Anda di halaman 1dari 115

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1.

Pengendalian Kualitas Statistik

Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan


produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi dan melebihi
harapan.1
Pengendalian kualitas statistik merupakan teknik penyelesaian masalah
yang digunakan untuk memonitor, mengendalikan, menganalisis, mengelola dan
memperbaiki produk dan proses menggunakan metode-metode statistik.
Pengendalian kualitas statistik (Statistikal Quality Control) sering disebut sebagai
pengendalian

proses

statistik

(Statistikal

Process

Control).

Selanjutnya

penyelesaian masalah dengan statistik mencakup dua hal, seperti melebihi batas
pengendalian bila proses dalam kondisi terkendali atau tidak melebihi batas
pengendalian bila proses dalam kondisi di luar kendali. Karena itu, peta
pengendalian (Control Chart) mengsumsikan bahwa proses berada dalam batas
pengendalian dan acceptanc sampling mengasumsikan bahwa produk dapat
diterima tanpa kontradiksi dengan tingkat kapasitas yang tinggi.2
Pengendalian kualitas proses dan produk juga dapat dibagi menjadi dua
golongan menurut jenis datanya, yaitu data variabel dan data atribut. Data variabel

Iskandar indranata.2008.Pendekatan Kualitatif Untuk Pengendalian Kualitas.Jakarta : Penerbit


Universitas Indonesia.Hal. 33-38
2
Malayu Ariani, Dorothea, Pengendalian Kualitas Statistik,( Yogyakarta : Edisi Pertama, Andi
Offset,1999), pp. 54.

Universitas Sumatera Utara

memberikan lebih banyak informasi daripada atribut. Namun demikian, data


variabel tidak dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik kualitas seperti
banyaknya kesalahan atau persentase kesalahan suatu proses. Data variabel dapat
menunjukkan seberapa jauh penyimpangan dari standar proses, sementara data
atribut tidak dapat menunjukkan informasi tersebut.
Sementara itu, menurut Gryna (2001) terdapat langkah dalam menyusun
peta pengendali proses atau control chart, yaitu :
1. Memilih karakteristik yang akan direncanakan, yang meliputi :
a.

Memberikan prioritas yang tinggi pada karakteristik yang dijalankan saat


ini dengan tingkat kesalahan yang paling tinggi. Untuk itu dapat digunakan
analisis pareto.

b.

Mengidentifikasi variabel-variabel proses dan kondisi-kondisi yang dapat


memberikan kontribusi dalam karakteristik produk akhir.

c.

Memeriksa dan memastikan proses pengukuran telah memenuhi syarat


ketepatan dan keakuratan pemberian data yang tidak mengaburkan variasi
dalam proses manufaktur maupun pelayanan. Variasi atau penyimpangan
dalam proses tersebut menunjukkan tidak hanya penyimpangan proses
manufaktur tetapi juga kombinasi penyimpangan dan pengukuran proses.

d.

Penentuan titik paling awal dalam proses produksi yang dapat dilakukan
untuk mendapatkan informasi tentang penyebab khusus bahwa peta
pengendali digunakan sebagai peringatan awal untuk mencegah kesalahan.

Universitas Sumatera Utara

2. Memilih jenis peta kendali / peta kontrol.


Alat untuk menyelidiki sebab-sebab variasi dalam kegiatan proses adalah peta
kendali (control chart). Peta kontrol adalah suatu alat statistik yang dapat
digunakan untuk mempertahankan variasi-variasi di dalam kualitas keluaran
yang disebabkan karena ketidaksesuaian spesifikasi yang diinginkan. Manfaat
dari peta kontrol adalah memberitahukan kapan harus membiarkan suatu
proses berjalan seadanya atau kapan harus mengambil tindakan untuk
mengatasi gangguan. Penghapusan sebab-sebab yang menimbulkan fluktuasi
yang menyimpang ini disebut sebagai pengaturan sebuah proses menjadi
terkendali, dan hal ini merupakan sebab utama bagi terjadinya penuruanan
biaya akibat pengendalian mutu statistik. Peta kontrol yang digunakan dalam
penelitian ini adalah : peta kontrol bagian yang ditolak (p). Peta kontrol bagian
yang ditolak (p) yaitu kontrol untuk bagian yang ditolak karena tidak sesuai
dengan spesifikasi (fraction defective or fraction non conforming). Bagian
yang ditolak (pi) adalah rasio dari banyak item yang tidak sempurna yang
ditemukan dalam pemeriksaan atau sederetan pemeriksaan terhadap total
jumlah item yang benar-benar diperiksa. Bagian yang ditolak atau tidak sesuai
selalu dinyatakan dalam bentuk pecahan.
3. Menentukan garis pusat (control line) yang merupakan rata-rata data masa lalu
atau rata-rata yang dikehendaki.
4. Pemilihan sub kelompok. Tiap titik pada peta pengendali menunjukkan sub
kelompok yang berasal dari beberapa unit produk. Untuk tujuan pengendalian

Universitas Sumatera Utara

proses sub kelompok yang dipilih, sehingga unit-unit yang ada dalam sub
kelompok memiliki kemungkinan besar menjadi berbeda.
5. Penyediaan sistem pengumpulan data. Jika peta pengendali untuk alat
pengendali diwajibkan, maka harus dibuat sederhana dan memenuhi
pemakaian.
6. Perhitungan batas pengendali dan penyediaan instruksi-instruksi khusus dalam
interpretasi terhadap hasil dan tindakan para karyawan produksi tersebut.
7. Penempatan data dan membuat interpretasi terhadap hasilnya.

3.2.

Critical-to-Quality (CTQ)
Critical-to-Quality (CTQ) merupakan atribut-atribut yang sangat penting

untuk diperhatikan karena berkaitan langsung dengan kebutuhan dan kepuasan


pelanggan. Merupakan elemen dari suatu produk, proses, atau praktek-praktek
yang berdampak langsung pada kepuasan pelanggan.3

3.3.

Process Capability
Process Capabilty merupakan kemampuan proses untuk memproduksi

atau menyerahkan output sesuai dengan ekspektasi dan kebutuhan pelanggan.


Process Capability sering dinotasikan sebagi Cp, merupakan suatu ukuran kinerja

kritis yang menunjukkan proses mampu menghasilkan sesuai dengan spesifikasi


produk yang ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi
produk.
3

Vincent Gasverz, Total Quality Manajement, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, , 2001),
pp. 308-309.

Universitas Sumatera Utara

Perlu dipahami bahwa indeks Cp mengacu kepada Critical-to-Quality


(CTQ) tunggal atau item karakteristik kualitas individual. Indeks Cp mengukur
kapabilitas potensial atau yang melekat dari suatu proses yang diasumsikan stabil,
dan biasanya didefinisikan sebagai :
Cp

USL LSL
6 standard deviasi

Kedua nilai USL (Upper Specification Limit) dan LSL (Lower


Specification Limit) ditentukan berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

Sedangkan standar deviasi merupakan ukuran variasi proses atau penyimpangan


dari nilai target yang ditetapkan. Process Capability hanya diukur untuk proses
yang stabil, sehingga apabila dianggap tidak stabil, maka proses itu harus
distabilkan terlebih dahulu. Dengan demikian nilai standar deviasi yang digunkan
dalam pengukuran process capability (Cp) harus berasal dari proses yang stabil,
sehingga merupakan variasai yang melekat pada proses yang stabil itu.

3.4.

DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve and Control)

DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve and Control) merupakan


proses untuk peningkatan terus menerus menuju target Six Sigma. DMAIC
dilakukan secara sistematik, berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta (systematic,
scientific and fact based). Proses closed-loop ini (DMAIC) menghilangkan

langkah-langkah proses yang tidak produktif, serta berfokus pada pengukuranpengukuran baru dan menerapkan teknologi untuk peningkatan kualitas menuju
target Six Sigma.
3.5.

Pengukuran, Analisis dan Peningkatan Kualitas

Universitas Sumatera Utara

Peningkatan kualitas merupakan aktivitas teknik dan manajemen, melalui


karakteristik kualitas dari produk (barang dan/atau jasa) diukur, kemudian
membandingkan hasil pengukuran itu dengan spesifikasi produk yang diinginkan
pelanggan, serta mengambil tindakan peningkatan yang tepat apabila ditemukan
perbedaan di antara kinerja aktual dan standard.4
Berdasarkan uraian diatas, peningkatan kualitas didefinisikan sebagai
metodologi pengumpulan dan analisis data kualitas, serta menentukan dan
menginterpretasikan pengukuran - pengukuran yang menjelaskan tentang proses
dalam suatu sistem industri, untuk meningkatkan kualitas produk, guna memenuhi
kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

3.6.

Definisi Variasi dalam Konteks Peningkatan Proses

Variasi adalah ketidakseragaman dalam proses operasional sehingga


menimbulkan perbedaan dalam kualitas produk (barang dan/atau jasa) yang
dihasilkan. Pada dasarnya dikenal dua sumber atau penyebab timbulnya variasi,
yang diklasifikasikan sebagai berikut :
1.

Variasi Penyebab Khusus (special-causes variation) adalah kejadian-kejadian


di luar sistem manajemen kualitas yang mempengaruhi variasi dalam sistem
itu. Penyebab khusus dapat bersumber dari faktor-faktor : manusia, mesin dan
peralatan, material, lingkungan, metode kerja, dan lain-lain. Penyebab khusus
ini mengambil pola-pola non acak (nonrandom pattens) sehingga dapat
diidentifikasi/ditemukan, sebab mereka tidak selalu aktif dalam proses tetapi

Vincent, Gaspers, Metode Analisis Untuk Peningkatan Kualitas (Jakarta : Penerbit PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2001), pp. 1-10

Universitas Sumatera Utara

memiliki pengaruh yang lebih kuat pada proses, sehingga menimbulkan


variasi. Dalam konteks analisis data menggunakan peta-peta kendali atau
kontrol (control chart), jenis variasi sering ditandai dengan titik-titik
pengamatan yang melewati atau keluar dari batas-batas pengendalian yang
didefinisikan (defined control limits).
2.

Variasi Penyebab Umum (common - causes variation) adalah faktor - faktor


di dalam sistem manajemen kualitas atau yang melekat pada proses yang
menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem itu beserta hasil-hasilnya.
Penyebab umum sering disebut juga disebut sebagai penyebab acak
(random causes) atau penyebab sistem (system causes). Karena penyebab
umum ini selalau melekat pada sistem manajemen kualitas, untuk
menghilangkannya harus menelusuri elemen-elemen dalam sistem itu dan
hanya pihak manajemen yang dapat memperbaikinya, karena pihak
manajemen yang mengendalikan sistem manajemen kualitas itu. Dalam
konteks analisis data dengan menggunakan peta - peta kendali atau kontrol
(control chart), jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan
yang berada dalam batas-batas pengendalian yang didefinisikan (defined
control limits).

Suatu proses hanya mempunyai variasi penyebab umum (common-causes


variation) yang mempengaruhi produk atau out-comes merupakan proses

yang stabil karena penyebab sistem yang mempengaruhi variasi biasanya


relatif stabil sepanjang waktu. Variasi penyebab umum dapat diperkirakan
dalam batas-batas pengendalian yang ditetapkan dengan menggunakan peta-

Universitas Sumatera Utara

peta kontrol. Sedangkan apabila variasi penyebab khusus terjadi dalam


proses, proses itu akan menjadi tidak stabil. Upaya-upaya menghilangkan
variasi penyebab khusus akan membawa proses ke dalam pengendalian
proses menggunakan peta-peta kontrol statistikal (statistikal control charts).

3.7.

Six Sigma Motorola (Tahun 1988)


Motorola

Corporation

mengembangkan

metode

kualitas

dengan

menetapkan program/proyek Six Sigma ke segenap aktivitas prosesnya (dalam


Malcolm Baldridge National Quality Award). Tujuan program/proyek tersebut

mereduksi berbagai variasi proses yang timbul di setiap fungsi proses. Dasar
pertimbangan awal program tersebut adalah menetapkan tingkat standar
penyimpangan () sebesar 6. Harga 6 adalah nilai tengah dari tebaran spesifikasi
proses. Motorola mengalokasikan sebesar 1,5 yang ditarik () dari nilai tengah
(6). Lalu sisanya 4,5 adalah batasan aman dan batasan respektif. Jika ratarata proses berada ditengah-tengah kurva (6), berarti Cp = 2,00 atau dapat
diartikan bahwa setiap 1.000.000 proses hanya akan terjadi 54 kali kegagalan
proses.

Universitas Sumatera Utara

1,5
Sigma
4,5
Sigma

1,5
Sigma
4,5
Sigma

Mean
Proses

LSL

USL

Gambar 3.1. Interpretasi dari Program Six Sigma Motorola

3.7.1. Six Sigma dan Kapabilitas Proses

Konsep dasar dari kapabilitas proses adalah sebagai berikut :


1.

Aktualisasi rata-rata kinerja proses harus sebanding dengan level kinerja ideal
atau harga/nilai target;

2.

Tebaran kinerja proses harus relatif lebih kecil dari batasan fungsional;
Berdasarkan pada filosofi Six Sigma do the right thing, and do thing

right all the time, kapabilitas proses menjadi permasalahan yang cukup serius.

Jika proses dapat terlaksana dengan kinerja yang tinggi, akan dapat timbul
masalah-masalah ketidakkonsistenan dari proses dan kualitas produk yang
disebabkan oleh upaya pemenuhan target terhadap waktu (asumsi; volume
produksi tinggi akan meningkatkan nilai profitabilitas = kinerja proses). Hal ini
sering dijumpai pada produk-produk jasa pelayanan. Six Sigma adalah kunci
strategis dalam menghadapi masalah tersebut. Hal ini karena dalam daur hidup

Universitas Sumatera Utara

proses seperti kasus di atas, maka strategi yang paling tepat adalah menerapkan
berbagai metode pendekatan kualitas (produk/proses) dan manajemen proses
sesuai dengan dasar kepentingannya. Tujuan dari inisiatif six Sigma tersebut
adalah

untuk

memastikan

bahwa

aktivitas

proses

berjalan

dengan

mempertimbangkan seluruh faktor yang mempengaruhi proses yang ada agar


berada pada derajat konsistensi yang tinggi.

3.7.2. Perspektif Six Sigma

Six sigma adalah sebuah konsep dan metodologi yang terfokus pada upaya
penciptaan nilai produk dan jasa yang bertaraf world-class, yang bergerak
seiring dengan upaya pengembangan dan peningkatan kinerja di dalam aktivitas
bisnis, pembangunan struktur organisasional kerja yang terlibat di dalamnya, serta
penyusunan peta proses kerja bisnis korporosi secara aktual dan nyata.
Six Sigma adalah konsep pengembangan dan peningkatan kinerja bisnis
yang memiliki dua maksud. Maksud yang pertama adalah world-class Standard
atau sebagai tolok ukur dalam penilaian karakteristik produk/jasa dan parameter
proses dalam aktivitas bisnis. Maksud kedua adalah sebagai metode dan aplikasi
pengembangan serta peningkatan struktur-struktur proses bersamaan dengan
struktur organisasional bisnis sebagai bagian dari standar operasional yang
mendekati nilai kesempurnaan. Perbedaan maksud tersebut hanya akan dapat
dilihat dan dibuktikan dengan metode serta aplikasi statistika modern.

Universitas Sumatera Utara

3.7.3. Prinsip Six Sigma

Dalam memahami perbedaan interpretasi dan sudut pandang berbagai


konsep manifestasi kualitas adalah dengan memperhatikan prinsip-prinsip
aktivitas proses kerja, esensi metodologi yang digunakan, atau dengan menilai
ekpresi dari pendekatan multi - fungsi yang ada di dalamnya. Sehubungan dengan
itu, perbedaan antara six sigma dengan model pendekatan statistika lainnya adalah
six sigma merupakan sebuah konsep strategi pengembangan dan peningkatan
proses/produk/jasa yang menggunakan pendekatan pada berbagai prinsip - prinsip
dan model - model statistika. Pendekatan prinsip-prinsip dan model - model
statistik

tersebut

diterapkan

dalam

mendukung

aktivitas

pendefinisian

subjek-objek, pemetaan matriks kerja atau proses, perhitungan level-level sigma,


dan pengukuran tingkat kinerja proses maupun produk/jasa. Dalam aktivitas
proses pengembangan dan peningkatan six sigma akan dipengaruhi oleh tiga
elemen dasar, yaitu :
1. Pendekatan proyek-proyek
2. Infrastruktur organisasional kerja
3. Peningkatan kompetensi dan kapabilitas dari personil atau sumber daya
manusia yang terlibat di dalamnya.
3.8.

Tahapan Tahapan Dalam Six Sigma

Penentuan kualitan Six Sigma dapat dilakukan dengan menggunakan


pendekatan Define, Measure, Analyze, Improve, Control (DMAIC). Adapun
tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut.
3.8.1. Define

Universitas Sumatera Utara

3.8.1.1.Diagram SIPOC (Supplier-Input-Process-Output-Customer)5

Diagram SIPOC adalah peta tingkat tinggi yang digunakan untuk


menentukan batasan proyek Six Sigma dengancara mengidentifikasi proses yang
sedang dipelajari, input dan output proses tersebut serta pemasok dan
pelanggannya. Dengan informasi yang cukup mengenai fungsi-fungsi yang terkait
dalam perusahaan itu, dapat dipahami dan diketahui jalannya proses yang ada di
dalam perusahaan dari awal sampai akhir sehingga dapat melakukan perbaikan
terhadap masalah yang ada di dalam proses secara tepat. Pembuatan diagram ini
biasanya dilakukan pada awal dari penelitian, bila menggunakan metode DMAIC
maka pembuatan diagram SIPOC berada pada tahap define karena akan digunakan
sebagai dasar pedoman bagi perbaikan yang akan dilakukan. Bentuk dari diagram
SIPOC dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Bentuk Diagram SIPOC

Adapun penjelasan dari masing-masing bagian pada diagram SIPOC di atas yaitu:

James R. Evans dan William M. Lindsay, Op. cit, hlm. 93-94

Universitas Sumatera Utara

1. Supplier (Pemasok)
Supplier

adalah

orang,

proses,

perusahaan

yang

menyalurkan

dan

menyediakan bahan dan segala sesuatu yang dikerjakan di dalam proses. Pihak
supplier ini bisa berupa supplier eksternal dan supplier internal. Yang

dimaksud dengan supplier eksternal adalah adalah supplier yang berasal dari
luar perusahaan. Sedangkan yang dimaksud dengan supplier internal adalah
supplier yang berasal dari dalam perusahaan yang biasanya berasal dari proses

sebelumnya.
2. Input (Masukan)
Input adalah barang atau jasa yang dibutuhkan oleh suatu prosesuntuk

menghasilkan output. Input tidak hanya berupa material atau bahan mentah
yang diperlukan untuk proses produksi, akan tetapi juga dapat pula berupa
informasi yang kemudian input ini akan diolah lebih lanjut di dalam proses.
3. Process (Proses)
Proses adalah langkah-langkah yang diperlukan baik langkah-langkah yang
memberikan nilai tambah terhadap produk maupun yang tidak untuk membuat
produk mulai dari bahan mentah sampai menjadi produk jadi.
4. Output (Hasil)
Output adalah produk jadi, baik itu barang ataupun jasa atau informasi, yang

dihasilkan oleh proses dimana hasil ini kemudian dikirimkan kepada


konsumen.

5. Customer (Pelanggan)

Universitas Sumatera Utara

Pelanggan adalah orang, departemen atau perusahaan yang menerima output,


dan

juga

bisa

bersifat

eksternal

maupun

internal

terhadap

perusahaan.Pelanggan eksternal adalah pelanggan yang berasal dari luar


perusahaan yang biasanya membeli produk jadi, sedangkan pelanggan internal
adalah pelanggan yang berasal dari dalam perusahaan yang biasanya berupa
proses atau divisi yang selanjutnya yang akan menerima hasil dari proses
sebelumnya.

