Disusun Oleh :
1.
2.
3.
4.
5.
(21)
(26)
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan teknologi mendorong penggunaan internet. Penggunaan
smartphone misalnya, dimana Indonesia merupakan negara dengan pengguna
smartphone terbanyak ke lima di dunia, meningkatkan penggunaan internet di
IndonesiaMenurut e. Perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin dekat
dengan internet pada akhirnya juga mendorong interaksi antar manusia melalui
media
tersebut,
tidak
terkecuali
penggunaan
internet
dalam
transaksi
perdagangan.
Menurut lembaga riset ICD, pasar e-commerce di Indonesia mengalami
pertumbuhan 42% dari tahun 2012-2015. Pertumbuhan ini lebih tinggi
dibandingkan dengan negara-negara
Filiphina (28%), Thailand (22%). Bahkan, menurut Lembaga riset pemasaran eMarketer, pertumbuhan bisnis e-commerce di Indonesia pada 2013 diperkirakan
mencapai 71 persen. Angka ini melampaui pertumbuhan e-commerce di negara
Tirai Bambu China yang hanya sebesar 61%. Nilai pasar dari e-Commerce di
Indonesia sudah mencapai Rp.96 triliun tahun 2013, dan kemungkinan akan
meningkat 288 triliun di tahun 2014. Informasi statistik tersbut menunjukkan
bahwa e-commerce memiliki potensi ekonomi yang besar bagi Indonesia di
masa depan.
E-commerce dapat menjadi sumber penerimaan perpajakan yang memiliki
potensi yang besar. Namun demikian, pertumbuhan volume perdagangan dari
e-commerce tidak diikuti oleh peningkatan penerimaan perpajakan yang
signifikan di sektor tersebut. Sampai dengan November 2014, DJP
telah
melakukan penelitian aras 1500 data Wajib Pajak yang malakukan kegiatan ecommerce yang diperoleh melalui internet. Berdasarkan jumlah tersebut, hanya
terdapat 1000 pelaku e-commerce yang memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib
Pajak). Selebihnya merupakan pengusaha-pengusaha rumahan yang berjualan
lewat social media seperti pengusaha rumah tangga atau sampingan saja.
Disamping itu, dari pelaku e-commerce yang memiliki NPWP hanya 50% saja
yang sudah melaporkan SPT (Surat Pemberitahuan). Bahkan, DJP belum
melakukan
disampaikan.
pemeriksaan
Dengan
Page | 1
terdeteksi
karena
biasanya merupakan transaksi yang terjadi pada usaha kecil menengah dan
pemiliknya belum memiliki NPWP.
Pada tulisan ini, kelompok kami akan melakukan pembahasan mengenai
aspek perpajakan terkait e-commerce di Indonesia. Kami akan memaparkan
mengenai
beberapa
model
e-commerce
yang
diatur
dalam
ketentuan
EDI
untuk
mengirim
dokumen
komersial
seperti
pesanan
menjadi
suatu
aktivitas
yang
mempunyai
istilah
web
(business-to
consumer/B2C)
dan
perusahaan
ke
pemerintah
Page | 2
sistem
elektronik.
E-commerce
sebenarnya
sudah
diatur
di
dalam
UU
Page | 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. DASAR HUKUM
Pada dasarnya tidak ada jenis pajak baru bagi pelaku bisnis e-commerce di
Indonesia. Di Indonesia baru terdapat aturan yang sifatnya hanya memberi
penegasan bahwa kewajiban perpajakan atas kegiatan e-commerce sama
dengan kegiatan jual beli pada umumnya, sehingga yang menjadi objek pajak
adalah sama, yaitu: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, serta Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.
Ketiadaan aturan pajak yang mengatur secara khusus mengenai
e-
terutatama untuk tujuan perpajakan. Berikut ini merupakan klasifikasi ecommerce menurut OECD.
Page | 4
MODEL E-
COMMERCE
Advertising-based
revenues
Digital content
purchases or
rentals
Selling of goods
Subscriptionbased revenues
Selling of services
Licensing content
and technology
Selling of user
data and
customised
market research
Hidden fees
and loss leaders
KETERANGAN
Penyediaan konten digital dalam bentuk space (ruang) iklan
berbayar di sebuah website atau platform (aplikasi) yang dapat
diakses melalui internet. Selain itu, iklan berbayar juga disediakan
oleh platform media sosial.
