Pembahasan LAPSUS 1
Pembahasan LAPSUS 1
LAPORAN KASUS
I.1 Anamnesis
I.1.1 Identitas Penderita
Nama
: An. A
Umur
: 7 bulan
Agama
: Islam
Alamat
No.RM
: 063287-2014
Tanggal masuk
: 10 Agustus 2014
Tanggal pulang
: 17 Agustus 2014
: Anggrek
: disangkal
: disangkal.
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
1
Anamnesis sistem
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Kepala
: Pusing - , sakit kepala Mata
: konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/Hidung
: tersumbat -, keluar darah - , keluar lendir Telinga
: keluar sekret atau darah Mulut
: bibir kering -, sianosis Tenggorokan : nyeri menelan Sistem respirasi : sesak +, batuk +, dahak - ,
Gastrointestinal : nyeri -, mual -, sebah -, cepat kenyang - nafsu makan
menurun -, diare -, sulit bab -, bab berdarah -
10. Ekstremitas
: sianosis (-)
Keadaan Umum
B.
Status gizi
BB:7 kg
TB : 70 cm
BMI : 24.2 (Normoweight)
BB/U : -2SD - 2SD (gizi baik)
PB/U : -2SD 2SD (normal)
BB/PB : -3SD - -2SD (kurus)
Tanda Vital
C.
Kulit
D.
Kepala
E.
Mata
Lingkar Kepala : 44 cm
Konjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),pupil
isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, refleks
F.
Hidung / Mulut
cahaya (+/+)
Simetris (+)
Tidak ada deformitas (+)
G.
Leher
H.
Thorax
Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
SIC
II
linea
parasternalis dextra
3
jantung
kiri
bawah
SIC
IV
linea
midclavicularis sinistra
Bunyi jantung I-II murni,
Auskultasi
Statis
Normochest, simetris
Dinamis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Kanan
kanan = kiri
Sonor
Kiri
Sonor
Kanan
Kiri
Ronki (+)
Suara dasar vesikuler (+), Wheezing (+),
K. Punggung
Ronki (+)
kifosis(-), lordosis(-), skoliosis(-), spina bifida(-)
L. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Timpani
Palpasi
M. Genitourinaria
N.
tekan (-).
Atresia ani (-), testis sudah turun kiri-kanan
Ekstremitas
Superior dekstra
Superior sinistra
Inferior dekstra
Inferior Sinistra
I.3 Resume
Pasien merupakan rujukan dari klinik dengan diagnosa ISPA. Dua
minggu SMRS pasien batuk (+) hilang timbul, disertai dahak (+) muntah (+).
Demam (+) sejak 3 hari SMRS, demam muncul perlahan lebih terasa
meningkat saat malam hari. Sesak (+) sejak 1 hari SMRS, muncul terus
menerus dan dirasakan semakin bertambah berat. Kejang (+) dengan
frekuensi 1 kali jam 7 pagi selama < 1menit, mata mendelik ke atas dan
kedua tangan serta kaki kaku.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit
sedang, dan merintih. Nafas cuping hidung (+), retraksi intercostal (+) dan
retraksi suprasternal (+). Pada pemeriksaan tanda-tanda vital tampak adanya
