OLEH
MARIA IMACULATA UT
11.02.01.135
SEMESTER XII
Expenditure) yang disetujui pemerintah. Apabila kegiatan operasi minyak sukses dilakukan maka
kontraktor diberi kesempatan untuk mengembalikan seluruh biaya investasinya (Cost Recovery)
dari produksi minyak (Gross Production), kemudian memperoleh bagian pendapatannya dari
profit oil yang dibagi dengan pemerintah. Dibawah kontrak ini, pemerintah melakukan audit
terhadap kegiatan operasi perminyakan yang dilakukan kontraktor mulai dari tahap eksplorasi
hingga pemasaran. Audit yang dilakukan meliputi pre audit, current audit dan post audit
(Campbells, 1987).
Kontrak kerjasama perminyakan Timor Leste adalah Production Sharing Contract. Production
Sharing Contract ini pertama digunakan dengan FTP (First Tranche Petroleum). FTP ini
merupakan jumlah penyisihan dari pendapatan kotor yang dibagi antara pemerintah dengan
kontraktor. Model kontrak ini diberlakukan sejak tahun 1992 oleh pemerintah Indonesia dan
Australia guna mengelolah kekayaan minyak didalam JPDA. Namun kontrak ini tetap
diberlakukan hingga 20 Mei 2002, kemudian kini telah diganti Production Sharing Contract
dengan Royality dan tampa FTP.
Secara singkat, aplikasi model Production Sharing Contract bagi pengelolaan minyak diarea
JPDA adalah sebagai berikut; jangka waktu produksi 30 tahun termasuk 7 tahun eksplorasi,
royality 5%, cost recovery 95%, profit oil split 40% bagi pemerintah (Timor Leste dan Australia)
dan 60% untuk kontraktor, pajak pendapatan 30%, partisipasi pemerintah 20%, dan Domestic
Market Obligation adalah 25% (PSC JPDA, Article 7.1a, b dan c).
Joint Petroleum Development Areas (JPDA) merupakan area pengelolaan minyak bersama
antara Timor Leste dengan Australia, dimana hasil produksi minyak dibagi 90% Timor Leste dan
10% untuk Australia (Timor Sea Treaty, Article 4a).
Study ini difokuskan pada analisa model Production Sharing Contract di JPDA. Analisa ini
merupakan suatu langkah yang dilakukan untuk mereview, mengkaji, mengevaluasi dan
meninjau kembali aplikasi model kontrak tersebut bagi pengelolaan sumber daya minyak dan gas
bumi didalam JPDA. Tujuannya untuk mengetahui fiskal Production Sharing Contract JPDA
termasuk optimalisasi jumlah tenaga kerja, sistem transfer teknologi dan pengelolaan dampak
lingkungan. Oleh karena itu, sebagai negara penghasil minyak , Timor Leste membutuhkan
strategi dan mekanisme pengelolaan minyak terutama bersikap terhadap kontraktor Asing serta
Analisis Kelebihan dari kelemahan di area JPDA serta membuat perbandingan dengan
Indonnesia dan Norwegia :
No
Parameter
Kelebihan
Kelemahan
System Fiscal
Memberikan keuntungan yang Semua
Timor Leste
yang
di
mengikuti
kegiatan
resiko
karena
semua
pemerintah,
semua
kemauan
dan
contractor
informasi
saat
melakukan
biaya
hidrokarbon
Indonesia
contractor.
Hak terhadap
hidrokarbon Kontraktor
menanggung
risikonya yang besar apa bila
tetap
dimiliki
negara
menyerahkan
mendapatkan
jumlah
persen
untuk
keuntungan Pertamina.
Pada pertengahan tahap awal
eksplorasi,
Indonesia
sistem
PSC
mengharuskan
adanya
daerah
yg
Indonesia).
memiliki
jebakan.
IndoExplo
prospek
Perusahaan
PT
akhirnya
awal.
Kontrak servis atau service Dengan system
Norwegia
agreements
(SA)
umumnya
formula
kontraktor
menggunakan
sederhana:
memberikan
dengan
jasa
memproduksi
sumberdaya mineral.
Kontraktor
biasanya
bertanggung
jawab
upaya
Lapangan
fiskalisasi.
Khususnya pada PSC dan
pembagian
berhasil,
dikurangi
yang
dengan
kotor
royalti minyak.
Untuk PSC, haknya diberikan
sebagian
produksi
R/T, IOC
SA.
Kebanyakan
minyak
pada
basis
produksi
yang
bersifat
meningkat
atau
menurun
di Timor Leste
Timor Leste agar tidak bisa muncul lagi komflik di Negara baru ini apa
bila kurangnya lapangan kerja maka bisa membuat orang gelap mata
bahkan nekad berbuat nista. Kenyataan ini banyak terjadi di sekitar
kita, namun meski demikian masih banyak pengangguran yang peduli
dengan rasa malu menjual muka dan suara didepan khalayak, seperti
halnya seorang pengamen. Rakyat Timor Leste setelah berpisah dengan
Indonesia mengalami keterpurukan secara ekonomi. Akibatnya, banyak
pengangguran yang terjadi. Menurut versi Bank Dunia, angka pengangguran
di perkotaan mencapai 46 persen. Redaksi Harian PELITA: redaksi@pelita.or.id.
