Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan menguraikan teori-teori sikap,pengetahuan, bermain,


dan permainan edukatif.
A. Sikap
1. Pengertian Sikap
Sikap adalah suatu bentuk dari perasaan, yaitu perasaan
mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak
mendukung (Unfavourable) pada suatu objek. Sikap merupakan kesiapan
untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, apabila
dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon, suatu
pola perilaku, tendenasi atau kesiapan antisipatif untuk menyesuaikan
diri dari situasi sosial yang telah terkondisikan. Sikap merupakan
konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling
berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap
suatu objek di lingkungan sekitarnya (Rahayuningsih, 2008)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek dan menggambarkan suka
atau tidak suka seseorang terhadap objek. (Notoatmodjo, 2010).
Berdasarkan Newcomb dalam Notoadmodjo (2010). Sikap merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk merupakan suatu tindakan atau aktifitas
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap masih
10

11

merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah


laku yang terbuka.
Rekawati (2002) menyatakan bahwa pengetahuan merupakan
dasar seseorang untuk bersikap. Dalam proses pembentukan sikap, tidak
selalu harus menghasilkan respon yang positif karena hal itu tergantung
dari bagaimana seseorang tersebut menerima dan menyadari akan
informasi yang didapat secara positif atau negatif (Azwar, 2005).
Saifudin Azwar (2013) telah mengemukakan sikap telah
difinisikan oleh para ahli. Berkowintz bahkan menemukan adanya lebih
dari tiga puluh definisi sikap, Berkowitz (1972). Puluhan definisi dan
pengertian itu pada umumnya dapat dimasukan kedalam salah satu-satu
diantara tiga kerangka pemikiran. Pertama adalah kerangka pemikiran
yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Saifudin, salah-seorang
tokoh terkenal di bidang pengukuran sikap. Rensis Likert (1932), juga
seorang pioner di bedang pengukuran sikap. dan Charles Osgood.
Menuru mereka, sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan.
Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau
memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Secara lebih spesifik,
Thurstone sendiri memformulasikan sikap sebagai derajat afek positif
atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis. Kolompok pemikiran
yang ke dua diwakili oleh para ahli seperti Chave (1928). Bogardus
(1931), Lapieere (1934), Mead (1934 ), dan Gordon Allport (1935),
tokoh terkenal di bidang Psikologi Sosial dan Psikologi Kepribadian

12

yang konsepsi mereka mengenai sikap lebih kompleks. Berdasarkan


kelompok pemikiran ini, sikap merupakan semacam kesiapan untuk
beriaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan
bahwa kesiapan yang dimaksud merupakan kecenderungan potensia
untuk beriaksi dengan cara tertentu apabila individu diharapkan pada
suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.
Berdasarkan uraian di atas dapat di simpulkan bahwa sikap adalah
suatu penilaian yang tertutup seseorang baik positif maupun negatif
terhadap suatu objek.
2. Tingkatan sikap
Berdasarkan Notoadmodjo (2010).
a. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek)
b. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dan sikap.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung Jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tingkatan
sikap adalah harus sesuai dengan penerimaan diri.
3. Komponen atau Struktur Sikap

13

Berdasarkan Marat (1984), dalam Rahayuningsih, (2008) :


a. Komponen kognisi yang berhubungan dengan belief (kepercayaan
atau keyakinan), ide, konsep.
persepsi, stereotipe, opini yang dimiliki individu mengenai sesuatu.
b. Komponen Afeksi yang berhubungan dengan kehidupan emosional
seseorang.
Menyangkut perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut
masalah emosi.
c. Komponen Kognisi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku.
Kecenderungan : belum berperilaku
d. Interaksi antara komponen sikap
Seharusnya membentuk pola sikap yang seragam ketika dihadapkan
pada objek sikap. Apabila salah satu komponen sikap tidak konsisten
satu sama lain, maka akan terjadi ketidakselarasan, akibatnya terjadi
perubahan sikap.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komponen
atau struktur sikap itu terdiri dari perasaan seseorang dan kepercayaan.
4. Pembentukan Sikap
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap (Rahayuningsih,
2008) :
a. Pengalaman pribadi
1) Dasar pembentukan sikap: pengalaman pribadi harus meninggalkan
kesan yang kuat
2) Sikap mudah terbentuk jika melibatkan faktor emosional
b. Kebudayaan
1) Pembentukan sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu
tersebut dibesarkan
2) Contoh pada sikap orang kota dan orang desa terhadap kebebasan
dalam pergaulan
c. Orang lain yang dianggap penting (Significant Otjhers)

14

1) yaitu: orang-orang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap


gerak tingkah laku dan opini kita, orang yang tidak ingin
dikecewakan, dan yang berarti khusus
2) Misalnya: orangtua, pacar, suami/isteri, teman dekat, guru,
pemimpin
3) Umumnya individu tersebut akan memiliki sikap yang searah
(konformis) dengan orang yang dianggap penting.
d. Media massa
1) Media massa berupa media cetak dan elektronik
Dalam penyampaian pesan, media massa membawa pesan-pesan
sugestif yang dapat mempengaruhi opini kita
2) Jika pesan sugestif yang disampaikan cukup kuat, maka akan
memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal hingga
membentuk sikap tertentu
e. Institusi / Lembaga Pendidikan dan Agama
1) Institusi yang berfungsi meletakkan dasar pengertian dan konsep moral
dalam diri individu
2) Pemahaman baik dan buruk, salah atau benar, yang menentukan
sistem kepercayaan seseorang hingga ikut berperan dalam
menentukan sikap seseorang
f. Faktor Emosional
1) Suatu sikap yang dilandasi oleh emosi yang fungsinya sebagai
semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisime
pertahanan ego.
2) Dapat bersifat sementara ataupun menetap (persisten/tahan lama)
Contoh: Prasangka (sikap tidak toleran, tidak fair)
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembentuan
sikap di pengaruhi faktor internal dan eksternal.
5. Pengukuran Sikap

