Anda di halaman 1dari 22

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Definisi Imunisasi
Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang
terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak terpajan pada penyakit
tersebut ia tidak menjadi sakit.1 Imunisasi adalah salah satu bentuk
intervensi yang sangat efektif untuk mencegah penyakit dan kematian
dari penyakit menular.2
Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai
pada kekebalan di atas ambang perlindungan (imunisasi pada bayi).
Beberapa jenis imunisasi yang termasuk program pemerintah di
antranya adalah Imunisasi BCG, Hepatitis B, POLIO, DTP dan
Campak.3
Vaksinasi adalah imunisasi aktif dengan pemberian vaksin
(antigen) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (antibodi) dari
sistem imun di dalam tubuh.1 Vaksin adalah suatu produk biologik yang
terbuat dari kuman, kom ponen kuman atau racun kuman yang telah
dilemahkan atau dimatikan dan berguna untuk merangsang kekebalan
tubuh seseorang.6
7

2.1.2 Tujuan Imunisasi


Tujuan imunisasi adalah mencegah penyakit pada seseorang dan
mencegah penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat atau bahkan
menghilangkan penyakit tertentu dari dunia, seperti imunisasi variola. 7
Memberikan kekebalan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi yaitu BCG, Hepatitis B, Polio, DPT, Campak.
Tujuan umum dari imunisasi adalah untuk memberikan kekebalan
kepada bayi sehingga bisa mencegah penyakit dan kematian. Imunisasi
dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada bayi dan
balita, sangat efektif untuk mencegah penyakit menular.
2.1.3 Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi6
1

Difteri
Difteri

adalah

penyakit

yang

disebabkan

oleh

bakteri

corynebacterium diphtheriae. Penyebarannya adalah melalui kontak


fisik dan pernapasan. Gejala awal penyakit adalah radang
tenggorokan, hilang nafsu makan dan demam ringan. Dalam 2-3 hari
timbul selaput putih kebiru-biruan pada tenggorokan dan tonsil.
Difteri dapat menimbulkan komplikasi berupa gangguan pernapasan
yang berakibat kematian. Penyakit difteri dapat dicegah dengan
pemberian imunisasi DTP.
2

Pertusis

Pertusis disebut juga batuk rejan atau batuk 100 hari adalah
penyakit pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri
Bordetella pertussis. Penyebaran pertusis adalah melalui tetesantetesan kecil yang keluar dari batuk atau bersin. Gejala penyakit
adalah pilek, mata merah, bersin, demam dan batuk ringan yang
lama-kelamaan batuk menjadi parah dan menimbulkan batuk
menggigil yang cepat dan keras. Komplikasi pertusis adalah
pneumonia bacterialis yang dapat menyebabkan kematian. Penyakit
3

pertusis dapat dicegah dengan pemeberian imunisasi DTP.


Tetanus
Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh Clostridium
tetani yang menghasilkan neurotoksin. Penyakit ini tidak menyebar
dari orang ke orang, tetapi melalui kotoran yang masuk kedalam luka
yang dalam. Gejala awal penyakit adalah kaku otot pada rahang,
disertai kaku pada leher, kesulitan menelan, kaku otot perut,
berkeringat dan demam. Gejala berikutnya adalah kejang yang hebat
dan tubuh menjadi kaku. Komplikasi tetanus adalah patah tulang
akibat kejang, pneumonia dan infeksi lain yang dapat menimbulkan
kematian. Penyakit tetanus dapat dicegah dengan pemberian
imunisasi DTP.

Tuberkulosis
Tuberkulosis

adalah

penyakit

yang

disebabkan

oleh

Mycobacterium tubercullosa (disebut juga batuk darah). Penyakit ini


menyebar melalui pernapasan lewat batuk, bersin, dan berbicara.

