Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
Oksigen pertama kali ditemukan oleh Yoseph Prietsley di Bristol Inggris
tahun 1775 dan dipakai dalam bidang kedokteran oleh Thomas Beddoes sejak
awal tahun 1800. alvan Barach tahun 1920 mengenalkan terapi oksigen pasien
hipoksemia dan terapi oksigen jangka panjang pasien penyakit paru obstruktif
kronik. Chemiack tahun 1967 melaporkan pemberian oksigen melalui kanula
hidung dengan aliran lambat pasien hiperkapnia dan memberikan hasil yang baik
tanpa retensi CO2.
Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsure vital dalam
proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel
tubuh. Secara normal elemen ini iperoleh dengan cara menghirup udara ruangan
dalam setiap kali bernafas.
Anggapan bahwa oksigen merupakan unsur yang paling dibutuhkan bagi
kehidupan manusia agaknya memang benar. Tidak makan atau tidak minum
mungkin masih akan memberikan toleransi yang cukup panjang hingga sampai
kepada keadaan fatal, tetapi sebentar saja manusia tak mendapat oksigen maka
akan langsung fatal akibatnya. Tak hanya untuk bernafas dan memepertahankan
kehidupan, oksigen juga sangat dibutuhkan untukmetaboloisme tubuh. Oksigen
malkah bisa menjadisarana untuk mengatasi berbagai macam penyakit.
Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi system
respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis. Adanya kekurangan O2
ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut dapat menyebabkan
kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan. Dalam situasi demikian
mengharapkan kompetensi dokter umum ataupun dokter muda dapat mengenal
keadaan hipoksemia dengan segera untuk mengatasi masalah.

BAB II
1

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
TERAPI OKSIGEN merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam
mempertahankan okasigenasi jaringan yang adekuat. Tujuan pemberian terapi O2
adalah Mengatasi keadaan hipoksemia,

Menurunkan kerja pernafasan,

Menurunkan beban kerja otot Jantung (miokard).


Pengangkut O2 di dalam tubuh terdiri atas paru-paru dan
sistim kardiovaskuler. Pengangkutan O2 menuju jaringan tertentu
tergantung pada jumlah O2 yang masuk kedalam paru-paru,
adanya pertukaran gas dalam paru yang adekuat, aliran darah
menuju jaringan, serta kapasitas darah untuk mengangkut O 2.
aliran darah bergantung pada derajat konstriksi jaringan vaskuler
didalam jaringan serta curah jantung. Jumlah O 2 didalam darah
ditentukan oleh jumlah O2 yang larut, jumlah hemoglobin dalam
darah serta afinitas hemoglobin terhadap O2. Oksigen berdifusi
dari bagian konduksi paru kebagian respirasi paru sampai ke
alveoli, membrana basalis dan endotel kapiler, dalam darah
sebagian besar O2 bergabung dengan hemoglobin (97%) dan
sisanya larut dalam plasma (3%).
Konsumsi

O2 oleh

otak

manusia

(tingkat

metabolik

serebrum untuk O2, CMRO2) rata-rata sekitar 3,5 ml/100 gr


otak/menit (49 ml/menit untuk otak keseluruhan) pada seorang
dewasa. Angka ini mencerminkan sekitar 20 % darikonsumsi
O2 total dalam keadaan istirahat. Otak sangat peka terhadap
hip[oksia, dan sumbatan terhadap pembuluh darah walaupun
hanya selama 10 detik dapat menyebabkan pingsan.

2.2. Indikasi Pemberian Oksigen


Berdasarkan tujuan terapi pemberian O2 yang telah disebutkan, maka
adapun indikasi utama pemberian O2 ini adalah sebagai berikut : (1) pasien dengan
kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah, (2) pasien dengan peningkatan
kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan hipoksemia melalui
peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot tambahan
pernafasan, (3) pasien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung
berusaha untuk mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung
yang adekuat.
Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O 2 dindikasikan
kepada klien dengan gejal : (1) sianosis, (2) hipovolemi, (3) perdarahan, (4)
anemia berat, (5) keracunan CO, (6) asidosis, (7) selama dan sesudah
pembedahan, (8) keadaan tidak sadar.
2.3. Syarat Pemberian Oksigen
1.