15

Secara ilmiah sikap dapat diukur, dimana sikap terhadap objek


diterjemahkan dalam sistem angka (Rahayuningsih, 2008). Dua metode
pengukuran sikap :
a. Metode Self Report
1) Misalnya ketika menyatakan kesukaan terhadap objek saat ditanya dalam
interview atau menuliskan evalusi-evalusi dari suatu kuesioner
2) Dalam metode ini, jawaban yang diberikan dapat dijadikan idikator
sikap seseorang
3) Kelemahan : jika individu tidak menjawab pertanyaan yang
diajukan maka tidak dapat diketahui pendapat atau sikapnya.
Self Report terdiri dari :
1) Public Opinion Polling
(a) Digunakan untuk mengumpulkan data dari masyarakat yang
berkaitan dengan opini.
(b) Digunakan untuk meramalkan sesuatu atau menyediakan
informasi, misalnya:
- Pro dan kontra
- Pembelian suatu produk (representatif)
Empat langkah polling :
(1) Seleksi terhadap sampel dari responden
(2) Menyusun item-item sikap
(3) Mengambil data terhadap sampel
(4) Tabulasi data
Dalam pengukuran Public Opini Polling, item skala terdiri dari :
(1) Pertanyaan-pertanyaan tentang objek
(2) Format jawaban: tertutup (setuju tidak setuju)
2) Skala Sikap
(1) Yaitu: kumpulan pertanyaan mengenai objek sikap
(2) Mencoba memperoleh pengukuran yang tepat tentang sikap
seseorang
(3) Akurasi pengukuran dilakukan dengan penggunaan beberapa
item yang berkaitan dengan isyu yang sama
(4) Skala sikap melibatkan: belief dan opini terhadap suatu objek

16

(5) Pertanyaan-pertanyaan atau item yang membentuk skala sikap


dikenal dengan statement (pernyataan yang menyangkut objek
psikologis).
b. Pengukuran Involuntary Behavior (Pengukuran terselubung)
1) Pengukuran dapat dilakukan jika memang diinginkan atau dapat
dilakukan oleh responden
2) Dalam banyak situasi, akurasi pengukuran sikap dipengaruhi oleh
kerelaan responden
3) Pendekatan ini merupakan pendekatan observasi terhadap reaksireaksi fisiologis yang terjadi tanpa disadari dilakukan oleh individu
yang bersangkutan.
4) Observer dapat menginterpretasikan sikap individu mulai dari
fasial reaction, voice tones, body gesture, keringat, dilatasi pupil
mata, detak jantung, dan beberapa aspek fisiologis lainnya.
6. Sikap Ibu dalam Pemilihan Alat Permainan edukatif (APE)
Berdasarkan Adelar (2010)
a. Dapat menyesuaikan alat permainan dengan usia anak. Misalnya,
balita perlu mengenal warna, melatih koordinasi motorik halus, belajar
duduk diam untuk waktu cukup lama, keseimbangan gerakan motorik
kasar baik, mengembangkan kosakata. Sedangkan batita umumnya
lebih membutuhkan perangsangan sensoris dan mengembangkan
koordinasi motorik kasar, sehingga jenis permainan pun harus
disesuaikan.
b. Lebih selektif dalam memilah dan memilih alat permainan bagi anak
yang sesuai dengan masa tumbuh kembangnya.
c. Dapat membedakan alat-alat permainan yang sesuai dengan usia anak,
khususnya usia prasekolah.
d. Dapat mengetahui dampak dari setiap alat permainan yang diberikan
pada anak. Apakah bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan

17

berfikirnya, ketajaman persepsi visual, keterampilan motorik halus


atau kasar, merangsang imaginasi, mengembangkan daya kreasi,
melatih ekspresi emosi, membantu konsentrasi dan melatih daya ingat
atau hanya bersikap menghibur anak.
e. Tidak memaksa anak untuk bermain dengan pilihan alat permainan
yang dipilihkan oleh orangtua, terutama ibu. Karena hal tersebut dapat
membuat anak menjadi frustasi dan stress sehingga perkembangan
emosionalnya terganggu.
f. Memberikan alat permainan yang bersifat edukatif dan mengetahui
fungsinya.
g. Memperhatikan alat permainan yang diberikan dilihat dari segi
keamanan, bentuk, warna dan lain-lain.
h. Alat permainan yang edukatif tidak harus didapat dengan cara
membeli hingga pada tarif yang sangat mahal tetapi bisa dengan
buatan tangan sendi.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sikap Ibu
dalam pemilihan alat permainan edukatif adalah bisa memberikan alat
permainan sesuai usia dan mengetahui fungsi dari alat permainan yang
diberikan.
B. Pengetahuan
1. pengertian Pengetahuan
Pengetahuan ialah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu : indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmodjo
2012 dalam sarach, 2014).