10

Gejala awal penyakit adalah lemah badan, penurunan berat badan,


demam dan keluar keringat pada malam hari. Gejala selanjutnya
adalah batuk terus-menerus, nyeri dada dan mungkin batuk darah.
Gejala lain tergantung pada organ yang diserang. Tuberculosis dapat
menyebabkan kelemahan dan kematian. Penyakit tuberkulosis dapat
dicegah dengan pemberian imunisasi BCG (Bacillus Calmatte
5

Guerine).
Campak
Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh virus measles.
Disebarkan melalui droplet bersin atau batuk dari penderita. Gejala
awal penyakit adalah demam, bercak kemerahan, batuk, pilek,
conjunctivitis (mata merah). Selanjutnya timbul ruam pada muka dan
leher, kemudian menyebar ketubuh dan tangan serta kaki.
Komplikasi campak adalah diare hebat, peradangan pada telinga dan
infeksi saluran napas (pneumonia). Penyakit campak dapat dicegah

dengan pemeberian imunisasi Campak.


Poliomielitis
Poliomielitis adalah penyakit pada sususan saraf pusat yang
disebabkan oleh satu dari tiga virus yang berhubungan, yaitu virus
polio type 1, 2, 3. Secara klinis penyakit polio adalah anak dibawah
umur 15 tahun yang menderita lumpuh layu akut AFP (acute flaccid
paralysis). Penyebaran penyakit adalah melalui kotoran manusia
(tinja) yang terkontaminasi. Kelumpuhan dimulai dengan gejala
demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu pertama
sakit. Kematian bisa terjadi jika otot-otot pernapasan terinfeksi dan

11

tidak segera ditangani. Penyakit poliomielitis dapat dicegah dengan


7

pemberian imunisasi Polio.


Hepatitis B
Hepatitis B (penyakit

kuning)

adalah

penyakit

yang

disebabkan oleh virus hepatitis B yang merusak hati. Penyebaran


penyakit terutama melalui suntikan yang tidak aman, dari ibu ke bayi
selama proses persalinan, melalui hubungan seksual. Infeksi pada
anak biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejala yang ada adalah
merasa lemah, gangguan perut dan gejala lain seperti flu. Urine
menjadi kuning, kotoran menjadi pucat. Warna kuning bisa terlihat
pula pada mata ataupun kulit. Penyakit ini bisa menjadi kronis dan
menimbulkan Cirrosis Hepatis, kanker hati dan menimbulkan
kematian. Penyakit hepatitis B dapat dicegah dengan pemberian
imunisasi Hepatitis B.

2.1.4 Jenis Kekebalan 1


1

Kekebalan Pasif
Imunisasi yang diberikan untuk memperoleh kekebalan pasif
disebut imunisasi pasif dengan memberikan antibodi atau faktor
kekebalan pada seseorang yang membutuhkan. Contohnya adalah
pemberian imunoglobulin spesifik untuk penyakit tertentu, misalnya
imunoglobulin anti tetanus untuk penderita penyakit tetanus.
Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena akan dimetabolisme
oleh tubuh.

12

Kekebalan Aktif
Kekebalan aktif dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada
antigen secara alamiah atau melalui imunisasi. Imunisasi yang
diberikan untuk memperoleh kekebalan aktif disebut imunisasi aktif
dengan memberikan zat bioaktif yang disebut vaksin, dan tindakan
itu disebut vaksinasi. Kekebalan yang diperoleh dengan vaksinasi
berlangsung lebih lama dari kekebalan pasif karena adanya memori
imunologis yang efektif maka vaksinasi harus mengikuti cara
pemakaian dan jadwal yang telah ditentukan oleh produsen vaksin
melalui bukti uji klinis yang telah dilakukan.