Contoh: Google Adsense
Penyedia konten digital mendapatkan pendapatan dari konsumen
yang membayar untuk setiap rental
Contoh: prezi.com, scribd.com
Toko virtual (online retailer) yang menjual barang-barang
berwujud (tangibles) melalui website resminya atau pasar digital
(online marketplace) di Internet. Barang-barang tidak berwujud
(virtual item) yang diperjualbelikan dalam aplikasi dan online
games juga termasuk ke dalam kategori ini.
Contoh: lazada.com
Pendapatan diperoleh dari biaya berlangganan konten digital yang
dibayarkan oleh konsumen secara berkala. Konten digital yang
dimaksud adalah berita, streaming musik & video, dan
sebagainya. Juga termasuk pembayaran rutin untuk pelayanan
dan pemeliharaan aplikasi atau software, seperti anti-virus yang
harus di-update melalui internet.
Contoh: Netflix, Avira
Model bisnis ini bergerak di bidang jasa tertentu. Contoh jasa
yang dapat disediakan secara online saat ini adalah jasa hukum,
jasa keuangan (perantara), jasa konsultasi, biro perjalanan
(pariwisata), digital agency dan sebagainya.
Jasa yang disediakan lebih terspesifikasi. Yaitu, jasa pembuatan
konten digital (jurnal dan technology)
Segala sesuatu yang berkaitan dengan jual beli penyediaan
database, analisis database, telematika, dan data yang diperoleh
untuk tujuan penelitian. Penyedia layanan internet (ISP) termasuk
ke dalam kategori ini.
Contoh: Blitarnet, Onedrive
Model bisnis ini sudah dikenal secara tradisional. Pada kategori ini
suatu barang/jasa dijual dengan harga rendah atau gratis,
kemudian kerugian tersebut ditutupi dengan menjual barang/ jasa
pelengkapnya. Atas barang/jasa pelengkap tersebut dikenakan
biaya yang cukup tinggi sehingga menjadi keuntungan bagi
penyedianya.
Contoh: xiaomi, online banking, kindle fire.
Page | 5
Marketplace, Classified Ads, Daily Deals dan Online Retail. Berikut ini
merupakan penjelasan lebih lanjut mengenai klasifikasi tersebut.
MODEL E-
KETERANGAN
COMMERCE
Online
Marketplace
Classified Ads
Daily Deals
Online Retail
empat
kategori
dengan
masing-masing
penjelasan
kewajiban
perpajakannya. Pada bagian berikut ini akan dibahas lebih lanjut mengenai
pengaturan tersebut.
1. Online Marketplace
Dalam kegiatan Online Marketplace, terdapat kewajiban PPh dan PPN dalam
proses bisnis jasa penyediaan tempat dan atau waktu, penjualan barang
dan atau jasa, serta dalam proses bisnis penyetoran hasil penjualan kepada
merchant oleh penyelenggara.
Jasa Penyediaan Tempat dan/atau Waktu
a. Pajak Penghasilan
Objek pajak berupa penghasilan dari jasa penyediaan tempat dan/atau
waktu dalam media lain untuk penyampaian informasi merupakan objek
Page | 6
PPh yang wajib dilakukan pemotongan PPh Pasal 23, Pasal 21, atau Pasal
26.
b. Pajak Pertambahan Nilai
Objek pajak berupa jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam
media lain untuk penyampaian informasi merupakan Jasa Kena Pajak
(JKP). Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatan JKP dari
luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dikenai PPN.
PPh.
Apabila
penghasilan
dari
penjualan
barang
dan/atau
kepada Online
Marketplace
Kena Pajak (JKP). Serta penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean atau
pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
dikenai PPN.
2. Classified Ads
Dalam kegiatan Classified Ads, terdapat kewajiban PPh dan PPN dalam
proses bisnis penyediaan tempat dan/atau waktu untuk memajang content
barang dan atau jasa.
a. Pajak Penghasilan
Penghasilan dari jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media
lain untuk penyampaian informasi merupakan objek PPh yang wajib
dilakukan pemotongan PPh Pasal 23, Pasal 21, atau Pasal 26. Serta
Page | 7
PPh.