3.8.1.2.Peta Kerja 6

Peta-peta kerja merupakan alat sistematis untuk mengumpulkan semua


fakta-fakta, yang kemudian dengan mengemukakan peta-peta kerja pula faktafakta ini dikomunikasikan kepada orang lain dengan sistematis dan jelas. Untuk
bisa mengemukakan fakta-fakta dengan baik, perlu ditinjau secara makro dan
mikro. Peninjauan secara makro berarti bahwa fakta-fakta yang ada ditinjau secara
menyeluruh sedangkan secara makro fakta-fakta yang ada ditinjau secara
terperinci disetiap stasiun kerja. Kedua cara peninjauan ini dipenuhi dengan
menggunakan peta kerja artinya peta-peta kerja yang ada sekarang pada dasarnya
bisa dibagi dalam dua kelompok besar yaitu peta-peta kerja yang menganalisa
secara keseluruhan (makro), dan peta-peta kerja yang menganalisa kerja setempat
(mikro).

Iftikar Z. Sutalaksana, Teknik Tata Cara Kerja, (Bandung : Penerbit ITB, 1979)

Universitas Sumatera Utara

Peta-peta kerja sangat berguna untuk mengumpulkan fakta-fakta dan

penyajiannya dalam langkah penganalisisan masalah. Peta-peta kerja merupakan


salah satu alat yang sistematis dan jelas untuk berkomunikasi secara luas dan
sekaligus melalui peta-peta kerja ini bisa didapatkan informasi-informasi yang
diperlukan untuk memperbaiki suatu metoda kerja. Contoh informasi-informasi
yang diperlukan untuk memperbaiki suatu metoda kerja, terutama dalam suatu
proses produksi ialah sebagai berikut:
1.

Jumlah benda kerja yang harus dibuat.

2.

Waktu operasi mesin.

3.

Kapasitas mesin.

4.

Bahan-bahan khusus yang harus disediakan.

5.

Alat-alat khusus yang harus disediakan.

6.

Dan sebagainya.

Peta Proses Operasi (Operation Process Chart)

Peta proses operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan


langkah-langkah proses yang akan dialami bahan baku mengenai urutan-urutan
operasi dan pemeriksaan, mulai dari awal sampai menjadi produk jadi utuh
maupun sebagai komponen, dan juga memuat informasi-informasi yang
diperlukan untuk analisa lebih lanjut, seperti waktu yang dihabiskan, material
yang digunakan, dan tempat atau alat atau mesin yang dipakai.

Kegunaan peta proses operasi antara lain:

1. Bisa mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya.


2. Bisa memperkirakan kebutuhan akan bahan baku.

Universitas Sumatera Utara

3. Sebagai alat untuk latihan kerja.


4. Sebagai alat untuk menentukan tata letak kerja.
Prinsip-prinsip pembuatan peta proses operasi adalah sebagai berikut:
1. Pertama-tama pada baris paling atas dinyatakan kepalanya Peta Proses
Operasi yang diikuti oleh identifikasi lain, seperti: nama objek, nama
pembuat peta, tanggal dipetakan, cara lama atau cara sekarang, nomor peta
dan nomor gambar.
2. Material yang akan diproses diletakkan di atas garis horizontal, yang
menunjukkan bahwa material tersebut masuk ke dalam proses.
3. Lambang-lambang ditempatkan dalam arah vertikal, yang menunjukkan
terjadinya perubahan proses.
4. Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan secara berurutan sesuai
dengan urutan operasi yang dibutuhkan untuk pembuatan produk tersebut atau
sesuai dengan proses yang terjadi.
5. Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara tersendiri
dan prinsipnya sama dengan penomoran untuk kegiatan operasi.

3.8.2. Measure
3.8.2.1.Critical To Quality(CTQ)7
Critical To Quality adalah kebutuhan yang sangat penting dari produk

yang diperlukan oleh pelanggan. Identifikasi CTQ membutuhkan pemahaman

Peter SPande, Neuman, Robert P., Cavanagh, Roland R, Op.cit, hlm. 31

Universitas Sumatera Utara

akan suara pelanggan (voice of customer) yaitu kebutuhan pelanggan yang


diekspresikan dalam bahasa pelanggan itu sendiri.
Perusahaan yang bersangkutan harus dengan jelas mendefinisikan
bagaimana karakteristik CTQ ini dapat diukur dan dilaporkan. CTQ yang
merupakan karakteristik kualitas yang ditetapkan seharusnya berhubungan
langsung dengan kebutuhan spesifik pelanggan yang diturunkan secara langsung
dari persyaratan-persyaratan output dan pelayanan. Pada akhirnya, perusahaan
tersebut harus menghubungkan pengukuran CTQ pada kunci proses dan
pengendalian sehingga perusahaan dapat menentukan bagaimana meningkatkan
proses.

3.8.2.1.Uji Kenormalan Data Metode Kolmogorov-Smirnov 8

Metode Kolmogorov-Smirnov, yang merupakan uji kenormalan paling


populer, didasarkan pada nilai D. Langkah-langkah penyelesaian dan penggunaan
rumus namun pada signifikansi metode Kolmogorov-Smirnov menggunakan tabel
pembanding Kolmogorov-Smirnov. Adapun rumus perhitungannya yaitu:

SD

Rumus untuk menguji nilai signifikan = [FT FS]


Keterangan :
Xi = Angka pada data
Z = Transformasi dari angka ke notasi pada distribusi normal

http://exponensial.wordpress.com/tag/uji-normalitas

Universitas Sumatera Utara

FT = Probabilitas komulatif normal


FS = Probabilitas komulatif empiris
FT = komulatif proporsi luasan kurva normal berdasarkan notasi Zi, dihitung dari
luasan kurva mulai dari ujung kiri kurva sampai dengan titik Z.
FS

Banyaknya angka sampai angka ke n i


Banyaknya seluruh angka pada data

1. Persyaratan
a. Data berskala interval atau ratio (kuantitatif)
b. Data tunggal / belum dikelompokkan pada tabel distribusi frekuensi
c. Dapat untuk n besar maupun n kecil.
2. Siginifikansi
Signifikansi uji, nilai | FT FS | terbesar dibandingkan dengan nilai tabel
Kolmogorov Smirnov. Jika nilai | FT FS | terbesar kurang dari nilai tabel
Kolmogorov Smirnov, maka Ho diterima ; H1 ditolak. Jika nilai | FT FS |

terbesar lebih besar dari nilai tabel Kolmogorov Smirnov, maka Ho ditolak ;
H1 diterima. Tabel Nilai Quantil Statistik Kolmogorov Distribusi Normal
3. Keunggulan Kolmogorov Smirnov (KS)
a. Tidak memerlukan data yang berkelompok
b. Bisa digunakan untuk sampel yang kecil
c. Tidak bersifat kategorik
d. Lebih fleksibel, dapat mengestimasi variasi standar deviasi

Universitas Sumatera Utara

3.8.2.2.Peta Kontrol9

Peta kontrol pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew


Shewhart, oleh karena itu peta kontrol ini juga sering disebut dengan peta kendali
Shewhart.Maksud dari peta kontrol ini adalah untuk menghilangkan variasi yang

disebabkan oleh penyebab khusus dan umum.Pada dasarnya setiap peta kontrol
memiliki:
1. Garis tengah (Central Line), yang dinotasikan sebagai CL.
2. Sepasang batas kontrol (Control Limits). Satu batas kontrol ditempatkan di
atas CL yang dikenal dengan batas kontrol atas (Upper Control Limit),
yang dinotasikan sebagai UCL. Sedangkan yang satu lagi batas kontrolnya
ditempatkan di bawah CL yang dikenal dengan batas kontrol bawah
(Lower Control Limit), yang dinotasikan sebagai LCL.
3. Tebaran nilai-nilai karakteristik kualitas yang menggambarkan keadaan
dari proses. Jika nilai yang diplot di peta kontrol masih berada dalam batas
kontrol, maka proses yang berlangsung dianggap terkontrol. Sedangkan
jika nilai diplot berada di luar batas kontrol, maka proses dianggap di luar
kontrol sehingga perlu diambil tindakan perbaikan.
Batas kontrol adalah suatu batas atas dan batas bawah dari suatu proses
yang selalu berfluktuasi, dimana dengan mudah dapat diidentifikasi apakah suatu
proses dapat dikatakan terkendali atau tidak. Adapun contoh dari peta kontrol
dapat dilihat pad Gambar 3.3.

James R. Evans dan William M. Lindsay, Op.cit, hlm. 242-258

Universitas Sumatera Utara

0.80
0.70

Kesalahan(Unit)

0.60
0.50
Data
CL
UCL

0.40

LCL
0.30
0.20
0.10
0.00
1

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
SubgroupNumber

Gambar 3.3 Contoh Peta Kontrol

Peta kontrol dapat digunakan untuk tiga tujuan yaitu:


1.

Untuk membantu mengidentifikasi sebab khusus variasi dan menciptakan


status pengendalian statistik

2.

Untuk mengawasi proses dan menandakan kapan proses tersebut keluar dari
batasan pengedalian

3.

Untuk menentukan kapabilitas proses.


Dalam membuat peta kendali pertama-tama yang harus dilakukan adalah

menentukan jenis data yang akan diolah dalam peta kendali. Jenis data yang akan
diolah terdiri dari data variabel (variables data) dan data atribut (attributes data).
Data variabel merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis dan
data atribut merupakan data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan dan

Universitas Sumatera Utara

analisis. Data atribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit ketidaksesuaian


dengan spesifikasi atribut yang ditetapkan.
Peta Kontrol p

Peta kontrol p adalah peta kontrol untuk mengamati proporsi atau


perbandingan antara produk yang cacat dengan total produksi. Dengan demikian,
peta kontrol p digunakan untuk mengendalikan proporsi dari item-item yang tidak
memenuhi syarat spesifikasi kualitas atau proporsi dari produk yang cacat yang
dihasilkan dalam suatu proses.Proporsi yang tidak memenuhi syarat didefinisikan
sebagai rasio banyaknya item yang tidak memenuhi syarat dalam suatu kelompok
terhadap total banyaknya item dalam kelompok itu. Item-item itu dapat
mempunyai beberapa karakteristik kualitas yang diperiksa atau diuji secara
simultan oleh pemeriksa. Jika item-item itu tidak memenuhi standar pada satu
atau lebih karakteristik kualitas yang diperiksa, item-item itu digolongkan sebagai
tidak memenuhi syarat spesifikasi atau cacat.
Pembuatan peta kontrol p, dapat dilakukan mengikuti langkah-langkah
berikut:
1.

Tentukan ukuran contoh yang cukup besar (n>30)

2.

Hitung nilai proporsi cacat dan simpangan baku

3.

Hitung batas-batas kontrol 3-Sigma


Jumlahdata
jumlahsampel

CL

= p

Universitas Sumatera Utara

UCL

= p3

p(1 p)
n1

LCL

= p 3

p(1 p)
n1

Untuk peta kontrol atribut ini, ketika nilai LCL bernilai positif maka nilai
LCL diubah menjadi nol (LCL= 0). Hal ini dikarenakan jika nilai proporsi
dari suatu subgrup berada di bawah nilai LCL maka akan dianggap out of
control (diluar batas kendali), sedangkan dalam pengertian pengendalian
kualitas suatu proses produksi dikatakan memiliki kualitas baik apabila
proporsi kecacatannya mendekati nol. Untuk menghindari masalah seperti
itu, maka batas kendali LCL yang positif ini dibuat menjadi nol. Demikian
juga untuk nilai LCL yang bernilai negatif dibuat menjadi nol (LCL= 0),
karena dalam kenyataan tidak ada proporsi kecacatan yang bernilai negatif.
4.

Plot atau tebarkan data proporsi (atau persentase) yang cacat dan lakukan
pengamatan apakah data itu berada dalam pengendalian statistikal.

5.

Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada pada


pengendalian statistikal, gunakan peta kontrol p untuk memantau proses
terus-menerus. Tetapi apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses
tidak berada pada pengendalian statistikal, proses itu harus diperbaiki
terlebih dahulu sebelum menggunakan peta kontrol itu untuk pengendalian
kualitas terus-menerus.

Universitas Sumatera Utara

6.

Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada pada


pengendalian statistikal, tentukan kapabilitas proses menghasilkan produk
yang sesuai (tidak cacat) sebesar: (100% x p ).

3.8.2.3.Perhitungan Tingkat Sigma10

Dalam pendekatan Six Sigma, proses yang terjadi dalam suatu pabrik atau
perusahaan diukur kinerjanya dengan menghitung tingkat sigmanya. Semakin
nilai Sigma mendekati enam Sigma maka kinerja dari proses dapat dikatakan
sangat baik. Dasar perhitungan tingkat Sigma adalah menggunakan DPMO untuk
data atribut.
Perhitungan DPMO dan Tingkat Sigma untuk data atribut dapat dilakukan
sesuai langkah-langkah perhitungan berikut ini:
1. Defect Per Unit (DPU). Ukuran ini merefleksikan jumlah rata-rata dari cacat,
semua jenis, terhadap jumlah total unit dari unit yang dijadikan sampel.
Dimana:
D = jumlah defective atau jumlah kecacatan yang terjadi dalam proses
produksi
U = jumlah unit yang diperiksa
2. Defect Per Opportunity (DPO). Menunjukkan proporsi cacatatas jumlah total
peluang dalam sebuah kelompok.
Dimana:

10

Peter SPande, Neuman, Robert P., Cavanagh, Roland R, Op.cit, hlm. 237-246

Universitas Sumatera Utara

OP (Opportunity) = karaketristik yang berpotensi untuk menjadi cacat.


3. Defect Per Million Opportunities (DPMO). DPMO mengindikasikan berapa
banyak cacatakan muncul jika ada satu juta peluang.
4. Mengkonversikan nilai DPMO menggunakan tabel konversiuntuk mengetahui
proses berada pada tingkat Sigma berapa.
5. Perhitungan

tingkat

Sigma

dapat

dengan

mudah

dihitung

dengan

menggunakan Microsoft Excel yaitu dengan menggunakan formula berikut ini


(Evan&Lindsay, 2007, hal.46):
NORMSINV (1-DPMO/1.000.000)

3.8.3. Analyze
3.8.3.1.Diagram Pareto11

Kata Pareto berasal dari nama seorang ahli ekonomi berkebangsaan Italia,
Wilfredo Pareto lengkapnya, lahir di Paris tahun 1848. Di usia senjanya, Pareto
gusar melihat kepincangan penyebaran tingkat kekayaan masyarakat di negerinya.
Maka pada tahun 1906, diciptakanlah sebuah formula matematis untuk
menggambarkan penyebaran kekayaan di negerinya yang tidak merata.
Dikemukakan bahwa ternyata 20% orang Italia telah menguasai 80% kekayaan di
negerinya.
Hasil penelitian Pareto ini sejak tahun 1897 akhirnya diresmikan menjadi
sebuah rumus atau formula dengan berbagai macam nama: Pareto Principle; The

11

Iskandar Indranata, Pendekatan Kualitatif untuk Pengendalian Kualitas (Jakarta : Penebit


Universitas Indonesia (UI-Press), 2008), h. 239-242

Universitas Sumatera Utara

Pareto Law; The 80/20 rule; The Principle of Least Effort; atau The principle of
Imbalance. Konon karena Pareto dinilai kurang artikulatif dalam menjajakan

temuannya ini berdasarkan perkembangan metodologi dan konteks penelitian,


akhirnya mendorong para pakar untuk ikut terjun melengkapi rumus atau temuan
yang dinilai sangat berguna bagi pencerahan peradaban manusia ini. Tahun 1949,
George K Zipf, seorang professor dari Harvard University, mengembangkan
wilayah penelitian dengan menjadikan temuan Pareto sebagai acuan. Hasilnya
bahwa manusia, benda-benda, waktu, keahlian, atau semua alat produksi telah
memiliki aturan alamiah yang berkaitan antara hasil dan aktivitas dengan jumlah
perbandingan mulai dari 80/20 atau 70/30.
Contoh di bidang lain mengindikasikan bahwa 20% kesalahan atau
penyimpangan akan menyebabkan 80% masalah yang timbul. Para manajer
proyek akan mengatakan bahwa 20% pekerjaan akan menyita 80% waktu dan
sumber daya. Para pengusaha akan mengatakan bahwa 20% stok barang akan
memakan 80% tempat penyimpanan, atau 80% stok barang berasal dari 20%
pemasok. Para peritel mengatakan bahwa 20% pelanggan akan menghasilkan 80%
penjualan.
Pareto diagram adalah suatu diagram yang menggambarkan urutan
masalah menurut bobotnya yang dinyatakan dengan frekuensinya. Kegunaannya
adalah untuk:
1. Menentukan jenis persoalan utama.
2. Membandingkan masing-masing jenis persoalan terhadap keseluruhan.
3. Menunjukkan tingkat perbaikan yang berhasil dicapai.

Universitas Sumatera Utara

4. Membandingkan hasil perbaikan masing-masing jenis persoalan sebelum dan


setelah perbaikan.
Langkah-langkah pembuatan Pareto diagram sebagai berikut:
1. Stratifikasi dari problem, dinyatakan dalam angka.
2. Tentukan jangka waktu pengumpulan data yang akan dibahas untuk
memudahkan melihat perbandingan sebelum dan sesudah penanggulangan
(jangka waktu harus sama).
3. Atur masing-masing penyebab (sesuai dengan stratifikasi) secara berurutan
sesuai besarnya nilai dan gambarkan dalam grafik kolom. Penyebab dengan
nilai lebih besar terletak di sisi kiri, kecuali dan lain-lain terletak di paling
kanan.
4. Gambarkan grafik garis yang menunjukkan jumlah persentase (total 100%)
pada bagian atas grafik kolom dimulai dengan nilai yang terbesar dan di
bagian bawah/keterangan kolom tersebut.
5. Pada bagian atas dan samping berikan keterangan/nama diagram dan jumlah
unit seluruhnya.
Adapun diagram pareto dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Diagram Pareto

Universitas Sumatera Utara

Cara untuk membuat diagram Pareto dengan menggunakan Software


MINITAB 14 adalah sebagai berikut:
1. Masukkan data yang akan diproses.
2. Klik Stat>Quality Tools>Pareto Chart.
3. Masukkan data CTQ ke dalam Labels in dan jumlah unit cacat ke dalam
Frequencies in. Klik OK.
4. Tampilan data diagram Pareto.

3.8.3.2.Diagram Sebab Akibat (Cause-Effect Diagram)12

Cause-Effect Diagram adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan

antara sebab dan akibat. Diagram ini digunakan untuk menganalisis persoalan dan
faktor yang menimbulkan persoalan yang terjadi. Diagram ini dibuat oleh Dr.
Kaoru Ishikawa pada tahun 1943 dan kadang-kadang juga dikenal sebagai
diagram Ishikawa.
Cause-Effect Diagram adalah diagram yang menunjukkan kumpulan dari

sekelompok sebab-sebab (yang disebut sebagai faktor) serta akibat yang timbul
(yang disebut sebagai karakteristik mutu) yaitu masalah yang dihadapi.CauseEffect Diagram ini digunakan untuk menyelidiki akibat-akibat yang buruk dari

suatu masalah untuk dicari solusinya atau akibat-akibat yang baik untuk dipelajari
penyebab-penyebabnya. Untuk setiap akibat, bisa terdiri dari banyak penyebab.

12

Iskandar Indranata, Op.cit, hlm. 208-212

Universitas Sumatera Utara

Prinsip yang dipakai untuk membuat diagram sebab-akibat ini adalah


sumbang saran (brainstorming). Untuk mempermudah menemukan faktor
penyebab, pada umumnya faktor-faktor tersebut dikelompokkan dalam 5 faktor
utama yaitu man, machine, material, method serta environment.
Langkah pertama dalam membuat Diagram Sebab-akibat adalah tim
proyek mengidentifikasi akibat atau masalah kualitas. Ini ditempatkan di sisi
kanan kertas yang besar oleh pemimpin team. Kemudian penyebab-penyebab
utama diidentifikasi dan ditempatkan di diagram. Adapun model diagram sebab
akibat dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Metode

Manusia

Masalah

Lingkungan

Mesin/peralatan

bahan

Gambar 3.5. Model Diagram Sebab Akibat

Langkah selanjutnya adalah mencari faktor-faktor yang lebih terperinci


yang berpengaruh pada faktor utama tersebut. Tulis faktor tersebut di kiri dan
kanan panah penghubung tadi dan buatlah panah di bawah faktor tersebut menuju
garis penghubung.
Dari diagram yang sudah lengkap cari penyebab utama dengan
menganalisa data yang ada dan buatlah urutannya dengan memakai diagram
Pareto. Bila analisa data tidak dapat dilakukan, pilihlah faktor-faktor yang diduga
sangat berpengaruh dalam menentukan urutan menggambarkan pada diagram.