2.1.5 Jenis-jenis Vaksin


Pada dasarnya vaksin dibagi menjadi 2 jenis, yaitu8 :
1

Live attenuated (kuman atau virus hidup yang dilemahkan)


Vaksin hidup yang dibuat dari virus atau bakteri yang
dilemahkan melalui proses laboratorium. Karena vaksin berasal dari
virus atau bakteri hidup yang dilemahkan, maka kuman tersebut
masih dapat menimbulkan penyakit, namun gejala yang muncul
relatif jauh lebih ringan dibandingkan dengan penyakit yang
diperoleh secara alami.
Vaksin hidup attenuated bersifat labil dan dapat mengalami
kerusakan bila terkena panas atau sinar, maka harus dilakukan
pengelolaan dan penyimpanan dengan baik dan hati-hati.
Vaksin hidup attenuated yang tersedia berasal dari dua :

13

Berasal dari virus hidup : vaksin campak, gondongan (parotitis),

rubela, polio, rotavirus, demam kuning.


b Berasal dari bakteri : vaksin BCG dan demam tifoid oral.
Inactivated (kuman, virus atau komponenya yang dibuat tidak aktif)
Kuman, virus, atau komponen yang dibuat tidak aktif
dihasilkan dengan cara membiakan bakteri atau virus dalam media
pembiakan, kemudian mikroorganisme tersebut dibuat tidak aktif
dengan pemberian bahan kimia (misalnya formalin). Inactivated
vaccine dapat terdiri atas seluruh tubuh virus atau bakteri, atau hanya
diambil komponen dari kedua mikroorganisme tersebut.
Vaksin inactivated yang tersedia saat ini berasal dari :

Seluruh sel virus yang inactivated, contoh influenza, polio, rabies,

hepatitis A.
Seluruh bakteri yang inactivated, contoh pertusis, tifoid, kolera,

lepra.
Vaksin fraksional yang masuk sub unit, contoh hepatitis B,

d
e

influenza, pertusis a-seluler, tifoid Vi, lyme disease.


Toksoid, contoh difteria, tetanus, botulinum.
Polisakarida murni, contoh pneumokokus, meningokokus, dan

Haemophillus influenzae tipe B.


Gabungan polisakarida (Haemophillus influenzae tipe b dan

pneumokokus).
Imunisasi Wajib (Imunisasi Dasar)6,7
Jadwal imunisasi berdasarkan rekomendasi Ikatan Dokter Anak
Indonesia adalah :
BCG (0-3 bulan, 1 kali pemberian), Hepatitis B (0, 1 dan 6 bulan),
Polio (0, 2, 4, 6, 18-24 bulan dan 5 tahun), DTP (2, 4, 6, 18-24 bulan dan
5 tahun), Campak (9 bulan dan 5-7 tahun), HiB (2, 4, 6, 15-18 bulan),
Pneumokokus (PCV) (2, 4, 6, 15-18 bulan), Influenza (6 bulan-18 tahun,

14

diberikan setiap tahun), Varisela (12 bulan-18 tahun, diberikan 1 kali),


MMR (15 bulan, 5-7 tahun), Tifoid (24 bulan-18 tahun, ulangan tiap 3
tahun), Hepatitis A (24 bulan-18 tahun, 2 kali, interval 6-12 bulan), HPV
(10-18 tahun, 3 kali pemberian).

Gambar 2.1. Jadwal imunisasi berdasarkan IDAI9


Jadwal imunisasi berdasarkan rekomendasi Departemen Kesehatan
adalah :
Hepatitis B 0 (0-7 hari), BCG dan Polio 1 (1 bulan), DPT atau
Hepatitis B 1 dan Polio 2 (2 bulan), DPT atau Hepatitis B 2 dan Polio 3
(3 bulan), DPT atau Hepatitis B 3 dan Polio 4 (4 bulan), Campak (9
bulan).
Umur

Jenis Imunisasi

0-7 hari

HB 0

1 bulan

BCG, Polio 1

2 bulan

DPT/HB 1, Polio 2

3 bulan

DPT/HB 2, Polio 3

4 bulan

DPT/HB 3, Polio 4

9 bulan

Campak

15

Tabel 2.1. Jadwal imunisasi berdasarkan DEPKES10


1

Imunisasi BCG (Bacillus Calmatte Guerine)


