DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1
Afrida Rachmawati
1406664146
Chaya Ningtyas
1406664240
Dias Prakatindih
1406664316
Ihin Solihin
1406664442
1406664543
1406664663
1406664751
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Dra. Juheini Amin, M.S., Apt. selaku dosen pembimbing mata kuliah
Compunding and Dispensing, sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul Kerasionalan Obat Serta Peran Apoteker di
Puskesmas, Rumah Sakit, dan Apotek.
Makalah ini berisikan informasi mengenai kriteria penggunaan obat yang rasional, dan
upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kerasionalan obat. Makalah ini juga
berisikan informasi mengenai peran apoteker di puskesmas, rumah sakit, dan apotek. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai
segala usaha kita. Amin.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
COVER...........
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI..
BAB 1 PENDAHULUAN..
1.1.
Latar
Belakang..
1.2. Rumusan
i
ii
iii
1
1
1
1
Masalah.
1.3.
Tujuan...
BAB 2 ISI...
2.1 Kerasionalan Obat
2.1.1. Definisi Kerasionalan Obat..
2.1.2. Kriteria Penggunaan Obat Rasional.
2.1.3. Upaya Untuk Meningkatkan Penggunaan Obat Rasional
2.1.4. Penggunaan Obat Rasional...
2.2 Peran Apoteker.
2.2.1.
Peran Apoteker di
Puskesmas..
2.2.2.
Peran Apoteker di Rumah
Sakit...
2.2.3.
Peran Apoteker di
Apotek
2.3 Kesalahan yang Mungkin Terjadi di Apotek...
BAB 3 PENUTUP..
2
2
2
2
4
6
7
7
16
30
31
34
3.1. Kesimpulan..... 34
..
DAFTAR PUSTAKA.
35
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
1.2.
1.3.
Latar Belakang
Masyarakat pada umumnya sering melakukan pengobatan sendiri (swamedikasi).
Dalam melakukan pengobatan sendiri sebaiknya mengikuti persyaratan obat yang rasional.
Menurut WHO (1985) penggunaan obat dikatakan rasional jika pasien menerima obat yang
sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat dan dengan harga yang
paling murah untuk pasien dan masyarakat. Penggunaan obat dikatakan rasional jika
memenuhi beberapa kriteria yaitu tepat diagnosis, tepat indikasi penyakit, tepat pemilihan
obat, tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat lama pemberian, waspada terhadap efek
samping, tepat penilaian kondisi pasien, tepat informasi, tepat tindak lanjut, tepat
penyerahan obat, dan kepatuhan pasien. Sayangnya, separuh dari seluruh obat didunia yang
telah diresepkan, diberikan, dan dijual digunakan dengan cara yang tidak tepat serta separuh
dari pasien tidak tepat dalam menggunakannya.
Agar tercapai pengobatan yang rasional, apoteker mempunyai peran yang sangat
besar. Apoteker adalah salah satu profesional kesehatan yang mempunyai fungsi sebagai
pelaku pekerjaan kefarmasian. Fungsi pekerjaan kefarmasian terbagi dua, sebagai
managemen logistik yaitu yang berhubungan dengan produksi dan distribusi, dan fungsi
klinik yang berhubungan dengan seleksi dan terapi obat. Saat ini apoteker sebagai tenaga
professional kesehatan dituntut untuk dapat menunjukan perananya baik itu di puskesmas,
rumah sakit, maupun apotek. Berdasarkan uraian diatas, makalah ini dibuat untuk
memahami penggunaan obat yang rasional dengan melibatkan peran apoteker di puskesmas,
rumah sakit, dan apotek.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana kriteria untuk mencapai penggunaan obat yang rasional?
2. Bagaimana peran apoteker di puskesmas, rumah sakit, dan apotek?
3. Apakah terdapat persamaan pada peran apoteker baik di puskesmas, rumah sakit, dan
apotek?
4. Apa kesalahan yang mungkin terjadi di apotek?
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui kriteria penggunaan obat yang rasional.