18

Pengetahuan adalah kelebihan manusia dibandingkan dengan


mahluk lain ciptaan allah. Dengan pengetahuan maka manusia dapat
mengetahui apa air, api, alam, dan sebagainya. (Suyanto, 2011 dalam
sarach, 2014). Proses pengetahuan bisa didapatkan berdasarkan
pengetahuan yang benar dan dari sumber yang terpercaya.
Berdasarkan uraian di atas dapat di simpulkan bahwa pengetahuan
adalah salah satu kelebihan manusia untuk tahu terhadap objek yg
melalui di peoleh dari panca indra.
2. Tingkat pengetahuan
Tingkatan pengetahuan di dalam domain Kognitif mempunyai 6
tingkatan yaitu tahu, memagami, aplikasi, analisi, dan evaluasi
(Notoatmodjo, 2012 dalam Sarach, 2014) :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, termasuk mengingat kembali (recall) sesuatu yang
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima.
b. Memahami (Komprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya.
d. Analisis (Analysis)
Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen. Komponen, tetapi masih didalam
satu struktur organisasi, dan masih ada keterkaitan satu sama yang
lainya.

19

e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
untuk menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang
ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Dari uraian diatas dapat di simpulkan bahwa tingkat pengetahuan
bisa di dapat bertahap dari pemikiran diri sendiri.
3. Cara memperoleh pengetahuan
a. Cara Tradisional
1) Cara coba-coba
Cara yang paling tradisional adalah melalui cara coba-cobaatau
dengan kata yang mudah dikenal trial and error. Cara coba-coba ini
dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan
masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba
kemungkinan yang lain.
2) Cara kekuasaan atau otoritas
Pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan,
baik tradisi, otoritas pemerintahan, otoritas agama,ataupun ahli
ilmu pengetahuan.
3) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu, pengalaman pribadi pun da
patdigunakan sebagai upaya memperoleh kebenaran pengetahuan.
4) Melalui jalan pikiran

20

Manusia menggunakan penalaran atau jalan pikiran


dalammemperoleh pengetahuannya.
b. Cara Modern
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan dewasa ini
lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian
ilmiah.
Dari uraian diatas dapat di simpulkan bahwa cara memperoleh
pengetahuan adalah bisa dengan mencoba melakukan hal baru untuk
mendapatkan pengalaman dengan jalan pikir yang baik, dan dengan cara
yg ilmiah.
4. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat diketahui dengan cara orang
yang bersangkutan mengungkap akan hal hal yang diketahuinya dalam bentuk atau jawaban baik lisan maupun
tulisan (Notoatmodjo, 2012 dalam sarach 2014)
Pertanyaan (test) yang dapat dipergunakan untuk
pengukuran pengetahuan secara umum dapat dikelompokkan menjadi 2
jenis, yaitu:
a. Pertanyaan subjektif
Pertanyaan essay disebut pertanyaan subjektif karena penilaianuntuk
pertanyaan ini melibatkan faktor subjektif dari penilaian,sehingga cara
menilainya akan berbeda-beda.
b. Pertanyaan objektif
Pertanyaan pilihan ganda, menjodohkan, benar atau salah,disebut
pertanyaan objektif karena pertanyaan ini dapat dinilai secara pasti
oleh penilainya tanpa melibatkan faktor subjektifitas.

21

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengukuran


pengetahuan bisa di ukur dengan memberikan pertanyaan subjektif
(essay) dan objektif (pilihan ganda),
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
a. Umur
Usia adalah umur individu yang terpenting mulai saat di
lahirkan sampai berulang tahun, (Nursalam, 2011). Semakin cukup
umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang bertambah dalam
berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seorang yang
lebih dewasa akan lebih di percaya dari orang yang belum cukup
tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan
kematangan jiwanya, (Nursalam, 2011).
b. Minat
Minat diartikan sebagai sesuatu kecendrungan atau keinginan
yang tinggi terhadap sesuatu. Dengan adanya pengetahuan yang tinggi
didukung minat yang cukup sangatlah mungkin seseorang tersebut
akan sesuai dengan apa yang diharapkan, (Nothoadmodjo, 2007).
c. Tempat tinggal
Tempat tinggal adalah tempat menetap responden sehari-hari.
Pengetahuan seseorang akan lebih baik jika berada di perkotaan dari
pada di pedesaan karena di perkotaan akan meluasnya kesempatan
untuk melibatkan diri dalam kegiatan sosial maka wawasan sosial
makin kuat serta di perkotaan mudah mendapatkan informasi.
d. Sumber informasi
Informasi yang di peroleh dari berbagai sumber akan
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Bila seseorang banyak
memperoleh informasi maka ia cenderung mempunyai pengetahuan
yang lebih luas, (Notoatmodjo, 2007).

22

e. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam dan diluar sekolah dan
berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,
makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk
menerima informasi baik dari orang lain maupun dari media massa.
Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula
pengetahuan yang di dapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat
kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan
pendidikan tinggi, maka orang tersebut semakin luas pula
pengetahuannya.
f. Sosial budaya dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa
melalui penalaran apakah dilakukan baik atau buruk. Dengan
demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak
melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan
tersedianya fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga
stastus sosial ekonomi akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
g. Pengalaman
Pengalaman adalah peristiwa yang pernah dialami seseorang.
Azwar mengatakan bahwa sikap akan lebih mudah terbentuk apabila
pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan
faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan
akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lekas berbekas.