peningkatan frekuensi nafas : 60x/menit dengan nadi : 189x/menit, dan suhu
: 38,5C
I.4 Assessment
Pneumonia dengan Kejang demam
Diagnosis banding :
ISPA
Bronkitis
Bronkiolitis
I.5 Planning
Lab. Darah rutin
X Foto Thorax PA
Konsul Fisioterapi
I.6 Terapi
Non farmakologi
Edukasi
Diet :
o 5x60 cc
o 3 x bubur
Farmakologi
O2 kanul 2 l
Infus D5 NS 500 cc/24 jam
Kebutuha total cairan per hari seorang anak dihitung dengan formmula
berikut :
5
Hasil
Nilai rujukan
Satuan
Hemoglobin
11,1
13.5-17,5
g/dl
Lekosit
17,8
6.0-15
Ribu
Eritrosit
4,27
3,6-5,2
Juta
Hematokrit
33,8
37-47
Trombosit
391
150-400
Ribu
MCV
79,2
70-86
Mikro m3
MCH
26,0
23-31
Pg
MCHC
32,8
32-36
g/dl
RDW
13,0
10-16
MPV
7,2
7-11
Mikro m3
Limfosit
2,8
4,0-10,5
10^3/mikroL
Monosit
1,8
0-0.8
10^3/mikroL
Eosinofil
0.1
0,05-0,7
10^3/mikroL
Basofil
0.0
0-0.2
Neutrofil
13,2
1.5-8.5
Limfosit%
15,5
25-40
Monosit %
20,0
2-8
Eosinofil %
0,5
2-4
%
6
Basofil %
0.1
0-1
Neutrofil %
73,9
50-70
PCT
0.283
0.2-0.5
PDW
12,4
10-18
71
0-8
mm/jam
102
Mm/jam
S. Typhi O
Negatif
S. Paratyphi A-H
Negatif
S. Typhi H
Negatif
SEROLOGI
Widal
Lembar Follow up
11/8/2014
Subjective
Objective
12/8/2014
- Demam
berkurang
- Sesak (+)
disertai batuk
berdahak
- Sariawan (+)
- Kejang (-)
KU :
lemas, sakit
sedang,
kurus
BB : 7
kg,
TB : 70
cm
N:
140x/mnt
RR :
72x/mnt
T : 37,2
C
K/L :
pernapasan
cuping
13/8/2014
Sesak (+)
sudah meulai
berkurang
Batuk (+)
dahak
Sariawan (+)
BAB/BAK
dalam batas
normal
KU :
lemas, sakit
sedang, kurus
BB : 7 kg,
TB : 70
cm
N:
138x/mnt
RR :
40x/mnt
T : 36.5 C
K/L :
pernapasan
cuping hidung
(+)
Thoraks :
pulmo : ronki
14/8/2014
Batuk dan
sesak sudah
berkurang
Sariawan (-).
BAB/BAK
dalam batas
normal
KU :
lemas, sakit
sedang, kurus
BB : 6.9
kg,
TB : 70
cm
N:
168x/mnt
RR :
40x/mnt
T : 36.6
C
K/L :
pernapasan
cuping
hidung (-)
Batuk dan
sesak sudah
berkurang
Sariawan (-).
BAB/BAK
dalam batas
normal
KU :
lemas, sakit
sedang, kurus
BB : 7.1
kg,
TB : 70 cm
N:
152x/mnt
RR :
48x/mnt
T : 36.4 C
K/L :
pernapasan
cuping hidung
(+)
Thoraks :
pulmo : ronki
7
hidung (+)
Thoraks
: pulmo :
ronki (+/+)
Abdome
n &
ekstremitas :
dbn
(+/+)
Abdomen
& ekstremitas
: dbn
Assessment
Planning
Thoraks
: pulmo :
ronki (+/+)
Abdome
n &
ekstremitas :
dbn
(+/+)
Abdomen
& ekstremitas :
dbn
O2 kanul
2l
Infus D5
NS 500
cc/24 jam
Inj.
Cefotaxim
2x250 mg
Inj.
Gentamisin
2x25 mg
NGT :
(5x60cc)
(3xbubur)
O2 kanul
Infus D5
NS 500
cc/24 jam
Inj.
Cefotaxim
2x250 mg
Inj.
Gentamisin
2x25 mg
NGT :
(5x60cc)
(3xbubur)
2l
O2 kanul
2l
Infus D5
NS 500
cc/24 jam
Inj.
Cefotaxim
2x250 mg
Inj.
Gentamisin
2x25 mg
NGT :
(5x60cc)
(3xbubur)
Nebulize
r 3x1/2 amp
Konsul
Fisioterapi
Infus D5
NS 500 cc/24
jam
Inj.