Apabila
penghasilan
dari
penjualan
barang
dan/atau
Page | 8
PPh.
Apabila
penghasilan
dari
penjualan
barang
dan/atau
yaitu
menghitung
PPH
atas
transaksi
e-
Commerce
dengan
Page | 9
yaitu:
Penyedia jasa mendaftarkan diri di negara tempat konsumen berdomisili
dan kemudian memungut serta menyetor PPN ke negara tempat
konsumen berdomisili.
Ketika konsumen merupakan Pengusaha Kena Pajak maka kewajiban
pemungutan dan penyetoran PPN itu diberikan kepada konsumen dan PPN
yang dibayar sendiri oleh konsumen tersebut dapat digunakan sebagai
pajak masukan untuk tujuan pengkreditan PPN.
Page | 10
untuk
memaksimalkan
oleh
pelaku
e-commerce
untuk
meminimalisasi
pembayaran
perpajakannya.
1. Penghindaran atas keberadaan BUT. Jika penghasilan yang diperoleh dari
negara sumber tanpa adanya BUT tersebut dilakukan secara bersamaan
dengan strategi untuk menghindari pajak di negara domisili sehingga
penghasilan tersebut tidak dikenakan pajak di manapun, maka dalam hal ini
timbul isu penghindaran pajak. Menghindari timbulnya BUT juga dapat
dilakukan melalui aktivitasaktivitas yang dikecualikan dari BUT sebagaimana
diatur dalam Pasal 5 ayat (4) OECD Model. Salah satu dari pengecualian
tersebut
misalnya
adalah
penggunaan
fasilitas-fasilitas
semata-mata
Page | 11
konsep patent box (juga dikenal sebagai IP-Box atau Innovation-Box ) yang
pada dasarnya dapat mengurangi pembayaran pajak secara global oleh
perusahaan.
F. PERMASALAHAN TERKAIT ASPEK PERPAJAKAN PADA E-COMMERCE DI
INDONESIA
Berikut ini adalah beberapa permasalahan yang dapat kami identifikasi dari
aspek perpajakan pada e-commerce di Indonesia.
1. Sistem Internal DJP
Faktor
penghambat
di
dalam
permasalahan
pengawasan
serta
Beberapa
permasalahan
yang
terjadi
pada
dunia
perpajakan
di
Indonesia adalah pada kepatuhan dan kesadaran dari Wajib Pajak. Dalam hal
ini para Wajib Pajak pelaku usaha online masih memiliki kesadaran yang
rendah dalam hal kewajiban perpajakannya. Seperti untuk pemenuhan
pelaporan perpajakan dalam hal pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan,
Surat Pemberitahuan Masa, dan produk hukum pajak lainnya.
3. Peraturan Perpajakan mengenai Transaksi E-commerce
Page | 12
pada
keberadaan
suatu
aset
di
suatu
negara
untuk
menimbulkan suatu BUT. Hal kedua adalah activity test, yakni melihat apakah
aktivitas yang dilakukan di suatu negara dapat menimbulkan BUT sesuai
dengan ketentuan Pasal 2 (5) huruf i & j UU PPh. Sedangkan hal ketiga yakni
agency test yang digunakan untuk melihat apakah perilaku dari agen
tersebut menimbulkan BUT.
BUT juga dapat timbul jika ISP memfasilitasi seluruh kegiatan web dari
client atau customer-nya. Misalnya dari pendesainan web, web hosting,
operasionalisasi
Pemeriksaan
atas
transaksi
yang
terjadi
menjadi
permasalahan
Page | 13
OECD mengatur hal ini melalui ketentuan BUT yang diadopsi oleh
Indonesia dalam bentuk BUT. Pasal 2 ayat (5) UU PPh memberikan definisi
mengenai bentuk usaha tetap (BUT) sebagai berikut:
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga)
hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat
berupa:
tempat kedudukan manajemen;
cabang perusahaan;
kantor perwakilan;
gedung kantor;
pabrik;
bengkel;
gudang;
ruang untuk promosi dan penjualan;
pertambangan dan penggalian sumber alam;
wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain,
sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan;
orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya
tidak bebas;
agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi
asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan
komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki,
disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik
untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
Di antara sekian banyak jenis bentuk usaha yang dijabarkan dalam
pengertian tersebut, terdapat satu kesamaan, yaitu adanya bukti fisik
keberadaan suatu bentuk usaha, baik berupa tempat usaha, seperti gedung,
pabrik, atau bengkel, maupun hanya berupa orang atau agen, dan bahkan
berupa komputer. Namun, pada perkembangannya, transaksi e-commerce
tidak mutlak memerlukan adanya komputer server di wilayah Indonesia.