Universitas Sumatera Utara

Cause-Effect diagram mempunyai kegunaan yang cukup banyak baik

dalam peningkatan kualitas maupun dalam hal-hal lain. Beberapa kegunaan dari
Cause-Effect diagram adalah:

1. Sebagai alat untuk training.


2. Sebagai alat untuk mengarahkan diskusi pada faktor-faktor yang dominan.
3. Dapat dijadikan petunjuk dalam pengumpulan dan pencatatan data.
4. Dapat menunjukkan tingkat kemampuan dari pekerja.

3.8.3.3.Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)13

FMEA atau analisis mode kegagalan dan efek adalah suatu prosedur
terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode
kegagalan. Suatu metode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam
kecacatan/kegagalan dalam desain, kondisi diluar batas spesifikasi yang
ditetapkan, atau perubahan-perubahan dalam produk yang menyebabkan
terganggunya fungsi dari produk itu. Dengan menghilangkan mode kegagalan,
maka FMEA akan meningkatkan keandalan dari produk sehingga meningkatkan
kepuasan pelanggan yang menggunakan produk tersebut. Langkah-langkah dalam
membuat FMEA adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi proses atau produk/jasa.

13

Dyadem Press, Guidelines for Failure Mode and Effects Analysis for Automotive, aerospace,
and General Manufacturing Industries, (New York : CRC Press, 2003), hlm. 41-46

Universitas Sumatera Utara

2. Mendaftarkan masalah-masalah potensial yang dapat muncul, efek dari


masalah-masalah potensial tersebut dan penyebabnya. Hindarilah masalahmasalah sepele.
3. Menilai masalah untuk keparahan (severity), probabilitas kejadian (occurance)
dan detektabilitas (detection).
4. Menghitung Risk Priority Number atau RPN yang rumusnya adalah dengan
mengalikan ketiga variabel dalam poin 3 diatas dan menentukan rencana
solusi-solusi prioritas yang harus dilakukan.
Dari contoh tabel FMEA14 dalam Gambar 3.6, berikut ini akan dijelaskan
langkah-langkah dalam pengisian tabel FMEA, yaitu:

Gambar 3.6. Contoh Tabel FMEA

14

Dyadem Press, Guidelines for Failure Mode and Effects Analysis for Automotive, aerospace,
and General Manufacturing Industries, (New York : CRC Press, 2003), hlm. 98

Universitas Sumatera Utara

1. Fungsi proses
Merupakan gambaran dari proses produksi yang akan dianalisa beserta dengan
penjelasan secara singkat fungsi dari proses tersebut. Jika prosesnya ada
beberapa operasi dengan potensi kegagalan yang berbeda, daftarkan operasi
sebagai proses terpisah.
2. Jenis kegagalan yang terjadi
Potensi kegagalan proses yang diidentifikasi adalah proses yang terjadi gagal
dalam memenuhi persyaratan proses. Gunakan pengalaman proses yang sama
untuk mereview klaim pelanggan sehubungan dengan komponen yang sama.
Asumsikan bahwa part atau material yang masuk sudah baik.
3. Efek dari kegagalan yang terjadi
Akibat yang ditimbulkan dari kegagalan yang terjadi terhadap konsumen
maupun efek terhadap kelangsungan proses selanjutnya.
4. Severity
Nilai tingkat keparahan dari akibat yang ditimbulkan terhadap konsumen
maupun terhadap kelangsungan proses selanjutnya yang secara tidak langsung
juga merugikan. Terdiri dari rating dari 1 10. Tabel 3.1. memperlihatkan
kriteria dari setiap nilai rating severity. Makin parah efek yang ditimbulkan,
makin tinggi nilai rating yang diberikan.
5. Penyebab kegagalan
Penyebab kegagalan didefinisikan sebagai penjelasan mengapa kegagalankegagalan pada proses tersebut bisa terjadi. Setiap kemungkinan penyebab
kegagalan yang terjadi didaftarkan dengan lengkap.

Universitas Sumatera Utara

6. Occurrence
Seberapa sering kemungkinan penyebab kegagalan terjadi. Nilai occurrence
ini diberikan untuk setiap penyebab kegagalan. Terdiri dari rating dari 1 10.
Tabel 3.2. memperlihatkan kriteria dari setiap nilai rating occurrence. Makin
sering penyebab kegagalan terjadi, makin tinggi nilai rating yang diberikan.
7. Kontrol yang dilakukan
Kontrol yang dilakukan untuk mendeteksi penyebab kegagalan yang terjadi.
8. Detection (detectability)
Seberapa jauh penyebab kegagalan dapat dideteksi. Terdiri dari rating dari 1
10. Tabel 3.3. memperlihatkan kriteria dari setiap nilai rating detectability.
Makin sulit mendeteksi penyebab kegagalan yang terjadi, makin tinggi nilai
rating yang diberikan.
9. Risk Priority Number (RPN)
RPN merupakan perkalian dari rating occurrence (O), severity (S) dan
detectability (D):

RPN = O x S x D
Angka ini digunakan sebagai panduan untuk mengetahui masalah yang paling
serius, dengan indikasi angka yang paling tinggi memerlukan prioritas
penanganan serius.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.1. Nilai Severity


Rating

Criteria of Severity Effect

10

Tidak berfungsi sama sekali

Kehilangan fungsi utama dan menimbulkan peringatan

Kehilangan fungsi utama

Pengurangan fungsi utama

Kehilangan kenyamanan fungsi penggunaan

Mengurangi kenyamanan fungsi penggunaan

Perubahan fungsi dan banyak pekerja menyadari adanya masalah

Tidak terdapat efek dan pekerja menyadari adanya masalah

Tidak terdapat efek dan pekerja tidak menyadari adanya masalah

Tidak ada efek


Tabel 3.2. Nilai Occurence
Rating

Probability of Occurrence

10

1 dalam 2

1 dalam 3

1 dalam 8

1 dalam 20

1 dalam 80

1 dalam 400

1 dalam 2.000

1 dalam 15.000

1 dalam 150.000

<1 dalam 1.500.000

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.3. Nilai Detection


Rating

Detection Design Control

10

Tidak mampu terdeteksi

Kesempatan yang sangat rendah dan sangat sulit untuk terdeteksi

Kesempatan yang sangat rendah dan sulit untuk terdeteksi

Kesempatan yang sangat rendah untuk terdeteksi

Kesempatan yang rendah untuk terdeteksi

Kesempatan yang sedang untuk terdeteksi

Kesempatan yang cukup tinggi untuk terdeteksi

Kesempatan yang tinggi untuk terdeteksi

Kesempatan yang sangat tinggi untuk terdeteksi

Pasti terdeteksi

3.8.4. Improve

Perbaikan merupakan tahapan operasional keempat dalam six sigma.


Setelah sumber-sumber dan akar penyebab dari masalah-masalah kualitas
teridentifikasi maka langkah selanjutnya adalah mencari solusi atas permasalahan
tersebut. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui permasalahan mana yang
perlu mendapatkan prioritas perbaikan. Untuk mendapatkan langkah-langkah
perbaikan dapat diperoleh melalui pengumpulan ide-ide.

Universitas Sumatera Utara

3.8.4.1. Eksperimental Faktorial15

Apabila tiap faktor terdiri atas beberapa taraf, maka kombinasi tertentu
dari taraf tiap faktor menentukan sebuah kombinasi perlakuan. Jika semua, atau
hampir semua kombinasi antar taraf setiap faktor kita perhatikan, maka
eksperimen yang terjadi karenanya disebut eksperimen faktorial . Dengan kata
lain dapat dikatakan bahwa Eksperimen Faktorial adalah eksperimen yang semua
(hampir semua) taraf sebuah faktor tertentu dikombinasikan atau disilangkan
dengan semua (hampir semua) taraf tiap faktor lainnya yang ada dalam
eksperimen itu.
Model Acak Desain Eksperimen Faktorial a x b x c

Untuk eksperimen faktorial yang meliputi tiga buah faktor, misalnya


faktor-faktor A, B, dan C yang masing-masing terdiri dari a, b, dan c taraf, bila
eksperimennya dilakukan dengan menggunakan desain acak sempurna, dalam tiap
kombinasi perlakuan terdapat n buah unit eksperimen atau observasi, mak model
linier yang tepat untuk desain eksperimen faktorial a x b x c ini adalah:
Yijkl = + Ai + Bj + ABij + Ck + ACik + BCjk + ABCijk + l(ijk)
Dengan: i = 1, 2, , a
j = 1, 2, , b
k = 1, 2, , c
l = 1, 2, , n

15

Sudjana, Prof, Dr. M.A, Msc, Desain Eksperimen, Penerbit Tarsito Bandung, 1985, hal 105-115

Universitas Sumatera Utara

Yijkl

variabel respon hasil observasi ke-l yang terjadi karena pengaruh


bersama taraf ke-i faktor A, taraf ke-j faktor B, dan taraf ke-k faktor
C.

rata-rata yang sebenarnya (berharga konstan)

Ai

efek taraf ke-i faktor A

Bj

efek taraf ke-j faktor B

Ck

efek taraf ke-k faktor C

ABij

efek interaksi antara taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B

ACik

efek interaksi antara taraf ke-i faktor A dan taraf ke-k faktor C

BCjk

efek interaksi antara taraf ke-j faktor B dan taraf ke-k faktor C

ABCijk =

efek terhadap variabel respon yang disebabkan oleh interaksi antar


taraf ke-i faktor A, taraf ke-j faktor B, dan taraf ke-k faktor C

l(ijk)

efek unit eksperimen ke l dikarenakan oleh kombinasi perlakuan


(ijk)

Seperti biasa diasumsikan l(ijk) DNI (0, 2).


Untuk keperluan ANAVA, maka jumlah kuadrat-kuadrat semua nilai
pengamatan Y2 dan jumlah kuadrat-kuadrat untuk rata-rata Ry dihitung seperti
halnya untuk eksperimen faktorial dua faktor.
a

i 1

j1

k 1

l 1

Y 2 Yijkl2
a
R y
i 1

j1

k 1

Yijkl
l 1

, dengan dk abcn

abcn ,

dengan dk 1

Universitas Sumatera Utara

Jumlah kuadrat-kuadrat lainnya yang diperlukan akan mudah dapat dihitung


apabila data hasil observasi dipecah dan disusun dalam beberapa buah daftar yaitu
daftar a x b x c, daftar a x b, daftar a x c, dan daftar b x c.
Dari daftar-daftar baru ini berturut-turut dapat dihitung
Jabc

= jumlah kuadrat-kuadrat antara sel untuk daftar a x b x c


=

J ijk2 n R y
a

i 1

j1

k 1

dengan Jijk = elemen dalam sel (ijk) dari daftar a x b x c =

Yijkl
l1

Jab

= jumlah kuadrat-kuadrat antara sel untuk daftar a x b


=

J ij2
a

i 1

j1

cn R y

dengan Jij = elemen dalam sel (ij) dari daftar a x b =

k 1

Jac

l 1

k 1

Yijkl J ijk

= jumlah kuadrat-kuadrat antara sel untuk daftar a x c


=

J ik2
a

i 1

k 1

bn R y

dengan Jik = elemen dalam sel (ik) dari daftar a x c =

j1

Jbc

l 1

j1

Yijkl J ijk

= jumlah kuadrat-kuadrat antara sel untuk daftar b x c


=

J 2jk
b

j1

k 1

an R y

dengan Jjk = elemen dalam sel (jk) dari daftar b x c =

i 1

l 1

i 1

Yijkl J ijk

Jumlah kuadrat-kuadrat untuk sumber variasi perlakuan A adalah:


Ay

A i2
a

i 1

Ai

bcn R y , dengan dk a 1

= jumlah semua nilai observasi untuk taraf ke-i faktor A


=

j1

k 1

l 1

j1

k 1

Yijkl J ijk J ij J ik
j1 k 1

Jumlah kuadrat-kuadrat untuk sumber variasi perlakuan B adalah:

Universitas Sumatera Utara

By

B 2j
b

j1

Bj

acn R y , dengan dk b 1

= jumlah semua nilai observasi untuk taraf ke-j faktor B


a

i 1

k 1

i 1

k 1

Yijkl J ijk J ij J jk
l 1

i 1 k 1

Jumlah kuadrat-kuadrat untuk sumber variasi perlakuan C adalah:

C 2k
c

abn R y , dengan dk c 1

Cy

Ck

= jumlah semua nilai observasi untuk taraf ke-k faktor C

k 1
a

i 1

j1

l 1

i 1

j1

Yijkl J ijk J ik J jk

i 1 j1

Selanjutnya jumlah kuadrat-kuadrat interaksi adalah:


ABy = Jab Ay By , dengan dk = (a 1)(b 1)
ACy = Jac Ay Cy , dengan dk = (a 1)(c 1)
BCy = Jbc By Cy , dengan dk = (b 1)(c 1)
ABCy= Jabc Ay By Cy ABy ACy BCy ,
dengan dk = (a 1) (b 1)(c 1)
Ey

= Y2 Ry Ay By Cy ABy ACy BCy ABCy

dengan dk = abc (n 1)
Sebagaimana halnya dalam desain faktorial a x b di mana pengujian yang
tepat ditentukan oleh sifat taraf faktor-faktor, maka dalam hal ini pun sifat taraf
faktor tetap dan acak akan menentukan statistik F untuk pengujian yang
diperlukan.
Asumsi lain yang berlaku dalam model acak ini adalah:
~
Ai
~
Bj
~
Ck
ABij ~
ACik ~

DNI (0, 2 A ) ;
DNI (0, 2 B ) ;
DNI (0, 2 C ) ;
DNI (0, 2 AB ) ;
DNI (0, 2 AC ) ;

Universitas Sumatera Utara

DNI (0, 2 BC ) ;
BCjk ~
DNI (0, 2 ABC ) ;
ABCijk ~
Dan dari asumsi-asumsi di atas maka hipotesa nol yang dapat diuji adalah :
H01
H02
H03
H04
H05
H06
H07

:
:
:
:
:
:
:

2A
2B
2C
2 AB
2 AC
2 BC
2 ABC

=
=
=
=
=
=
=

0;
0;
0
0;
0;
0;
0;

Maka semua hipotesis nol diatas dapat diuji dengan menggunakan:


F = AB/ABC

untuk hipotesis H04

F = AC/ABC

untuk hipotesis H05

F = BC/ABC

untuk hipotesis H06

F = ABC/E

untuk hipotesis H07

Sedangkan untuk H01, H02, H03 tidak ada uji eksak yang dapat digunakan.
Daerah kritisnya ditentukan oleh:
F ((a 1)(b 1), (a 1)(b 1)(c 1)) untuk hipotesis H04,
F ((a 1)(c 1), (a 1)(b 1)(c 1)) untuk hipotesis H05,
F ((b 1)(c 1), (a 1)(b 1)(c 1)) untuk hipotesis H06, dan
F((a 1)(b 1)(c 1), abc(n 1)) untuk hipotesis H07
Kriterianya adalah tolak hipotesis nol jika F ini terlalu kecil.
Daftar ANAVA untuk desain eksperimen faktorial a x b x c dapat dilihat dalam
Tabel 3.4. berikut.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.4. Daftar ANAVA Desain Eksperimen Faktorial a x b x c


Desain Acak Sempurna (n observasi tiap sel)
Sumber Variasi

Dk

JK

KT

Rata-rata
Perlakuan:
A
B
C

Ry

a1
b1
c1

Ay
By
Cy

A
B
C

Tidak ada uji eksak


yang
dapat
digunakan

3.8.5. Tahap Pengendalian (Control)

Pengendalian merupakan tahap operasional terkahir dalam six sigma. Pada


tahap ini ketika sebuah proses dapat ditingkatkan atau perlu diperbaikai, maka
langkah-langkah perbaikan yang telah didapat perlu didokumentasikan dan
disebarluaskan, praktik-praktik terbaik yang sukses dalam meningkatkan kualitas
perlu distandarisasikan dan disebarluaskan. Ukuran-ukuran baru yang telah
diperoleh dapat dijadikan dasar dalam peningkatan kualitas secara terus-menerus.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1.

Jenis Penelitian

Ditinjau dari tujuannya, penelitian ini termasuk penelitian terapan (applied


research) dimana penelitian ini ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan

yang terjadi di perusahaan yang menjadi objek penelitian. Jika ditinjau dari
metode yang digunakan, maka penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
dimana penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan
setiap variabel yang mempengaruhi masalah yang ada sekarang secara sistematis
dan faktual. Hasil rancangan yang diberikan dalam penelitian ini akan diusulkan
dan dibandingkan terhadap keadaan aktual yang ada.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan usulan perbaikan dengan
mengurangi waste (pemborosan) yang terjadi selama proses produksi berlangsung
sehingga dapat meningkatkan kecepatan proses produksi dan kualitas produk
Ribeed Smoke Sheet yang dihasilkan oleh perusahaan. Selain itu, juga dilakukan

estimasi nilai peningkatan yang dapat dicapai oleh perusahaan melalui usulan
perbaikan tersebut.

4.2.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di pabrik Karet PT. Perkebunan Nusantara II Batang


Serangan yang beralamat di Jl. Batang Serangan Kabupaten Langkat Sumatera

Universitas Sumatera Utara

Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan bulan Maret
2011.

4.3.

Kerangka Berfikir

Penelitian dapat dilaksanakan apabila tersedianya sebuah perancangan


kerangka berpikir sehingga langkah-langkah penelitian lebih sistematis. Penelitian
ini diawali dengan menganalisis dan mengidentifikasi faktor-faktor yang
menyebabkan rendahnya kapabilitas proses yang disebabkan karena besarnya
jumlah produk cacat di lantai produksi dan hal ini menyebabkan pemborosan
biaya yang cukup besar karena produk cacat sebagai parameter tujuan penelitian.
Untuk penyelesaian permasalahan tersebut digunakan metodologi six
sigma yaitu define, measure, analyze, improve dan control. Dengan metodologi ini
maka akan dicapai tujuan sebagai berikut :
1.

Menentukan prioritas produk cacat berdasarkan CTQ, kapabilitas proses dan


persentase frekuensi produk cacat departemen

3. Menganalisis penyebab kecacatan dengan menggunakan Failure Mode and


Effect Analysis (FMEA)

4.

Menentukan prioritas penyelesaian penyebab permasalahan berdasarkan Risk


Priority Number (RPN)

5.

Membuat usulan perbaikan untuk setiap penyebab permasalahan yang telah


dipilih
Hasil akhir dari penelitian ini adalah didapat recommended action (usulan

perbaikan) yang dapat digunakan untuk mengurangi jumlah produk cacat yang

Universitas Sumatera Utara

pada akhirnya dapat meningkatkan kapabilitas proses dan juga mengurangi


pemborosan biaya akibat produk cacat. Adapun kerangka berpikir penelitian ini
ditunjukkan pada Gambar 4.1.
Tujuan Yang Dicapai

Permasalahan
1. Besarnya rata-rata jumlah produk cacat per
bulannya

1. Meningkatkan kualitas produk dengan


mengurangi jumlah kecacatan produksi melalui
analitis penyebab terjadinya kecacatan agar
kualitas produk yang dihasilkan sesuai dengan
permintaan pasar
2. Memberikan usulan perbaikan terhadap keadaan
sekarang dengan menggunakan six sigma DMAIC
(Define,Measure,Analyze,Improve,Control) untuk
menyelesaikan masalah di perusahaan

Langkah-Langkah Pemecahan Masalah


1. Analitis dan identifikasi faktor-faktor kecacatan
produk
2. Pengumpulan data berupa jumlah kecacatan yang
terjadi selama produksi berlangsung
3. Perumusan alternatif pemecahan masalah melalui
pendekatan six sigma dengan DMAIC
4. Rancangan pemecahan masalah dengan pemberian
usulan perbaikan terhadap kualitas produk

Six

5. estimasi nilai peningkatan yang dicapai oleh


perusahaan melalui usulan perbaikan tersebut

Gambar 4.1. Kerangka Berpikir Penelitian

4.4.