Vaksin BCG di gunakan untuk pemberian kekebalan aktif
terhadap tuberkulosa. Vaksinasi BCG diberikan sebelum berumur 3
bulan. Namun untuk mencapai cakupan yang lebih luas, Kementrian
Kesehatan menganjurkan vaksinasi BCG pada umur antara 0-12
bulan. Apabila BCG diberikan pada umur lebih dari 3 bulan,
sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dulu. Vaksin BCG
diberikan apabila uji tuberkulin negatif. Vaksinasi BCG merupakan
vaksin hidup, maka tidak diberikan pada pasien dengan sistem
kekebalan yang rendah (leukemia, anak yang sedang mendapat
pengobatan steroid jangka panjang, atau menderita infeksi HIV).
Vaksin BCG disuntikan didaerah lengan kanan atas sesuai
anjuran WHO, karena lebih mudah dilakukan (jaringan lemaknya,
koreng yang terbentuk tidak menggangu struktur otot setempat

b
c
d
e

dibandingkan pemberian didaerah pantat dan paha).


Kontraindikasi :
a Reaksi uji tuberkulin > 5
Menderita gizi buruk
Menderita demam tinggi
Menderita infeksi kulit yang luas
Pernah sakit tuberculosis

Efek samping :
a Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat
umum seperti demam 1-2 minggu

16

Timbul indurasi dan kemerahan di tempat suntikan yang


berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi luka.
Luka tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara spontan

dan meninggalkan tanda parut


Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di
ketiak atau

leher,

terasa padat, tidak sakit dan tidak

menimbulkan demam.

Gambar 2.2. Vaksin BCG11


2

Imunisasi Hepatitis B
Vaksin hepatitis B (HepB) harus segera diberikan setelah lahir,
karena vaksinasi HepB merupakan upaya pencegahan yang sangat
efektif untuk memutuskan rantai penularan dari ibu kepada bayinya
segera setelah lahir. Jadi imunisasi HepB-1 diberikan dalam waktu
12 jam setelah lahir, mengingat sedikitnya 3,9% ibu hamil mengidap
hepatitis B aktif dengan resiko penularan kepada bayinya sebesar
45%. Imunisasi HepB-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) setelah
imunisasi HepB-1 yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Imunisasi HepB3 diberikan pada umur 3-6 bulan.

17

Kementrian Kesehatan mulai 2005 memberikan vaksin HepB


saat lahir dalam kemasan uniject, dilanjutkan dengan vaksin
kombinasi DTwP/HepB diberikan dalam kombinasi dengan DTwP
untuk mempermudah pemberian dan meningkatkan cakupan HepB-3
yang masih rendah. Apabila sampai usia 5 tahun anak belum pernah
memperoleh imunisasi hepatitis B, maka secepatnya diberikan
imunisasi HepB dengan jadwal 3 kali pemberian (catch-up
vaccination). Ulangan imunisasi hepatitis B (HepB-4) dapat
dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun, apabila kadar pencegahan
belum tercapai (anti HBs < 10 ug/ml).
Kontraindikasi :
a
Hipersensitiv terhadap komponen vaksin
b Tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat yang
disertai kejang
Efek Samping :
a

Reaksi lokal seperti rasa sakit


b Kemerahan dan pembengkakan
c

disekitar

tempat

penyuntikan
Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang
setelah 2 hari

18

Gambar 2.3. Vaksin Hepatitis B11


Imunisasi Polio (Oral Polio Vaccine)
Vaksin Oral Polio (OPV) hidup adalah vaksin Polio Trivalent
yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe 1, 2 dan 3 (strain
sabin) yang sudah dilemahkan. Selama Indonesia belum dinyatakan
WHO bebas polio liar, vaksinasi dasar sebaiknya menggunakan
vaksin polio tetes. Polio-0 diberikan saat bayi lahir sesuai pedoman
Kemenkes sebagai tambahan untuk mendapatkan cakupan imunisasi
yang tinggi. Hal ini diperlukan karena Indonesia rentan terhadap
penyebaran virus polio liar dari daerah endemik polio (India,
Afganistan, Sudan). Mengingat OPV berisi virus polio maka
diberikan saat bayi meninggalkan rumah sakit/rumah bersalin agar
tidak mencemari bayi lain karena virus polio vaksin dapat
dikeluarkan melalui tinja.
Untuk imunisasi dasar (polio-2, 3, 4) diberikan pada umur 2, 4,
6 bulan, interval antara dua imunisasi tidak kurang dari 4 minggu.
Dalam rangka pemberantasan polio, masih diperlukan Pekan