Dapat mengontrol konsentrasi oksigen udara inspirasi.

2.

Tahanan jalan nafas yang rendah.

3.

Tidak terjadi penumpukan CO2.

4.

Efisien dan Nyaman untuk pasien.

2.4.Bahaya Terapi Oksigen


Pemberian O2 bukan hanya memberiakan efek terapi tetapi juga dapat
menimbulkan efek merugikan, antara lain :

1. Kebakaran
O2 bukan zat pembakar tetapi O2 dapat memudahkan terjadinya kebakaran,
oleh karena itu klein dengan terapi pemberian O2 harus menghindari :
Merokok, membukan alat listrik dalam area sumber O2, menghindari
penggunaan listrik tanpa Ground.
2. Depresi Ventilasi
Pemberian O2 yang tidak dimonitor dengan konsentrasi dan aliran yang tepat
pada klien dengan retensi CO2 dapat menekan ventilasi
3. Keracunan O2
Dapat terjadi bila terapi O2 yang diberikan konsentrasi tinggi dalam waktu
relatif lama dengan fraksi lebih dari 50% terus-menerus selama 1-2
hari . Kerusakan jaringan paru terjadi akibat terbentuknya metabolik
oksigen yang merangsang sel PMN dan H2O2 melepaskan enzim
proteolotikdan

enzim

lisosom

yang

dapat

merusak

alveoli.

Sedangkan resiko yang lain seperti retensi gas karbondioksida dan


atelektasis.
Apabila O2 80-100% diberikan kepada manusia selama 8 jam atau
lebih, saluran pernafasan akan teriritasi, menimbulkan distres
substernal,

kongesti

hidung,

nyeri

tenggorokan

dan

batuk.

Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan


paru.

2.4. Pemantauan Pemberian Oksigen


a. Wamakulit pasien. Pucat/ Pink / merah membara.
b. Analisa Gas Darah (AGD)
c. Oksimetri
d. Keadaan umum

2.5. Metode Pemberian O2


Tehnik system aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi
udara ruangan. Tehnik ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada
tipe pernafasan dengan patokan volume tidal pasien.
Contoh system aliran rendah ini adal;ah : (1) kataeter nasal, (2) kanula
nasal, (3) sungkup muka sederhana, (4) sungkup muka dengan kantong
rebreathing, (5) sungkup muka dengan kantong non rebreathing.
Keuntungan dan kerugian dari masing-masing system :
a. Kateter nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 secara kontinu
dengan aliran 1 6 L/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%.

- Keuntungan
Pemberian O2 stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah
dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.
- Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 yang lebih dari 45%, tehnik
memasuk kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi
distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran
dengan lebih dari 6 L/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan
mengeringkan mukosa hidung, kateter mudah tersumbat.

b. Kanula nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 kontinu
dengan aliran 1 6 L/mnt dengan konsentrasi O2 sama dengan kateter
nasal.

- Keuntungan
Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur,
mudah memasukkan kanul disbanding kateter, klien bebas makan,
bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan nyaman.
- Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2
berkurang bila klien bernafas lewat mulut, mudah lepas karena
kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput lendir.
c. Sungkup muka sederhana
Merupakan alat pemberian O2 kontinu atau selang seling 5 8 L/mnt
dengan konsentrasi O2 40 60%.
- Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula
nasal, system humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan
sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi
aerosol.

- Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat
menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah.
d. Sungkup muka dengan kantong rebreathing :
Suatu tehinik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 60 80%
dengan aliran 8 12 L/mnt

- Keuntungan
Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak
mengeringkan selaput lendir
- Kerugian
Tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih
rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong O2 bisa terlipat.
e. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
Merupakan tehinik pemberian O2 dengan Konsentrasi O2 mencapai 99%
dengan aliran 8 12 L/mnt dimana udara inspirasi tidak bercampur
dengan udara ekspirasi

- Keuntungan :

Konsentrasi

O2 yang

diperoleh

dapat

mencapi

100%, tidak

mengeringkan selaput lendir.


- Kerugian
Kantong O2 bisa terlipat.
2.6. TIPE KEKURANGAN OKSIGEN DALAM TUBUH
A. Hipoksemia
Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan
konsentrasi oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2)
dibawah nilai normal (nilai normal PaO285-100 mmHg), SaO2 95%.
Hipoksemia dibedakan menjadiringan sedang dan berat berdasarkan nilai
PaO2 dan SaO2. hipoksemia ringan dinyatakan pada keadaan PaO2 60-79
mmHg dan SaO2 90-94%, hipoksemia sedang PaO2 40-60 mmHg,
SaO2 75%-89% dan hipoksemia berat bila PaO 2kurang dari 40 mmHg dan
SaO2kurang dari 75%. Umur juga mempengaruhi nilai PaO2 dimana setiap
penambahan umur satu tahun usia diatas 60 tahun dan PaO2 80 mmHg
maka terjadi penurunan PaO2 sebesar 1 mmHg. Hipoksemia dapat
disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi, hipoventilasi, pirau,
gangguan difusi dan berada ditempat yang tinggi.
Keadaan hipoksemia menyebabkan beberapa perubahan fisiologi
yan gbertujuan untuk mempertahankan supaya oksigenasi ke jaringan
memadai. Bila tekanan oksigen arteriol (PaO2) dibawah 55 mmHg.kendali
nafas akan meningkat, sehingga tekanan oksigen arteriol (PaO 2) yang
meningkat

dan

sebaliknyatekanan

karbondioksida

arteri

(PaCO2)

menurun.jaringan Vaskuler yang mensuplai darah di jaringan hipoksia


mengalami vasodilatasi, juga terjadi takikardi kompensasi yang akan
meningkatkan volume sekuncup jantung sehingga oksigenasi jaringan
dapat diperbaiki.
Hipoksia alveolar menyebabkan kontraksi pembuluh pulmoner
sebagai respon untuk memperbaiki rasio ventilasi perfusi di area paru

terganggu, kemudian akan terjadi peningkatan sekresi eritropoitin ginjal


sehingga mengakibatkan eritrositosis dan terjadi peningkatan sekresi
eritropoitin ginjal sehingga mengakibatkan eritrositosis

danterjadi

peningkatan kapasiti transfer oksigen. Kontraksi pembuluh darah


pulmoner, eritrositosis dan peningkatan volume sekuncup jantung akan
menyebabkan hipertensi pulmoner. Gagal jan tung kanan bahkan dapat
menyebabkan kematian.
B. Hipoksia
Hipoksia adalah kekurangan O2 ditingkat jaringan. Istilah ini lebih
tepat dibandingkan anoksia, sebabjarang dijumpai bahwa benar-benar
tidak ada O2 tertinggal dalam jaringan, secara tradisional, hipoksia dibagi
dalam 4 jenis. Berbagai klassifikasi lain telah digunakan namun sidtim 4
jenis ini tetap sangat bergunaapabila masing-masing definisi istilah tetap
diingat. Keempat kategori hipoksia adalah sebagai berikut :
1. Hipoksia hipoksik (anoksia anoksik) yaitu apabila PO2 darah arteri
berkurang
2. Hipoksia anemik yaitu apabila O2 darah arteri normal tetapi mengalami
denervasi maupun pada ginjal yang diangkat (diisolasi) dan diperfusi
3. Hipoksia stagnan; akibat sirkulasi yang lambat merupakan masalah bagi
organ seperti ginjal dan jantung saat terjadi syok
4. Hipoksia histotoksik; hipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses
oksidasi jaringan paling sering diakibatkan oleh keracunan sianida