23

Dari uraian diatas dapat di simpulkan bahwa faktor yang


mempengaruhi pengetahuan adalah faktor dari eksternal atau luar.
C. Bermain
1. Pengertian Bermain
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela
untuk memperoleh kesenangan/kepuasan. Bermain merupakan cerminan
kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan sosial (Wong, 2000).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bermain juga dapat didefinisikan
sebagai suatu kegiatan yang menyenangkan hati dengan menggunakan
alat tertentu atau tidak. Bermain juga dapat digunakan sebagai media
untuk belajar karena dengan bermain anak akan belajar untuk
berkomunikasi, menyesuaikan diri, melakukan hal yang dapat dilakukan,
mengenal waktu, jarak, dan suara (Supartini, 2004).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bermain
adalah kegiatan belajar yang tidak langsung untuk memperoleh kepuasan
atau kesenangan.
2. Fungsi Bermain
a. Membantu perkembangan sensorik dan motorik
Fungsi ini dapat dilakukan dengan rangsangan sensorik dan motorik.
Melalui rangsangan ini, anak dapat mengeksplorasikan alam
sekitarnya. Sebagai contoh, bayi dapat dilakukan dengan rangsangan
taktil, audio, dan visual sehingga perkembangan sensorik dan
motoriknya meningkat. Sejak lahir anak yang telah dikenalkan atau
dirangsang visualnya, dikemudian hari kemampuan visualnya akan
lebih menonjol, seperti cepat mengenal seseuatu yang baru dilihatnya.

24

Demikian juga dengan pendengaran, apabila sejak bayi dikenalkan


dengan suara-suara maka daya pendengaranya dikemudian hari akan
lebih cepat berkembang dibandingkan dengan yang tidak ada stimulasi
sejak dini. Kemudian kemampuan motorik apabila sejak bayi
kemampuan motorik sudah dilakukan rangsangan, kemampuan
motoriknya akan lebih cepat berkembang, seperti kemampuan
menggenggam, menarik benda. Jadi rangsangan atau stimulasi yang
dimaksud tersebut adalah melalui suatu permainan dan alat permainan
yang digunakan.
b. Membantu perkembangan kognitif (berpikir)
Perkembangan kognitif dapat dirangsang melalui permainan baik yang
mengunakan alat atau tidak. Hal ini dapat terlihat pada saat anak
bermain. Anak akan mencoba melakukan komunikasi dengan bahasa
anak, mampu memahami objek permainan, seperti dunia tempat
tinggal, mampu belajar warna, memahami bentuk ukuran dan berbagai
manfaat benda yang digunakan dalam permainan sehingga fungsi dari
bermain pada model ini akan meningkatkan perkembangan kognitif
selanjutnya.
c. Meningkatkan sosialisasi anak
Proses sosialisasi ini dapat terjadi melalui permainan. Sebagai contoh
pada usia bayi, anak akan merasakan kesenangan terhadap kehadiran
orang lain dan merasakan ada teman yang memiliki dunia yang sama.
Pada usia todler, anak sudah mampu bermain dengan sesamanya.
Kegiatan ini sudah mulai proses sosialisasi satu dengan yang lain.
Kemudian bermain peran, seperti bermain berpura-pura menjadi

25

seorang guru, jadi seorang anak, jadi seorang bapak, dan lain-lain.
Pada usia prasekolah, anak sudah mulai menyadari akan keberadaan
teman sebaya sehingga harapan anak mampu melakukan sosialisasi
dengan teman dan orang lain.
d. Meningkatkan kreativitas
Anak mulai belajar menciptakan sesuatu dari permainan yang ada dan
mampu memodifikasi objek yang digunakan dalam permainan
sehingga anak akan lebih kreatif melalui model permainan ini, seperti
bermain bongkar pasang mobil-mobilan.
e. Meningkatkan kesadaran diri
Dengan bermain dapat memberikan kemampuan pada anak untuk
eksplorasi tubuh dan merasakan dirinya sadar dengan orang lain yang
merupakan bagian dari individu yang saling berhubungan. Anak mau
belajar mengatur perilaku dan membandingkan dengan perilaku orang
lain.
f. Mempunyai nilai terapeutik
Bermain dapat menjadikan diri anak lebih senang dan nyaman
sehingga stress dan ketegangan dapat dihindarkan. Bermain dapat
menghibur diri anak terhadap dunianya.
g. Mempunyai nilai moral pada anak
Dengan bermain, anak mulai mampu belajar benar dan salah dari
budaya di rumah, di sekolah, atau ketika berinteraksi dengan
temannya. Fungsi demikian dapat melalui permainan yang memiliki
aturan-auran yang harus dilakukan dan tidak boleh di langgar
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi
bermain adalah untuk dapat diketahui perkembangan anak lebih lanjut,

26

mengingat anak mempunyai berbagai masa dalam tumbuh kembang


seperi masa kritis, optimal dan sensitif.
3. Klasifikasi Bermain
Ada beberapa jenis permainan, ditinjau dari isi permainan dan
karakter sosial (Supartini, 2004) antara lain :
a. Berdasarkan isi permainan
1) Bermain Afektif Sosial
Bermain ini akan menunjukkan adanya perasaan senang
dalam berhubungan dengan orang lain, seperti ketika anda
memeluk anak sambil berbicara, bersenandung, kemudian anak
memberikan respon seperti tersenyum, tertawa gembira, dan lainlain. Sifat dari bermain ini adalah orang lain yang berperan aktif
sedangkan anak hanya berespon terhadap stimulasi sehingga akan
memberikan kesenangan dan kepuasan bagi anak.
2) Bermain bersenang-senang
Tipe bermain ini hanya memberikan kesenangan pada anak
melalui objek yang ada sehingga anak merasa senang dan
bergembira tanpa adanya kehadiran orang lain. Sifat bermain ini
adalah tergantung dari stimulasi yang diberikan pada anak. Seperti
bermain boneka-bonekaan, binatang-binatangan dan lain-lain.
3) Bermain keterampilan
Bermain ini menggunakan objek yang dapat melatih
kemampuan keterampilan anak. Diharapkan anak mampu untuk
berkreatif dan terampil dalam segala hal. Sifat permainan ini adalah
aktif dimana anak selalu ingin mencoba kemampuan dalam