19

Imunisasi Nasional (PIN) yang dianjurkan oleh Kementrian


Kesehatan. Pada PIN, semua balita harus mendapat imunisasi polio
tetes tanpa memandang status imunisasinya (kecuali pasien
penurunan kekebalan diberikan polio suntikan) untuk memperkuat
kekebalan di mukosa saluran cerna dan memutuskan penyebaran
virus polio liar. Vaksinasi polio ulangan diberikan satu tahun sejak
imunisasi polio-4, dan imunisasi selanjutnya dilakukan saat masuk
sekolah (5-6 tahun).
Kontraindikasi :
a

Pada individu yang menderita immune deficiency


b Tidak ada efek yang berbahaya yang timbul akibat
pemberian polio pada anak yang sedang sakit
Jika anak sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat
diberikan setelah sembuh.
Efek Samping :
a

Efek samping berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin

sangat jarang terjadi


Pusing dan diare

Gambar 2.4. Vaksin Polio11

20

Imunisasi DPT
Vaksin jerap DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) adalah vaksin
yang terdiri dari toxoid difteri dan tetanus yang dimurnikan serta
bakteri pertusis yang telah diinaktivasi. Imunisasi DPT dasar
diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (DPT tidak boleh diberikan
sebelum umur 6 minggu) dengan jarak 4-8 minggu. DPT-1 diberikan
pada umur 2 bulan, DTP-2 pada umur 4 bulan dan DTP-3 pada umur
6 bulan. Ulangan (booster/penguat) DPT selanjutnya diberikan satu
tahun setelah DTP-3 yaitu pada umur 18-24 bulan dan DPT-5 pada
saat masuk sekolah umur 5 tahun.
Vaksin DPT dapat dikombinasi dengan vaksin lain yaitu
Hepatitis B, Hib, atau polio injeksi (IPV). Pada umur 5 tahun harus
diberikan penguat ulangan DPT. Untuk meningkatkan cakupan
imunisasi ulangan, vaksinasi DTP diberikan pada awal sekolah dasar
dalam program bulan imunisasi anak sekolah (BIAS).
Kontraindikasi :
a

Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru


lahir atau gejala serius keabnormalan pada saraf merupakan

kontraindikasi pertusis
Anak yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis
pertama, komponen pertusis harus dihindarkan pada dosis
kedua dan untuk meneruskan imunisasinya dapat diberikan
DT

Efek Samping :

21

Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti, lemas,

demam, kemerahan pada tempat suntika


Kadang-kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi,
iritabilitas dan meracau yang biasanya terjadi 24 jam setelah
imunisasi

Gambar 2.5. Vaksin DPT11

Imunisasi Campak
Vaksin campak disebabkan oleh virus campak. Virus campak
termasuk didalam famili paramyxivirus. Virus campak sangat
sensitiv terhadap panas, sangat mudah rusak pada suhu 37 0C. Vaksin
campak disuntikan pada umur 9 bulan, vaksinasi campak diberikan
pada kesempatan kedua (second oppotunity pada crash program
campak) pada umur 6-59 bulan dan SD kelas 1-6. Crash program
campak ini telah dilakukan secara bertahap (5 tahap) disemua
provinsi pada 2006 dan 2007.
Selanjutnya vaksinasi campak dosis ke-2 diberikan pada
program BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) yaitu secara rutin

22

pada anak sekolah SD kelas 1 Apabila telah mendapat imunisasi


MMR pada usia 15-18 bulan dan ulangan umur 6 tahun, ulangan SD
kelas 1 tidak diperlukan.
Kontraindikasi :
Individu yang mengidap penyakit immune deficiency
b Individu yang diduga menderita gangguan respon imun

karena leukemia, lymphoma.