Cefotaxim
2x250 mg
Inj.
Gentamisin
2x25 mg
NGT :
(5x60cc)
(3xbubur)
Nebulizer
3x1/2 amp
X-Foto Thorax AP
15/8/2014
Subjective
16/8/2014
Objective
Assessment
KU : lemas,
sakit sedang, kurus
BB : 7,1 kg,
TB : 70 cm
N : 148x/mnt
RR : 44x/mnt
T : 36.5 C
K/L :
pernapasan cuping
hidung (-)
Thoraks : pulmo
: ronki (+/+)
berkurang
Abdomen &
ekstremitas : dbn
17/8/2014
Sesak (-)
Batuk (+) jarang
BAB/BAK dalam
batas normal
KU : lemas,
sakit sedang, BB
: 7,2 kg,
TB : 70 cm
N : 132x/mnt
RR : 56x/mnt
T : 36.1 C
K/L :
pernapasan
cuping hidung
(-)
Thoraks :
pulmo : ronki
(+/-) berkurang
Abdomen &
ekstremitas : dbn
KU : lemas,
sakit sedang,
kurus
BB : 7,2 kg,
TB : 70 cm
N : 132x/mnt
RR : 38x/mnt
T : 36.5 C
K/L :
pernapasan
cuping hidung (-)
Thoraks :
pulmo : ronki
(+/-) berkurang
Abdomen &
ekstremitas : dbn
Planning
Infus D5 NS
500 cc/24 jam
Inj. Cefotaxim
2x250 mg
Inj. Gentamisin
2x25 mg
Diet : (3xbubur)
Nebulizer 2x1/2
amp
Infus D5
NS 500 cc/24
jam
Inj.
Cefotaxim
2x250 mg
Inj.
Gentamisin 2x25
mg
Diet :
(3xbubur)
PO :
Cefixime : 2x1/2
cth
PO :
Procaterol 7,5 g
Nebulizer :
2x1/2 amp
Diperbolehkan
pulang
Procaterol 7.5
gr
Cefixime
2x1/2 cth
Gentamicin
2x25 mg
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pneumonia
II.1.1 Definisi
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Kasus pneumonia di
negara berkembang tidak hanya lebih sering didapatkan tetapi juga lebih berat dan
banyak menimbulkan kematian pada anak. Insiden puncak terjadi pada umur 1-5 tahun
dan menurun dengan bertambahnya usia anak1.
II.1.2 Faktor Risiko
Beberapa keadaan seperti gangguan nutrisi (malnutrisi), usia muda, kelengkapan
imunisasi, kepadatan hunian, defisiensi vitamin A, defisiensi Zn, penyakit kronis pada
bayi, paparan asap rokok secara pasif dan faktor lingkungan (polusi udara)
merupakan faktor resiko untuk terjadinya pneumonia 1(pada pasien).
Faktor predisposisi lainnya adalah adanya kelainan anatomi kongenital (contoh
fistula trakeoesofagus, penyakit jantung bawaan), gangguan fungsi imun (penggunaan
sitostatika dan steroid jangka panjang, gangguan sistem imun berkaitan penyakit
tertentu seperti HIV), campak, pertusis, gangguan neuromuskular, kontaminasi perinatal
dan gangguan klirens mukus/sekresi seperti pada fibrosis kistik, aspirasi benda asing
atau disfungsi silier2.
10
II.1.3 Epidemiologi
Insidensi tertinggi terutama pada usia kurang dari 4 tahun dan berkurang dengan
meningktaknya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh Pneumococcus
dan ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan bronkopneumonia lebih
sering dijumpai pada anak kecil dan bayi2.