27

keterampilan tertentu, seperti bermain dalam bongkar pasang


gambar. Disini anak akan selalu dipacu untuk selalu tampil dalam
meletakkan gambar yang telah dibongkar, kemudian bermain
latihan memakai baju dan lain-lain.
4) Bermain dramatik
Sesuai dengan sebutannya, pada permainan ini anak akan
memainkan peran sebagai orang lain melalui permainannya. Anak
berceloteh sambil berpakaian meniru orang dewasa, misalnya ibu
guru, ibunya, ayahnya dan lainnya. Apabila anak bermain dengan
temannya, maka akan terjadi percakapan di antara mereka tentang
peran orang yang mereka tiru. Permainan dramatik ini dapat
dilakukan apabila anak sudah mampu berkomunikasi dan mengenal
kehidupan sosial.
b. Berdasarkan Karakter Sosial
1) Bermain Menyelidiki
Bermain ini memberikan sentuhan pada anak untuk
berperan dalam menyelidiki sesuatu atau memeriksa dari alat
permainan, seperti mengocok atau mengetahui isinya. Permainan
ini bersifat aktif dan dapat digunakan untuk mengembangkan
kemampuan kecerdasan pada anak.
2) Bermain Konstruksi
Bermain ini bertujuan untuk menyusun suatu objek permainan agar
menjadi sebuah konstruksi yang benar, seperti permainan
menyusun balok. Sifat dari permainan ini adalah aktif dimana anak
selalu ingin menyelesaikan tugas-tugas yang ada dalam permainan
dan dapat membangun kecerdasan pada anak.
3) Bermain Onlooker

28

Permainan ini adalah suatu permainan dengan cara melihat


apa yang dilakukan oleh anak lain yang sedang bermain tetapi ia
tidak berusaha untuk ikut bermain. Sifat dari permainan ini adalah
pasif, akan tetapi anak akan mempunyai kesenangan atau kepuasan
tersendiri dengan melihatnya.
4) Bermain Soliter/Mandiri
Bermain yang dilakukan secara sendiri hanya terpusat pada
permainannya sendiri tanpa memperdulikan orang lain. Sifatnya
adalah aktif, tetapi bentuk stimulasi tambahan kurang karena
dilakukan sendiri. Dalam perkembangan mental, dapat membantu
menciptakan kemandirian pada anak.
5) Bermain Paralel
Bermain secara sendiri tetapi di tengah-tengah anak lain
yang sedang bermain, tetapi tidak ikut dalam kegiatan orang lain.
Sifat dari permainan ini adalah anak aktif secara sendiri tetapi
masih dalam satu kelompok. Dengan harapan, kemampuan anak
dalam menyelesaikan tugas mandiri dalam kelompok tersebut
terlatih dengan baik.
6) Bermain Asosiatif
Bermain secara bersama dengan tidak mengikat sebuah
aturan yang ada. Semuanya bermain, tanpa memperdulikan teman
yang lain dalam sebuah aturan. Bermain ini akan menumbuhkan
kreativitas anak karena ada stimulasi dari anak lain, tetapi belum
dilatih dalam mengikuti aturan dalam kelompok.
7) Bermain Kooperatif
Bermain dengan cara bersama dengan adanya aturan yang
jelas, adanya perasaan dalam kebersamaan sehingga terbentuk

29

hubungan pemimpin dan pengikut. Sifat permainan ini adalah aktif.


Anak akan selalu menumbuhkan kreativitasnya dan melatih anak
pada peraturan kelompok sehingga anak dituntut mengikuti
peraturan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
klasifikasi bermain adalah cara membedakan pola bermain pada
anak.
4. Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain
Supartini (2004), membagi faktor-faktor yang
mempengaruhi aktivitas bermain menjadi lima bagian, antara lain :
a. Tahap perkembangan anak
Aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak, yaitu
sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Permainan anak usia bayi tidak lagi efektif untuk pertumbuhan
dan perkembangan anak usia sekolah. Demikian juga sebaliknya
karena permainan merupakan alat stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Oleh karena itu orang tua harus mampu
mengetahui dan memberikan alat dan jenis permainan yang
tepat untuk setiap tahapan tumbuh kembang anak.
b. Status kesehatan anak
Untuk melakukan aktivitas bermain diperlukan energi.
Hal ini bukan berarti anak tidak perlu bermain saat sedang sakit.
Kebutuhan akan bermain pada anak sama halnya dengan
kebutuhan bekerja pada orang dewasa. Pada saat kondisi anak
anak sedang menurun atau sakit, orang tua harus jeli dalam
memilihkan permainan dan alat yang tepat untuk digunakan

30

dalam bermain yang dalam hal ini bukan asal alat bermain tetapi
harus yang mempunyai nilai edukatif.
c. Jenis kelamin anak
Dalam melaksanakan aktivitas bermain tidak
membedakan jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Semua
alat permainan dapat digunakan oleh anak laki-laki maupun
perempuan untuk mengembangkan daya pikir, imajinasi,
kreativitas, dan kemampuan sosial anak.
d. Lingkungan yang mendukung
Fasilitas bermain tidak selalu harus dibeli di toko atau
mainan jadi dengan harga yang mahal, tetapi lebih diutamakan
yang dapat menstimulus imajinasi dan kreativitas anak. Bahkan
seringkali mainan tradisional yang dibuat sendiri lebih dapat
merangsang kreatif anak. Keyakinan keluarga tentang moral dan
budaya juga mempengaruhi bagaimana anak dididik melalui
permainan. Sementara lingkungan fisik sekitar rumah lebih
banyak mempengaruhi ruang gerak anak untuk melakukan
aktivitas fisik dan motorik.
e. Alat dan jenis permainan yang cocok
Orang tua harus bijaksana dalam memberikan alat
permainan untuk anak. Pilih yang sesuai dengan tahapan tumbuh
kembang anak. Label yang tertera pada mainan harus dibaca
terlebih dahulu sebelum membelinya, apakah mainan tersebut
sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak. Alat permainan
yang harus didorong, ditarik, dan dimanipulasi, akan