C. Gagal Nafas

Gagal nafas merupakan suatu keadaan kritis yang memerlukan


perawatan di instansi perawatan intensif (IP). Diagnosis gagal nafas
ditegakkan bila pasien kehilangan kemampuan ventilasi secara adekuat
atau tidak mampu mencukupi kebutuhan oksigen darah dan sistem organ.
Gagal nafas terjadi karena disfungsi sistem respirasi yang dimulai dengan
peningkatan karbondioklsida dan penurunan jumlah oksigen yang
diangkut kedalam jaringan. Gagal nafas akut sebagai diagnosis tidak
dibatasi oleh usia dan dapat terjadi karena berbagai proses penyakit. Gagal
nafas

hampir

selalu

dihubungkan

dengan

kelainan

diparu,tetapi

keterlibatan organ lain dalam proses respirasi tidak boleh diabaikan.


Gagal Nafas Tipe I
Pada tipe ini terjadi perubahan pertukaran gas yang diakibatkan
kegagalan oksigenasi. PaO2 50 mmHg merupakan ciri khusus tipe ini,
sedangkan PaCO2 40 mmHg, meskipun ini bisa juga disebabkan gagal
nafas hiperkapnia. Ada 6 kondisi yang menyebabkan gagal nafas tipe I
yaitu:
1. Ketidak normalan tekanan partial oksigen inspirasi (low PIO2)
2. Kegagalan difusi oksigen
3. Ketidak seimbangan ventilasi / perfusi [V/Q mismatch]
4. Pirau kanan ke kiri
5. hipoventilasi alveolar
6. konsumsi oksigen jaringan yang tinggi
Gagal Nafas Tipe II
Tipe ini dihubungkandengan peningkatan karbondioksida karena
kegagalan ventilasi dengan oksigen yang relatif cukup. Beberapa kelainan
utama yang dihubungkan dengan gagal nafas tipe ini adalah kelainan
sistem saraf sentral, kelemahan neuromuskuler dam deformiti dinding
dada.

Penyebab gagal nafas tipe II:


10

1. Kerusakan pengaturan sentral


2. Kelemahan neuromuskuler
3. Trauma spina servikal
4. Keracunan obat
5. infeksi
6. Penyakit neuromuskuler
7. Kelelahan otot respirasi
8. Kelumpuhan saraf frenikus
9. Gangguan metabolisme
10. Deformitas dada
11. Distensi abdomen massif
12. Obstruksi jalan nafas

BAB III
KESIMPULAN
11

Terapi oksigen adalah pemberian oksigen sebagai intervensi medis, yang


dapat untuk berbagai tujuan di kedua perawatan pasien kronis dan akut.
Oksigen sangat penting untuk metabolisme sel, dan pada gilirannya,
oksigenasi jaringan sangat penting untuk semua fungsi fisiologis normal,
sebentar saja manusia tak mendapat oksigen maka akan langsung
fatal akibatnya.
Tujuan umum terapi oksigen adalah untuk mencegah dan
memperbaiki hipoksia jaringan, sedangkan tujuan khususnya adalah
untuk mendapatkan PaO2 lebih dari 90 mmHg atau SaO2 lebih dari 90%

DAFTAR PUSTAKA

12

Black, Joyce M. Medical Surgical Nursing ; Clinical Management For


Continuity Of Care, W.B Sunders Company, 1999
Brunner & Suddarth. Buku Ajar Medikal Bedah, edisi bahasa Indonesia, vol.
8,
Jakarta, 2001
Carpenito, LYnda Juall. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan,
EGC, Jakarta, 1999
Makalah Univ. Sumatra Utara. TERAPI OKSIGEN. 2007

13

Anda mungkin juga menyukai