II.1.4 Patogenesis dan Patofisiologi1,2
Mekanisme pertahanan paru sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi
saluran napas. Mekanisme pembersihan paru dalam mencegah infeksi tersebut
antara lain :
Mekanisme pembersihan di saluran nafas penghantar, meliputi3 :
Reepitelisasi saluran napas
Aliran lendir pada permukaan epitel
Bakteri alamiah atau epithelial cell binding site analog
Faktor humoral lokal (IgG dan IgA)
Komponen mikroba setempat
Sistem transpor mukosilie
Refleks bersin dan batuk
Mekanisme pembersihan di Respiratory exchange airway, meliputi3 :
Cairan yang melapisi alveolar termasuk surfaktan
Sistem kekebalan humoral lokal (IgG)
Sistem kekebalan humoral sangat berperan dalam mekanisme pertahanan
paru (saluran nafas atas). IgA merupakan salah satu bagian dari sekret
hidung (10% dari total protein sekret hidung)
Makrofag alveolar dan mediator inflamasi
Penarikan netrofil
Mekanisme pembersihan di saluran udara subglotik3,4
Mekanisme pertahanan saluran nafas subglotis terdiri dari anatomik, mekanik,
-
humoralm dan komponen seluler. Mekanisme penutupan dan refleks batuk dari
glotis merupakan pertahanan utama terhadap aspirat dari orofaring. Bila terjadi
gangguan fungsi glotis maka akan menyebabkan gangguan pada saluran napas
-
bagian bawah
Mekanisme pembersihan di respiratory gas exchange airway3,4
Bronkiolus dan alveolus mempunyai pertahanan sebagai berikut :
Cairan yang melapisi alveolus
Surfaktan
Suatu glikoprotein yang kaya lemak, terdiri dari beberapa
komponen yang berfungsi memperkuat fagositosis dan killing
-
protein
Makrofag alveolar yang berperan sebagai mekanisme pertahanan
pertama
11
mikroorganisme masuk ke
lagi kongestif
Stadium resolusi : eksudat berkurang, di dalam alveolus makrofag bertambah
dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin di resorbsi dan
menghilang2,4
12
yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur
diagnostik invasif, dan faktor patogenesis4.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak tergantung pada berat-ringannya
infeksi , tetapi secara umum adalah sebagai berikut2,4,6 :
Gambaran infeksi umum seperti demam, sakit kepala, gelisah, malaise,
penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare
-
(pada pasien)
(pada pasien)
yang khas
untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak akan terdengar pada bayi. Pada bayi dan
balita kecil karena kecilnya volume toraks biasanya suara nafas saling berbaur dan sulit
di identifikasi 6,7
Frekuensi nafas merupakan indeks yang paling sensiif untuk mendukung
diagnosis dan memantau tatalaksan pneumonia. Pengukuran frekuensi nafas dilakukan
dalam keadaan anak tenang dan tidur. WHO telah merekomendasikan untuk
menghitung frekuensi nafas pada setiap anak dengan batuk, karena dengan adanya batuk
frekuensi nafas akan terjadi frekuensi nafas yang lebih cepat dari normal serta adanya
tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing)6
Kriteria takipneu menurut WHO6
13
Umur
Takpineu (frekuensi/menit)
0-2 bulan
2-12 bulan
30-50
25-50
>60
>50 60x/m (pada pasien)
1-5 tahun
>5tahun
20-30
15-25
>40
>20
II.1.7 Laboratorium
Secara klinis sulit untuk membedakan antara pneumonia bakterial dan
pneumonia viral. Namun, sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia
bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis dan
perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis8.
Pada pneumonia yang disebabkan oleh virus atau mikoplasma biasanya
pemeriksaan leukosit berada dalam batas normal, sedangkan pneumonia yang
disebabkan oleh bakteri biasanya mengakibatkan kadar leukositnya meninggi {15.000
40.000/mm3). Leukositosis hebat (>30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya
infeksi bakteri, hal ini sering ditemukan pada keadaan bakteremia dengan dominasi
netrofil mengarahkan ke pneumonia streptokokus dan stafilokokus. Kadang-kadang
terdapat anemia ringan dan laju endap darah yang meningkat (LED). Secara umum,
hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara
infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti8.
