Anda di halaman 1dari 4

Alternatif Langkah Belajar Filsafat

Seiring dengan pesatnya perkembangan filsafat, semakin banyak metode yang


ditemukan untuk belajar filsafat melalui berbagai pendekatan. Umumnya, para filsuf
memecahkan masalah filsafat dan mengkaji aliran filsafat tertentu melalui analisis
berdasarkan pengenalan obyeknya dalam kenyataan. Menurut Komaruddin (2001:53),
analisis adalah kegiatan berfikir untuk menguraikan suatu keseluruhan menjadi komponen
sehingga dapat mengenal tanda-tanda komponen, hubungannya satu sama lain, dan fungsi
masing-masing dalam satu keseluruhan yang terpadu. Sedangkan, menurut Katsoff (2004),
analisis merupakan pengumpulan semua pengetahuan yang dapat dikumpulkan oleh manusia
untuk menyusun suatu pandangan tentang dunia. Analisis bertujuan untuk memperoleh
makna baru dan menguji istilah-istilah melalui penggunaannya. Setelah melakukan analisis
istilah, filsuf pun kemudian berusaha untuk memadukan hasil-hasil penyelidikanya melalui
aktivitas sintesis. Katsoff (2004) mendefinisikan sintesis sebagai aktivitas menemukan
benang merah antarbagian yang dipilah berdasarkan kategori tertentu untuk kemudian
menemukan kesamaan makna yang komprehensif di antara bagian-bagian tersebut.
Penggunaan analisis dan sintesis dalam filsafat ini disebut metode analisis-sintesis.
Secara ringkas, Kattsoff (2004:34-38) menjabarkan tujuh langkah metode analisissintesis, yakni:
1. Memastikan adanya masalah yang diragukan kesempurnaan atau kelengkapannya
2. Masalah umumnya terpecahkan dengan mengikuti dua langkah, yakni menguji
prinsip-prinsip kesahihannya dan menentukan sesuatu yang tak dapat diragukan
kebenarannya (untuk menyimpulkan kebenaran yang lain)
3. Meragukan dan menguji secara rasional segala hal yang ada sangkut pautnya dengan
kebenaran.
4. Mengenali apa yang dikatakan orang lain mengenai masalah yang bersangkutan dan
menguji penyelesaian-penyelesaian mereka
5. Menyarankan suatu hipotesis yang kiranya memberikan jawaban atas masalah yang
diajukan
6. Menguji konsekuensi-konsekuensi dengan melakukan verifikasi terhadap hasil-hasil
penjabaran yang telah dilakukan.
7. Menarik simpulan mengenai masalah yang mengawali penyelidikan.
Adapula tiga metode lain, yakni metode kritis, historis, dan sistemis. Metode kritis
digunakan oleh mereka yang ingin mempelajari filsafat tingkat intensil dimana selama proses
berlangsung, terjadi proses mempertemukan ide-ide, interplay antaride, dan penjernihan

keyakinan orang yang ditujukan untuk kalangan umum. Metode historis merupakan suatu
metode untuk mengkaji filsafat yang berdasarkan pada suatu prinsip atau pegangan. Teknik
ini sering digunakan untuk memperkaya wawasan peserta tentang bagaimana dan mengapa
suatu kejadian di masa lalu dapat terjadi, dan bagaimana keadaan kejadian tersebut saat ini
dengan harapan pemahaman orang tersebut tentang kejadian saat ini meningkat dan
pemerolehan dasar dilakukan secara rasional demi terwujudnya masa depan yang lebih baik.
Teknik ini memiliki banyak tantangan karena historis mencakup hubungan antara manusia,
peristiwa, waktu, dan tempat secara kronologis dan tidak terpotong-potong. Sedangkan,
metode sistematis ialah cara mempelajari filsafat mengenai materi atau masalah-masalah
yang dibacakannya. Sistematis dalam hal ini berarti adanya susunan dan urutan/hierarki.
Kenyataannya, di dunia ini terdapat banyak jenis metode belajar filsafat lantaran setiap
filosof memiliki metode yang berbeda-beda sesuai dengan paham filsafat yang mereka anut.
Jadi, tidak heran apabila saat ini kita mengenal adanya metode analisa Socrates, metode
sintesis Plato, metode empiris Locke dan David Hume, metode kritis Kant, dan metode
dialektis dari Hegel.
Pada umumnya, metode belajar filsafat tidak hanya dapat digunakan untuk belajar
filsafat, tetapi juga dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran ilmu pengetahuan yang lain.
Selain sifat filsafat, kritis, radikal, dan sistematis, cara filsuf menemukan pengetahuan juga
dimanfaatkan oleh para ilmuwan untuk menemukan pengetahuan. Yang membedakan antara
filsuf dan ilmuwan ialah bahwa ilmuwan membutuhkan cara berpikir tersebut ditambah
dengan bukti empirik untuk menghasilkan solusi permasalahan yang paling tepat. Dalam
kehidupan sehari-hari, filsafat juga sebenarnya digunakan oleh manusia untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapinya. Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa manfaat berpikir filosofis,
mencakup berpikir mendalam, menyeluruh, analitis, sistematis, kritis, dan logis, dapat kita
rasakan pada segala aspek dalam kehidupan kita. Berpikir filosofis membuat kita dapat terus
menerus menambah pengetahuan kita, serta menyadari keterbatasan pengetahuan kita
sehingga kita menjadi orang yang rendah hati, terbuka, dan siap untuk memperbaiki
pengetahuan yang kita miliki.
LOGIKA
Istilah logika sudah dipakai sejak abad 1 M oleh Cicero yang menggunakan kata logika
yang berarti seni berdebat. Sebelumnya, pada masa Aristoteles, logika masih disebut
analitica yang secara khusus meneliti berbagai argumentasi yang berasal dari kalimat