31

mengajarkan anak untuk dapat mengembangkan koordinasi alat


gerak.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor
yang mempengaruhi aktivitas bermain adalah faktor internal dan
eksternal.
D. Alat Permainan edukatif
1. Pengertian
Alat bermain adalah segala macam sarana yang bisa merangsang
aktifitas yang membuat anak senang. Sedangkan alat permainan edukatif
yaitu alat bermain yang dapat meningkatkan fungsi menghibur dan fungsi
mendidik. Artinya, alat permainan edukatif adalah sarana yang dapat
merangsang aktivitas anak untuk mempelajari sesuatu tanpa anak
menyadarinya, baik menggunakan teknologi modern maupun teknologi
sederhana bahkan bersifat tradisional. Anak memerlukan alat permainan
yang bervariasi agar tidak cepat bosan. Alat permainan tidak harus
didapat dengan cara membeli tetapi bisa dengan cara membuat
Berdasarkan pendapat para ahli :
a. Suyadi, (2009).
Alat permainan edukatif (APE) adalah suatu alat permainan
yang dapat mengembangkan dan mengoptimalkan aspek tertentu
(kemampuan fisik, bahasa, kognitif, dan adaptasi sosialnya) secara
optimal ketika anak bermain.
b. Soetjiningsih, (2006)
Alat permainan merupakan salah satu alat untuk menstimulasi
pertumbuhan dan perkembangan anak
c. Ismail, (2009)
Dalam memilih alat permainan untuk anak dibutuhkan
ketelitian yang harus disesuaikan dengan usia tumbuh kembang
sehingga pertumbuhan dan perkembangan pada anak menjadi optimal

32

d. Sugianto. T (1995) dalam Zaman, (2007)


alat permainan edukatif (APE) adalah permainan yang sengaja
dirancang secara khusus untuk kepentingan pendidikan. Sementara
Badru Zaman (2007) menyatakan bahwa APE untuk anak TK adalah
alat permainan yang dirancang untuk tujuan meningkatkan aspekaspek perkembangan anak TK.
e. Adams, (1975)
Alat permainan edukatif adalah semua bentuk permainan yang
dirancang untuk memberikan pengalaman pendidikan atau
pengalaman belajar kepada para pemainnya, termasuk permainan
tradisional dan moderen yang diberi muatan pendidikan dan
pengajaran Atas dasar pengertian itu, permainan yang dirancang untuk
memberi informasi atau menanamkan sikap tertentu, misalnya untuk
memupuk semangat kebersamaan dan kegotongroyongan, termasuk
dalam kategori permainan edukatif karena permainan itu memberikan
pengalaman belajar kognitif dan afektif. Dengan demikian, tidak
menjadi soal apakah permainan itu merupakan permainan asli yang
khusus dirancang untuk pendidikan ataukah permainan lama yang
diberi nuansa atau dimanfaatkan untuk pendidikan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa alat
permainan edukatif alat adalah alat permainan yang di khususkan untuk
masa pertumbuhan anak di usia balita.
2. Kategori alat permainan edukatif (APE)
Berdasarkan Zaman, dkk (2007) alat permainan dapat
dikategorikan sebagai alat permainan edukatif untuk anak TK jika
memenuhi ciri-ciri sebagai berikut:
a. Ditujukan untuk anak usia TK.

33

b. Berfungsi mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak TK.


c. Dapat digunakan dengan berbagai cara, bentuk dan untuk bermacam
tujuan aspek pengembangan atau bermanfaat multiguna.
d. Aman bagi anak.
e. Dirancang untuk mendorong aktivitas dan kreativitas.
f. Bersifat konstruktif atau ada sesuatu yang dihasilkan.
3. Prinsip APE
a. Mengaktifkan alat indra secara kombinasi sehingga dapat
meningkatkan daya serap dan daya ingat anak didik.
b. Mengandung kesesuaian dengan keutuhan aspek perkembangan
kemampuan dan usia anak didik sehingga tercapai indikator
kemampuan yang harus dimiliki anak.
c. Memiliki kemudahan dalam penggunaannya bagi anak sehingga lebih
mudah terjadi interaksi dan memperkuat tingkat pemahamannya dan
daya ingat anak.
d. Membangkitkan minat sehingga mendorong anak untuk
memainkannya.
e. Memiliki nilai guna sehingga besar manfaatnya bagi anak.
f. Bersifat efisien dan efektif sehingga mudah dan murah dalam
pengadaan dan penggunaannya.
4. Syarat-Syarat Alat Permainan Edukatif (APE)
a. Berdasarkan Hidayat (2009) :
1) Keamanan
Alat permainan anak untuk usia di bawah 2 tahun
hendaknya tidak terlalu kecil, catnya tidak beracun, tidak ada
bagian yang tajam, dan tidak mudah pecah karena pada usia ini
kadang-kadang suka memasukkan benda ke dalam mulut.
2) Ukuran dan Berat
Prinsipnya mainan tidak membahayakan dan sesuai dengan
usia anak. Apabila mainan terlalu besar atau berat, anak sukar