Pengumpulan Data

Data yang diperlukan untuk penelitian ini diperoleh dari data primer dan
data sekunder, yang masing-masing dijabarkan sebagai berikut:
1.

Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan dan penelitian

secara langsung di lapangan. Adapun yang termasuk data primer meliputi :


a.

Uraian proses produksi pembuatan Ribbed Smoke Sheet.

b.

Pernyataan ahli yang diperoleh dengan wawancara langsung dengan


supervisor dan leader departemen.

Universitas Sumatera Utara

c.

Nilai severity, occurance, detection yang diperoleh dengan wawancara


langsung dengan supervisor dan leader departemen.

2.

Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang tidak langsung diamati oleh peneliti. Data

ini termasuk dokumentasi perusahaan, hasil penelitian yang pernah dilakukan, dan
data lainnya, seperti :
a.

Data jumlah produksi.

b.

Data jenis kecacatan.

c.

Data jumlah produk cacat tiap stasiun kerja.

4.5.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara sebagai berikut :


a. Melakukan studi literatur lain yang dapat memberikan masukan dalam
pemecahan masalah.
b.

Melihat

buku-buku

laporan

administrasi

serta

catatan-catatan

atau

dokumentasi dari perusahaan yang berhubungan dengan kegiatan penelitian.


c.

Melakukan wawancara dan brainstorming mengenai permasalahan dan


pemecahan permasalahan yang ada.

d.

4.6.

Melakukan observasi langsung di lantai produksi.

Pengolahan Data

Universitas Sumatera Utara

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Six Sigma dengan


metode DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control). Tahapan-tahapan
dari metode DMAIC yang digunakan dalam pengolahan data adalah tahap Define
dan tahap Measure yang dijelaskan sebagai berikut :
1. Tahap Define
Pada tahap ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pernyataan tujuan pemilihan proyek six sigma
b. Penentuan criteria pemilihan proyek six sigma
c. Penggambaran alur proses produksi dengan menggunakan Operation
Process Chart (OPC).

d. Pendefenisian karateristik kualitas Critical to Quality (CTQ)


2. Tahap Measure
Pada tahap ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi standar performansi perusahaan melalui perhitungan
nilai sigma (sigma level) dan tingkat Defect Per Million Opportuunity
(DPMO).
b. Pemilihan karateristik CTQ yang dominant dengan menggunakan diagram
Pareto untuk dijadikan prioritas dalam penyelesaian masalah.
c. Mengidentifikasi kestabilan pada proses produksi menggunakan peta
control p.

Universitas Sumatera Utara

3. Analyze
a. Tahap ini dilakukan analisis penyebab terjadinya cacat pada produk
dengan terlebih dahulu mengidentifikasi faktor-faktor penyebab yang
potensial menggunakan Cause & Effect Diagram.
b. Menggunakan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk
menganalisis resiko kegagalan pada proses maupun produk yang
berpengaruh/berdampak langsung terhadap tingkat kualitas produk ribbed
smoke sheet dengan menentukan nilai Risk Priority Number (RPN).

4. Improve
Tahap ini direncanakan tindakan perbaikan untuk mengatasi atau mencegah
terjadinya cacat pada produk. Rekomendasi tindakan perbaikann berdasarkan
hasil analisis yang diperoleh dari fase analyze berupa faktor-faktor potensial
penyebab terjadinya produk cacat.
5. Control
Ini merupakan tahap analisis terakhir yang menekankan pada penyebarluasan
dari tindakan perbaikan yang akan dilakukan. Control dilakukan setelah
rekomendasi tindakan perbaikan diimplementasikan dan memberikan
peningkatan yang signifikan terhadap proses dan produk..

4.7.

Metode Analisis Pemecahan Masalah

Analisis pemecahan masalah dilakukan terhadap setiap hasil pengolahan


data dari metode DMAIC yang berkaitan dengan masalah pemborosan (waste)
dan kualitas produk yang terjadi selama proses produksi berlangsung. Kemudian

Universitas Sumatera Utara

membandingkan kondisi tersebut dengan standard-standard yang ada dan kondisi


ideal yang seharusnya dipenuhi.

4.8.

Kesimpulan dan Saran

Bagian ini memberikan kesimpulan apa yang diperoleh selama penelitian.


Dan saran-saran yang berkaitan dengan rencana perbaikan yang dapat diterapkan
oleh perusahaan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada blok diagram langkah-langkah
penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Universitas Sumatera Utara

Mulai
Studi Pendahuluan

Studi Lapangan
Besarnya jumlah produk cacat
Besarnya pemborosan biaya akibat
produk cacat

Perumusan Masalah :
Jumlah produk cacat di PTPN. II Kebun Batang
Serangan telah menjadi permasalahan yang serius
karena telah menyebabkan pemborosan biaya yang
cukup besar

Tujuan Penelitian:
1. Analisis dan identifikasi faktor-faktor kecacatan produk
2. Perumusan alternatif pemecahan masalah melalui pendekatan six sigma
dengan DMAIC
3. Rancangan pemecahan masalah dengan pemberian usulan perbaikan terhadap
kualitas produk.

Pengumpulan Data

Data Primer

Data Sekunder:
Data jumlah produksi (dari laporan input-ouput)
Data jenis kecacatan tiap stasiun kerja (dari laporan reject)
Data jumlah produk cacat tiap stasiun kerja (dari laporan reject)
Data jumlah produk cacat tiap jenis kecacatan (dari laporan reject)

Uraian proses produksi (metode pengamatan langsung)

Pengolahan Data
Rekapitulasi Jumlah Produk Cacat
Run Chart Jumlah Produk Cacat
Histogram
Pengukuran nilai DPMO dan nilai sigma
Uji kenormalan data
Membuat peta control
Menghitung kapabilitas proses

Analisa Pemecahan Masalah

Define
Pemetaan Proses Produksi
Identifikasi Karakteristik Kualitas (CTQ)

Diagram SIPOC
Diagram Alir Proses Produksi
Diagram Pareto

Measure
Pengukuran Kapabilitas Sigma
Pemilihan Karakteristik Kualitas (CTQ) Kunci

Analyze
Failure Mode
Target Pencapaian Sigma

Improve
Usulan Perbaikan

Diagram Pareto

FMEA

FMEA

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 4.2. Blok Diagram Langkah-langkah Penelitian

Universitas Sumatera Utara

BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data meliputi jumlah produk cacat mulai bulan Mei 2010
sampai bulan April 2011. Data berupa jumlah produksi dan jumlah produk cacat.
Data diperoleh dari dokumentasi perusahaan.
5.1.1. Data Produksi

Jumlah produksi PTPN. II Kebun Batang Serangan dapat dilihat pada


Tabel 5.1 sebagai berikut :
Tabel 5.1. Jumlah Produksi Ribbed Smoke Sheet (RSS)
Periode April 2010 Mei 2011
No.
Periode
Jumlah Produksi (Kg)
1
Mei 2010
92135
2
Juni 2010
126445
3
Juli 2010
112525
4
Agt 2010
129155
5
Sept 2010
78335
6
Okt 2010
72480
7
Nov 2010
49015
8
Des 2010
42660
9
Jan 2011
58415
10
Feb 2011
72445
11
Mar 2011
77570
12
Apr 2011
77845
Sumber Data Produksi PTPN. II Batang Serangan
5.1.2. Data Cacat Per Bulan

Data jenis cacat yang diperoleh pada periode Mei 2010 April 2011, dapat
dilihat pada Tabel 5.2. dibawah ini :

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.2. Jumlah Produk Cacat Ribbed Smoke Sheet (dalam satuan kg)
Kecacatan
KO HO GU GK
1
Mei 2010
1482 530 1621 262
2
Juni 2010
3525 789 1253 156
3
Juli 2010
3436 712 2712 2152
4
Agt 2010
3067 1146 2591 2183
5
Sept. 2010
2225 934 1212 1755
6
Okt. 2010
1863 112 1607 1373
7
Nov. 2010
2021 1176 1166 1713
8
Des. 2010
2239 1453 179 1161
9
Jan.2011
2348 1012 1423 1046
10
Feb.2011
2828 1715 1319 985
11
Maret 2010
2792 1914 2637 1091
12
April 2010
1291 957 2085 659
Sumber Data Produksi PTPN. II Batang Serangan
No.

Bulan

S
717
1828
1589
1755
1124
574
644
195
466
630
1261
713

Keterangan:
KO
: Adanya Kotoran
HO
: Warna Tidak Homogen
GU
: Adanya Gelembung Udara
GK
: Terdapat Gumpalan Karet
S
: Lembaran Sheet Lengket
5.1.3. Data Parameter Kotoran

Data parameter kotoran dikumpulkan secara langsung dengan pembagian


subgroup per lori. Jumlah berat keseluruhan sheet per lori adalah 547 kg,

kemudian dihitung jumlah produk yang cacat per lori. Data yang diperoleh dapat
dilihat pada Tabel 5.3 berikut:
Tabel 5.3. Hasil Pengukuran Parameter Kotoran
Subgroup
Number
Number
Number
Inspected
Nonconforming
1
547.8
18.4
2
549.4
26.7
3
546.2
19.2
4
546.8
22.3
5
547.6
24.1
6
546.9
21.6

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.3. Hasil Pengukuran Parameter Kotoran (Lanjutan)


Subgroup
Number
Number
Number
Inspected
Nonconforming
7
543.1
20.5
8
540.9
23.8
9
546.5
18.7
10
543.7
24.1
11
542.8
18.9
12
549.3
21.1
13
548.9
19.3
14
545.6
19.7
15
548.3
18.5
16
547.9
21.2
17
544.7
20.1
18
546.1
21.1
19
545.8
19.1
20
545.3
22.0
21
544.1
18.4
22
547.8
20.8
23
545.9
18.6
24
546.4
19.5
25
548.6
19.3
5.1.4. Data Parameter Gelembung Udara

Data parameter gelembung udara dikumpulkan secara langsung dengan


pembagian subgroup per lori. Jumlah berat keseluruhan sheet per lori adalah 547
kg, kemudian dihitung jumlah produk yang cacat per lori. Data yang diperoleh
dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut:
Tabel 5.4. Hasil Pengukuran Parameter Gelembung Udara
Subgroup
Number
Number
Number
Inspected Nonconforming
1
547.8
20.2
2
549.4
24.6
3
546.2
18.3
4
546.8
17.7
5
547.6
21.4
6
546.9
19.8
7
543.1
18.5
8
540.9
19.2

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.4. Hasil Pengukuran Parameter Gelembung Udara (Lanjutan)


Subgroup
Number
Number
Number
Inspected Nonconforming
9
546.5
20.1
10
543.7
15.3
11
542.8
23.1
12
549.3
19.2
13
548.9
18.4
14
545.6
18.4
15
548.3
19.5
16
547.9
18.9
17
544.7
21.4
18
546.1
20.0
19
545.8
19.7
20
545.3
22.3
21
544.1
15.3
22
547.8
16.8
23
545.9
17.5
24
546.4
18.7
25
548.6
20.1
5.1.5. Data Parameter Gumpalan Karet

Data parameter gumpalan karet dikumpulkan secara langsung dengan


pembagian subgroup per lori. Jumlah berat keseluruhan sheet per lori adalah 547
kg, kemudian dihitung jumlah produk yang cacat per lori. Data yang diperoleh
dapat dilihat pada Tabel 5.5 berikut:
Tabel 5.5. Hasil Pengukuran Parameter Gumpalan Karet
Subgroup
Number
Number
Number
Inspected Nonconforming
1
547.8
19.5
2
549.4
15.3
3
546.2
16.7
4
546.8
18.3
5
547.6
18.0
6
546.9
17.2
7
543.1
16.9
8
540.9
17.0

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.5. Hasil Pengukuran Parameter Gumpalan Karet (Lanjutan)


Subgroup
Number
Number
Number
Inspected Nonconforming
9
546.5
18.7
10
543.7
19.1
11
542.8
17.3
12
549.3
17.6
13
548.9
18.5
14
545.6
18.9
15
548.3
17.5
16
547.9
18.9
17
544.7
19.6
18
546.1
19.3
19
545.8
18.1
20
545.3
19.7
21
544.1
20.0
22
547.8
19.7
23
545.9
19.5
24
546.4
17.7
25
548.6
19.3
5.1.6. Data

Jumlah

Produk

Cacat

Berdasarkan

Kecepatan

Roll

Penggilingan, Faktor Lama Pembekuan dan Lama Pengasapan.

Data ini dikumpulkan secara langsung selama bulan Maret 2011 pada saat
penelitian berlangsung. Data yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 5.6 berikut:
Tabel 5.6. Jumlah Produk Cacat (kg) untuk Tiap Taraf Faktor
Kecepatan
Lama Pembekuan
Roll
5.4
5.7
6
Penggilingan Lama Pengasapan
Lama
Lama Pengasapan
Pengasapan
120 122
125 120 122 125 120
122
125
573 695 762 538 689 723 582 634 675
300
541 674 758 521 672 701 567 612 653
530 643 723 506 651 689 425 593 612
350
528 621 704 489 638 661 408 560 598
510 593 686 467 613 634 332 533 551
375
498 578 651 431 599 612 316 512 524

6.5
Lama Pengasapan
120
772
753
738
721
704
694

122
801
784
762
740
721
705

Universitas Sumatera Utara

125
838
819
782
765
730
721

5.2.

Pengolahan Data

Pendekatan Six Sigma yang digunakan dalam sebuah proyek peningkatan


kualitas terdiri dari 5 fase yang disebut DMAIC (Define, Measure, Analize,
Improve, dan Control) yang merupakan sebuah tahapan proses yang sangat

sistematis dan mengacu pada fakta yang terjadi untuk melakukan perbaikan secara
terus-menerus. DMAIC digambarkan sebagai sebuah loop tertutup yang terus
berusaha mengeliminasi tahapan yang tidak produktif. Dalam setiap tahapan yang
dilakukan tersebut diaplikasikan tools Six Sigma.

5.2.1. Define (Tahap Pendefenisian)


5.2.1.1.Penentuan Tujuan dan Kriteria Pelaksanaan Six Sigma

Dalam tahap define yang mana merupakan tahap untuk menentukan tujuan
dan kriteria. Tujuan dari proyek six sigma yang akan dijalankan ini yaitu untuk
meningkatkan kualitas produk ribbed smoke sheet dengan meminimalisasi jumlah
produk cacat sampai pada tingkat terendah, dengan mengendalikan faktor-faktor
yang diindikasikan sebagai penyebab munculnya kecacatan produk. Sedangkan
kriteria pemilihan proyek Six Sigma yaitu mengendalikan jumlah cacat pada
produk yang memiliki persentase kecacatan terbesar dari total produk cacat.
Pada penelitian ini produk yang dihasilkan pada pabrik tempat penelitian
dilaksanakan hanyalah satu jenis produk yaitu Ribbed Smoke Sheet (RSS). Maka
yang menjadi fokus penelitian hanyalah produk tersebut.

Universitas Sumatera Utara

5.2.1.2.Pemetaan Diagram Alir Proses Produksi

Pemetaan bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi proses


produksi Ribbed Smoke Sheet (RSS) secara umum. Salah satu alat pemetaan
yang efektif adalah diagram SIPOC. Diagram ini menunjukkan gambaran
umum perusahaan yang terdiri dari suppliers, inputs, processes, outputs dan
customers. Gambar 5.1 menampilkan diagram SIPOC PTP. Nusantara II Kebun

Batang Serangan.

Gambar 5.1. Diagram SIPOC (Supplier-Inputs-Process-Outputs-Customer)

Pemetaan ini juga menggunakan Operation Process Chart (OPC) untuk


memperlihatkan alur proses produksi. Pada gambar 5.2 menampilkan dengan
jelas alur proses produksi yang ada pada PTP. Nusantara II Kebun Batang
Serangan. Gambar 5.2 juga menunjukkan bahwa terdapat beberapa inspeksi
kualitas yang ada

di antara departemen. Inspeksi kualitas dilakukan oleh

IPQC (In Process Quality Control) yang bertujuan untuk menjaga agar produk
cacat tidak diproses oleh departemen berikutnya bilamana kecacatan produk

Universitas Sumatera Utara

tersebut dianggap tidak dapat ditolerir. Inspeksi oleh IPQC ini dilakukan secara
manual dengan melihat secara langsung kecacatan yang terdapat pada Ribbed
Smoke Sheet (RSS).

Gambar 5.2. Operation Process Chart (OPC) Produk Ribbed Smoke Sheet

Universitas Sumatera Utara

5.2.1.3.Penentuan CTQ (Critical to Quality)

Penentuan Critical to Quality (CTQ) dilakukan dengan cara mengolah


suara pelanggan (voice of customer) menjadi bahasa kualitas yang dapat
merepresentasikan karakter produk utama yang diinginkan oleh pelanggan.
Dalam penelitian ini data jenis cacat yang dikelompokkan dapat dilihat
pada Tabel 5.7 sebagai berikut :
Tabel 5.7. CTQ Potensial Ribbed Smoke Sheet
No.

Critical to Quality (CTQ)

1.

Adanya Kotoran

2.

Warna Tidak Homogen

3.

Adanya Gelembung Udara

4.

Terdapat Gumpalan Karet

5.

Lembaran Sheet Lengket

Keterangan
Produk yang telah dilakukan proses
pengasapan terdapat bercak noda pada
setiap sisi lembaran sheet
Proses pengasapan yang dilakukan tidak
merata
Dalam lembaran sheet terdapat udara
yang terperangkap
Pada proses penggilingan mesin,
lembaran tidak tergiling sempurna,
sehingga ada karet yang tergumpal
Pada hari kedua proses pengasapan,
lembaran hendaknya di balik agar karet
yang masih basah bisa kering sempurna

5.2.2. Measure
5.2.2.1.Pengukuran DPMO (Defect Per Million Opportunities) dan Nilai
Sigma ().

Perhitungan besarnya nilai sigma produk dilakukan dengan menggunakan


rumus-rumus perhitungan sigma yang sudah baku, dan juga dengan menggunakan
tabel nilai sigma yang tersedia. Metode perhitungan sigma ini dipakai khususnya
untuk data yang bersifat diskrit. Sebelum dilakukan perhitungan nilai sigma, perlu
diketahui dahulu opportunity yang mempengaruhi nilai sigma tersebut.
Opportunity adalah kesempatan yang memungkinkan terjadinya cacat (defect).