Suatu transaksi dapat dilakukan oleh orang Indonesia dengan orang dari
negara manapun melalui situs web yang servernya tidak berada di Indonesia.
Ada beberapa perusahaan e-commerce beserta seluruh asetnya yang
tidak terletak di Indonesia dan tidak melaksanakan kegiatan yang secara fisik
di Indonesia. Padahal bisa saja pendiri dan pemegang saham perusahaan ecommerce
tersebut
adalah
orang
Indonesia,
dan
notabene
target
Page | 14
hari
tampaknya
tidak
mempengaruhi
sulitnya
menentukan
hak
Page | 15
e-commerce
bukanlah
hal
yang
mudah.
Dalam
transaksi
tidak
berwujud.
Kesulitannya
adalah
menentukan
apakah
sewa,
atau
bentuk
lain.
Transaksi
e-commerce
semakin
mempersulit hal ini, karena selain transaksi barang berwujud secara online,
transaksi e-commerce juga melibatkan barang-barang yang berbentuk
digital, seperti software, musik, atau video. Sebagai contoh, sebuah
perusahaan penerbit majalah yang menjual majalahnya melalui situs web.
Pelanggan
dapat
melakukan
pembayaran
kepada
penerbit
untuk
Dalam
hal
pelanggan
hanya
membaca
majalah
secara
online,
jasa.
Dalam
hal
perpindahan
pelanggan
mengunduh
kepemilikan
karena
majalah
pelanggan
tersebut,
dapat
terjadi
menggunakan
Page | 16
pajak
(abusive
tax
planning)
dengan
cara
mengakui
pengenaan PPN-nya
Berikut ini adalah beberapa transaksi yang belum tetapi sebenarnya
berpeluang dikenakan PPN di Indonesia, yaitu:
a. Transaksi yang berhubungan dengan pembuatan situs web
Pembuatan situs web dapat dikategorikan sebagai jasa periklanan yang
berdasarkan UU PPN bukan merupakan jasa yang tidak dikenakan PPN. Oleh
karena itu, penyerahan jasa desain dan pembuatan situs web seharusnya
terutang PPN.
b. Transaksi yang dilakukan melalui situs web
Berdasarkan OECD Characterization, terdapat 28 jenis transaksi ecommerce yang dilakukan melalui situs web dan berpeluang dikenakan PPN,
yaitu sebagai berikut:
Page | 17
bukan
merupakan
barang
atau
jasa
yang
tidak
produk
penggunaan
merk
digital untuk
dagang,
lisensi,
keperluan
dan
komersial, misalnya
sebagainya
berdasarkan
Page | 18
dari
Pembayaran
penerimaan
tersebut
yang
merupakan
diperoleh
dari
pembayaran
pelanggan
atas
ASP.
pemanfaatan
Software maintenance
Transaksi ini merupakan penggabungan antara software maintenance
contract dengan software updates dengan bantuan teknik. Transaksi ini
dikategorikan sebagai jasa kena pajak berdasarkan Pasal 1 ayat 6 dan
Pasal 4A UU PPN sehingga terutang PPN.
Data warehousing
Penempatan data komputer pelanggan dalam server yang dimiliki dan
dioperasikan
space/tempat
oleh
untuk
provider
yang
menyimpan
merupakan
database
jasa
pemanfaatan
dikategorikan
sebagai
Page | 19
yang dilakukan secara online termasuk jasa kena pajak yang terutang
PPN.
Data retrieval
Penyerahan informasi kepada pelanggan merupakan jasa kena pajak
menurut Pasal 1 angka 6 dan Pasal 4A UU PPN sehingga terutang PPN.