Lingkungan
Timor Leste
lingkungan yang baik dan memiliki sumber daya mineral yang banyak
sehingga menbuat banyak perusahan atau contractor yang ingin
menginvestasikan barang di Negara ini. Tapi kita ingin lingkungan ini
hidup dengan tenang maka harus melakukan apa yang terbaik untuk
nagara ini,kemudian harus menjamin keamanan untuk para investor
Lapangan
di Indonesia
Lingkungan
Indonesia
barang
di
Indonesia
tersebut.
Lapangan
di Norwegia
banyak
lapangan
kerja
sehingga
Norwegia
tidak
Lingkungan
Norwegia
Production Sharing Contract mempunyai kelebihan seperti hak kepemilikan sumber daya
mineral tetap dipegang oleh pemerintah, pemerintah bisa melakukan manajemen audit
(pengontrolan) terhadap kegiatan operasi minyak yang dilakukan kontraktor. Audit yang
dilakukan mulai dari pre audit, current audit hingga post audit (Campbells, 1987). Kemudian
adanya partisipasi pemerintah dalam menginvestasi modal, (Tsalik dan Schiffrin, 2005).
Sedangkan kelemahan Production Sharing Contract adalah adanya peluang meningkatnya costs
recovery, minimnya transfer teknologi dari kontraktor, pelatihan bagi tenaga kerja lokal terbatas
dan sistem pembagian pendapatan minyak dan gas kurang berdasarkan standar profit oil sharing.
Selain itu, kelemahan Production Sharing Contract selama ini terletak pada pengawasan dan
kontrol terhadap cost recovery. Apabila pengeluaran cost recovery merupakan sebuah
kemunduran bagi investor asing terutama perusahaan-perusahaan minyak. Sistem kontrak ini
malah merugikan karena pendapatan negara jauh lebih kecil ketimbang estimasi keuntungan
yang seharusnya diperoleh, dan satu-satunya hak pemerintah adalah menerima pajak dan royalty
dari pengusahaan blok minyak yang diproduksikan. Selain itu memperkecil kontrol pemerintah
tidak mempunyai wewenang untuk intervensi terhadap proses eksplorasi tersebut. Oleh karena
itu, Hilmi (1999) mengatakan bahwa dinegara yang menerapkan sistem Production Sharing
Contract, pemerintah tetap berkuasa atas sumber daya minyaknya sehingga sistem Production
Sharing Contract menjadi alat negara untuk mengawasi para kontraktor asing maupun lokal.
Optimalisasi kesempatan kerja bagi tenaga kerja lokal merupakan suatu keadaan yang
mengambarkan tersedianya lapangan kerja untuk diisi oleh pencari kerja. Sedangkan tenaga kerja
adalah masyarakat yang benar-benar terlibat dalam proses produksi. Dalam kontrak kerja sama
Production Sharing Contract, ada ketentuan yang mengatur tentang penyediaan kesempatan kerja
bagi masyarakat lokal. Oleh karena itu, Tiny (2005) mengatakan bahwa Production Sharing
Contract tidak hanya mengelola sumber daya mineral tetapi termasuk didalam pengelolaan dan
pengembangan kapasitas sumber daya manusia, transfer teknologi dan pengelolaan dampak
lingkungan. Production Sharing Contract yang normal dinegara lain seperti Indonesia dan India,
para kontraktor akan diminta untuk memberikan pelatihan dan mempekerjakan warga negaranya
dalam jumlah ratio yang sudah ditentukan (Monteiro, 2004).
Transfer teknologi adalah suatu proses yang menggunakan teknologi, keahlian, pengalaman
dan fasilitas agar bisa dikembangkan lebih lanjut atau berinovasi secara komersial sehingga
dapat bermanfaat secara ekonomi, sosial maupun kebudayaan (Yandri, 2001). Dalam teknologi
diperlukan tiga kriteria penting, yaitu kualitas teknologi yang akan ditransfer harus setinggi
mungkin, biaya serendah mungkin, dan pelaksanaannya sesuai dengan jadwal yang telah
disepakati (Habibie, 2007).
Didalam Production Sharing Contract juga mengatur tentang pendidikan dan pelatihan bagi
tenaga kerja lokal, seperti pelatihan dilaboratorium geologi, estabilish dan implementasi distance
learning program, estabilisment dan implement vocational petroleum course. Transfer teknologi
berdasarkan Production Sharing Contract adalah membangun database dan storage, database
training dan storage support, core store dan JPDA cores (Timor Leste Local Content Policy,
2007) selain itu, adanya bentuk transfer teknologi seperti manajemen teknologi, manajemen
kualitas, manajemen produktifitas, dan lain sebagainya (Yandri, 2004).
