal yang juga harus diperlukan dlam budidaya kepiting bakau adalah
pengapuran. Seperti halnya udang. Kepiting memerlukan kapur dalam proses
penggantian kulit (moulting). Pengapuran juga berguna untuk menaikkan pH tambak
yang rendah, mengikat CO2 yang berlebihan karena proses pembusukan dan
pernapasan dan mempercepat proses penguraian bahan organik.
Jumlah kapur yang diperlukan tergantung pada pH tambak. Tambak-tambak
didaerah hutan bakau biasanya memiliki pH rendah (4 5) sehingga membutuhkan
kapur dalam jumlah banyak (3.000 6.000 kg/ha batu kapur, CaO). Kapur ini
diberikan pada waktu pengolahan tanah dengan cara mengaduk-aduknya sehingga
tercampur merata dengan lumpur tanah dasar tambak sedalam 10 cm. Pemberian
pupuk sebaiknya dilakukan 1 2 minggu sekali setelah pengapuran
5. Pengisian Air
Setelah kegiatan perbaikan kontruksi, pengeringan, pemupukan dan pengapuran
dilakukan, tambak tersebut dapat diisi air. Tinggi air dalam tambak sekurangkurangnya 0,75 1 meter. Denga ketinggian air demikian, kegiatan kepiting bakau
menggali dasar tanggul/pematang dapat dikurangi. Pengisian air sebaiknya dilakukan
pada saat suhu air rendah yaitu pada saat pagi atau sore/malam hari sehingga pada
saat penebaran, kepiting bakau tidak mengalami stress. (Kanna, 2012)
3.3. Bentuk Pond System Kepiting Bakau (Scylla serrata)
1. Tipe-Tipe Tambak
Secara umum, beberapa tipe tambak di Indonesia dibagi ke dalam beberapa
bentuk di antaranya:
a. Tambak tanah, merupakan tambak yang umum di Indonesia, berteknologi
konstruksi sederhana, terdapat di daerah pasang surut untuk memudahkan
pengambilan dan pembuangan air.
b. Tambak semi plastik, merupakan modifikasi dari tambak tanah, diberikan
penambahan plastik pada pematang untuk alasan operasional (bocor) atau tekstur
tanah yang tidak stabil (berpasir).
c. Tambak beton, seperti halnya tambak semi plastik, diberikan penambahan
konstruksi pematang beton untuk alasan operasional (bocor) atau tekstur tanah
yang tidak stabil (berpasir).
d. Tambak biocrete, merupakan modifikasi dari tambak beton, hanya saja
menggunakan bahan-bahan penguat (serabut atau ijuk aren) dan plastik.
Menurut Rusmiyati (2011), menyatakan bahwa tempat budidaya kepiting
meliputi beberapa metode pemeliharaan sebagai berikut.
a. Metode keramba bambu
Pemeliharaan dengan sistem keramba yang terbuat dari bahan bambu pada
umumnya sudah lama dilakukan oleh para petani tambak. Selain itu, cara
pembuatannya yang relatif sangat mudah, juga bahan yang diperlukan mudah
diperoleh dengan harga yang terjangkau. Namun, disisi lain metode ini terbatas
dengan padat penebaran yaitu elatif sedikit. Hal ini disebabkan karena ruang gerak
kepiting yang sempit sehingga dikhawatirkan kepiting mudah untuk saling memangsa
(kanibalisme)
b. Metode keramba jaring
Keramba dengan bahan dari jaring adalah merupakan hasil modifikasi dari
keramba dari bahan bambu, wadah pemeliharaan ini lebih kuat karena dindingnya
terbuat dari bahan jaring, selaibn lebih kuat dan tahan juga mempunyai kelebihan
sirkulasi air lebih lancardibanding dengan bahan dari bambu. Perkiraan kuatnya
metode ini sampai 2 tahun atau lebih, serta pembutannya yang sangat praktis.
c. Metode pagar tancap
Metode pagar tancap merupakan bagian dari pengembangan wadah sistem
budidaya penggemukan kepiting yang memanfaatkan bahan dari bambu yang dibelah
sebagai dinding atau pagar, rangka pagar terbuat dari balok kayu sebagai tempat
untuk mengikat belahan bambu tersebut. Kontruksi pembuatan pagar bambu biasa
digunakan pada areal tambak dengna ukuran yang bervariasi antara 15 x 8 meter atau
20 x 10 meter. Potongan bambu yang telah dibelah-belah kemudian ditancapkan ke
dasar tanah sedalam 0,5 meter dan disusun secara vertikal dengan sedikit memberi
celah agar sirkulasi air lancar
2. Konstruksi
Konstruksi tambak yang kurang baik akan mengakibatkan tambak tersebut
tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Pada umumnya, konstruksi tambak yang
dilakukan secara manual mempunyai kelemahan menonjol yaitu pada kualitas
tanggul. Oleh karena itu, agar tanggul cukup kuat, padat, kedap air dan tidak mudah
longsor, maka pembuatannya agar menggunakan peralatan berat.