Efek Samping :
a
Hingga 15 % pasien dapat mengalami demam ringan dan,
b
kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari
setelah vaksinasi.

Gambar 2.6. Vaksin Campak11


Faktor Keberhasilan Imunisasi
1 Pengetahuan
Istilah ilmu pengetahuan diambil dari kata bahasa Inggris
science, yang berasal dari bahasa Latin scientia dari bentuk kata
kerja scire yang berarti mempelajari, mengetahui. Ilmu sebagai
aktivitas ilmiah dapat berwujud penelaahan, penyelidikan, usaha
2

menemukan atau pencarian.12


Partisipasi Masyarakat
Partisipasi mendukung masyarakat untuk mulai sadar akan
situasi dan masalah yang dihadapinya serta berupaya mencari jalan

23

keluar yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah mereka.


Kemampuan masyarakat untuk mewujudkan dan memengaruhi
arah

serta

pelaksanaan

suatu

program

ditentukan

dengan

mengandalkan power yang dimilikinya sehingga pemberdayaan


(empowerment) merupakan central theme atau jiwa partisipasi yang
sifatnya aktif kreatif.13
1. Stigma
Stigma adalah untuk merujuk pada ciri yang menurunkan nilai
seseorang di mata orang lain.14 sehingga dapat menyebabkan
pandangan masyarakat yang buruk pada seseorang atau kelompok
tertentu.
2. Kualitas dan Kuantitas Vaksin
Vaksin adalah mikroorganisme atau tosoid yang diubah
sedemikian rupa sehingga patogenisistas atau toksisitasnya hilang
tetapi masih tetap mengandung sifat antigenisitas. Beberapa faktor
kualitas dan kuantitas vaksin dapat menentukan keberhasilan
vaksinasi, seperti cara pemberian, dosis, frekuensi pemberian
ajuvan yang dipergunakan, dan jenis vaksin.1
a. Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respon imun yang
timbul. Misalnya vaksin polio oral akan menimbulkan imunitas
lokal di samping sistemik, sedangkan vaksin polio parenteral
akan memberikan imunitas sistemik saja.
b. Dosis vaksin terlalu tinggi atau terlalu rendah mempengaruhi
reson imun yang terjadi. Dosis yang terlalu tinggi akan
menghambat respon imun yang diharapkan, sedang dosis imun
yang terlalu rendah tidak merangsang sel imunokompeten. Dosis

24

yang tepat dapat diketahui dari hasil uji klinis, karena itu dosis
vaksin harus sesuai dengan dosis yang direkomendasikan.
c. Frekuensi pemberian mempengaruhi respon imun yang terjadi.
Sebagai mana telah kita ketahui, respon imun, sekunder
menimbulkan sel efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi
produksinya. Di samping frekuensi, jarak pemberianpun akan
mempengaruhi respon imun yang terjadi. Bila pemberian vaksin
berikutnya diberikan pada saat kadar antibodi spesifik masih
tinggi, maka antigen yang masuk segera dinetralkan oleh
antibodi spesifik yang masih tinggi tersebut sehingga tidak
sempat merangsang sel imunokompeten. Bahkan dapat terjadi
apa yang dinamakan reaksi Arthus, yaitu bengkak kemerahan
didaerah suntikan antigen akibat pembentukan kompleks antigen
antibodi lokal sehingga terjadi peradangan lokal.
d. Ajuvan adalah zat yang secara nonspesifik dapat meningkatkan
respon imun terhadap antigen. Ajuvan akan meningkatkan
respon imun dengan mempertahankan antigen pada atau dekat
dengan suntikan, dan mengaktivasi sel APC (antigen presenting
cells) untuk memproses antigen secara efektif dan memproduksi
interleukin yang akan mengaktifkan sel imunokompeten lainnya.