2. Untuk memahami peran apoteker di puskesmas, rumah sakit, dan apotek.
3. Untuk mengetahui kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi di apotek.
BAB II
ISI
2.1 Kerasionalan Obat
2.1.1. Definisi Kerasionalan Obat
Dalam makalah ini, istilah kerasionalan obat mendeskripsikan kerasionalan
dalam penggunaan obat atau penggunaan obat yang rasional, dimana Penggunaan
Obat Rasional (POR) merupakan istilah yang dipakai oleh Direktorat Jenderal Binfar
dan Alkes Kemenkes RI. Menurut WHO (1985), penggunaan obat rasional adalah
ketika pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dalam dosis
yang sesuai kebutuhan tubuhnya, untuk jangka waktu yang cukup, dan dengan harga
terendah yang dapat diterima oleh komunitasnya.
WHO memperkirakan separuh dari seluruh obat didunia telah diresepkan,
diberikan, dan dijual dengan cara yang tidak tepat serta separuh dari pasien tidak tepat
dalam menggunakannya. Beberapa penyebab hal tersebut diantaranya adalah
keterbatasan proses diagnosa disebabkan kurang memadainya pengetahuan maupun
fasilitas, kesalahan dalam komunikasi antar tenaga kesehatan dan dengan pasien,
permintaan pasien, ketidakefektifan pelaksanaan regulasi obat, ketidakefektifan
pelaksanaan sistem pengadaan obat, dan adanya promosi industri farmasi yang sedikit
banyak mempengaruhi keputusan dalam pemilihan obat untuk pasien. Beberapa
contoh bentuk ketidakrasionalan penggunaan obat yang sering terjadi adalah:
1. Overprescribing. Yakni jika memberikan obat yang sebenarnya tidak
diperlukan untuk penyakit yang bersangkutan.
2. Underprescribing. Yakni peresepan obat kurang dari yang seharusnya, baik itu
dosis obatnya ataupun jenis obatnya. Tidak diresepkannya obat yang
diperlukan untuk penyakit yang diderita juga termasuk dalam kategori ini.
3. Polifarmasi. Yakni pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang
diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat.
4. Extravagant prescribing. Yakni peresepan obat menggunakan obat yang mahal
sementara masih ada obat yang lebih murah dengan khasiat dan mutu yang
sama.
5. Ada obat yang berinteraksi dalam peresepan. Yakni peresepan yang
mengandung obat yang saling beriteraksi satu sama lain yang menyebabkan
ada obat yang menjadi tidak berefek atau malah ada yang berefek toksik.
2.1.2. Kriteria Penggunaan Obat Rasional
Kerasionalan penggunaan obat dapat ditentukan dengan kriteria 8T+1W (8 tepat dan
1 waspada). Adapun kriteria terseput terdiri dari tepat penderita, tepat dosis, tepat
obat, tepat indikasi, tepat rute pemberian, tepat cara penyiapan, tepat waktu, dan
waspada terhadap efek samping.
1. Tepat Diagnosis
Penggunaan obat diberikan untuk diagnosis yang tepat.
2
Resiko terjadinya efek samping obat meningkat secara konsisten dengan makin
banyaknya jenis obat yang diberikan kepada pasien. Keadaan ini semakin nyata
pada usia lanjut. Pada kelompok umur ini kejadian efek samping dialami oleh 1
di antara 6 penderita usia lanjut yang dirawat di rumah sakit.
Terjadinya resistensi kuman terhadap antibiotika merupakan salah satu akibat
dari pemakaian antibiotika yang berlebih (overprescribing), kurang
(underprescribing), maupun pemberian pada kondisi yang bukan merupakan
indikasi (misalnya infeksi yang disebabkan oleh virus).
11
12
c. Membuat buletin, leaflet, label Obat, poster, majalah dinding dan lainlain.
d. Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat
inap, serta masyarakat.
e. Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan
tenaga kesehatan lainnya terkait dengan Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai.
f. Mengoordinasikan penelitian terkait Obat dan kegiatan Pelayanan
Kefarmasian.
(3) Konseling
Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah
pasien yang berkaitan dengan penggunaan Obat pasien rawat jalan dan
rawat inap, serta keluarga pasien. Tujuan dilakukannya konseling adalah
memberikan pemahaman yang benar mengenai Obat kepada
pasien/keluarga pasien antara lain tujuan pengobatan, jadwal pengobatan,
cara dan lama penggunaan Obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara
penyimpanan dan penggunaan Obat. Kegiatan:
a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
b. Menanyakan hal-hal yang menyangkut Obat yang dikatakan oleh
dokter kepada pasien dengan metode pertanyaan terbuka (openended
question), misalnya apa yang dikatakan dokter mengenai Obat,
bagaimana cara pemakaian, apa efek yang diharapkan dari Obat
tersebut, dan lain-lain.
c. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan Obat
d. Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi
dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara
penggunaan Obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki kemungkinan
mendapat risiko masalah terkait Obat misalnya komorbiditas, lanjut usia,
lingkungan sosial, karateristik Obat, kompleksitas pengobatan,
kompleksitas penggunaan
Obat, kebingungan atau kurangnya
pengetahuan dan keterampilan tentang bagaimana menggunakan Obat
dan/atau alat kesehatan perlu dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah
(Home Pharmacy Care) yang bertujuan tercapainya keberhasilan terapi
Obat.
(4) Ronde/Visite Pasien (khusus Puskesmas rawat inap)
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
secara mandiri atau bersama tim profesi kesehatan lainnya terdiri dari
dokter, perawat, ahli gizi, dan lain-lain. Tujuan:
a. Memeriksa Obat pasien.
b. Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan Obat
dengan mempertimbangkan diagnosis dan kondisi klinis pasien.
13
15
b.
pola penyakit
mutu
harga
ketersediaan di pasaran
Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan
jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk
menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan
efisien.
Tujuan perencanaan untuk menghindari kekosongan Obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar
perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi,
kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia. Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
anggaran yang tersedia;
penetapan prioritas;
sisa persediaan;
rencana pengembangan.
c. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan.Pengadaan yang efektif harus
menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang
terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang
16
Medis Habis Pakai dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip
First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai
sistem informasi manajemen. Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang penampilan dan penamaan
yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan
dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan
pengambilan Obat.
Pengelolaan Obat emergensi harus menjamin:
o jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat emergensi yang telah
ditetapkan;
o tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk kebutuhan lain;
o bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti;
o dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa; dan
o dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.
f. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit
pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah,
dan ketepatan waktu. Rumah Sakit harus menentukan sistem distribusi
yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di unit pelayanan.
Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:
1) Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)
19
20
tanggal Resep;
stabilitas; dan
duplikasi pengobatan;
kontraindikasi; dan
interaksi Obat.
22
Kegiatan:
penelusuran riwayat penggunaan Obat kepada pasien/keluarganya; dan
23
tempat; dan
perlengkapan.
e. Konseling
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran
terkait terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau
keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan
pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker.
Pemberian konseling Obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil
terapi, meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ROTD),
dan meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan
keamanan penggunaan Obat bagi pasien (patient safety).
Secara khusus konseling Obat ditujukan untuk:
1) meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan pasien;
2) menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien;
3) membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan Obat;
4) membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan
Obat dengan penyakitnya;
5) meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan;
6) mencegah atau meminimalkan masalah terkait Obat;
7) meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam
hal terapi;
8) mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan; dan
9) membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan Obat
sehingga dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu
pengobatan pasien.
Kegiatan dalam konseling Obat meliputi:
membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien;
25
f. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan
untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji
masalah terkait Obat, memantau terapi Obat dan Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki, meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan menyajikan
informasi Obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.
Sebelum melakukan kegiatan visite Apoteker harus mempersiapkan diri
dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa
terapi Obat dari rekam medik atau sumber lain.
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
26
Tahapan PTO:
pengumpulan data pasien;
pemantauan; dan
tindak lanjut.
1.
2.
3.
4.
Pelayanan
a) Pelayanan resep
- Skrining resep (persyaratan administratif, kesesuaian farmasetik,
pertimbangan klinis)
- Penyiapan obat (peracikan, etiket, kemasan obat yang diserahkan,
penyerahan dan informasi obat, konseling, monitoring penggunaan
obat)
b) Promosi Edukasi
- Penyuluhan
- Penyebaran leaflet/brosur
c) Pelayanan Residential (Home care)
- Kunjungan ke rumah pasien (terutama pasien lansia/penyakit kronis)
3.2.
Manajemen
a) Pengelolaan SDM
- Menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik.
- Mengambil keputusan yang tepat.
- Mampu berkomunikasi antar profesi.
- Menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner.
- Kemampuan mengelola SDM secara efektif.
b) Pengelolaan sarana dan prasarana
- Apotek harus bersih (bebas dari hewan pengerat, serangga)
- Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah
dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya
- Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak
penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi,
terlindung dari debu,kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta
diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah
ditetapkan.
- Tersedia ruang tunggu nyaman, ruang konseling tertutup dan tempat
display brosur/informasi obat untuk pasien
c) Sediaan Farmasi dan perbekalan lain
- Perencanaan (disesuaikan dengan pola penyakit, kemampuan
masyarakat, budaya masyarakat di sekitar)
30
Pengadaan
Penyimpanan (obat disimpan dalam wadah asli pabrik dan disimpan
dalam kondisi baik)
d) Administrasi
- Umum
:
Pencatatan,
pengarsipan,
pelaporan
narkotika,
psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku)
- Pelayanan : Pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan
pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat
2.3 Kesalahan yang Mungkin Terjadi di Apotek
a) Kesalahan Pemberian Dosis Obat
Sering ditemukan obat yang diresepkan memiliki kesalahan dalam penulisan dosis obat.
Sehingga berbahaya jikaobat yang diberikan adalah obat yang memiliki efek terapi
sempit yang menyebabkan akan meningkatkan efek samping obat jika dalam dosis yang
berlebihan. Sering ditemukan juga jika petugas farmasi tidak melakukan skrining resep
dengan benar sehingga resep yang salah dalam jumlah dosis tidak teridentifikasi dan
pasien menerima obat dengan dosis obat yang tidak tepat.
b) Kesalahan Dalam Membaca Resep
Petugas apotek sering kesulitan dalam membaca resep dikarenakan penulisan resep oleh
dokter yang kurang jelas, sehingga sering dijumpai pasien menerima obat yang tidak
sesuai dengan obat yang diresepkan. Hal ini berbahaya bagi pasien jika obat yang
diberikan tidak sesuai dengan penyakitnya dan dapat memperparah penyakit yang
diderita pasien.
c) Kesalahan Dalam Pemberian Bentuk Sediaan/Rute Administrasi Obat ke Pasien
Pada resep sering tidak menuliskan identitas pasien dengan jelas dan benar dan banyak
ditemukan resep yang tidak menuliskan rute administrasi obat sehingga banyak kejadian
di apotek yang memberikan obat tidak dalam rute administrasi yang tepat kepada pasien.
Petugas farmasi terkadang lupa menanyakan usia pasien yang menerima obat sehingga
pada pasien yang masih bayi banyak menerima obatnya dalam sediaan yang
administrasinya tidak sesuai yang seharusnya diberikan pada pasien dewasa.
d) Kesalahan Dalam Penyerahan Obat ke Pasien yang Dituju
Kejadian yang selama ini terjadi banyak pasien menerima obat yang bukan obat yang
sesuai dengan resep yang diberikan. Kemungkinan yang terjadi adalah obat yang
diterimanya tertukar dengan pasien lain atau tidak ditulisnya identitas pasien pada resep
sehingga kejadian kesalahan penerimaan obat kepada pasien masih banyak dijumpai.
Kejadian ini banyak dijumpai saat apotek sedang ramai pengunjung dan banyak petugas
farmasi yang tidak menanyakan identitas pasien saat obat akan diberikan kepada pasien.
Maka banyak ditemukan obat yang diberikan tidak ditujukan kepada pasien yang tepat.
e) Kesalahan Dalam Penulisan Resep
Banyak resep yang masuk ke apotek memiliki kesalahan dalam penulisan resep, seperti
kesalahan penulisan nama obat, dosis obat, cara pakai obat. Selain itu banyak resep yang
tidak menuliskan komponen resep secara lengkap mengenai berat badan pasien, usia
pasien, nama pasien, alamat pasien, nama dokter yang memeriksa, alamat praktek
31
f)
g)
h)
i)
j)
k)
l)
m)
dokter, dan paraf dokter. Permasalahan ini seringkali mengganggu kerja petugas apotek
dalam mempersiapkan obat sebelum diberikan kepada pasien, dan tidak sedikit pula
ditemukan kejadian bahwa pasien menerima obat yang tidak sesuai dengan penyakit
yang diderita karena kesalahan penulisan resep yang tidak diperhatikan oleh petugas
farmasi.
Kesalahan Dalam Penyampaian Informasi Obat
Kesalahan ini sering muncul karena kurangnya pengetahuan petugas apotek terhadap
medikasi yang diterima pasien, sehingga banyak pasien tidak menerima informasi
dengan benar mengenai cara pakai obat yang diterimanya.
Pasien Menerima Resep Obat Dengan Obat-obat yang Saling Meningkatkan Efek
Samping Obat
Banyak ditemukan resep yang diterima apotek yang menuliskan obat-obatan yang saling
meningkatkan efek samping. Hal ini berbahaya jika tidak diperhatikan oleh apoteker
atau petugas farmasi jika pasien tetap menerima obat tersebut atau tidak memperoleh
edukasi untuk informasi obat tentang cara penggunaan obat yang baik dan benar untuk
menurunkan efek samping obat yang dapat ditimbulkan.
Kesalahan Dalam Penyimpanan Obat
Apabila penyimpanan obat di apotek dilakukan dengan kurang benar maka dapat
menyebabkan kerusakan obat dimana efektivitas obat menjadi menurun dan terkadang
obat-obatan yang tersimpan telah melewati masa kadaluarsanya. Hal ini sangat
berbahaya apabila pasien menerima obat dalam kondisi seperti demikian.
Kesalahan Dalam Pengambilan Obat
Masih sering ditemukan petugas farmasi salah dalam mengambil obat sesuai yang
diresepkan. Hal ini kemungkinan karena kondisi Apotek yang padat karena ruang yang
sempit dalam penyimpanan obat. Oleh karena itu, petugas farmasi di Apotek harus selalu
fokus saaat bekerja sehingga kejadian kesalahan pengambilan obat tidak terjadi.
Kesalahan Dalam Penulisan Jumlah, Frekuensi, dan Cara Penggunaan Obat
Pada resep sering ditemukan kesalahan dalam penulisan jumlah, frekuensi pemakaian,
dan cara penggunaan obat, bahkan ada juga resep yang tidak menuliskannya. Hal ini
dapat membahayakan pasien karena selain dapat meningkatkan efek samping obat jika
obat diminum berlebih dan tidak sesuai frekuensi penggunaannya juga dapat
menimbulkan masalah kesehatan lain yang memperparah penyakit pasien.
Menjual Obat Keras Tanpa Resep
Banyak ditemukan Apotek yang menjual obat keras tanpa disertai resep dari dokter. Jika
pasien menggunakan obat keras dengan cara yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan
penyakitnya tentu membahayakan kesehatan pasien.
Tidak Melampirkan Etiket Obat Saat Penyerahan Obat
Saat penyerahan obat banyak ditemukan pasien tidak menerima etiket obat yang berisi
cara pemakaian obat. Hal ini dapat menyebabkan pasien menggunakan obat-obat yang
dibelinya dengan tidak tepat.
Kesalahan Dalam Meracik Obat
32
Kesalahan dalam meracik obat menyebabkan sediaan menjadi tidak larut antara obat
dengan pembawanya yang dapat menyebabkan efektivitas dari obat yang diterima pasien
menjadi menurun.
33
BAB 3
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
1. Kerasionalan obat merupakan penggunaan obat yang tepat secara medik serta
memenuhi persyaratan-persyaratan seperti klinik, dosis, periode waktu dan harga.
Kerasionalan obat memiliki prinsip 8 Tepat + 1 Waspada.
2. Peran apoteker di apotek berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek yaitu pelayanan (pelayanan resep, edukasi, pelayanan
residensial) dan manajemen ( mengelola SDM, sarana dan prasarana, sediaan
farmasi dan perbekalan lain serta administrasi).
3. Peran apoteker di puskesmas berdasarkan Permenkes No.30 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas yaitu pengelolaan obat dan
bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik
4. Peran apoteker di rumah sakit Permenkes No.58 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit yaitu peran manajerial
(berkaitan dg pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai) dan peran farmasi klinis (berkaitan dengan pelayanan pasien).
5. Apoteker di Puskesmas, Rumah Sakit, dan Apotek mempunyai peran yang sama
yaitu peran manajerial (berkaitan dg pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai) dan peran farmasi klinis (berkaitan dengan pelayanan
pasien).
6. Banyak kesalahan yang mungkin terjadi di apotek antara lain kesalahan pemberian
dosis, pembacaan resep, penyerahan obat, meracik obat, penyimpanan obat dan
lainnya, maka apoteker harus tetap berhati-hati untuk mengurangi kemungkinan
kesalahan yang dapat terjadi.
34
DAFTAR PUSTAKA
35