3. Sistem irigasi
Sistem irigasi yang dikembangkan agar memenuhi tujuan, sebagai berikut :
a. Dapat menjamin kelancaran dan keamanan pasok serta buang air tambak.
b. Pendistribusikan air yang efektif dengan sistem drain yang mampu membersihkan
kotoran dan membuang air limbah dari dalam tambak secara praktis dan tuntas
sampai keluar kawasan pantai.
sosial dan sektor swasta produsen budidaya, pabrik serta penyedia saprodi, pengolah
dan pedagang akuakultur.
Irianto dan Soesilo (2007) menyatakan bahwa dukungan teknologi yang
diperlukan bagi pengembangan perikanan budidaya untuk pemenuhan gizi
masyarakat adalah:
a. Sistem budidaya, perlu dikembangan sistem yang lebih efisien dan efektif
mengingat biaya input budidaya yang cenderung meningkat, seperti penggunaan
pakan buatan
b. Teknologi budidaya untuk komoditas baru yang digemari oleh masyarakat, seperti
cumi-cumi
c. Teknologi perbenihan, khususnya untuk lebih memberi kemudahan bagi
masyarakat di dalam mendapatkan benih, seperti yang telah dikembangkan di
Gondol (Bali) backyard hatchery untuk benih bandeng. Teknologi pemuliaan
diperlukan untuk mendukung teknologi perbenihan ini, mengingat semakin
menurunnya mutu genetik kultivan dewasa ini.
d. Teknologi pakan/nutrisi. Pembuatan pakan ikan selama ini lebih banyak
mengandalkan tepung ikan sebagai sumber protein, sedangkan untuk memenuhi
kebutuhan
tepung
ikan
masih
harus
diimpor. Oleh
karena
itu
perlu
Kondisi lingkungan kimia antara lain meliputi pH, oksigen terlarut (DO), nitrat,
ortofosfat, serta keberadaan plankton sebagai pakan alami. Selain itu perlu
diperhatikan timbulnya kondisi lingkungan yang dapat menghambat pertumbuhan
udang, bahkan dapat mematikan kepiting, misalnya munculnya gas-gas beracun serta
mikroorganisme patogen.
Kapasitas dan daya dukung lingkungan adalah nilai suatu lingkungan yang
ditimbulkan oleh interaksi dari semua unsur atau komponen fisika, kimia, dan biologi
dalam suatu ekosistem. Daya dukung lahan pesisir di suatu lokasi pertambakan
ditentukan oleh mutu air tanah, sumber air, hidro oceanografi, topografi, klimatologi
daerah pesisir dan daerah hulu, tipe dan kondisi pantai. Faktor-faktor tersebut
berpengaruh terhadap produktivitas dan kelestarian tambak. Selain itu, juga menjadi
faktor pembatas pada distribusi atau sebaran dan luas areal pertambakan disuatu
lokasi daerah pesisir, sesuai dengan tingkat teknologi budidaya yang diterapkan.
BPAP (2004) menyatakan bahwa tambak intensif yang ramah lingkungan harus
terdiri dari atas: saluran pengairan; petak tandon perlakuan air masuk; petak tandon
air siap pakai; petak pemeliharaan dengan sistem pembuangan sedimen limbah;
saluran pengendapan limbah; saluran pengurangan nutrien terlarut; dan petak
pengolahan limbah
Dinas Perikanan Jawa Tengah (1997) menyatakan bahwa produksi lestari
tambak disetiap hamparan lahan pantai dipengaruhi oleh luas unit tambak di
hamparan tersebut, tingkat teknologi budidaya yang diterapkan, dan distribusi unit
areal tambak di sepanjang pesisir. Pada suatu hamparan pantai jumlah kebutuhan air
untuk operasional budidaya meningkat dengan bertambahnya luas areal tambak.