pernyataan yang benar, serta dialektika yang secara spesifik meneliti argumentasi yang
berasal dari kalimat pernyataan yang sebenarnya masih diragukan kebenarnanya. Inti dari
logika Aristoteles saat itu ialah silogisme. Zaman dahulu, hanya Aristoteles-lah yang dapat
menjelaskan bagaimana pikiran manusia bekerja dan cara memperoleh pengetahuan yang
benar secara sistematis dan komprehensif selain filsuf Yunani Kuno lainnya, seperti
Parmenides, Zeno, dan Phytagoras.
Dari segi filsafat, logika dapat diartikan sebagai cabang dari filsafat yang mengkaji
prinsip, hukum, dan metode berpikir yang benar, tepat, dan lurus. Selain menjadi cabang
filsafat, logika juga terkategorikan sebagai matematika murni karena pada dasarnya
matematika adalah logika yang tersistematisasi. Dari segi matematika, logika diartikan
sebagai cabang yang mengkaji seluk-beluk perumusan pernyataan atau persamaan yang
benar. Maka, dapat dikatakan bahwa logika merupakan dasar filosofis dari matematika karena
asas epistemologis matematika berasal dari filsafat. Logika juga berhubungan erat dengan
pemahaman manusia dalam kesehariannya karena sama-sama menggunakan bahasa sebagai
medianya.
Terdapat dua pengertian lain dari logika, yakni logika sebagai kajian tentang kebenaran
khusus dan logika sebagai kajian ciri-ciri atau bentuk umum dari putusan. Sebagai kajian
tentang kebenaran khusus, logika merupakan ilmu yang bertujuan untuk menjelaskan suatu
kebenaran atau fakta tertentu. Kebenaran yang masuk akal dalam hal ini merupakan satu
kebenaran yang dapat dipahami sebagai asumsi dasar atau postulat atau prinsip yang
mencukupi diri kita sendiri. Kebenarannya pun terjamin sejauh makna dari konstanta
logisnya tetap, terlepas dari apa makna bagian lain yang menyertainya.
Menurut The Liang Gie (1980) dalam Adib (2010: 102-104), logika memiliki pengertian
luas dan pengertian sempit. Dalam arti luas, pemakaian istilah logika mencakup kesimpulan
dari berbagai data dan tentang bagaimana suatu sistem yang jelas disusun dalam ilmu alam
yang juga membahas mengenai logika itu sendiri. Sedangkan dalam artian sempit, logika
dianggap sama artinya dengan logika deduktif atau logika formal. Lebih jauh lagi, The Liang
Gie (1980) juga mengklasifikasikan logika menjadi 4 tipe, yakni logika deduktif dan induktif,
logika formal dan material, logika murni dan terapan, serta logika filsafati dan matematik.
Yang pertama, logika deduktif merupakan logika yang mempelajari asas penalaran deduktif
yang menyimpulkan sesuatu sebagai kemestian dari pangkal pikiran, sedangkan logika
induktif mempelajari asas penalaran yang benar dari sejumlah data pada kesimpulan umum
yang mungkin terjadi. Selanjutnya, logika formal merupakan logika minor yang mempelajari
asas dan hukum berpikir yang harus ditaati agar orang dapat mencapai kebenaran, sedangkan

logika material atau mayor mempelajari tentang cara kerja akal serta menilai hasil logika
formal dan mengujinya dengan kenyataan yang sesungguhnya, mempelajari lebih dalam
megenai pengetahuan tersebut, sampai akhirnya metode ilmu pengetahuan yang tepat
terumuskan.
Ketiga, logika murni ialah pengetahuan tentang asas dan aturan logika yang berlaku
umum dalam berbagai bidang tanpa mempersoalkan arti khusus dari istilah pernyataan yang
dimaksud, sedangkan logika terapan ialah pengetahuan logika yang diterapkan pada setiap
cabang ilmu dan juga percakapan sehari-hari. Kemudian, logika filsafati merupakan logika
yang berhubungan erat dengan bidang filsafat, sedangkan logika matematik lebih mengarah
kepada penggunaan metode matematik serta bentuk lambang yang khusus untuk menghindari
kemungkinan ambigu.
Penggolongan logika tidak berhenti sampai disitu. Adib (2010: 148) menambahkan
bahwa ada pula yang dinamakan dengan logika alamiah dan logika ilmiah. Logika alamiah
menggunakan cara kerja akal budi manusia sebelum dipengaruhi kecenderungan yang
subjektif, sedangkan logika ilmiah ada sejak lahir dan menjadi ilmu khusus yang
merumuskan asas yang harus ditepati. Mundiri (2011: 15-16) juga menerangkan bahwa
logika terdiri atas logika naturalis dan artifisialis, logika tradisional dan modern, serta logika
formal dan material.
Dalam kajian ini, dapat disimpulkan bahwa logika merupakan alat yang penting dan
sangat kita butuhkan dalam mengkaji berbagai macam ilmu pengetahuan, unsur-unsur
putusan, dan susunannya demi memperoleh pola atau bentuk umum dari proses pembuatan
putusan serta menyelesaikan persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Logika dapat dipahami
sebagai asas pengaturan alam
Referensi
1. Tafsir A. Filsafat Ilmu. Bandung: PT Remaja BosdaKarya; 2004.
2. Mastury M. Epistemologi suatu Pengantar Filsafat Pengetahuan.
Yogyakarta: Fak. Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga; 1978.

3. Barnadib I. Filsafat Pendidikan Pengantar mengenai Sistem dan Metode.


Yogyakarta: Andi Offset; 1990.
4. Adib M. Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2010.

5. Mundiri. Logika. Jakarta: RajaGrafindo Persada; 2011.

Anda mungkin juga menyukai