34

menjangkau atau memindahkannya. Sebaliknya jika terlalu kecil


mainan akan mudah tertelan.
3) Desain
APE sebaiknya mempunyai desain yang sederhana dalam
ukuran, susunan, dan warna serta jelas maksud dan tujuannya.
Selain itu, APE hendaknya tidak terlalu rumit untuk menghindari
kebingungan anak.
4) Fungsi yang Jelas
APE sebaiknya mempunyai fungsi yang jelas untuk
menstimulasi perkembangan anak.
5) Variasi APE
APE sebaiknya dapat dimainkan secara bervariasi (dapat
dibongkar pasang). Namun tidak terlalu sulit agar anak tidak
frustasi dan tidak terlalu mudah karena anak akan cepat bosan.
6) Universal
APE harus dapat diterima dan dikenali oleh semua budaya
dan bangsa. Jadi, dalam menggunakannya, APE mempunyai prinsip
yang bisa dimengerti oleh semua orang.
7) Tidak mudah rusak, mudah di dapat, dan terjangkau oleh
masyarakat luas
8) Karena APE berfungsi sebagai stimulus untuk perkembangan anak,
maka setiap lapisan masyarakat baik dengan tingkat ekonomi tinggi
maupun rendah hendaknya dapat menyediakan sesuai dengan
Perkembangan Anak.
b. Berdasarkan Sudono, (2009)
1) Aman
Kriteria kedua dalam memilih alat permainan yang mencerdaskan
adalah sifat aman. Aman dalam artian tidak membahayakn fisik
maupun psikis anak. Bahan baku untuk membuat alat permainan

35

adalah faktor utama. Terlebih lagi, untuk anak usia 1-3 tahun, maka
pemilihan alat permainan harus lunak, tanpa sisi tajam, dan lembut.
2) Menyenangkan
Tidak semua alat permainan yang menyenangkan dapat diberikan
pada anak. Sebab, bisa jadi permainan tersebut justru merusak
aspek tertentu dalam diri anak. Oleh karena itu walaupun
menyenangkan , permainan itu juga harus mencerdaskan. Faktor
yang menyenangkan dalam setiap permainan sangat penting
diperhatikan, karena jika permainan itu ternyata tidak disenangi
anak walaupun menurut ibu itu sangat baik, maka anak akan
menujukkan sifat benci pada permainan tersebut.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa syarat alat
permainan edukatif adalah harus memberikan fungsi dan menyenangkan
untuk balita.
5. Fungsi Alat Permainan Edukatif (APE)
Ismail (2009), mengelompokkan beberapa fungsi dari permainan
edukatif sebagai berikut :
a. Memberikan ilmu pengetahuan kepada anak melalui proses
pembelajaran bermain sambil belajar.
b. Merangsang pengembangan daya pikir, daya cipta, bahasa, agar dapat
menumbuhkan sikap,mental serta akhlak yang baik.
c. Menciptakan lingkungan bermain yang menarik, memberikan rasa
aman, dan menyenangkan.
d. Meningkatkan kualitas pembelajaran anak-anak.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi alat
permainan edukatif adalah untuk merangsang pertumbuhan anak.
6. Jenis Alat Permainan Berdasarkan Kelompok Usia
Alat permainan dikatakan tepat jika mengandung unsur edukatif
di dalamnya dan sesuai dengan usia tumbuh kembangnya. Dikatakan

36

tidak tepat jika alat yang diberikan tidak sesuai dengan usia tumbuh
kembang anak (Musbikin, 2010). Untuk lebih jelasnya, berikut ini dapat
dijadikan panduan dalam memilih alat permainan edukatif yang
mencerdaskan dan sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak (Suyadi,
2009).
Berdasarkan Hidayat, (2005)
a. Usia 1 tahun
Tujuan :
1) Melatih anak untuk dapat mengenal sumber suara dalam
perkembangan sensoriknya ( pada usia ini, anak belum tertarik
untuk mencari sumber suara, hanya akan mendengar dan melihat)
2) Melatih kemampuan motorik halus dengan mainan yang dapat
digoyang
3) Melatih perkembangan otak/kecerdasan dengan mainan yang
memiliki warna-warna yang cerah dari kertas
4) Melatih koordinasi anggota gerak dengan mainan yang digantung
dari kertas
Alat permainan yang dianjurkan :
a) Kerincingan, benda yang menimbulkan suara
b) Mainan yang dapat digoyang, boneka plastik
c) Mainan yang terbuat dari kertas dan digantung (mobil-mobilan dari
kertas atau bentuk yang lain)
d) Balon
e) Gambar hewan dan tumbuhan
b. Usia 2 tahun
Tujuan :
a) Mencari sumber suara/ mengikuti sumber suara.
b) Memperkenalkan sumber suara
c) Melatih anak melakukan gerakan mendorong atau menarik
d) Melatih imajinasi
Alat permainan yang dianjurkan :
a) Gendering, bola dengan giring-giring didalamnya

37

b) Alat permainan yang dapat ditarik atau didorong (mobil-mobilan)


c) Alat permainan yang terdiri dari alat rumah tangga (misalnya
cangkir yang tidak mudah pecah, sendok plastik, ember, Waskom,
air, balok-balok besar, kardus, buku bergambar, kertas-kertas untuk
dicoret, krayon/pensil warna).
c. Usia 3 tahun
Tujuan :
a) Menyalurkan emosi/perasaan anak
b) Mengembangkan keterampilan berbahasa
c) Melatih motorik halus dan kasar
d) Mengembangkan kecerdasan (memasangkan, menghitung,
mengenal, dan membedakan warna)
Alat permainan yang dianjurkan :

a. Lilin yang dapat dibentuk


b. Alat-alat untuk menggambar
c. Parsel (puzzle sederhana)
d. Manik-manik ukuran besar
e. Bola
7. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Alat Permainan
Ronald (2006), membagi faktor-faktor yang mempengaruhi
pemilihan alat permainan menjadi lima bagian, antara lain:
a. Pengetahuan
Dalam memilih alat permainan tidak terlepas kaitannya dengan
pengetahuan yang dimiliki oleh orang tua, terutama ibu, yang menjadi
orang terdekat dan pendidik pertama di dalam lingkungan keluarga.
Hal ini menjadi penting karena idealnya, jika pengetahuan terhadap
alat permainan baik maka dalam memilih tidak akan sembarangan
melainkan akan lebih selektif, baik dilihat dari segi keamanan
benda/alat bermain, bentuk yang dapat merangsang perkembangan,