Pemeriksaan Polymerase chain reaction
bermanfaat
untuk
diagnosis
radiologis sebelum gejala klinis menghilang. Akan tetapi, resolusi infiltrat sering
memerlukan waktu yang lebih lama setelah gejala klinis menghilang. Umumnya
pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia di Instalasi Gawat
Darurat hanyalah pemeriksaan rontgen toraks posisi AP. Foto rontgen toraks AP dan
lateral hanya dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik distress pernapasan
seperti takipneu, batuk dan ronki dengan atau tanpa suara napas yang melemah. Foto
polos dada umumnya akan normal kembali dalam 3-4 minggu. Secara umum, gambaran
foto toraks terdiri dari :
Infiltralt interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskuler,
-
kloramfenikol. Jika tidak responsif dengan beta laktam dan kloramfenikol dapat
diberikan antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin atau sefalosporin sesuai dengan
etiologi yang ditemukan. Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien
dengan pneumonia tanpa komplikasi. Pada balita dan anak yang besar, antibiorik yang
direkomendasikan adalah antibiotik beta laktam dengan atau tanpa klavulanat, pada
kasus yang lebih berat diberikan beta laktam/klavulanat dikombinasikan dengan
makrolid baru intravena atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak
demam atau keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan berobat
jalan.
Berdasarkan berat ringannya gejala, penatalaksanaan pneumonia dibagi menjadi6
Pneumonia ringan6
Anak dirawat jalan
Pemberian antibiotik : Kotrimoksazol (TMP 4 mg/kgBB 2 kali sehari) selama 3
hari atau amoksisilin (25 mg/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk
-
II.2.4 Patofisiologi2,4
Kejang terjadi akibat pelepasan muatan listrik yang berlebihan di sel neuron otak.
Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut :
Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum
matang/imatur
17
meninggalkan gejala sisa. Pada kejang demam yang lama (lebih dari 15 menit) biasanya
di ikuti dengan apneu, hipoksemia (disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan oksigen
dan energi untuk kotraksi otot skelet), asidosis laktat (disebabkan oleh metabolisme
anaerobik), hiperkapnea, hipoksi arterial dan selanjutnya menyebabkan metabolisme
otak meningkat2.
Kejang demam yang berlangsung lama dapat menimbulkan kerusakan anatomi
otak berupa kehilangan neuron dan gliosis terutama di daerah yang peka seperti
hipokampus dan amigdala. Kerusakan di daerah ini merupakan prekursor timbulnya
epilepsi lobus temporalis yang berlatar belakang kejang demam2,4.
Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori, antara lain2 :
Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K, misalnya
pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan pada kejang sendiri
-
otot, dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Pireksia akan menyebabkan kejang
bertambah lama, sehingga kerusakan otak juga akan makin bertambah11.
II.2.5 Gejala dan Tanda
Deskripsi lengkap mengenai kejang sebaiknya di dapat dari orang yang
melihatnya. Dari pemeriksaan fisik, derajat kesadaran, adanya meningismus,
ubun-ubun besar yang tegang atau menonjol, tanda Kernig atau Brudzinski,
kekuatan dan tonus harus diperiksa dengan teliti dan dinilai ulang secara
periodik2,4.
18
Tanda klinis meningitis yang tipikal biasanya sulit diperoleh pada bayi
kurang dari 12-18 bulan, sehingga pungsi lumbal sangat di anjurkan pada bayi
berumur kurang dari 12 bulan dan di anjurkan pada penderita berumur kurang
dari 18 bulan. Tiga faktor resiko kejang demam berulang : serangan kejang
berlangsung lama lebih dari 30 menit, dalam satu episode serangan lebih dari
satu kali, dan terdapat defisit neurologis pasca kejang11.
II.2.6 Pemeriksaan Penunjang2,11
Pemeriksaan Laboratorium2
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam,
atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis
dilakukan
untuk
menegakkan
atau
lumbal.