Faktor yang mempengaruhi hilangnya kesempatan imunisasi pada anak


1 tahun

25

Pada penelitian terhadap anak usia 8-35 bulan di Amerika Serikat


pada tahun 2002 mendapatkan bahwa faktor-faktor yang dapat
menjadi penghalang imunisasi adalah kekhawatiran terhadap efek
samping vaksin, jadwal imunisasi yang membingungkan, harga
vaksin, ketidaknyamanan pada proses vaksinasi, anak sering sakit dan
alasan agama. Kehawatiran terhadap efek samping vaksin tidak
berhubungan dengan status imunisasi. Namun secara keseluruhan
diperkirakan bahwa persepsi orang tua terhadap faktor penghalang
tersebut tampaknya bukan merupakan penyebab yang bermakna
terhadap underimmunization pada anak.2
Rendahnya cakupan imunisasi pada anak disebabkan oleh
berbagai faktor. Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya cakupan
imunisasi dasar pada anak usia 12-23 bulan adalah urutan anak dalam
keluarga, tinggal di daerah pedesaan, rendahnya pendidikan orang tua
dan status sosioekonomi serta banyaknya jumlah anggota keluarga.2

Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan gambaran dari teori dimana suatu problem
riset berasal atau dikaitkan.

- Ketersediaan Vaksin
- Ketersediaan Petugas
- Jadwal Imunisasi

Imunisasi Terlaksana

26

Pengetahuan
orang tua

Partisipasi
masyarakat

Stigma sosial

Kualitas dan
kuantitas vaksin

Hilangnya kesempatan imunisasi

Gambar 2.7. Kerangka Teori11, 12, 1, 13


Keterangan :
: Tidak diteliti
: Diteliti

Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam suatu penelitian adalah kerangka yang
berhubungan antara konsep-konsep yang akan diteliti atau diukur melalui
penelitian yang akan dilakukan. Berdasarkan kerangka teori diatas, maka
kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

27

Variabel Independen

Variabel dependen

Pengetahuan orang tua

Partisipasi masyarakat

Hilangnya kesempatan imunisasi

Stigma sosial

Kualitas dan kuantitas


vaksin

Gambar 2.8. Kerangka Konsep


Berdasarkan kerangka kerja diatas dapat dijelaskan, penelitian akan
mencari faktor-faktor yang berhubungan dengan hilangnya kesempatan
imunisasi di Kecamatan Cibeber Kota Cilegon tahun 2012

4
Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Ha1 : Ada pengaruh pengetahuan orang tua dengan insidensi hilangnya
kesempatan imunisasi di Kecamatan Cibeber Kota Cilegon tahun
2012.

28

Ho1 :

Tidak ada pengaruh pengetahuan orang tua dengan insidensi


hilangnya kesempatan imunisasi di Kecamatan Cibeber Kota
Cilegon tahun 2012.

Ha2 :

Ada pengaruh partisipasi masyarakat dengan insidensi hilangnya


kesempatan imunisasi di Kecamatan Cibeber Kota Cilegon tahun
2012.

Ho2 :

Tidak ada pengaruh partisipasi masyarakat dengan insidensi


hilangnya kesempatan imunisasi di Kecamatan Cibeber Kota
Cilegon tahun 2012.

Ha3 : Ada pengaruh stigma sosial dengan insidensi hilangnya kesempatan


imunisasi di Kecamatan Cibeber Kota Cilegon tahun 2012.
Ho3 : Tidak ada pengaruh stigma sosial dengan insidensi hilangnya
kesempatan imunisasi di Kecamatan Cibeber Kota Cilegon tahun
2012.
Ha4 :

Ada pengaruh kualitas dan kuantitas vaksin dengan insidensi


hilangnya kesempatan imunisasi di Kecamatan Cibeber Kota
Cilegon tahun 2012.

Ho4 : Tidak ada pengaruh kualitas dan kuantitas vaksin dengan insidensi
hilangnya kesempatan imunisasi di Kecamatan Cibeber Kota
Cilegon tahun 2012.

Anda mungkin juga menyukai