Universitas Sumatera Utara

Semakin banyak opportunity yang dipergunakan, maka nilai sigmanya makin


besar. Hal ini memiliki pengaruh yang kurang baik terhadap upaya peningkatan
kualitas, sebab besarnya nilai sigma yang diperoleh tersebut bukanlah nilai sigma
yang sebenernya terjadi pada proses. Untuk itu, banyaknya opportunity yang
digunakan harus benar-benar dapat mewakili kondisi cacat yang terjadi. Nilai
DPMO untuk periode Mei 2010 diperoleh dengan menggunakan persamaan
berikut:
Defect
10 6
Unit Opportunities
4.612
=
10 6
92.135 5
= 10.011,4 10.011

DPOM

Nilai sigma () merupakan ukuran dari kinerja perusahaan yang


menggambarkan kemampuan dalam menghasilkan produk bebas cacat. Nilai
untuk periode Mei 2010 diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut:
Nilai ()

10 6 DPMO
1.5
= Normsinv
6
10

6
10 10.011
1.5
= Normsinv
10 6

= 3,82

Rekapitulasi hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 5.8 berikut :

Tabel 5.8. Nilai DPMO dan Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS)
Jumlah
Periode
Produksi
Cacat
DPMO
Nilai
CTQ
Mei 2010
92.135
4612
5
10.011
3.82
Juni 2010
126.445
7551
5
11.944
3.75
Juli 2010
112.525
10601
5
18.842
3.57

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.8. Nilai DPMO dan Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS) (Lanjutan)
Jumlah
Periode
Produksi
Cacat
DPMO
Nilai
CTQ
Agt.2010
129.155
10742
5
16.634
3.62
Sept. 2010
78.335
7250
5
18.510
3.58
Okt.2010
72.480
5529
5
15.257
3.66
Nov. 2010
49.015
6720
5
27.420
3.42
Des. 2010
42.660
5227
5
24.505
3.46
Jan. 2011
58.415
6295
5
21.553
3.52
Feb. 2011
72.445
7477
5
20.641
3.54
Mar. 2011
77.570
9695
5
24.997
3.46
Apr. 2011
77.845
5705
5
14.657
3.67
Proses
989.025
87404
5
17.675
3.60
5.2.2.2. Penentuan CTQ Potensial yang Dominan

Terdapat 5 CTQ potensial yang dapat menimbulkan kecacatan pada


produk. Dari kelima CTQ potensial tersebut terdapat beberapa jenis CTQ yang
bersifat dominant. Criteria CTQ dominant yaitu CTQ yang paling sering muncul
pada produk dengan persentase kecacatan terhadap seluruh jumlah CTQ paling
besar dan terjadi berulang. Persentase cacat untuk jenis cacat kotoran adalah:
% cacat

Jumlah cacat per CTQ


100 %
Jumlah cacat total
29.117
=
100 %
87.404
= 33.31 %
=

Rekapitulasi persentase CTQ potensial untuk produk ribbed smoke sheet dapat
dilihat pada Tabel 5.9 berikut:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.9. Rekapitulasi CTQ Potensial Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS)
No
CTQ
.
1 Kotoran
Warna Tidak
2
Homogen
3 Gelembung Udara
4 Gumpalan Karet
5 Sheet Lengket
Total

Mei1
0
1482

Jun1
0
3525

3436

Agt1
0
3067

Sept1
0
2225

Okt1
0
1863

Nov1
0
2021

Des1
0
2239

Jan1
1
2348

Feb1
1
2828

Mar1
1
2792

Apr1
1
1291

Jlh
Cacat
29.117

%
Cacat
33.31

530

789

712

1146

934

112

1176

1453

1012

1715

1914

957

12.450

14.24

1621
262
717
4612

1253
156
1828
7551

2712
2152
1589
10601

2591
2183
1755
10742

1212
1755
1124
7250

1607
1373
574
5529

1166
1713
644
6720

179
1161
195
5227

1423
1046
466
6295

1319
985
630
7477

2637
1091
1261
9695

2085
659
713
5705

19.805
14.536
11.496
87.404

22.66
16.63
13.15
100,00

Jul10

Setelah diperoleh nilai persentase untuk tiap jeniis CTQ, kemudian CTQ diurutkan mulai dari persentase yang terbesar dan
dhitung kumulatifnya seperti pada Tabel 5.10 berikut:
Tabel 5.10 Persentase Kumulatif CTQ Potensial Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS)
No.
1
2
3
4
5

CTQ

Kotoran
Gelembung Udara
Gumpalan Karet
Warna Tidak Homogen
Sheet Lengket
Total

Jumlah Cacat
29.117
19.805
14.536
12.450
11.496
87.404

% Cacat
33.31
22.66
16.63
14.24
13.15
100.00

% Kumulatif
33.31
55.97
72.60
86.84
100.00

Universitas Sumatera Utara

Untuk mengetahui jenis kecacatan yang dominan digunakan diagram


Pareto seperti pada Gambar 5.3 berikut:
Diagram Pareto
100

35

90
80

86.84
72.6

25

70

19.805
55.97

20

60
50

14.536
12.45

15
10

100

11.496

33.31

40

Kumulatif

Jumlah Cacat

30

29.117

30
20
10

0
Kotoran

Gelembung Udara Gumpalan Karet

Warna Tidak
Homogen

Sheet Lengket

Jenis Cacat

Gambar 5.3. Diagram Pareto Jenis Kecacatan Produk Ribbed Smoke Sheet

Dari diagram pareto diatas dapat dilihat jenis cacat dengan persentase
terbesar yaitu untuk jenis cacat kotoran, gelembung udara, dan gumpalan karet.
Persentase kumulatif untuk ketiga jenis cacat tersebut mencapai 72,6 %. Nilai
tersebut sesuai dengan prinsip Pareto 80-20, dimana 80 % produk cacat
disebabkan oleh 20 % jenis kecacatan. Sehingga untuk mengurangi jumlah produk
cacat sampai tingkat 80% cukup dengan mengendalikan ketiga jenis cacat
tersebut. Sebab jika mengendalikan semua jenis kecacatan yang terjadi akan tidak
efisien karena akan memakan waktu, biaya dan tenaga yang sangat besar.

5.2.2.3. Perhitungan Kemampuan Proses (Process Capability)


5.2.2.3.1. Perhitungan Kemampuan Proses terhadap Parameter Kotoran

Sebelum kita menghitung kemampuan dari suatu proses, terlebih dahulu


kita memenuhi syarat kenormalan data dan kestabilan data (harus in control).

Universitas Sumatera Utara

Maka dilakukan pengujian kenormalan terhadap hasil pengamatan dan


menentukan batas kendali data.
A.

Uji Kenormalan data untuk Parameter Kotoran


Langkah-langkah pengujian kenormalan data untuk parameter kotoran

dengan Kolmogorov-Smirnov Test adalah:


1. Data pengamatan diurutkan mulai dari nilai pengamatan terkecil sampai
pengamatan terbesar dan beri penomoran.
2. Setelah data pengamatan diurutkan maka selanjutnya menghitung nilai Fa(X)nya dengan:
Fa(X)

nomor data
total data

Contoh, data nomor 1 dan jumlah data 25, maka:


Fa(X)

1
0,04
25

3. Hitung nilai Z
n

xi
i 1

517,032
20,6813
25

( xi - x )
i 1

n 1

112.895
= 2,1688
25 1

maka nilai Z untuk data pertama X1 = 18,4 adalah:


Z =

Xi X

18,4 - 20,6813
-1,0518
2,1688

Universitas Sumatera Utara

4. Dari nilai Z yang didapat, selanjutnya dicari Fe(X) dengan melihat tabel
distribusi normal atau menggunakan Microsoft Excel. Dalam hal ini untuk
mencari nilai Fe(X) menggunakan Microsoft Exel dengan formulasi:
= NORMDIST(-1,0518) = 0,1464
5. Hitung selisih nilai Fa(X) dengan Fe(X) dan diberi tanda mutlak, serta
notasikan dengan D.
Fa(X) = 0,0400; Fe(X) = 0,1348
D = Fa(X) Fe(X)
= 0,0400 0,1464
= 0.1064
Perhitungan dari pengujian kenormalan data untuk parameter kotoran
dapat dilihat pada Tabel 5.11.
Tabel 5.11. Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov-Smirnov Test untuk
Parameter Kotoran
No.

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Jumlah Produk
Cacat (X)
18.4
18.4
18.5
18.6
18.7
18.9
19.1
19.2
19.3
19.3
19.5
19.7
20.1
20.5

Fa(X)

Fe(X)

D = Fa(X) Fe(X)

0.0400
0.0800
0.1200
0.1600
0.2000
0.2400
0.2800
0.3200
0.3600
0.4000
0.4400
0.4800
0.5200
0.5600

-1.0518
-1.0472
-1.0057
-0.9367
-0.9135
-0.8213
-0.7511
-0.6830
-0.6369
-0.6221
-0.5589
-0.4524
-0.2614
-0.0836

0.1464
0.1475
0.1573
0.1745
0.1805
0.2057
0.2263
0.2473
0.2621
0.2669
0.2881
0.3255
0.3969
0.4667

0.1064
0.0675
0.0373
0.0145
0.0195
0.0343
0.0537
0.0727
0.0979
0.1331
0.1519
0.1545
0.1231
0.0933

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.11. Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov-Smirnov Test untuk


Parameter Kotoran (Lanjutan)
No.

15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Jumlah Produk
Cacat (X)
20.8
21.1
21.1
21.2
21.6
22.0
22.3
23.8
24.1
24.1
26.7
X = 517,032

Fa(X)

Fe(X)

D = Fa(X) Fe(X)

0.6000
0.6400
0.6800
0.7200
0.7600
0.8000
0.8400
0.8800
0.9200
0.9600
1.0000

0.0633
0.1795
0.1931
0.2392
0.4236
0.6152
0.7463
1.4379
1.5763
1.5763
2.7751

0.5252
0.5712
0.5765
0.5945
0.6641
0.7308
0.7723
0.9248
0.9425
0.9425
0.9972

0.0748
0.0688
0.1035
0.1255
0.0959
0.0692
0.0677
0.0448
0.0225
0.0175
0.0028
Dmax = 0.1545

Langkah pengujian hipotesanya:


1. H0 : Data tersebut berdistribusi Normal
H1 : Data tersebut tidak berdistribusi Normal
2. Level of Significant () = 0,05
3. Wilayah kritis, D > D, dimana D (n : 25) = 0,624
4. Nilai D (Dmax) = 0,1545
5. Kesimpulan : H0 diterima, karena D (0,1545) < D (0,624). Hal ini berarti
data parameter kotoran berdistribusi normal.

B.

Penentuan Batas Kontrol (Batas Kendali)


Ini bertujuan untuk mengetahui apakah data telah berada di dalam batas

kendali (in control) sebagai syarat untuk perhitungan process capability. Adapun
contoh perhitungan Peta p pada subgroup 1 adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Total kecacatan ( np) = 517,032


Total inspeksi (n) = 13675
Total inspeksi subgrup 1 (np1) = 547
Total kecacatan subgrup 1 (np1) = 18,4
Maka proporsi kecacatan pada subgrup 1 adalah :
p

np
n

18,4
0,03364
547,8

np 517,032 0,03786
n 13656,4

UCL

= p3

UCL

= 0,03786 3

p (1 p)
n1
0,03786(1 0,03786)
547,8

= 0,03786 + 0,0244
= 0,06232

p(1 p)
n1

LCL

= p 3

LCL

= 0,03786 3

0,03786(1 0,03786)
547,8

= 0,03786 0,0244
= 0,01346 0

Universitas Sumatera Utara

Dari perhitungan batas kendali di atas, terlihat bahwa nilai dari LCL
adalah positif yaitu 0,01346. Nilai LCL yang positif ini dibuat menjadi nol karena
jika nilai proporsi dari suatu subgrup berada di bawah nilai LCL maka akan
dianggap out of control (diluar batas kendali), sedangkan dalam pengertian
pengendalian kualitas adalah suatu proses produksi dikatakan memiliki kualitas
baik apabila proporsi kecacatannya mendekati nol. Untuk menghindari masalah
seperti itu, maka batas kendali LCL yang positif ini dibuat menjadi nol.
Berdasarkan perhitungan nilai UCL dan LCL, terlihat bahwa proporsi kecacatan
(p) pada subgrup 1 masih berada dalam batas kontrol. Perhitungan np dan p dapat
dilihat pada Tabel 5.12 berikut:

Subgroup

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Tabel 5.12. Perhitungan Batas Kontrol Peta p


Total
Total
Proporsi
Inspeksi Kecacatan Kecacatan
LCL
UCL
(n)
(np)
(p)
547.8
18.4
0.0336
0
0.0623
549.4
26.7
0.0486
0
0.0623
546.2
19.2
0.0352
0
0.0624
546.8
22.3
0.0408
0
0.0623
547.6
24.1
0.0440
0
0.0623
546.9
21.6
0.0395
0
0.0623
543.1
20.5
0.0377
0
0.0624
540.9
23.8
0.0440
0
0.0625
546.5
18.7
0.0342
0
0.0624
543.7
24.1
0.0443
0
0.0624
542.8
18.9
0.0348
0
0.0624
549.3
21.1
0.0384
0
0.0623
548.9
19.3
0.0352
0
0.0623
545.6
19.7
0.0361
0
0.0624
548.3
18.5
0.0337
0
0.0623
547.9
21.2
0.0387
0
0.0623
544.7
20.1
0.0369
0
0.0624
546.1
21.1
0.0386
0
0.0624
545.8
19.1
0.0349
0
0.0624

Ket.

In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.12. Perhitungan Batas Kontrol Peta p (Lanjutan)


Total
Total
Proporsi
Subgroup Inspeksi Kecacatan Kecacatan
LCL
UCL
(n)
(np)
(p)
20
545.3
22.0
0.0404
0
0.0624
21
544.1
18.4
0.0338
0
0.0624
22
547.8
20.8
0.0380
0
0.0623
23
545.9
18.6
0.0342
0
0.0624
24
546.4
19.5
0.0356
0
0.0624
25
548.6
19.3
0.0352
0
0.0623
Jumlah
13656.4
517,032

Ket.

In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control

Dari perhitungan batas kontrol di atas, dapat disimpulkan bahwa


keseluruhan proporsi kecacatan pada subgrup berada dalam batas kontrol (in

control). sehingga perhitungan kapabilitas proses Quality Control ditunjukkan


oleh nilai tengah dari peta control. Jadi kapabilitas proses terhadap parameter
kotoran sebesar 100% x p = 100% x 0,03786 = 3,786 %. Adapun Peta p untuk

kecacatan kotoran dapat dilihat pada Gambar 5.4.

Peta p Jenis Cacat Kotoran

Proporsi Kecacatan

0.0700
0.0600
0.0500
0.0400
0.0300
0.0200
0.0100
0.0000
1

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Subgroup

Gambar 5.4. Peta p untuk Kecacatan Kotoran

Universitas Sumatera Utara

5.2.2.3.2.Perhitungan Kemampuan Proses terhadap Parameter Gelembung


Udara.

Sebelum kita menghitung kemampuan dari suatu proses, terlebih dahulu


kita memenuhi syarat kenormalan data dan kestabilan data (harus in control).
Maka dilakukan pengujian kenormalan terhadap hasil pengamatan dan
menentukan batas kendali data.
A.

Uji Kenormalan data untuk Parameter Gelembung Udara


Langkah-langkah pengujian kenormalan data untuk parameter gelembung

udara dengan Kolmogorov-Smirnov Test adalah:


3. Data pengamatan diurutkan mulai dari nilai pengamatan terkecil sampai
pengamatan terbesar dan beri penomoran.
4. Setelah data pengamatan diurutkan maka selanjutnya menghitung nilai Fa(X)nya dengan:
Fa(X)

nomor data
total data

Contoh, data nomor 1 dan jumlah data 25, maka:


Fa(X)

1
0,04
25

3. Hitung nilai Z
n

xi
i 1

n
n

484,40
19,376
25

( xi - x )

111,086
= 2,1514
n 1
25 1
maka nilai Z untuk data pertama X1 = 15,3 adalah:

i 1

Universitas Sumatera Utara

Xi X

185,3 - 19,376
-1,8946

2,1514
4. Dari nilai Z yang didapat, selanjutnya dicari Fe(X) dengan melihat tabel
Z =

distribusi normal atau menggunakan Microsoft Excel. Dalam hal ini untuk
mencari nilai Fe(X) menggunakan Microsoft Exel dengan formulasi:
= NORMDIST(-1,8946) = 0,0291
5. Hitung selisih nilai Fa(X) dengan Fe(X) dan diberi tanda mutlak, serta
notasikan dengan D.
Fa(X) = 0,0400; Fe(X) = 0,0291
D = Fa(X) Fe(X)
= 0,0400 0,0291
= 0.0109
Perhitungan dari pengujian kenormalan data untuk parameter gelembung
udara dapat dilihat pada Tabel 5.13
Tabel 5.13. Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov-Smirnov Test untuk
Parameter Gelembung Udara
No.

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Jumlah Produk
Cacat (X)
15.3
15.3
16.8
17.5
17.7
18.3
18.4
18.4
18.5
18.7
18.9

Fa(X)

Fe(X)

D = Fa(X) Fe(X)

0.0400
0.0800
0.1200
0.1600
0.2000
0.2400
0.2800
0.3200
0.3600
0.4000
0.4400

-1.8946
-1.8946
-1.1974
-0.8720
-0.7790
-0.5001
-0.4537
-0.4537
-0.4072
-0.3142
-0.2213

0.0291
0.0291
0.1156
0.1916
0.2180
0.3085
0.3250
0.3250
0.3419
0.3767
0.4124

0.0109
0.0509
0.0044
0.0316
0.0180
0.0685
0.0450
0.0050
0.0181
0.0233
0.0276

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.13. Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov-Smirnov Test untuk


Parameter Gelembung Udara (Lanjutan)
No.

12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Jumlah Produk
Cacat (X)
19.2
19.2
19.5
19.5
18.9
21.4
20.0
20.1
20.1
20.2
21.4
21.4
22.3
23.1
X = 484,40

Fa(X)

Fe(X)

D = Fa(X) Fe(X)

0.4800
0.5200
0.5600
0.6000
0.6400
0.6800
0.7200
0.7600
0.8000
0.8400
0.8800
0.9200
0.9600
1.0000

-0.0818
-0.0818
0.0576
0.1506
0.1971
0.2900
0.3365
0.3365
0.3830
0.9408
0.9408
1.3591
1.7310
2.4282

0.4674
0.4674
0.5230
0.5599
0.5781
0.6141
0.6318
0.6318
0.6491
0.8266
0.8266
0.9129
0.9583
0.9924

0.0126
0.0526
0.0370
0.0401
0.0619
0.0659
0.0882
0.1282
0.1509
0.0134
0.0534
0.0071
0.0017
0.0076
Dmax = 0.1509

Langkah pengujian hipotesanya:


1. H0 : Data tersebut berdistribusi Normal
H1 : Data tersebut tidak berdistribusi Normal
2. Level of Significant () = 0,05
3. Wilayah kritis, D > D, dimana D (n : 25) = 0,624
4. Nilai D (Dmax) = 0,1509
5. Kesimpulan : H0 diterima, karena D (0,1509) < D (0,624). Hal ini berarti
data parameter kotoran berdistribusi normal.

Universitas Sumatera Utara

B.

Penentuan Batas Kontrol (Batas Kendali)


Ini bertujuan untuk mengetahui apakah data telah berada di dalam batas

kendali (in control) sebagai syarat untuk perhitungan process capability. Adapun
contoh perhitungan Peta p pada subgroup 1 adalah sebagai berikut:
Total kecacatan ( np) = 484,40
Total inspeksi (n) = 13656,40
Total inspeksi subgrup 1 (np1) = 547,8
Total kecacatan subgrup 1 (np1) = 20,2
Maka proporsi kecacatan pada subgrup 1 adalah :
p

np
n

20,2
0,0369
547,8

np 484,40 0,03547
n 13656,4

UCL

= p3

UCL

= 0,03547 3

p(1 p)
n1
0,03547(1 0,03547)
547,8

= 0,03547 + 0,02370
= 0,0592
p(1 p)
n1

LCL

= p 3

LCL

= 0,03547 3

0,03547(1 0,03547)
547,8

= 0,03786 0,02370
= 0,0118 0

Universitas Sumatera Utara

Dari perhitungan batas kendali di atas, terlihat bahwa nilai dari LCL
adalah positif yaitu 0,0118. Nilai LCL yang positif ini dibuat menjadi nol karena
jika nilai proporsi dari suatu subgrup berada di bawah nilai LCL maka akan
dianggap out of control (diluar batas kendali), sedangkan dalam pengertian
pengendalian kualitas adalah suatu proses produksi dikatakan memiliki kualitas
baik apabila proporsi kecacatannya mendekati nol. Untuk menghindari masalah
seperti itu, maka batas kendali LCL yang positif ini dibuat menjadi nol.
Berdasarkan perhitungan nilai UCL dan LCL, terlihat bahwa proporsi kecacatan
(p) pada subgrup 1 masih berada dalam batas kontrol. Perhitungan np dan p dapat
dilihat pada Tabel 5.14 berikut:

Subgroup

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Tabel 5.14. Perhitungan Batas Kontrol Peta p


Total
Total
Proporsi
Inspeksi Kecacatan Kecacatan
LCL
UCL
(n)
(np)
(p)
547.8
20.2
0.0369
0
0.0592
549.4
24.6
0.0448
0
0.0591
546.2
18.3
0.0335
0
0.0592
546.8
17.7
0.0324
0
0.0592
547.6
21.4
0.0391
0
0.0592
546.9
19.8
0.0362
0
0.0592
543.1
18.5
0.0341
0
0.0593
540.9
19.2
0.0355
0
0.0593
546.5
20.1
0.0368
0
0.0592
543.7
15.3
0.0281
0
0.0593
542.8
23.1
0.0426
0
0.0593
549.3
19.2
0.0350
0
0.0591
548.9
18.4
0.0335
0
0.0592
545.6
18.4
0.0337
0
0.0592
548.3
19.5
0.0356
0
0.0592
547.9
18.9
0.0345
0
0.0592
544.7
21.4
0.0393
0
0.0592
546.1
20
0.0366
0
0.0592
545.8
19.7
0.0361
0
0.0592

Ket.