Elektroensefalografi11
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang
tidak khas. Misalnya : kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6
sedangkan dosis oral diberikan 0,5 mg.kgBB perhari dibagi dalam 3 dosis.
Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap ha
BAB III
ANALISA KASUS
S (Subjective)
Pasien datang dengan keluhan sesak sejak 1 hari yang lalu, muncul mendadak
dan dirasakan terus menerus serta semakin bertambaha berat. 2 minggu SMRS pasien
batuk (+) dirasakan hilang timbul, disertai dahak tetapi sulit dikeluarkan. Dahak
20
berwarna putih dengan konsistensi kental, terlihat saat pasien muntah (+). 3 hari SMRS
pasien demam (+), muncul perlahan dan naik turun, demam lebih terasa menngkat saat
malam hari. Kejang (+) dengan frekuensi 1 kali jam 7 pagi selama < 1menit, mata
mendelik ke atas dan kedua tangan serta kaki kaku. Nafsu makan dan minum dirasakan
menurun setelah keluhan sesak muncul.
Sesak yang muncul pada pasien dapat disebabkan adanya gangguan pada paru
ataupun jantung. Sesak yang disebabkan gangguan jantung biasanya merupakan
kelainan kongenital dan gejala yang muncul telah tampak setelah beberapa hari bayi
lahir, sedangkan sesak yang disebabkan oleh gangguan pada paru terutama pada bayi
dan anak, biasanya disebabkan oleh gangguan sistem respirasi lainnya seperti batuk,
pilek dan demam. Dua minggu SMRS pasien batuk (+) disertai dahak yang sulit
dikeluarkan. Batuk merupakan suatu refleks yang melindungi saluran nafas atas dari
mikoorganismek, jika silia yang terdapat pada saluran nafas atas rusak akibat adanya
penumpukkan cairan dan adanya paparan terhadap polusi udara, biasanya asap rokok
maka mekanisme perlindungan tersebut tidak akan berfungsi dengan baik sehingga
mikroorganisme dapat masuk ke saluran nafas bawah dan menyebabkan terjadinya
infeksi fokal di tempat tersebut.
Ibu pasien menyangkal adanya riwayat kejang, batuk pilek berulang, sesak
berulang dan alergi makanan serta batu lama. Dari riwayat keluarga disangkal adanya
riwayat batuk lama, sesak nafas, alergi dan asma. Pasien tinggal bersama kakek, nenek,
ibu dan ayah dalam satu rumah. Ayah dan kakeknya merupakan perokok aktif.
Tidak adanya riwayat kejang sebelumnya menunjukkan bahwa demam yang
terdapat pada pasien terjadi akibat demam yang terlalu tinggi sehingga membuat sel-sel
otak hipereksitasi dan menyebabkan terjadinya kejang. Tidak adanya riwayat batuk
pilek berulang menunjukkan bahwa keluhan sesak ini bukan disebabkan oleh penyakit
yang bersifat kronis melainkan merupakan suatu tanda penyakit akut. Adanya paparan
terhadap asap rokok dapat menjadi salah satu faktor risiko terjadinya suatu gangguan
pada saluran nafas.
Beberapa penyakit saluran pernapasan yang biasanya menimbulkan sesak pada
anak antara lain pneumonia, bronkitis, asma, pertusis dan TB. Untuk dapat menegakkan
diagnosa pastinya maka harus dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang lainnya.
