Penanggung Jawab
: Hajar Tarwiyah
Anggota
: Ina Sholihah
Ranisha
I. Tujuan
Untuk menentukan kadar glukosa dalam urine
II. Prinsip
CuSO4 alkalis dalam benedict kuantitatif direduksi oleh glukosa. CuO yang terbentuk akan
bereaksi dengan KSCN membentuk presipitat putih keruh yang mencegah terjadinya endapan
warna kuning atau merah. Bila CuSO4 telah habis maka warna biru akan hilang dan menjadi
jernih.
III. Tinjauan pustaka
Tes glukosa urin dapat dilakukan dengan menggunakan reaksi reduksi, dikerjakan dengan
menggunakan fehling, benedict, dan clinitest. Ketiga jenis tes ini dapat digolongkan dalam jenis
pemeriksaan semi kuantitatif. Sedangkan tes glukosa dengan enzimatik dilakukan dengan
metode carik celup yang tergolong dalam pemeriksaan semi kuantitatif dan kuantitatif. ( kimball,
1998 )
Diabetes adalah suatu penyakit yang dapat dideteksi melalui urin. Urin penderita diabetes
akan mengandung gula yang tidak akan ditemukan dalam urin orang yang sehat. Untuk
menyatakan keberadaan suatu glukosa, dapat dilakukan dengan cara yang berbeda beda. Cara
yang tidak spesifik dapat dilakukan dengan menggunakan suatu zat dalam reagen yang berubah
sifat dan warnanya jika direduksi oleh glukosa. Diantaranya adalah penggunaan reagen fehling
yang dapat dipakai untuk menyatakan adanya reduksi yang mengandung garam cupri. Sedangkan
pembuktian glukosuria secara spesifik dapat dilakukan dengan menggunakan enzim glukosa
oxidase. ( Probosunu, 1994 )
Pada orang normal tidak ditemukan adanya glukosa dalam urine. Glukosuria dapat terjadi
karena peningkatan kadar glukosa dalam darah yang melebihi kapasitas maksimum tubulus
untuk mereabsorbsi glukosa. Hal ini dapat ditemukan pada kondisi diabetes melitus, tirotoksis,
sindroma chusing, phaeochromocytoma, peningkatan tekanan intrakranial atau karena ambang
rangsang ginjal yang menurun seperti pada renal glukosuria kehamilan dan sindroma fanconi.
Namun reduksi positif tidak selalu berarti pasien menderita diabetes melitus. Hal ini dikarenakan
pada penggunaan cara reduksi dapat terjadi hasil positif palsu pada urin yang disebabkan karena
adanya kandungan bahan reduktor selain glukosa. Bahan reduktor yang dapat menimbulkan
reaksi positif palsu tersebut antara lain : galaktosa, fruktosa, laktosa, pentosa, formalin,
glukuronat dan obat obatan seperti streptomycin, salisilat dan vitamin C. Oleh karena itu, perlu
dilakukan uji lebih lanjut untuk memastikan jenis gula pereduksi yang terkandung dalam sampel
urine. Hal ini dikarenakan hanya kandungan glukosa yang mengidentifikasi keberadaan penyakit
diabetes. Penggunaan cara enzimatik lebih sensitif dibandingkan dengan cara reduksi. Cara
enzimatik dapat mendeteksi kadar glukosa urin sampai 100mg/dL, sedangkan pada cara reduksi
hanya sampai 250 mg/dL. Nilai ambang ginjal untuk glukosa dalam keadaan normal adalah 160
180 mg%. ( Montgomery, 1993 )
Faktor faktor yang mempengaruhi jumlah atau keadaan urine yaitu diantaranya jumlah air
yang diminum, keadaan sistem syaraf, hormon ADH, banyaknya garam yang harus dikeluarkan
dari darah agar tekanan menjadi osmotic, pada penderita diabetes melitus pengeluaran glukosa
diikuti kenaikan volume urine. ( Thenawijaya, 1995 )
Rumus = 2 x pengenceran
Volume titrasi urin
1:5
1 : 10
biru
Pengenceran urine
Sampel Perlakuan
Urine
Dipipet 2 ml urine ke dalam
C
tabung reaksi
Hasilperubahan warna
kuning muda
Ditambahkan 4 ml aquades
kuning muda
b. Hasil pengamatan kuantitatif
Sampel Perlakuan
Urine C Dipipet 5 ml reagen benedict ke
dalam tabung reaksi
biru
biru
warnanya
pudar
didapatkan
hasil 4 ml
Hasil kadar glukosa
=2%
Uji kuantitatif
mL titrasi Kadar
3,7
1,62
6
0,66
7,5
0,53
6
0,66
3,2
1,25
3
1,3
9
10
11
C
D
D
4
-
2
-
VII.Pembahasan
Pada praktikum kali ini, kami mencoba menentukan kadar glukosa urine dengan
menggunakan benedict. Mula mula kami melakukan uji kualitatif urine yang dikeluarkan
dengan meneteskan 4 sampai 8 tetes urine ke dalam 5 ml reagen benedict dan memasukkannya
ke dalam air mendidih kurang lebih selama 5 menit, setelah itu mengangkat tabung reaksi dan
membaca hasilnya. Pada kelompok kami ( sembilan ) hasil yang didapatkan adalah warna pada
tabung reaksi berubah menjadi hijau keruh. Hal ini menunjukkan bahwa sampel urine yang kami
pakai ( urine C ) mengandung glukosa. Ditinjau dari perubahan warna, urine yang tidak
mengandung glukosa akan berwarna tetap ( biru jernih ).
Untuk mengetahui kadar glukosa dalam urine, setelah melakukan pengamatan secara
kualitatif selanjutnya yakni melakukan pengamatan secara kuantitatif. Awal mula yang dilakukan
adalah dengan memipet 5 ml reagen benedict dan menambahkan 2 gram Na2CO3 dan 2 buah batu
didih ke dalam tabung reaksi dan memanaskannya diatas bunsen hingga mendidih lalu
menitrasinya dengan urine yang telah diencerkan dan menghitung volume dari titrasi tersebut.
Kelompok kami ( sembilan ) mendapatkan hasil 4 mL, dengan kadar glukosa 2 % yang dihitung
dengan rumus
2
2 x pengenceran = 2 x 4
Volume titrasi
4
CuSO4 alkalis dalam benedict kuantitatif direduksi oleh glukosa.
Urin dibentuk oleh ginjal dalam menjalankan sistem homeostatic. Sifat dan susunan urin
dipengaruhi oleh faktor fisiologi ( misalkan masukkan diet, berbagai proses dalam tubuh, suhu,
lingkungan , stress, mental dan fisik ) dan faktor patologis ( seperti pada gangguan
metabolisme ,misalnya diabetes melitus dan penyakit ginjal ). Oleh karena itu pemeriksaan urin
berguna untuk menunjang diagnosis suatu penyakit. Pada penyakit tertentu, dalam urin dapat
ditemukan zat zat patologik antara lain glukosa, protein dan keton ( Probosunu, 1994 )
VIII. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan kelompok kami ( sembilan ), kami mendapatkan sampel urine C. Pada
saat uji kualitatif warna urine menjadi hijau keruh yang artinya urine tersebut mengandung
glukosa. Dan dari uji kuantitatif kami mendapatkan kadar glukosa dalam urin sebesar 2 %.
Thenawijaya, M. 1995. Uji Biologi. Jakarta: Erlangga