In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.14. Perhitungan Batas Kontrol Peta p (Lanjutan)


Total
Total
Proporsi
Subgroup Inspeksi Kecacatan Kecacatan
LCL
UCL
(n)
(np)
(p)
20
545.3
22.3
0.0409
0
0.0592
21
544.1
15.3
0.0281
0
0.0593
22
547.8
16.8
0.0307
0
0.0592
23
545.9
17.5
0.0321
0
0.0592
24
546.4
18.7
0.0342
0
0.0592
25
548.6
20.1
0.0366
0
0.0592
Jumlah
13656.4
484,40

Ket.

In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control

Dari perhitungan batas kontrol di atas, dapat disimpulkan bahwa


keseluruhan proporsi kecacatan pada subgrup berada dalam batas kontrol (in
control). sehingga perhitungan kapabilitas proses Quality Control ditunjukkan
oleh nilai tengah dari peta control. Jadi kapabilitas proses terhadap parameter
kotoran sebesar 100% x p = 100% x 0,03547 = 3,547 %. Adapun Peta p untuk
kecacatan kotoran dapat dilihat pada Gambar 5.5.

Peta p Jenis Cacat Gelembung Udara

Proporsi Kecacatan

0.0700
0.0600
0.0500
0.0400
0.0300
0.0200
0.0100
0.0000
1

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Subgroup

Gambar 5.5. Peta p untuk Kecacatan Gelembung Udara

Universitas Sumatera Utara

5.2.2.3.3. Perhitungan Kemampuan Proses terhadap Parameter Gumpalan


Karet.

Sebelum kita menghitung kemampuan dari suatu proses, terlebih dahulu


kita memenuhi syarat kenormalan data dan kestabilan data (harus in control).
Maka dilakukan pengujian kenormalan terhadap hasil pengamatan dan
menentukan batas kendali data.
A.

Uji Kenormalan data untuk Parameter Gumpalan Karet


Langkah-langkah pengujian kenormalan data untuk parameter gumpalan

karet dengan Kolmogorov-Smirnov Test adalah:


5. Data pengamatan diurutkan mulai dari nilai pengamatan terkecil sampai
pengamatan terbesar dan beri penomoran.
6. Setelah data pengamatan diurutkan maka selanjutnya menghitung nilai Fa(X)nya dengan:
Fa(X)

nomor data
total data

Contoh, data nomor 1 dan jumlah data 25, maka:


Fa(X)

1
0,04
25

3. Hitung nilai Z
n

xi
i 1

n
n

458,3
18,3320
25

( xi - x )

33,9544
= 1,1894
n 1
25 1
maka nilai Z untuk data pertama X1 = 15,3 adalah:

i 1

Universitas Sumatera Utara

Xi X

15,3 - 18,332
-2,5491

1,1894
4. Dari nilai Z yang didapat, selanjutnya dicari Fe(X) dengan melihat tabel
Z =

distribusi normal atau menggunakan Microsoft Excel. Dalam hal ini untuk
mencari nilai Fe(X) menggunakan Microsoft Exel dengan formulasi:
= NORMDIST(-2,5491) = 0,0054
5. Hitung selisih nilai Fa(X) dengan Fe(X) dan diberi tanda mutlak, serta
notasikan dengan D.
Fa(X) = 0,0400; Fe(X) = 0,0054
D = Fa(X) Fe(X)
= 0,0400 0,0054
= 0.0346
Perhitungan dari pengujian kenormalan data untuk parameter gumpalan
karet dapat dilihat pada Tabel 5.15 berikut:
Tabel 5.15. Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov-Smirnov Test untuk
Parameter Gumpalan Karet
Jumlah Produk
No.
Fa(X)
Z
Fe(X) D = Fa(X) Fe(X)
Cacat (X)
1
15.3
0.0400
-2.5491 0.0054
0.0346
2
16.7
0.0800
-1.3721 0.0850
0.0050
3
16.9
0.1200
-1.2039 0.1143
0.0057
4
17.0
0.1600
-1.1199 0.1314
0.0286
5
17.2
0.2000
-0.9517 0.1706
0.0294
6
17.3
0.2400
-0.8676 0.1928
0.0472
7
17.5
0.2800
-0.6995 0.2421
0.0379
8
17.6
0.3200
-0.6154 0.2691
0.0509
9
17.7
0.3600
-0.5313 0.2976
0.0624
10
18.0
0.4000
-0.2791 0.3901
0.0099
11
18.1
0.4400
-0.1950 0.4227
0.0173
12
18.3
0.4800
-0.0269 0.4893
0.0093
Tabel 5.15. Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov-Smirnov Test untuk
Parameter Gumpalan Karet (Lanjutan)

Universitas Sumatera Utara

No.

13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Jumlah Produk
Cacat (X)
18.5
18.7
18.9
18.9
19.1
19.3
19.3
19.5
19.5
19.6
19.7
19.7
20.0
X = 458,30

Fa(X)

Fe(X)

D = Fa(X) Fe(X)

0.5200
0.5600
0.6000
0.6400
0.6800
0.7200
0.7600
0.8000
0.8400
0.8800
0.9200
0.9600
1.0000

0.1412
0.3094
0.4775
0.4775
0.6457
0.8138
0.8138
0.9820
0.9820
1.0660
1.1501
1.1501
1.4023

0.5562
0.6215
0.6835
0.6835
0.7408
0.7921
0.7921
0.8369
0.8369
0.8568
0.8750
0.8750
0.9196

0.0362
0.0615
0.0835
0.0435
0.0608
0.0721
0.0321
0.0369
0.0031
0.0232
0.0450
0.0850
0.0804
Dmax = 0.0850

Langkah pengujian hipotesanya:


1. H0 : Data tersebut berdistribusi Normal
H1 : Data tersebut tidak berdistribusi Normal
2. Level of Significant () = 0,05
3. Wilayah kritis, D > D, dimana D (n : 25) = 0,624
4. Nilai D (Dmax) = 0,0850
5. Kesimpulan : H0 diterima, karena D (0,0850) < D (0,624). Hal ini berarti
data parameter kotoran berdistribusi normal.

B.

Penentuan Batas Kontrol (Batas Kendali)


Ini bertujuan untuk mengetahui apakah data telah berada di dalam batas

kendali (in control) sebagai syarat untuk perhitungan process capability. Adapun
contoh perhitungan Peta p pada subgroup 1 adalah sebagai berikut:
Total kecacatan ( np) = 458,30

Universitas Sumatera Utara

Total inspeksi (n) = 13656,40


Total inspeksi subgrup 1 (np1) = 547,8
Total kecacatan subgrup 1 (np1) = 19,5
Maka proporsi kecacatan pada subgrup 1 adalah :
p

np
n

19,5
0,0356
547,8

np 458,30 0,03356
n 13656,4

UCL

= p3

UCL

= 0,03356 3

p(1 p)
n1
0,03356(1 0,03356)
547,8

= 0,03356 + 0,02308
= 0,0566
p(1 p)
n1

LCL

= p 3

LCL

= 0,03356 3

0,03356(1 0,03356)
547,8

= 0,03356 - 0,02308
= 0,0105 0
Dari perhitungan batas kendali di atas, terlihat bahwa nilai dari LCL
adalah positif yaitu 0,0105. Nilai LCL yang positif ini dibuat menjadi nol karena
jika nilai proporsi dari suatu subgrup berada di bawah nilai LCL maka akan
dianggap out of control (diluar batas kendali), sedangkan dalam pengertian
pengendalian kualitas adalah suatu proses produksi dikatakan memiliki kualitas

Universitas Sumatera Utara

baik apabila proporsi kecacatannya mendekati nol. Untuk menghindari masalah


seperti itu, maka batas kendali LCL yang positif ini dibuat menjadi nol.
Berdasarkan perhitungan nilai UCL dan LCL, terlihat bahwa proporsi kecacatan
(p) pada subgrup 1 masih berada dalam batas kontrol. Perhitungan np dan p dapat
dilihat pada Tabel 5.16 berikut:

Subgroup

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Jumlah

Tabel 5.16. Perhitungan Batas Kontrol Peta p


Total
Total
Proporsi
Inspeksi Kecacatan Kecacatan
LCL
UCL
(n)
(np)
(p)
547.8
19.5
0.0356
0
0.0566
549.4
15.3
0.0278
0
0.0566
546.2
16.7
0.0306
0
0.0567
546.8
18.3
0.0335
0
0.0567
547.6
18
0.0329
0
0.0566
546.9
17.2
0.0314
0
0.0567
543.1
16.9
0.0311
0
0.0567
540.9
17
0.0314
0
0.0568
546.5
18.7
0.0342
0
0.0567
543.7
19.1
0.0351
0
0.0567
542.8
17.3
0.0319
0
0.0567
549.3
17.6
0.0320
0
0.0566
548.9
18.5
0.0337
0
0.0566
545.6
18.9
0.0346
0
0.0567
548.3
17.5
0.0319
0
0.0566
547.9
18.9
0.0345
0
0.0566
544.7
19.6
0.0360
0
0.0567
546.1
19.3
0.0353
0
0.0567
545.8
18.1
0.0332
0
0.0567
545.3
19.7
0.0361
0
0.0567
544.1
20
0.0368
0
0.0567
547.8
19.7
0.0360
0
0.0566
545.9
19.5
0.0357
0
0.0567
546.4
17.7
0.0324
0
0.0567
548.6
19.3
0.0352
0
0.0566
13656.4
458,30

Ket.

In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control
In Control

Dari perhitungan batas kontrol di atas, dapat disimpulkan bahwa


keseluruhan proporsi kecacatan pada subgrup berada dalam batas kontrol (in

Universitas Sumatera Utara

control). sehingga perhitungan kapabilitas proses Quality Control ditunjukkan


oleh nilai tengah dari peta control. Jadi kapabilitas proses terhadap parameter
kotoran sebesar 100% x p = 100% x 0,03356 = 3,356 %. Adapun Peta p untuk
kecacatan kotoran dapat dilihat pada Gambar 5.6.

Peta p Jenis Cacat Gumpalan Karet

Proporsi Kecacatan

0.0600
0.0500
0.0400
0.0300
0.0200
0.0100
0.0000
1

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Subgroup

Gambar 5.6. Peta p untuk Kecacatan Gumpalan Karet

5.2.3. Analisis (analyze)

Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap faktor-faktor penyebab


terjadinya cacat dominan pada produk ribbed smoke sheet. Analisis menggunakan
Cause and Effect Diagram dan Failure Mode & Effect Analysis (FMEA).
5.2.3.1.Analisis Cause & Effect Diagram

Diagram sebab-akibat (Cause-Effect Diagram) dikenal dengan istilah


diagram tulang ikan (fishbone diagram). Diagram ini berguna untuk menganalisis
dan menentukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan di dalam
menentukan karakteristik kualitas produk berdasarkan kategori rasional.

Universitas Sumatera Utara

Disamping itu juga berguna untuk mencari penyebab yang sesungguhnya dari
suatu masalah.

5.2.3.1.1. Cause and Effect Diagram Adanya Kotoran

Dari Pareto Diagram terlihat bahwa jumlah kecacatan terbesar terjadi


pada KO yaitu dengan 29,117 kg. Dengan demikian dilakukan analisis penyebab
kesalahan pada jenis kesalahan tersebut dengan menggunakan Cause and Effect
Diagram, seperti terlihat pada Gambar 5.7.
Mesin /
Peralatan

Manusia

Kurangnya
ketelitian

Mesin /
Peralatan Kotor

Kotoran

Banyaknya Debu

Mutu Kurang Baik

Bahan Baku

Lingkungan Kerja

Gambar 5.7. Cause and Effect Diagram Kotoran

Penyebab terjadinya cacat kotoran adalah :


1.

Bahan Baku
Bahan baku yang diterima tidak sesuai standard, banyak terdapat kotoran.

2.

Lingkungan Kerja
Keadaan lingkungan kerja pada saat pencetakan banyak debu yang
berterbangan sehingga tercampur kedalam tangki pencetakan.

Universitas Sumatera Utara

3.

Manusia
Pekerja kurang konsentrasi pada saat penyaringan sewaktu pencetakan,
sehingga kotoran yang ada tidak benar-benar tersaring.

4.

Mesin / Peralatan
Mesin / peralatan tidak terawat dengan baik, sehingga banyak terdapat karat
pada sisi-sisi mesin.

5.2.3.1.2. Cause and Effect Diagram Adanya Gelembung Udara

Dari Pareto Diagram terlihat bahwa jumlah kecacatan terbesar terjadi


pada GU yaitu dengan 214.16 kecacatan. Dengan demikian dilakukan analisis
penyebab kesalahan pada jenis kesalahan tersebut dengan menggunakan Cause
and Effect Diagram, seperti terlihat pada Gambar 5.8.
Mesin /
Peralatan

Manusia

Kurangnya
ketelitian

Putaran Mesin
tidak sesuai rpm
yang diharapkan

Gelembung
Udara

Mutu Kurang Baik

Bahan Baku

Cara penggilingan
yang kurang baik

Metode Kerja

Gambar 5.8. Cause and Effect Diagram Gelembung Udara

Penyebab terjadinya cacat gelembung udara adalah :

Universitas Sumatera Utara

1.

Bahan Baku
Bahan baku yang diterima tidak sesuai standard, tidak sesuai dengan DRC
yang telah ditetapkan.

2.

Metode Kerja
Penggilingan sheet kurang baik, disebabkan putaran mesin yang tidak
sesuai, sehingga banyak sheet yang tidak tergiling sempurna.

3.

Manusia
1. Pekerja

kurang

konsentrasi

pada

saat

penggiilingan,

tidak

memperhatikan hasil dari gilingan.


2. Pada saat pengenceran lateks cair, tidak sesuai dengan % DRC yaitu Dry
Rubber Content (DRC) 14-15 %.

4.

Mesin / Peralatan
Mesin / peralatan tidak terawat dengan baik, sehingga putaran mesin tidak
sesuai rpm.

5.2.3.1.3. Cause and Effect Diagram Adanya Gumpalan Karet

Dari Pareto Diagram terlihat bahwa jumlah kecacatan terbesar terjadi


pada GK yaitu dengan 148.35 kecacatan. Dengan demikian dilakukan analisis
penyebab kesalahan pada jenis kesalahan tersebut dengan menggunakan Cause
and Effect Diagram, seperti terlihat pada Gambar 5.9.

Universitas Sumatera Utara

Mesin /
Peralatan

Manusia

Pekerja Kurang
Konsentrasi

Putaran Mesin
tidak sesuai rpm
yang diharapkan

Gumpalan
Karet
Pengenceran lateks
cair kurang sesuai
Cara penggilingan
yang kurang baik

Mutu Kurang Baik

Bahan Baku

Metode Kerja

Gambar 5.9. Cause and Effect Diagram Gumpalan Karet

Penyebab terjadinya cacat gumpalan karet adalah :


1.

Bahan Baku
Bahan baku yang diterima tidak sesuai standard DRC.

2.

Metode Kerja
Penggilingan sheet kurang baik, disebabkan putaran mesin yang tidak
sesuai, sehingga banyak sheet yang tidak tergiling sempurna.

3.

Manusia
1. Pada saat pengenceran lateks cair, tidak sesuai dengan % DRC yaitu Dry
Rubber Content (DRC) 14-15 %.
2. Pekerja kurang konsentrasi pada saat penggiilingan.

4.

Mesin / Peralatan
Mesin / peralatan tidak terawat dengan baik, sehingga putaran mesin tidak
sesuai rpm.

Universitas Sumatera Utara

5.2.3.2.Analisis Kesamaan Penyebab Terjadinya Cacat Produk

Dari uraian Cause & Effect Diagram, Digram SIPOC (Suppliers-InputsProcess-Outputs-Customer dan Operation Process Chart (OPC). Dapat dilihat
sumber penyebab terjadinya jenis cacat dominan pada produk Ribbed Smoke Sheet
(RSS). Faktor metode, manusia, dan lingkungan merupakan penyebab yang umum
untuk semua jenis kecacatan yang ada. Sedangkan faktor mesin dan material
merupakan penyebab kecacatan bersifat khusus, dimana setiap jenis kecacatan
biasanya disebabkan oleh kesalahan mesin dan material yang berbeda. Namun ada
beberapa kesamaan sumber penyebab terjadinya cacat antara dua jenis cacat
dominan dengan jenis kecacatan lainnya, khususnya yang disebabkan faktor
mesin dan material / bahan yang dapat dilihat pada Tabel 5.17
Tabel 5.17. Kesamaan Faktor Penyebab Terjadinya Cacat Produk
Ribbed Smoke Sheet (RSS)
Jenis Cacat

Kotoran

Gelembung Udara

Warna Tidak
Homogen

Penyaringan tidak
maksimal

Lengket

Pengenceran Tidak
Sesuai DRC 14-15 %

Gumpalan
Karet
Pengasapan tidak
sempurna
Proses
Pengasapan
Tidak sempurna

Dengan mengendalikan semua faktor penyebab terjadinya ketiga jenis


cacat dominan, secara tidak langsung terdapat kemungkinan mengurangi
terjadinya jenis cacat yang lain karena kesamaan faktor penyebabnya.