Kualitas air sebagai variabel pendukung carryng capacity merupakan faktor dalam
lingkungan tambak yang berpengaruh terhadap kelangsungan usaha budidaya soft
crab kepiting bakau dalam tambak. Kualitas air menunjukkan tidak layak untuk
mendukung carryng capacity tambak kepiting. Perubahan (fluktuasi) kisaran kualitas
air yang menjolok dalam tambak sangat dipengaruhi oleh air sumber, kepadatan,
jumlah serta jenis pakan yang diberikan dan lain-lain
directive faktor. Oksigen terlarut tidak saja digunakan untuk pernafasan biota dalam
air tetapi juga untuk proses biologis lainnya. Jika oksigen terlarut dalam keadaan
minim dapat menyebebkan stres dan meningkatkan peluang infeksi penyakit. Ketika
kelarutan oksigen rendah sedangkan konsentrasi CO2 tinggi kemampuan kepiting dan
sejenisnya dalam mengambil oksigen akan terganggu (ISU, 1992). Bila konstrasi
oksigen terlarut < 3 mg/l, maka nafsu makan kultivan akan berkurang dan tidak dapat
berkembang dengan baik (Buwono, 1993).
Tingginya oksigen terlarut pada siang hari selain dipengaruhi dari fotosintesa
fitoplankton, proses difusi juga mempunyai andil dalam suplay oksigen terlarut
dalam media tambak, hal ini disebabkan suhu air media yang berada pada kisaran
26 30 oC belum mempengaruhi kelarutan gas oksigen dari udara yang berdifusi
kedalam air media tambak, karena salinitas media masih berada pada kisaran 20 24
ppt sehingga kondisi air tambak tidak pekat dan gas oksigen dari udara bisa masuk
kedalam media tambak.
e. pH air tambak
pH air media dalam tambak berkisar antara 7,06 7,35 (pada periode produksi
ke-1) 6,52 7,02 (pada periode produksi ke-2) dan 5,98 6,91 (pada periode
produksi ke-3) kisaran nilai ini tergolong dalam kondisi yang sangat layak sampai
tidak layak. Konsentrasi pH mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena
mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan yang asam cenderung menyebabkan
kematian pada kepiting bakau yang dibudidayakan di tambak, demikian juga pada pH
yang mempunyai nilai kelewat basa. Hal ini disebabkan konsentrasi oksigen akan
rendah sehingga aktifitas pernafasan tinggi dan berpengaruh terhadap menurunnya
nafsu makan. (Ghufron dan H. Kordi, 2005) lebih lanjut ditegaskan bahwa nilai pH
yang baik untuk pertumbuhan kepiting bakau di tambak adalah berkisar antara 6,5 7,5. Nilai pH air dipengaruhi oleh konsentrasi CO 2. pada siang hari karena terjadi
fotosintesa maka konsentrasi CO2 menurun sehingga pH airnya meningkat.
Sebaliknya pada malam hari seluruh organisme dalam air melepaskan CO 2 hasil
respirasi, sehingga pH air menurun. f. Densitas dan diversitas fitoplankton
47 cm (pada periode produksi ke- 2), dan 18 39 cm (pada periode produksi ke- 3).
Tinggi rendahnya kecerahan ini sangat dipengaruhi oleh densitas fitoplankton, hal ini
terlihat bahwa penurunan kecerahan sejalan dengan waktu periode budidaya, dimana
hal yang sama juga diikuti dengan semakin tingginya densitas fitoplankton. Hasil
analisis regesi antara densitas fitoplankton dengan kondisi kecerahan perairan tambak
budidaya kepiting menunjukkan nilai R2 = 0,86 dengan signifikansi 0,23. artinya
bahwa kondisi kecerahan perairan sangat dipengaruhi oleh densitas fitoplankton.
h. Total fospor
Total
fospor
merupakan
faktor
pembatas
dalam
ekosistem
tambak,
keberadaannya dalam tanah maupun air media budidaya mutlak dibutuhkan sebagai
faktor utama dalam keseimbangan lingkungan, hal ini karena total fospor merupakan
unsur hara utama yang dibutuhkan untuk pertumbuhan produktifitas primer. Besaran
total fospor dalam tanah maupun air media jika melebihi batas daya asimilasi akan
menyebabkan kondisi lingkungan menjadi euritrifikasi (kelewat subur), disamping
menyebabkan blomming plankton juga dapat menyebabkan penurunan jenis plankton,
karena hanya sedikit jenis plankton yang mampu hidup pada kondisi yang
euritrifikasi akibat meningkatnya fospor.