38

warna, dan manfaatnya. Begitu juga sebaliknya jika pengetahuan


terhadap alat permainan kurang maka dalam pemilihannya pun tidak
terlalu selektif sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak
menjadi tidak optimal.
b. Sikap
Sikap memiliki bentuk atau reaksi tertutup dalam diri
seseorang. Sikap juga mempengaruhi dalam pemilihan alat permainan.
Seseorang yang memiliki pengetahuan yang baik terhadap alat
permainan belum tentu akan mencerminkan sikap yang baik pula.
Oleh karena itu dalam melakukan pemilihan alat permainan
dibutuhkan keseimbangan antara pengetahuan yang dimiliki dengan
sikap.
c. Lingkungan (Tempat Bermain)
Lingkungan tempat bermain anak mempengaruhi pemilihan
dalam alat permainan. Lingkungan bisa dilihat dari luasnya
lingkungan tempat anak bermain. Jika tempat bermainnya luas, maka
anak akan merasa leluasa untuk melakukan permainan yang ia
inginkan akan tetapi jika tempat bermainnya sempit, maka anak
merasa tidak leluasa melakukan permainan yang ia inginkan. Sebagai
contoh anak yang diberi mainan bola jika dilakukan ditempat tertutup
dan sangat sempit, maka anak tidak akan mau bermain tetapi jika
diajak ditempat yang terbuka seperti lapangan, anak akan lebih
termotivasi untuk bermain dengan bola tersebut.
d. Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi keluarga anak juga mempengaruhi
dalam menentukan alat permainan anak. Jika anak tersebut dari

39

keluarga yang kaya, maka permainan yang ia lakukan memiliki alat


permainan yang modern dengan harga yang mahal akan tetapi
cenderung bersifat individualis mengakibatkan anak bersifat egois dan
lingkungan bermainnya pun terbatas hanya pada lingkungannya
sendiri. Sedangkan, jika anak tersebut berasal dari keluarga yang
mampu maupun miskin, maka permainan yang ia lakukan memiliki
alat permainan yang sederhana dan tradisional dengan harga yang
terjangkau bahkan tidak dibeli dan dapat dibuat sendiri dari barang
bekas dan dari alam. Dan sesama anak dari kelurga yang mampu
maupun miskin cenderung bersifat sosial dan jiwa berbagi tertanam
pada diri anak.
e. Peran Orang Tua
Orang tua merupakan faktor penting dalam menentukan alat
permainan yang tepat bagi anak. Sebaiknya orang tua ikut bermain
bersama anak walau terkadang anak menginginkan untuk bermain
sendiri. Ketika anak membutuhkan kehadiran orang lain maka orang
tua perlu hadir untuk membantu sehingga fungsi dari alat permainan
tercapai dan dapat ditangkap dengan maksimal oleh anak.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang
mempengaruhi pemilihan alat permainan adalah dari faktor internal dan
eksternal.
8. Kesalahan Kesalahan Didalam Memilih Alat Permainan
Tujuh kesalahan yang sering dibuat dalam memilih alat
permainan (Soetjinigsih, 2006) antara lain:

40

a.

Orang tua memberikan sekaligus banyak macam alat


permainan Padahal pada umumnya anak-anak suka mengulang-ulang

alat permainan yang sama.


b.
Banyak orang tua membeli alat permainan dengan alasan
lebih menaraik dan indah tetapi tidak berpikir apa yang akan
c.

dilakukan anak terhadap alat permainan tersebut.


Banyak orang tua membayar terlalu mahal utuk alat
permainan, tanpa menyadari bahwa alat permainan yang dibuat sendiri

d.

dapat lebih bermanfaat dan hemat.


Alat permainan yang terlalu lengkap/banyak sehingga
sedikit peluang bagi anak akan melakukan eksplorasi dan konstruksi

terhadap alat permainan.


e.
Alat permainan yang tidak sesuai dengan umur anak, anak
terlalu tua atau terlalu muda terhadap alat permainan tersebut sehingga
maksud dan tujuan dari alat permainan tidak tercapai.
f.
Memberikan terlalu banyak alat permainan dengan tipe
yang sama
g.

Banyak orang tua yang tidak meneliti keamanan dari alat


permainan yang dibelikan untuk anak.

E. Kerangka teori
Bagan 2.1
Skema kerangka teori

41

Tingkat pengetahuan
Tahu (Know)
Memahami

(responsible)

(Komprehension)
Aplikasi

(Application)
Analisis (Analysis)
Sintesis
Faktor-faktor yang mempengaruhi
(Synthesis)
Evaluasi
pengetahuan
1. Umur
(Evaluation)
2. Minat
3.(Notoatmodjo,2012
Tempat tinggal dalam sarach,2014)
4. Sumber informasi
5. Pendidikan
6. Sosial budaya dan ekonomi
7. Pengalaman
(Nursalam, 2011)
(Nothoadmodjo, 2007)
-

Tingkatan sikap
1. Menerima (Receiving
2. Merespon (Responding)
3. Menghargai (valuing)
4. Bertanggung Jawab

(Notoadmodjo, 2010)
(Rahayuningsih, 2008)

Anda mungkin juga menyukai