O (Objective)
Keadaan umum : Tampak sesak, sianosis sentral & perifer (-), merintih
Kesadaran
: Tampak apatis
Tanda vital :
Nadi : 189x/menit, isi dan tegangan cukup,
Frekuensi Nafas : 60 x/menit,
21
Bentuk mesocephal
Lingkar kepala : 44 cm (-2SD 2SD) interval ini menunjukkan bahwa
lingkar kepala pasien tersebut masih dalam rentang normal, sesuai dengan
Leher :
-
Thorax :
-
Abdomen :
Supel , bising usus (+) tidak meningkat, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas :
Akral hangat (+/+), sianosis (-)
A (Assessment)
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik didapatkan adanya gejala demam, batuk,
sesak disertai nafas cepat dan retraksi interkostal. Gejala-gejala ini merupakan
gambaran klinis yang biasa terdapat pada pneumonia. Beberapa penyakit lainnya yang
memiliki gejala sesak, yaitu :
Pneumonia
- Demam
- Batuk dengan
nafas cepat
- Ronki
pada
auskultasi
- Kepala
teranggukangguk
- Pernapasan
cuping hidung
- Tarikan dinding
dada
bagian
bawah ke dalam
Bronkiolitis
Asma
- Episode
- Riwayat
pertama
wheezing
wheezing pada
berulang
anak umur < 2
tahun
- Hiperinflasi
dinding dada
- Ekspirasi
memanjang
- Gejala
pada
pneumonia juga
dapat dijumpai
- Tidak
ada
Tuberkulosis
- Riwayat kontak
positif dengan
pasien
TB
dewasa
- Uji tuberkulin
positif ( 10
mm,
pada
keadaan
imunosupresi
5 mm)
- Berat
badan
menurun
- Demam
2
22
Merintih
(grunting)
Sianosis
respon dengan
bronkodilator
-
minggu tanpa
sebab yang jelas
Batuk
kronis
(3 minggu)
P (Planning)
-
Terapi
Non farmakologi
Edukasi
Diet :
o 5x60 cc
o 3 x bubur
Farmakologi
O2 kanul 2 l
Infus D5 NS 500 cc/24 jam
Kebutuhan total cairan per hari seorang anak dihitung dengan formmula
berikut:
100 ml/kgBB untuk 10 kg pertama 50 ml/kgBB untuk 10 kg berikutnya
DAFTAR PUSTAKA
1. Asih S, Retno., Landia S., Makmuri MS., et al. 2006. Naskah Lengkap Kuliah
Pneumonia. FK UNAIR RSU Dr. Soetomo Surabaya.
2. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP. 2011. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak. Semarang : FK UNDIP
3. Sherwood, Lauralee. 2009. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta :
EGC
4. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FK
UI
5. Dawood, Fatimah S., Fiore, Anthony., Kamimoto, Laurie., Nowell, Mackenzie.,
Reingold, Arthur., et al. 2010. Influenza-Associated Pneumonia in Children
Hospitalized With
http://journals.lww.com/pidj/
Fulltext/2010/07000/Influenza_Associated_Pneumonia_in_Children.2.aspx
6. WHO. 2008. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta : IDAI
7. Dawood, Fatimah S., Fiore, Anthony., Kamimoto, Laurie., Nowell, Mackenzie.,
Reingold, Arthur., et al. 2010. Influenza-Associated Pneumonia in Children
Hospitalized With
http://journals.lww.com/pidj/
Fulltext/2010/07000/Influenza_Associated_Pneumonia_in_Children.2.aspx
8. Marcdante, Karen J., Kliegman, Robert M. 2011. Nelson Essentials of Pediatrics
seventh Edition. Philadephia : Elsevier
9. Said, Mardjanis. 2011. Pneumonia Atipik pada Anak. Sari Pediatri Volume 3 Nomor
3. Dapat di akses di http://www.scribd.com/doc/180456457/3-3-6-pdf
10. IDAI. 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Dapat di akses di
http://idai.or.id/wp-content/uploads/2013/02/Kejang-Demam-Neurology-2012.pdf
11. American Academy of Pediatric. 2011. Clinical Practical Guideline-Febrile
Seizure:Guideline for the Neurodiagnostic Evaluation of the Child with Simple
24
Febrile
Seizure.
Dapat
dia
kases
di
http://pediatrics.appublications.
org/content/127/2/389.full
25