Dari pembahasan diatas maka penulis menyimpulkan bahwa Production Sharing Contract
(PSC) merupakan jenis fiscal arrangement yang digunakan untuk mengatur kegiatan eksplorasi
dan produksi minyak. Adapun pendapat lain yang menyatakan bahwa Production Sharing
Contract sebagai suatu jenis persetujuan kontrak untuk eksplorasi dan pengembangan minyak,
dimana pemerintah tetap berkuasa atas sumber daya mineralnya dan hanya melibatkan suatu
kontraktor dengan menyediakan anggaran dan teknis untuk eksplorasi dan produksi minyak.
Production Sharing Contract dapat diimplementasikan apabila kedua belah pihak menyetujuinya
berdasarkan negosiasi bilateral yang dilakukan. Secara singkat Production Sharing Contract
sebagai sebuah alat atau instrumen yang dapat menghubungkan pihak pemerintah dengan
kontraktor dalam melakukan kegiatan bisnis perminyakan.
Joint Petroleum Development Areas (JPDA) merupakan area pengelolaan minyak bersama
antara Timor Leste dengan Australia, dimana hasil produksi minyak dibagi 90% Timor Leste dan
10% untuk Australia.
Kontrak kerjasama perminyakan Timor Leste adalah Production Sharing Contract. Production
Sharing Contract ini pertama digunakan dengan FTP (First Tranche Petroleum). FTP ini
merupakan jumlah penyisihan dari pendapatan kotor yang dibagi antara pemerintah dengan
kontraktor. Model kontrak ini diberlakukan sejak tahun 1992 oleh pemerintah Indonesia dan
Australia guna mengelolah kekayaan minyak didalam JPDA. Namun kontrak ini tetap
diberlakukan hingga 20 Mei 2002, kemudian kini telah diganti Production Sharing Contract
dengan Royality dan tampa FTP.
Beberapa kelemahan dari fiskal arrangement Fiskal arrangement yang perlu di review dan
diperbaiki adalah pembayaran bonus, royaliti, pengembalian biaya investasi (Cost Recovery),
pembagian hasil minyak dan gas (Profit oil and gas sharing), partisipasi pemerintah, bagian
pendapatan pemerintah (Goverment take). Selai itu didalam Production Sharing Contract juga
harus memperhatikan penyediaan kesempatan kerja bagi tenaga kerja nasional, sistem transfer
teknologi, sistem pengelolaan dan perlindungan lingkungan dari dampak-dampak yang akan
terjadi berhubungan dengan operasi perminyakan dilaut Timor. Ini sangat perlu dilakukan guna
mencapai suatu model kontrak Production Sharing Contract yang baik guna mengelola sumber
daya minyak dan gas bumi didalam JPDA dengan memaksimalkan keuntungan bagi negara.
REFERENSI
1.
2.
3.
4.
5.
Allen dan Seba (1993) dan Johnston (1994), (Defenisi Production Sharing Contract).
Budiarta (1995), (Parameter-Parameter Production Sharing Contract).
Bindeman (1999), (Defenisi Production Sharing Contract).
Campbells, (1987), (Kelebihan-Kelebihan Production Sharing Contract).
Campbells, (1987), (PSC, Hak atas kekayaan sumber daya minyak). Dalam
http://www.google.co.id/hak+atas+kekayaan+sumber+daya+minyak.
6. Daniel (1999). * Timor Leste Local Content (2007).
7. Gao
(2004),
(Defenisi
Production
Sharing
Contract),
dalam
http://www.google.co.id/defenisi/PSC
8. Habibie, 2007), (PSC, Transfer Technology).
9. Hilmi(1999),(kelemahan-kelemahanPSC),
10. Indonesian Production Sharing Contract model (1995), (Fiscal Arrangement
Indonesia).
11. Johnston (2003), (Pengembangan Sumber daya Minyak).
12. Khin dan Leang, 1993), (Terminology Fiscal dan Licensinya).
13. Monteiro, 2004). (Optimalisasi Kesempatan Kerja).
14. Norwegia PSC model (1998), (Fiscal Arrangement Norwegia).
15. Production Sharing Contract JPDA, Article 7.1a, b dan c).
16. Stevens (2003), (Intervensi Perusahaan Minyak Internasional).
17. Timor Sea Treaty, Article 4a.
18. Tsalik dan Schiffrin, 2005), (Kelebihan-kelebihan Production Sharing Contract).
19. Tiny (2005),(Optimalisasi Kesempatan Kerja, aplikasi PSC)
20. Walde, 2003), (Defenisi Production Sharing Contract),.
21. Yandri, 2001). (PSC, mengatur pelatihan dan pendidikan bagi tenaga kerja lokal).
22. Yandri, 2004), (PSC, Transfer Technology)