Universitas Sumatera Utara

5.2.3.3.Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Failure Mode and Effect Analysis(FMEA) merupakan alat yang digunakan


dalam mengidentifikasi dan menilai resiko yang berhubungan dengan potensial
kegagalan. Sebelum membuat Failure Mode and Effect Analysis, terlebih dahulu
ditentukan efek yang diakibatkan dari kegagalan pada proses, penyebab dari
kegagalannya dan kontrol yang dilakukan untuk mencegah terjadinya efek dari
kegagalan proses tersebut. Penyelesaikan masalah yang ada ditentukan dengan
menghitung nilai RPN (Risk Priority Number) yang merupakan hasil perkalian
antara nilai Severity (S), Occurance(O) dan Detectability (D). Penilaian yang
dilakukan terhadap Severity (S), Occurance (O) dan Detectability (D) adalah
berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada lantai produksi dan pencocokkan
dengan data-data perusahaan seperti jumlah kecacatan yang terjadi dan kontrol

Universitas Sumatera Utara

yang selama ini dilakukan. Adapun proses analisis dengan FMEA adalah sebagai berikut :
Tabel 5.18. Analisis FMEA Produk Ribbed Smoke Sheet

Nama Proses
Bertanggungjawab
Fungsi Proses

Proses Produksi Ribbed


Smoke Sheet

Diselesaikan oleh

Ivan Herbeth H. S

Tanggal

28/06/2011

Ivan Herbeth H. S
Jenis
Kegagalan

Efek dari
Kegagalan

Penyebab
Kegagalan
Sheet
belum
membeku

Pembekuan

Penggilingan

Gelembung
Udara

Gumpalan
Karet

Sheet susah
untuk
digiling

Tebal sheet
tidak rata

Kontrol yang
dilakukan

Melakukan
pembekuan
kembali

RPN

Penanggulangan

84

Memberi pengarahan
kepada operator agar
mencampurkan secara
sempurna larutan asam
semut ke lateks cair

Kurangnya
konsentrasi
dari larutan
asam semut

Tidak ada

175

Menempelkan daftar
kadar asam semut yang
akan diberikan di
dinding

Operator
kurang
teliti

Tidak ada

105

Mengadakan pelatihan
kerja untuk operator
secara berkala

Roll
gilingan
tidak stabil

Tidak ada

175

Merawat secara rutin


mesin gilingan

Operator
kurang
teliti

Tidak ada

105

Mengadakan pelatihan
kerja untuk operator
secara berkala

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.18. Analisis FMEA Produk Ribbed Smoke Sheet (Lanjutan)


Nama Proses
Bertanggungjawab
Fungsi Proses

Pengasapan

Proses Produksi Ribbed


Smoke Sheet

Diselesaikan oleh

Ivan Herbeth H. S

Tanggal

28/06/2011

Ivan Herbeth H. S
Jenis
Kegagalan

Kotoran

Efek dari
Kegagalan

Tampilan
Produk tidak
sesuai
dengan
spesifikasi

Penyebab
Kegagalan

Kontrol yang
dilakukan

RPN

Penanggulangan

Banyaknya
debu pada
ruang
asap

Tidak ada

120

Harus sering
membersihkan ruang
kamar asap

Proses
penyaringan
tidak
sempurna

Tidak ada

175

Menggantikan saringan
yang sudah berlubang

Operator
kurang
teliti

Tidak ada

105

Mengadakan pelatihan
kerja untuk operator
secara berkala

Keterangan :
(S) Severity

Keseriusan dari efek kegagalan potensial pada fungsional produk (Skala 110)

(O) Occurance

Frekuensi terjadinya kegagalan potensial akibat penyebab tertentu (Skala 110)

(D) Detection

Kemungkinan kegagalan potensial dan penyebabnya dapat dideteksi (Skala 110)

(RPN) Risk Priority Number : S x O x D

Universitas Sumatera Utara

Dari tabel FMEA di atas diperoleh faktor-faktor penyebab kegagalan


proses yang mengakibatkan terjadinya produk cacat. Faktor-faktor tersebut
kemudian diurutkan berdasarkan nilai RPN yang tertinggi. Daftar faktor-faktor
tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.19 berikut:
Tabel 5.19. Urutan Penyebab Kegagalan Proses Berdasarkan RPN
No.
1
2
3
4
5
6
7
8

Penyebab Kegagalan
Proses penyaringan tidak sempurna
Kurangnya konsentrasi dari larutan asam semut
Roll mesin giling tidak stabil
Banyaknya debu pada ruang kamar asap
Operator kurang teliti
Operator kurang teliti
Operator kurang teliti
Sheet belum membeku

RPN
175
175
175
120
105
105
105
84

5.2.4. Improve

Pada langkah ini diterapkan suatu rencana tindakan peningkatan kualitas


six sigma, melalui perbaikan terhadap sumber-sumber penyebab terjadinya produk
cacat. Perbaikan dilakukan terhadap semua sumber yang berpotensi untuk
menciptakan produk cacat berdasarkan hasil analisis cause and effect diagram,
dan prioritas tindakan perbaikan didasarkan pada nilai RPN hasil dari analisi
FMEA.
Tawaran-tawaran perbaikan yang diusulkan terhadap jenis cacat yang
paling mempengaruhi (frekwensi tertinggi) yaitu jenis cacat adanya kotoran,
gelembung udara dan gumpalan karet adalah sebagai berikut :

Manusia (SDM)
-

Memberikan training kepada operator pada unit Pengenceran

Universitas Sumatera Utara

Pelatihan/training yang diberikan kepada operator adalah mengenai sistem


kerja serta tindakan-tindakan yang harus dilakukan bila terjadi gangguan
yang tidak bisa diatasi secara manual. Pelatihan/training mengenai caracara penanggulangan dan perbaikan jenis-jenis cacat yang terjadi pada
Ribbed Smoke Sheet (RSS) juga perlu diberikan. Pelatihan ini bertujuan
agar operator tidak terlambat dalam mengantisipasi kerusakan/cacat yang
terjadi.
-

Menciptakan kekompakan team


Untuk menciptakan kekompakan team perlu ditanamkan rasa saling
memiliki dan tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan serta
ditumbuhkan rasa kekeluargaan antar sesama pekerja dan atasan. Salah
satu caranya pimpinan/kepala pabrik membaur kepada bawahan dalam hal
memecahkan permasalahan seperti mengantisipasi kerusakan/kecacatan
yang terjadi. Dengan menciptakan kekompakan team diharapkan
operator/karyawan yang sedang bekerja tidak meninggalkan daerah
kerjanya dan keterlambatan dalam menghadapi kerusakan/cacat pada
Ribbed Smoke Sheet (RSS) dapat diatasi.

Metode
-

Memberikan Pengarahan tentang Teknik Penyaringan dan Pembekuan


Penyaringan disesuaikan dengan ukuran mess yang telah ditetapkan.
Penyaringan dilakukan operator secara manual dan harus benar-benar
dilakukan secara teliti. Karena dilakukan secara manual maka perlu

Universitas Sumatera Utara

diberikan pelatihan khusus sehingga kerusakan/cacat yang terjadi pada


Ribbed Smoke Sheet (RSS) dapat ditanggulangi.
-

Memberikan Pengarahan tentang Teknik Penggilingan Sheet


Pelatihan mengenai teknik penggilingan sheet perlu juga diberikan,
sehingga bila terjadi sheet yang rusak/cacat maka dengan cepat dapat
diatasi.

Memberikan Pengarahan tentang Teknik Pengasapan Sheet


Sebelum proses pengasapan dilaksanakan sebaiknya petugas kebersihan
membersihkan ruang tersebut agat debu dan kotoran yang ditimbulkan
akibat asap tidak menempel pada sheet yang akan dilakukan pengasapan
selanjutnya.

Mesin
-

Pengecekan dan pergantian elemen-elemen pada mesin motor listrik dan


mesin giling.
Pengecekan terhadap elemen-elemen mesin khususnya pada mesin motor
listrik dan mesin giling perlu dilakukan seteliti mungkin. Adapun elemenelemen yang perlu diamati/dicek dan diganti bila terjadi kerusakan pada
elemen-elemen mesin tersebut adalah :
1. Putaran pada dinamo motor listrik
2. Roll pada mesin giling
Pengecekan terutama dilakukan sebelum proses berjalan. Ini disebabkan
karena selama proses produksi berjalan mesin diharapkan tidak mengalami
gangguan-gangguan yang dapat menyebabkan mesin berhenti sampai

Universitas Sumatera Utara

produksi berjalan selesai sesuai dengan kapasitas bahan baku. Bila proses
berhenti sebelum produksi tercapai maka akan terjadi kerusakan yang
besar/banyak pada Ribbed Smoke Sheet (RSS), begitu juga dengan
kerugian waktu karena penyetingan awal membutuhkan waktu yang lama
sehingga dapat menyebabkan waktu yang ditargetkan untuk produksi tidak
tercapai.
-

Membersihkan elemen-elemen pada mesin giling.


Pengecekan terhadap kebersihan elemen-elemen mesin dari debu atau
karat yang menempel perlu diperhatikan. Kotoran yang melekat pada
elemen mesin dapat menggangu kinerja mesin dan juga dapat
menimbulkan produk cacat, karena itu pengecekan terhadap kerbersihan
elemen-elemen mesin harus dilakukan sesering mungkin.

Bahan/Material
-

Mengawasi kotoran yang ada pada bahan baku


Selama proses produksi berlangsung juga harus selalu diamati/diawasi.
Kotoran yang ada pada bahan baku sebelum proses pembekuan harus
disaring. Operator senantiasa menginspeksi kotoran yang ada pada bahan
baku lateks cair, karena itu operator/karyawan siap sedia di tempatnya
masing-masing sampai tugasnya selesai dan sebelum digantikan oleh
operator/karyawan lainnya.
Untuk kegagalan dikarenakan faktor lama pembekuan, lama pengasapan

dan kecepatan roll penggilingan yang tidak optimal, seharusnya dilakukan dengan
eksperimen. Eksperimen bertujuan untuk mengetahui efek dari setiap faktor

Universitas Sumatera Utara

terhadap jumlah produk ribbed smoke sheet yang diakibatkan oleh cacat jenis
kotoran, gelembung udara, gumpalan karet, serta menentukan taraf faktor yang
optimal. Namun karena eksperimen tidak dapat dilakukan maka permasalahan
diselesaikan dengan analisis varians (ANAVA) dengan menggunakan data historis
perusahaan. Adapun tahapan pengerjaannya dapat dilihat dibawah ini.
Untuk melihat apakah data berdistribusi normal maka akan di uji dengan
menggunakan uji Chi Square. Dalam uji kenormalan ini, data pengamatan jumlah
produk cacat (dalam satuan kg) terlebih dahulu diurutkan dari data minimum ke
data maksimum untuk pengklasifikasian data menjadi distribusi frekuensi yang
dapat dilihat pada Tabel 5.20 berikut:
Tabel 5.20. Data Urutan Jumlah Produk Cacat

316
332
408
425
431
467
489
498

506
510
512
521
524
528
530
533

538
541
551
560
567
573
578
582

Data Jumlah Produk Cacat (kg)


593
621
661
593
634
672
598
634
674
599
638
675
612
643
686
612
651
689
612
651
689
613
653
694

695
701
704
704
705
721
721
721

723
723
730
738
740
753
758
762

762
765
772
782
784
801
819
838

Dari tabel 5.21 dapat ditentukan :


Ymin

= 316

Ymax

= 838

Sehingga :

= Ymax - Ymin
= 838 316
= 522

Universitas Sumatera Utara

= 1 + 3,3 Log N

dimana N = Jumlah data

= 1 + 3,3 Log 72
= 7,1291 7
I

R
K

522
= 73,2200 73
7

I = interval kelas

Dari hasil perhitungan tersebut maka data pada tabel 5.20. dapat diubah
menjadi data distribusi frekuensi seperti pada tabel 5.21 berikut:
Tabel 5.21 Data Distribusi frekuensi untuk Jumlah Produk Cacat
Interval

BKB

316 389
390 463
464 537
538 611
612 685
686 759
760 833
834 907

315.5
389.5
463.5
537.5
611.5
685.5
759.5
833.5

BKA

389.5
463.5
537.5
611.5
685.5
759.5
833.5
907.5

Titik tengah
(xi)
352.5
426.5
500.5
574.5
648.5
722.5
796.5
870.5
Jumlah

fi

fi.xi

2
4
10
16
12
19
8
1
72

705
1706
5005
9192
7782
13727.5
6372
870.5
45360

Sehingga diperoleh rata-rata:


X

fi.xi 45.360 630


72
fi

Besar standard deviasi ditentukan dengan persamaan:


=

fi( Xi X )

2(352,5 630)

n 1
2

4(426,5 630) 2 ... 1(870,5 630) 2


71

= 123,42
sedangkan nilai bakunya ditentukan dengan persamaan:

Universitas Sumatera Utara

X -X

Z=

Sebagai contoh batas kontiniu 611,5 574,5 perhitungan nilai bakunya sebagai
berikut:
Z611,5 =

611,5 - 630
= - 0,14
117,66

Z574,5 =

574,5 - 630
= 0,44
117,66

Dari data diatas dapat dihitung luas wilayah kurva normal sebagai berikut:
Luas

= P(-0,14 < Z < 0,44)


= P(Z < 0,44) P (Z < -0,14)
= 0,0257

Rekapitulasi perhitungan luas daerah keseluruhan data dapat dilihat pada Tabel
5.22 berikut:
Tabel 5.22. Perhitungan Luas Kurva
Interval

Fi(oi)

315,5-389,5
389,5-463,5
463,5-537,5
537,5-611,5
611,5-685,5
685,5-759,5
759,5-833,5
833,5-907,5

2
4
10
16
12
19
8
1
72
Dari hasil tersebut, diperoleh

ZBKB

ZBKA

Luas BKB

Luas BKA

-
-1.9486
-1.3490
-0.7494
-0.1498
0.4496
1.0492
1.6488

-1.9486
-1.3490
-0.7494
-0.1498
0.4496
1.0492
1.6488
+

0
0.0257
0.0887
0.2268
0.4404
0.6735
0.8530
0.9504

0.0257
0.0887
0.2268
0.4404
0.6735
0.8530
0.9504
1

ekspetasi untuk masing-masing batas kontiniu (ei),

yang ditentukan dengan persamaan:


ei = Pi x N
dimana :

Pi = Luas kurva
N = Jumlah data pengamatan

Contoh perhitungan batas kontiniu 315,5 389,5 adalah:


ei

= Pi x N

Universitas Sumatera Utara

Luas
Kurva
0.0257
0.0630
0.1381
0.2136
0.2331
0.1794
0.0974
0.0496
1

= 0,0257 x 72
= 1,8482
Rekapitulasi dari perhitungan ditunjukkan dalam Tabel 5.23 berikut:
Tabel 5.23. Data Frekuensi Observasi dan Frekuensi Ekspetasi
untuk Jumlah Produk Cacat
(0i ei) 2
Luas
Interval
(oi)
ei
Kurva
ei
315,5-389,5
0.0257
2
1.8482
0.0125
389,5-463,5
0.0630
4
4.5353
0.0632
463,5-537,5
0.1381
10
9.9451
0.0003
537,5-611,5
0.2136
16
15.3819
0.0248
611,5-685,5
0.2331
12
16.7837
1.3634
685,5-759,5
0.1794
19
12.9197
2.8615
759,5-833,5
0.0974
8
7.0156
0.1381
833,5-907,5
0.0496
1
3.5705
1.8506
72
72
6.3144

Berdasarkan data di atas dapat kita lihat bahwa ada nilai oi dan ei yang
lebih kecil dari 5 maka dilakukan revisi atau penggabungan data sehingga
terbentuk kelas baru seperti pada Tabel 5.24 berikut:
Tabel 5.24. Data Revisi Frekuensi Observasi dan Frekuensi Ekspetasi

Interval

315,5-463,5
463,5-537,5
537,5-611,5
611,5-685,5
685,5-759,5
759,5-907,5

untuk Jumlah Produk Cacat


Luas
(oi)
ei
Kurva

0.0887
0.1381
0.2136
0.2331
0.1794
0.1470

6
10
16
12
19
9
72

6.3835
9.9451
15.3819
16.7837
12.9197
10.5861
72

(0i ei) 2
ei
0.0230
0.0003
0.0248
1.3634
2.8615
0.2376
4.5108

Universitas Sumatera Utara

Tahap Pengujian:
1. Rumusan Hipotesa
H0

= Data berdistriibusi normal

H1

= Data tidak berdistribusi normal

2. Jumlah Kelas (k) = 6


Derajat kebebasan (v) = k 3, angka 3 menunjukkan bahwa ada 3 besaran
yang dibutuhkan dalam perhitungan nilai ekspektasi yaitu rata-rata, standard
deviasi dan jumlah data.
Sehingga V = 6 3 = 3
3. Level of Significant () = 0,05
4. Wilayah kritik: X2 > X20,05;3
5. Nilai Chi Kuadrat hitung
X2 =

(oi ei) 2
4,5148

ei
i 1
5

6. Nilai Chi Kuadrat tabel X 02,05;3 = 7,815


7. Chi Kuadrat hitung (4,5148) < Chi Kuadrat tabel (7,815)
Kesimpulan H0 diterima
Sehingga diperoleh hasil berdistribusi normal.

Setelah asumsi kenormalan data dipenuhi, barulah dilakukan perhitungan


varians dengan menggunakan analisis varians (ANAVA) yang dapat dilihat pada
Tabel 5.25, Tabel 5.26, Tabel 5.27, Tabel 5.28 dan Tabel 5.29.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.25. Jumlah Produk Cacat Akibat Perbedaan Ketiga Taraf Faktor
Kecepatan
Roll
Penggilingan
(c)
300
Jumlah
350
Jumlah
375
Jumlah
Total Jumlah

c1
c2
c3

5.4
Lama Pengasapan (b)
120
122
125
573
695
762
541
674
758
1114
1369
1520
530
643
723
528
621
704
1058
1264
1427
510
593
686
498
578
651
1008
1171
1337
3180
3804
4284

b1
1114
1058
1008

a1
b2
1369
1264
1171

Lama Pembekuan (a)


5.7
Lama Pengasapan (b)
120
122
125
538
689
723
521
672
701
1059
1361
1424
506
651
689
489
638
661
995
1289
1350
467
613
634
431
599
612
898
1212
1246
2952
3862
4020

Tabel 5.26. Daftar a x b x c


a2
b3
b1
b2
b3
1520
1059
1361
1424
1427
995
1289
1350
1337
898
1212
1246

6
Lama Pengasapan (b)
120
122
125
582
634
675
567
612
653
1149
1246
1328
425
593
612
408
560
598
833
1153
1210
332
533
551
316
512
524
648
1045
1075
2630
3444
3613

b1
1149
833
648

a3
b2
1246
1153
1045

Jumlah

11570

10579

9640
31789

b3
1328
1210
1075

Universitas Sumatera Utara

b1
b2
b3
Jumlah

Tabel 5.27. Daftar a x b


a1
a2
a3
1008
898
648
1171
1212
1045
1337
1246
1075
3516
3356
2768

c1
c2
c3

Tabel 5.28. Daftar b x c


b1
b2
b3
3322
3976
4272
2886
3706
3987
2554
3428
3658

Jumlah
2554
3428
3658

Jumlah
11570
10579
9640

Tabel 5.29. Daftar a x c


a1
a2
a3
4003
3844
3723
c1
3749
3634
3196
c2
3516
3356
2768
c3

Untuk membuat daftar ANAVA maka sebelumnya perlu dihitung


parameter-parameter yang digunakan dalam daftar ANAVA tersebut.
A

Y 2 Yijkl2
i 1 j1 k 1 l 1

= 5732 + 5412 + 5302 + 5282 + ........ + 5982 + 5512 + 5242 = 19.230.479


2

Ry

A B C n
= Yijkl / abcn

i 1 j 1 k 1 l 1

Jabc

(31.789) 2
= 18.713.713,4
3 x3 x3 x 2

J ijk2
=

i 1 j 1 k 1 n
A

Ry

(1.114) 2 (1.058) 2 (1.008) 2 .... (1.210) 2 (1.057) 2


- 18.713.713,4
2

= 510.567,14

Universitas Sumatera Utara

Dari tabel 5.27, tabel 5.28, tabel 5.29, dan tabel 5.30 dapat diperoleh:
Jab

J ij2
Ry
=

Cn
i 1 j 1

(3.180) 2 (3.804) 2 .... (3.444) 2 (3.613) 2


- 18.713.713,4
3x2

= 379.124,15
Jbc

J 2jk

- Ry

j 1 k 1 An

(3.322) 2 (3.976) 2 .... (3.428) 2 (3.658) 2


- 18.713.713,4
3x 2

= 404.438,1
Jac

J ik2
- Ry

i 1 k 1 Bn

(4.003) 2 (3.844) 2 .... (3.356) 2 (2.768) 2


- 18.713.713,4
3x 2

= 190.163,8
Selanjutnya dapatkan harga-harga:
Ay

Ai2
=
i 1 BC n
A

By

- Ry, dengan dk = (a-1)

11.268 2 10.834 2 9.687 2


- 18.737.713,4 = 74.139,37
3x3x 2

B 2j
=

j 1 AC n
B

- Ry, dengan dk = (b-1)

Universitas Sumatera Utara

Cy

8.762 2 11.1110 2 11.917 2


- 18.737.713,4 = 298.488,5
3x3x 2

C k2

k 1 AB n
C

- Ry, dengan dk = (c-1)

8.762 2 11.1110 2 11.917 2


=
- 18.737.713,4 = 103.494,48
3x3x 2
ABy

= Jab Ay By, dengan dk = (a-1)(b-1)


= 379.124,15 - 74.139,37 - 298.488,5 = 6.496,27

BCy

= Jbc By Cy, dengan dk = (b-1)(c-1)


= 404.438,1 - 298.488,5 - 103.494,48 = 2.455,12

ACy

= Jac Ay Cy, dengan dk = (a-1)(c-1)


= 190.163,8 - 74.139,37- 103.494,48 = 12.529,95

ABCy = Jabc Ay By Cy - ABy - BCy - ACy, dengan dk = (a-1)(b-1)(c-1)


= 510.567,1481 - 74.139,37 - 298.488,5 - 103.494,48 - 6.496,27
2.455,12 - 12.529,95
= 12.963,458
Jika nilai-nilai di atas disusun dalam daftar ANAVA, maka diperoleh hasil
yang dapat dilihat pada Tabel 5.30. berikut:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.30 Daftar ANAVA dengan F tabel


Sumber
Variasi
Rata-Rata
Perlakuan
A

Dk

Jk

18.713.713,4

74.139,37

298.488,5

AB
BC
AC
ABC
Kekeliruan
Jumlah

4
4
4
8
23
54

103.494,48
6.496,27
2.455,12
12.529,95
12.963,458
6198,452
19.230.479

KT

F uji

F tabel
(5%)

18.713.713,4

37069,69
149244,3
51747,24
1.624,068
613,78
3.132,488
1.620,432
269,4979

Tidak ada uji


eksak
Tidak ada uji
eksak
Tidak ada uji
eksak
6,03
2,28
11,62
6,01

3,84
3,84
3,84
2,32

Keterangan:
A

= Faktor lama pembekuan

= Faktor lama pengasapan

= Faktor kecepatan roll penggilingan

AB

= Interaksi faktor lama pembekuan dengan lama pengasapan

AC

= Interaksi faktor lama pembekuan dengan kecepatan roll penggilingan

BC

= Interaksi faktor lama pengasapan dengan kecepatan roll penggilingan

AC

= Interaksi faktor lama pembekuan dengan kecepatan roll penggilingan

ABC = Interaksi faktor lama pembekuan, lama pengasapan dan kecepatan roll
penggilingan
JK

= Jumlah kuadrat

DK

= Derajat kebebasan

Universitas Sumatera Utara

Jika nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel 5 %, maka terdapat
perbedaan yang sangat nyata antar faktor terhadap respon. Kesimpulan yang
diperoleh dengan membandingkan F hitung dengan F tabel adalah sebagai berikut:
- AB

= terdapat pengaruh interaksi faktor lama pembekuan dengan


lama pengasapan terhadap jumlah produk ribbed smoke sheet
yang cacat.