Technical information
Penyerahan atas informasi teknis yang bersifat rahasia merupakan
penyerahan jasa kena pajak yang terutang PPN sesuai Pasal 1 angka 6
dan Pasal 4A UU PPN.
Information delivery
Pengiriman informasi kepada pelanggan juga termasuk penyerahan jasa
kena pajak yang terutang PPN berdasarkan Pasal 1 angka 6 dan Pasal 4A
UU PPN.
yang
dimanfaatkan
oleh
para
merchant
untuk
Page | 20
Online auctions
Hak
untuk
menampilkan
barang
yang
diterima
oleh
merchant
Carriage fees
Content provider membayar operator situs web agar content-nya
ditampilkan pada laman web/jaringan. Atas transaksi ini terutang PPN.
Page | 21
BAB III
PENGATURAN PERPAJAKAN E-COMMERCE DI NEGARA LAINNYA
(ASTRALIA, DAN SINGAPURA)
Untuk menambah pengetahuan kita mengenai aspek perpajakan dalam ecommerce, pada bagian ini kami sampaikan beberapa pengaturan perpajakan atas
e-commerce pada negara lain seperti pada Australia dan Singapura. Diharapkan
berdasarkan pemahaman tersebut, kita dapat menarik nilai lebih dari pengaturan
pada negara-negara tersebut.
A. AUSTRALIA
Sehubungan dengan transaksi e-commerce yang terjadi di Australia, ada dua
persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam aturan PPN, yaitu:
Australia secara umum dikenakan PPN baik penyerahan di dalam negeri maupun di
luar negeri.Namun penyerahan e-commerce kepada penduduk luar Australia tidak
dikenakan PPN sesuai dengan aturan yang ada yaitu section 38-190 menyatakan
bahwa penyerahan sesuatu, selain barang dan barang tidak berwujud tidak
dikenakan PPN apabila dilakukan terhadap bukan penduduk Australia, ketika
penyerahan tersebut terjadi.
Oleh karena itu, penyerahan ekspor secara e-commerce baik B2B ataupun B2C
tidak dikenakan pajak. Hal ini menunjukkan asas keadilan, namun sayangnya hal ini
tidak berlaku jika terjadi impor. Tidak seperti barang berwujud yang dikenakan PPn
pada saat memasuki wilayah jurisdiksi Australia, penyerahan jasa tidak dikenakan
PPN. Hal ini merupakan inkonsistensi karena alasan untuk tidak mengenakan PPN
jasa yang diserahkan keluar Australia dianggap di konsumsi di luar Australia. Maka
dari itu dari sudut pandang pajak konsumsi, sangatlah adil untuk mengenakan PPN
saat jasa diserahkan di dalam Australia.
Walaupun demikian, aturan penyerahan yang tidak terutang pajak konsisten
dengan aturan PPN Australia. E-commerce merupakan suatu penyerahan yang
terutang PPN jika diserahkan saat telah selesai, artinya jika proses pekerjaannya
selesai bukan pada tempat pengiriman atau tempat konsumsinya.
Dalam kasus tertentu, intangible supplies dikenakan PPn walaupun tidak
berhubungan dengan Australia, yaitu transaksi yang melibatkan B2B yang hanya
Page | 22
jika penduduk Australia tidak diberi hak untuk mengkreditkan pajak masukan
karena perolehannya merupakan tidak dapat dikreditkan.
Perkembangan teknologi internet menjadi suatu keberuntungan bagi Australiat
Taxation Office (ATO) dalam mengembangkan administrasi secara elektronik,
pemungutan dan enforcement. ATO melihat peluang perbaikan pelayanan terhadap
wajib pajak melalui internet agar semakin efisien. ATO juga memperkenalkan
keuntungan pencatatan kegiatan akuntansi berbasis web berdasarkan ketentuan TR
97/21 kepada wajib pajak. Pencatatan elektronik tersebut harus dapat idakses oleh
staf ATO.
B. SINGAPURA
Secara umum, penyerahan barang dan jasa yang dilakukan di Singapura
dikenai GST dengan tarif 7%. Satu-satunya pengecualian dari pengenaan GST yaitu
transaksi finance tertentu (menurut UU GST) dan penjualan atau lease properti
hunian. Suatu penyerahan barang dan jasa dapat dikenakan tarif 0% jika barang
tersebut diekspor atau jasa tersebut merupakan penyerahan secara internasional.
Berikut ini merupakan pengaturan lebih lanjut mengenai aspek e-commerce dari
pengaturan perpajakan di Singapura.
1. Penyerahan Barang
Terhadap penyerahan barang melalui internet harus memenuhi persyaratan
yaitu
Page | 23
terhadap pemanfaatan jasa dari luar teritori Singapura juga dilakukan pengenaan
GST
2. Penyerahan Jasa
PKP wajib melakukan pemungutan GST sebesar 7% kepada customers atau
dengan tarif 0% menurut section 21 (3) GST Act, yaitu dengan kondisi sebagai
berikut :
di luar Singapura
Nama domain atau IP Addres mengindikasikan bukan didirikan atau berada di
Singapura
Ada pertanyaan dari perusahaan, saat transaksi, perusahan berlokasi di luar
Singapura, dan
Informasi bahwa perusahaan tersebut memang berada atau didirikan di luar
Singapura
3. Kewajiban Pemungutan dan Pembayaran
Saat
penyerahan
barang
sangat
menentukan
kapan
akan
dilakukan
Page | 24
Page | 25
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan pada bagian-bagian sebelumnya, berikut ini adalah
beberapa kesimpulan yang dapat kami tarik dari pembahasan tersebut.
1. Praktik e-commerce mengalami perkembangan yang pesat di Indonesia, bahkan
relative cepat jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya di dunia.
2. Secara umum aspek perpajakan pada e-commerce di Indonesia masih mengacu
pada aspeke perpajakan yang berlaku pada perdagangan konvensional.
Peraturan yang secara khusus mengatur mengenai hal ini masih sebatas pada
surat edaran yang sifatnya mengatur secara internal organisasi DJP.
3. Terdapat banyak masalah terkait dengan praktik e-commerce mulai dari aspek
pengawasan perpajakan sampai dengan isu perpajakan internasional.
B. SARAN
Saran yang dapat diberikan
Page | 26
5. KPP selaku kantor yang memiliki tugas dan fungsi untuk melakukan penyuluhan,
pelayanan, dan pengawasan
kepada
penelitian berupa klasifikasi terhadap model e-commerce dari para Wajib Pajak
pelaku usaha e-commerce
pengawasan
dan
penanganan
dalam
rangka
intensifikasi
untuk
aspek
REFERENSI
Arianto, N. (2014). Ekstensifikasi Pajak dari Transaksi Perdagangan Online. Jurnal
Kementerian Keuangan.
Budi, C. (2014). Menyasar Pajak Transaksi e-Commerce. Jurnal Kementerian
Keuangan.
Budilaksono, A. (2014). Bagaimana Perlakuan Pajak Dari Transaksi E -Commerce Di
Indonesia? Jurnal Kementerian Keuangan.
Direktorat Jenderal Pajak. (2014, Oktober 17). Masih Sedikit Pelaku e-Commerce
Yang
Memiliki
NPWP.
Retrieved
from
Website
Resmi
Pajak:
http://www.pajak.go.id/content/masih-sedikit-pelaku-e-commerce-yangmemiliki-npwp
Sakti, N. W. (2014, November). Pajak E-Commerce, Antara Hambatan dan
Tantangan. Inside Tax, pp. 16-20.
Startup Bisnis. (2014, Septe,ber 18). Data Statistik Mengenai Pertumbuhan Pangsa
Pasar E-Commerce di Indonesia Saat Ini. Retrieved from Startup Bisnis:
http://startupbisnis.com/Data-Statistik-Mengenai-Pertumbuhan-Pangsa-Pasar-ECommerce-di-Indonesia-Saat-Ini
Tobing, G. C., & F, G. (2014, November). Pajak Dunia Bisnis Digital. Inside Tax, pp. 615.
PERATURAN
Undang-Undang Republik Indonesi Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dan peraturan pelaksanaannya.
Undang-Undang Republik Indonesi Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 dan peraturan pelaksanaannya.
Undang-Undang Republik Indonesi Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun
2009 dan peraturan pelaksanaannya.
Page | 27
Page | 1