- AC

= terdapat pengaruh interaksi faktor lama pembekuan dengan


kecepatan roll penggilingan terhadap jumlah produk ribbed
smoke sheet yang cacat.

- BC

= tidak terdapat pengaruh interaksi faktor lama pengasapan


dengan kecepatan roll penggilingan terhadap jumlah produk
ribbed smoke sheet yang cacat.

- ABC

= terdapat pengaruh interaksi faktor lama pembekuan, lama


pengasapan dan dengan kecepatan roll penggilingan terhadap
jumlah produk ribbed smoke sheet yang cacat.

Kemudian dicari rata-rata respon (jumlah produk cacat) dari tiap kombinasi taraf
faktor untuk mengetahui jumlah respon terkecil yang dapat dilihat pada Tabel
5.31 berikut:

Universitas Sumatera Utara

c1
c2
c3

b1
557
529
504

a1
b2
684.5
632
585.5

Tabel 5.31. Rata-rata Hasil Respon Terhadap Tiap Taraf Faktor


a1
a1
b3
b1
b2
b3
b1
b2
b3
760
529.5
680.5
712
574.5
623
664
713.5
497.5
644.5
675
416.5
576.5
605
668.5
449
606
623
522.5
537.5
324

b1
762.5
729.5
699

a1
b2
792.5
751
713

b3
828.5
773.5
725.5

Dari tabel 5.32 dapat diketahui bahwa respon terkecil terdapat pada kombinasi taraf faktor a1, b1, c3. jadi dapat disimpulkan
bahwa operasional produksi yang optimal yang pernal dilakukan di lantai produksi selama bulan Juni 2011 yaitu:
- Lama pembekuan

: 6 jam

- Lama pengasapan

: 120 jam

- Kecepatan roll penggilingan

: 375 rpm

Universitas Sumatera Utara

5.2.5. Control (Tahap Pengendalian)

Tahapan analisa terakhir dari Six Sigma adalah tahapan Control (tahap
pengendalian). Pada tahapan ini akan dilakukan tindakan pengawasan terhadap
hasil yang telah diperoleh pada tahapan-tahapan sebelumnya. Dan ini merupakan
sebuah langkah awal dari perbaikan terus menerus dan integrasi system Six sigma.
Oleh karena itu dibutuhkan suatu pembakuan, pendokumentasian dan
penyebarluasan dari tindakan perbaikan supaya kegagalan yang pernah terjadi
tidak terulang kembali. Tindakan yang perlu dilakukan adalah:
1. Membuat standar terhadap semua tindakan-tindakan perbaikan pada proses
dalam bentuk Standard Opertaion Procedure (SOP) yang ditempelkan pada
departemen atau stasiun kerja terkait.
2. Melakukan perhitungan DPMO dan level sigma secara rutin tiap periode
untuk mengetahui kemampuan proses dalam menghasilkan produk tanpa
cacat per satu juta kesempatan.
3. Melakukan perhitungan performasi proses secara berkala (Cp dan Cpk) untuk
mengetahui kemampuan proses dalam memenuhi spesifikasi dan pergeseran
nilai tengah proses terhadap target nilai. dalam memenuhi spesifikasi
perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

BAB VI
ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL

Six Sigma adalah suatu metode peningkatan kualitas yang bertujuan untuk

meminimumkan variance pada produk maupun proses yang menuju tingkat


kesempurnaan (zero defect). Berikut akan diulas kembali apa yang telah diperoleh
dari hasil pengolahan data dengan menggunakan metode DMAIC.

6.1.

Analisis Fase Define

Pada fase ini adalah pemilihan produk dari persentase cacat yang paling
besar untuk dijadikan fokus penelitian. Sementara produk yang diproduksi pada
tempat penelitian dilangsungkan hanyalah ribbed smoke sheet, maka fokus pada
penelitian ini adalah ribbed smoke sheet.
Dari dokumentasi catatan bagian quality control dan wawancara, dapat
diketahui terdapat 5 (lima) jenis CTQ dominant untuk produk ribbed smoke sheet
yaitu; adanya kotoran, warna tidak homogen, adanya gelembung udara, terdapat
gumpalan karet dan lembaran sheet lengket.

6.2.

Analisis Fase Measure

Pada fase ini akan dibandingkan tingkat pengukuran DPMO dan nilai
sigma pada kondisi aktual dan kondisi ideal. Perbandingan ini dapat dilihat pada
Tabel 6.1. berikut:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 6.1. Nilai DPMO dan Nilai Proses


Kondisi Aktual
Kondisi Ideal
Periode
DPMO
Nilai
DPMO
Nilai
Mei 2010
10.011
3.82
3.4
6
Juni 2010
11.944
3.75
3.4
6
Juli 2010
18.842
3.57
3.4
6
Agt.2010
16.634
3.62
3.4
6
Sept. 2010
18.510
3.58
3.4
6
Okt.2010
15.257
3.66
3.4
6
Nov. 2010
27.420
3.42
3.4
6
Des. 2010
24.505
3.46
3.4
6
Jan. 2011
21.553
3.52
3.4
6
Feb. 2011
20.641
3.54
3.4
6
Mar. 2011
24.997
3.46
3.4
6
Apr. 2011
14.657
3.67
3.4
6
Proses
17.675
3.60
3.4
6

Hasil tersebut masih jauh dari standard yang diterapkan oleh six sigma
yaitu nilai DPMO sebesar 3,4 dengan nilai sigma sebesar 6 dan persentase
produk yang tidak cacat sebesar 99,9996%. Namun nilai proses sebesar 3,60
sudah cukup baik jika dibandingkan dengan rata-rata industri di Indonesia yang
berkisar antara 3 4 . Berikut akan ditampilkan pada Gambar 6.1. dan 6.2
peningkatan nilai DPMO dan nilai namun jumlahnya tidak terlalu signifikan.
30
25

DPMO

20
DPMO Periode

15

DPMO Proses

10
5
0
1

10

11

12

13

Periode

Gambar 6.1. Grafik Nilai DPMO

Universitas Sumatera Utara

7
6

Sigma

5
4

Sigma Periode

Sigma Proses

2
1
0
1

10

11

12

13

Periode

Gambar 6.2. Grafik Nilai Sigma

Semakin rendah nilai DPMO mengakibatkan nilai akan semakin tinggi.


Dan semakin tinggi nilai sebuah proses akan memperlihatkan bahwa proses
tersebut semakin membaik karena mampu menghasilkan produk yang tidak cacat
semakin tinggi. Perbedaan nilai DPMO dan setiap periode disebabkan karena
perbedaan jumlah produksi dan produk cacat tiap bulannya.
Dari diagram pareto diketahui 3 (tiga) jenis cacat yang paling dominant
terjadi, yaitu dapat dilihat pada Tabel 6.2. berikut:
Tabel 6.2. Jenis Cacat Dominan berdasarkan Diagram Pareto
No.
1
2
3

Jenis Cacat
Kotoran
Gelembung Udara
Gumpalan Karet
Jumlah

%
33,31
19,80
14,53
72,6

Dari 5 (lima) jenis cacat yang ada terdapat 3 (tiga) jenis cacat yang
dominant yang menghasilkan jumlah produk cacat mencapai 72,6 %. Nilai ini
sudah memenuhi prinsip 80-20 Pareto, dimana 80% jumlah produk cacat

Universitas Sumatera Utara

disebabkan oleh 20% dari jenis kecacatan yang ada, sehingga hanya perlu
dilakukan perioritas perbaikan untuk ketiga jenis cacat tersebut.
Dari peta control untuk ketiga parameter produk diperoleh informasi
bahwa tidak ada data yang out of control. Process Capability untuk setiap
parameter adalah bersifat atribut (tidak dapat diukur). Process Capability untuk
setiap parameter ditunjukkan oleh nilai tengah peta kontrol p dikali 100
(100% x p ), yaitu untuk kotoran sebesar 3,78%. Ini berarti bahwa proses
menghasilkan produk diluar spesifikasi untuk parameter kotoran rata-rata sebesar
3,78%, begitu juga untuk parameter gelembung udara sebesar 5,54%, dan untuk
gumpalan karet sebesar 3,35%.

6.3.

Analisis Fase Analyze

Pada fase ini dilakukan analisis terhadap semua sumber potensial yang
memungkinkan terjadi variasi pada proses maupun pada produk yang
mengakibatkan terjadinya produk cacat. Alat yang digunakan untuk fase ini
adalah Cause and Effect Diagram dan FMEA.
Pada Cause and Effect Diagram sumber-sumber masalah potensial dibagi
menjadi beberapa kategori yaitu; mesin, material, metode, manusia/operator dan
lingkungan. Dari tiap kategori diidentifikasi semua faktor yang mungkin dapat
mempengaruhi terjadinya produk cacat.
Penggunaan FMEA bertujuan untuk menganalisis resiko kegagalan pada
proses maupun produk yang berpengaruh pada tingkat kualitas produk akhir.
Resiko terjadinya kegagalan dibuat berdasarkan rating Severity, Occurance, dan

Universitas Sumatera Utara

Detection. Kemudian dihitung nilai RPN dari hasil kali ketiganya. Dari hasil

analisis FMEA diperoleh nilai RPN tertinggi yaitu 175 untuk penyebab kegagalan
proses penyaringan tidak sempurna, dan nilai RPN terendah sebesar 84 untuk
penyebab kegagalan sheet belum membeku.

6.4.

Analisis Fase Improve

Fase improve

merupakan tahap dimana dilakukan perbaikan terhadap

sumber-sumber permasalahan yang ada. Pemilihan sasaran perbaikan didasarkan


pada hasil analisis cause and effect diagram dan RPN FMEA. Perbaikan
dilakukan pada semua aspek yang dinilai perlu. Namun perbaikan hanya
dilakukan sebatas rekomendasi, tidak diterapkan langsung pada perusahaan karena
keterbatasan waktu dan biaya.
Untuk perbaikan kuantitatif seharusnya dilakukan eksperimen langsung
yang dilakukan dilantai pabrik yang bertujuan untuk menentukan derajat
signifikansi atas faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap hasil produksi,
dan taraf faktornya yang paling optimal. Namun karena keterbatasan kesempatan
yang diberikan pihak perusahaan, sehingga tidak memungkinkan untuk
dilakukannya eksperimen. Oleh karena itu penelitian ini hanya melakukan analisis
variansi (ANAVA) terhadap faktor-faktor yang dianggap berpengaruh secara
signifikan terhadap produk ribbed smoke sheet dengan menggunakan data-data
historis perusahaan. Untuk analisa hasil dari perhitungan ANAVA yang didapat
agar hasil produksi optimal dengan produk cacat yang minimal dilakukan:
- Lama pembekuan

: 6 jam

Universitas Sumatera Utara

- Lama pengasapan

: 120 jam

- Kecepatan roll penggilingan

: 375 rpm

Berdasarkan dari gambar Cause & Effect Diagram pada gambar 5.7, 5.8,
5.9 maka dapat diusulkan tindakan untuk masing-masing kecacatan dapat dilihat
pada Tabel 6.3 berikut:
Tabel 6.3
Usulan Tindakan Untuk Kegagalan Karena Kotoran
Faktor Penyebab
Usulan tindakan perbaikan
Bahan Baku
1. Bahan baku kotor dan tidak
1. Menyampaikan Keluhan
sesuai standard
kepada pemasok
2. Melakukan evaluasi terhadap
kinerja pemasok
Manusia
1. Kelalaian pekerja penerimaan
1. Melakukan pengawasan yang
bahan.
lebih ketat kepada para
2. Kelalaian pekerja penyaringan.
pekerja.
2. Memberikan peringatan
kepada pekerja apabila
melakukan kesalahan
3. Memberikan pengarahan
kepada pekerja bagian
penerimaan bahan dan
penyaringan tentang
pentingnya kualitas
Lingkungan
1. Kebersihan lingkungan produksi
1. Menjaga kebersihan
lingkungan produksi.
Sebaiknya memperkerjakan
pekerja khusus bagian
kebersihan untuk menjada
kebersihan pabrik dan sekitar
pabrik.

Mesin / Peralatan 1. Mesin / peralatan tidak terawat


secara teratur

1. Membuat jadwal pemeriksaan


mesin / peralatan secara
berkala

Universitas Sumatera Utara

Tabel 6.4
Usulan Tindakan Untuk Kegagalan Karena Gelembung Udara
Faktor Penyebab
Usulan tindakan perbaikan
1. Melakukan pengawasan yang lebih
Manusia
1. Kelalaian pekerja
penerimaan bahan.
ketat kepada para pekerja.
2. Kelalaian pekerja
2. Memberikan pengarahan kepada
pengenceran.
pekerja bagian penerimaan bahan
dan pengenceran tentang
pentingnya kualitas
3. Memberikan peringatan kepada
pekerja apabila melakukan
kesalahan

Tabel 6.4
Usulan Tindakan Untuk Kegagalan Karena Gelembung Udara (Lanjutan)
Faktor Penyebab
Usulan tindakan perbaikan
Mesin / Peralatan 1. Mesin / peralatan tidak
1. Membuat jadwal pemeriksaan
terawat secara teratur
mesin / peralatan secara berkala
Bahan Baku
1. Bahan baku kotor dan tidak 1. Menyampaikan Keluhan kepada
sesuai standard
pemasok
2. Melakukan evaluasi terhadap
kinerja pemasok
Tabel 6.5
Usulan Tindakan Untuk Kegagalan Karena Gumpalan Karet
Faktor Penyebab
Usulan tindakan perbaikan
Manusia
1. Kelalaian pekerja bagian
1. Melakukan pengawasan yang
pengilingan.
lebih ketat kepada para
pekerja.
2. Memberikan peringatan
kepada pekerja apabila
melakukan kesalahan
Mesin / Peralatan 1. Mesin / peralatan tidak terawat
1. Membuat jadwal pemeriksaan
secara teratur
mesin / peralatan secara
berkala
Metode
1. Instruksi kurang jelas
1. Membuat instruksi kerja yang
jelas dengan memberikan
langkah-langkah pengerjaan
yang mudah dipahami dan
dilaksanakan secara tertulis
namun disertai juga secara
lisan

Universitas Sumatera Utara

6.5.

Analisis Fase Control

Control (tahap pengendalian) merupakan tahapan akhir dari perbaikan

kualitas dengan metode Six sigma, tetapi juga merupakan sebuah langkah awal
dari perbaikan terus menerus dan integrasi system Six sigma. Oleh karena itu
dibutuhkan suatu pembakuan, pendokumentasian dan penyebarluasan dari
tindakan perbaikan supaya kegagalan yang pernah terjadi tidak terulang kembali.
Adapaun Control (tahapan pengendalian) sebagai proyek six sigma yang
menekankan terhadap pembakuan, pendokumentasian dan penyebarluasan
tindakan yang telah dilakukan meliputi:
4. Melakukan perhitungan DPMO dan level sigma secara rutin tiap periode
untuk mengetahui kemampuan proses dalam menghasilkan produk tanpa
cacat per satu juta kesempatan.
5. Melakukan perhitungan pengendalian kualitas produk untuk mengetahui
kestabilan dari proses melalui peta kontrol (control chart) secara rutin untuk
setiap periode.

Universitas Sumatera Utara

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1.

Kesimpulan

Dari keseluruhan penelitian yang dilakukan, maka diperoleh kesimpulan


yang dapat mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Kesimpulan tersebut
adalah sebagai berikut :
1.

Terdapat 5 jenis kriteria cacat (CTQ) untuk produk ribbed smoke sheet
yaitu ; adanya kotoran, warna tidak homogen, adanya gelembung udara,
terdapat gumpalan karet, dan lembaran sheet lengket. Dan jenis cacat yang
dominan adalah adanya kotoran, adanya gelembung udara dan gumpalan
karet.

2.

Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kerusakan/cacat dominan


yang berhasil dibangkitkan melalui diagram sebab akibat adalah metode
kerja yang kurang dikuasai, kurangnya pengawasan terhadap proses
produksi

yang

berlangsung

dan

perawatan

mesin

yang

kurang

diperhatikan.
3.

Tawaran-tawaran perbaikan untuk mengurangi tingkat kecacatan yang


terjadi khususnya cacat yang paling mempengaruhi (frekwensi tinggi)
yaitu jenis cacat adanya kotoran, gelembung udara dan gumpalan karet
dapat mendekati target six sigma adalah menerapkan lama pembekuan
selama 6 jam, lama pengasapan selama 120 jam, dan kecepatan roll
penggilingan adalah 375 rpm pada proses produksi.

Universitas Sumatera Utara

7.2.

Saran

Dari hasil kesimpulan yang diambil maka dapat diberikan saran-saran


perbaikan yang diberikan untuk perusahaan, yaitu :
1.

Diharapkan kepada pihak perusahaan untuk dapat menerapkan usulanusulan perbaikan yang diberikan untuk meminimisasi cacat seperti; cacat
adanya kotoran dan jenis cacat yang lainnya.

2.

Perlunya diciptakan kekompakan team sehingga setiap operator memiliki


rasa saling memiliki dan tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan
serta ditumbuhkan rasa kekeluargaan antar sesama pekerja dan atasan.
Disamping itu perusahaan perlu juga mengawasi dan mengecek posisi
operator/karyawan yang sedang bekerja agar tidak meninggalkan daerah
kerjanya

masing-masing,

dimana

hal

ini

dapat

mengakibatkan

kerusakan/cacat yang besar karena ketelambatan dalam mengantisipasi


kerusakan/cacat yang terjadi.
3.

Pembentukan team leader. Hal ini didorong oleh kondisi dimana six sigma
merupakan metodologi yang harus didukung oleh fakta, bukan hanya data.
Team leader diperlukan sebagai motor penggerak, dimana team ini full
time dalam mengimplementasikan six sigma di lingkungan organisasi.

Semua anggota perusahaan juga perlu diberikan pendidikan mengenai six


sigma dan dilibatkan juga dalam implementasi, walaupun tidak full time,

tapi mereka diperlukan sebab mereka yang menjalankan proses bisnis,


sehingga mereka mempunyai pemahaman yang lebih baik mengenai
proses bisnis.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai