Anda di halaman 1dari 17

PRESENTASI KASUS

Fistula Peri Anal dengan Abses


Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
Bedah RSUD Saras Husada Purworejo

Disusun Oleh :
R Muhammad Pandu Kharisma
20090310021

Pembimbing :
dr. Amal Sembiring Sp.B

SMF BEDAH
RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2013

HALAMAN PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
Fistula Peri Anal dengan Abses

Telah disetujui pada tanggal

Desember 2013

Oleh :
Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Bedah

dr. Amal Sembiring. Sp.B

BAB I
PRESENTASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. S

Umur

: 34 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Grabag, RT 01/01 Purworejo

Agama

: Islam

Masuk RSUD

: 28-10-2013

Keluar RSUD

: 31-10-2013

ANAMNESIS

Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan terdapat luka pada anus bagian luar di sisi kanan.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poliklinik Bedah dengan keluhan terdapat luka pada
bagian luar anus sisi kanan. Terasa nyeri ketika buang air besar. Gejala awal
pasien mengeluhkan adanya benjolan merah pada anus, karena sudah lama
dan sekarang menjadi luka maka pasien memutuskan untuk memeriksakan
diri ke dokter.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita keluhan yang sama dengan sekarang.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit serupa.

PEMERIKSAAN FISIK

KU

: sedang, CM

Vital Sign :
T : 120/80 mmHg

S : 36,5 C

N : 84 x/menit

R : 18 x/menit

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Kepala : mesochepal, tidak ada bekas luka

Telinga/Hidung : discharge (-).

Leher : Kelenjar tiroid dan kelenjar limfe tidak teraba

Thorax : Bentuk dinding thorak simetris, ketinggalan gerak (-)

Jantung:
Inspeksi

: Iktus kordis tampak

Palpasi

: Iktus kordis teraba di SIC 5, dari linea midclavicula


kiri

Perkusi

: Suara redup

Batas jantung
Kiri atas

: SIC II Linea parasternalis kiri

Kanan atas

: SIC II Linea parasternalis kanan

Kiri bawah

: SIC V 2 cm caudo lateral dari linea


midclavicula

Kanan bawah : SIC IV linea parasternalis kanan


Auskultasi

: Irama jantung teratur, bising (-)

Paru-paru:
Inspeksi

: Simetris kanan kiri

Palpasi

: Vokal fremitus kanan = kiri (normal)

Perkusi

: Sonor di semua lapang paru

Auskultasi

: Suara dasar : Vesikuler (+), Wheezing (-)

Abdomen
Inspeksi

: Datar, DS (-), DC (-)

Palpasi

: Supel, DM (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak


teraba

Perkusi

: Thympani

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Status Lokalis
-

Regio Anal.
Inspeksi: Terdapat luka dengan panjang 2,5cm dengan tepi

irreguler dan hiperemis. Terdapat sedikit darah pada luka. Tidak


terdapat pus pada bagian luka luar.
Palpasi : Nyeri tekan (+).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin Otomatik

Hb

: 13,4 g%

AL

: 20.550 / mm3

RBC

: 4.640 / mm3

HCT

: 42,6 %

PLT

: 384.000

GDS

: 125 gr/dl

Ureum

: 24 gr/dl

Kreatinin

: 1.31 gr/dl

HBsAg

: negative

EKG : Normal

RADIOLOGI

Rontgen Thorax

: Normal

DIAGNOSA KLINIS
Fistula Peri Anal dengan Abses
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Diet Bebas TKTP
IVFD RL 20 tpm
Inj. Cefotaxime 2x1 gr
Inj. Ketorolac 3x30mg
Inj. Ranitidine 2x1 A
Operatif
Fistulektomy debridement (29/10/13)

BAB II
PEMBAHASAN
FISTULA PERIANAL DENGAN ABSES
A. Definisi
Fistula anal adalah hubungan abnormal antara epitel dari kanalis anal dan
epidermis dari kulit perianal. Hampir semua fistula perianal disebabkan oleh
perforasi atau penyaliran abses anorektum, sehingga kebanyakan fistula memiliki
muara di kripta di perbatasan anus dan rectum dan lubang lain di perineum di kulit
perianal ( de jong )
B. Anatomi
Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi
ectoderm, sedangkan rectum berasal dari entoderm. Karena perbedaan asal anus
dan rectum ini, perdarahan, persyarafan, penyaliran vena dan limfanya berbeda
juga, demikian epitel yang menutupinya. Rectum dilapisi oleh mukosa glanduler
usus sedangkan kanalis analis andoderm yang merupakan kelanjutan epitel
berlapis gepeng kulit luar. Tidak ada yang disebut mukosa anus. Daerah batas
rectum dan kanalis analis ditandai dengan adanya perubahan jenis epitel. Kanalis
analis dan kulit luar sekitarnya kaya akan persarafan sensoris somatic dan peka
terhadap rangsangan nyeri, sedangkan mukosa rectum dipersafari oleh otonom
yang tidak peka terhadap nyeri.
Darah vena diatas garis anorektrum mengalir melalui sistem vena porta,
sedangkan yang berasal dari anus dialirkan ke sistem kava melalui cabang vena
iliaca. Distribusi ini penting dalam uoaya memahami cara penyebaran keganasan
dan infeksi serta terbentuknya hemorrhoid. Sistem limfe dari rectum mengalirkan
isinya melalui pembuluh limfe sepanjang pembuluh hemorroidalis superior ke
arah kea rah kelenjar limfe paraaorta melalui kelenjar limfe iliaka interna.,
sedangkan limfe yang berasal dari kanalis analis mengalir ke arah kelenjar
inguinal.

Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 cm. sumbunya mengarah


ke ventrokranial yaitu kea rah umbilicus dan membentuk sudut yang nyata ke
dorsal dengan rectum dalam keadaan istirahat. Pada saat defekasi sudut ini
menjadi lebih besar. Batas atas kanalis analis disebut garis anorektum, garis
mukokutan, linea pektinata, atau linea dentate. Di daerah ini terdapat kripta anus
dam muara kelenjar anus antara kolumna rectum. Infeksi yang terjadi disini dapat
menimbulkan abses anorektum yang dapat memebentuk fistula. Lekukan antara
sfingter sirkuler dapat diraba dalam kanalis analais sewaktu melakukan colok
dubur, dan menunjukan batas antara sfingter intern dan sfingter ekstern (garis
Hilton).
Cincin sfingter anus malingkari kanalis analis dan terdiri dari sfingter
intern dan sfingter ekstern. Sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari fusi
sfingter intern , otot longitudinal, bagian tengah otot levator (puborektalis) dan
komponen sfingter eksternus. Otot sfingter eksternus terdiri dari serabut otot polos,
sedangkan otot sfingter eksternus terdiri atas otot lurik. De jong
C. Epidemiologi
Fistula perianal sering terjadi pada laki-laki berumur 20-40 tahun,
berkisar 1-3 kasus tiap 10.000 orang. Sebagian besar fistula terbentuk dari sebuah
abses (tetapi tidak semua abses terjadi fistula. Sekitar 40% pasien dengan abses
akan terbentuk fistula (1) Angka prevalensi penyakit ini adalah 8,6 kasus tiap
100.000 populasi. Prevalensi pada pria adalah 12,3 kasus tiap 100.000 populasi.
Pada wanita berkisar 5,6 kasus tiap 100.000 populasi. Rasio antara pria dan wanita
adalah 1,8 : 1. Umur rata-rata dari penderita fistula ani adalah 38 tahun.(2)
D. Etiologi
Kejadian fistula perianal pada banyak kasus disebabkan oleh perforasi
dan atau penyaliran abses anorektum, sehingga kebanyakan fistel mempunyai
muara di kripta di perbatasan anus dan rectum dan lubang lain di perineum kulit

perianal. Terdapat sekitar 7-40% pada kasus abses anorektal berlanjut menjadi
fistula perianal. Namun lebih sering penyebabnya tidak diketahui.
Timbulnya fistula perianal dapat didahului dari penyakit-penyakit tertentu
misalnya, infeksi kelenjar kriptoglandular, colitis, diverticulitis, crohn disease,
keganasan, radiasi, morbus TBC, amubiasis, actynomicosis, dan chlamidya. ( DE
JONG)
E. Patofisiologi
Pada kanalis anal terdapat kelenjar kriptoglanduler yang mengalir menuju
kripta pada linea dentata. Bila kelenjar kriptoglanduler mengalami infeksi dan
saluranya tersumbat maka akan meyebabkan abses anorektal. Lokasinya dapat
berada di perianal, ischiorectal space, intersphingteric space, dan pelvirectal space.
Bila keadaan ini terus berlanjut maka akan berlanjut menjadi fistula
dimana abses akan berusaha mencari jalan keluar dan dapat timbul juga setelah
drainase, kadang jaringan granulasi berlapis dapat tertinggal dan menyebabkan
gejala berulang.
Pada fistula anal terdapat teori Goodsall Rule. Teori ini menyebutkan
bahwa fistula ani terdiri dari lubang eksterna dan interna. Dengan melihat adanya
lubang eksterna dapat diperkirakan dimana letak lubang internanya dan saluranya.
Secara umum bila lubang eksterna berada di sebelah anterior dari anal transverse
line maka saluranya berjalan radier membentuk garis lurus. Sebaliknya jika lubang
eksterna berada pada sebelah posterior dar anal transverse line maka saluran akan
melengkung menuju posterior midline (Zinner, MJ., Ashley, S.W. 2006. Maingots
abdominal operation 11th Ed. USA: Mc Graw Hill)
F. Klasifikasi
Fistula perianal diklasifikasikan berdasarkan hubunganya dengan kompleks
anal sphingter, sebagai berikut :
1. Fistula intersphingteric : adalah kondisi dimana jalur fistula melewati
sphingter interna, intersphingteric space dan turun ke kulit. Terjadi

pada 70% kasus yang diakibatkan oleh abses perianal. Pintu keluar
eksternal biasanya pada kulit perianal yang dekat pinggiran anal.
(tambahin gambar)
2. Fistula transsphingteric : adalah kondisi dimana jalur melewati
sphingter interna dan eksterna, melalui fossa ischorectal, sampai ke
kulit. Terjadi pada 20% kasus, biasanya berasal dari abses ischiorectal
dan memperngaruhi fungsi sphingter. (tambah gambar)
3. Fistula suprasphingteric : adalah kondisi yang terjadi pada 5% kasus,
dimana jalur berasal dari atas muskulus puborectalis lalu turun ke
bawah melalui fossa ischiorectal dan kulit. (gambar)
4. Fistula extrasphingteric : adalah kondisi yang terjadi pada 2% kasus
diamana lubang interna berada di atas muskulus levator ani lalu turun
ke ischiorectal space. Biasanya akibat trauma, chorn disease, PID, dan
abses supralevator.(gambar) ( Corman, M.L .2005. Colon and Rectal
Surgery 5th edition. Lippincott Williams & Wilkins) ( Zagrodnik,
Dennis F. 2009. Fistula in ano. Diakses tanggal 4 desember 2013 dari
http://emedicine.medscape.com/article/190234-overview#showall. )
G. Diagnosis
Diagnosis fistula perianal dapat ditegakkan melalui :
1. Anamnesis
Dari anamnesis biasanya dijumpai riwayat kekambuhan abses perianal
dengan selang waktu diantaranya, disetrai pengeluaranb nanah sedikit-sedikit.
Pada colok dubur umumnya fistel dapat teraba antara telunjuk di anus (bukan
rektum) dan ibu jari di kulit perinium sebagai tali setebal 3mm ( colok dubur
bidigital). Jika fistel agak lurus fistel dapat disonde sampai sonde keluar di
kripta asalnya.
Fistula perineum jarang menyebabkan gangguan sistemik. Fistula kronik
yang lama sekali dapat mengalami degenerasi maligna menjadi karsinoma
planoselular kulit. Tanda dan gejala yang dapat timbul sebagai berikut, nyeri

saat bergerak, defekasi dan batuk. Selain itu dapat ditemukan ulkus, keluar
cairan purulen, dan terdapatnya benjolan. Gejala lain diantaranta pruritus ani,
kemerahan dan iritasi kulit diu sektar anus. Gejala sistemik yang mungkin
timbul adalah demam dan malaise. Fistula kompleks dapat terjadi akibat
radang usus, divertikulitis, terapi radiasi pada prostat, tuberkulosis. Terapi
steroid, infeksi HIV.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik di daerah anus (dengan pemeriksaan digital/ rectal
toucher) ditemukan satu atau lebih eksternal opening fistula atau teraba
adanya fistula di bawah permukaan kulit. Eksternal opening fistula tampak
sebagai bisul ( abses bila belum pecah) atau tampak sebagai saluran yang
dikelilingi oleh jaringan granulasi. Internal opening fistula dapat dirasakan
sebagai daerah indurasi/nodul di dinding anus setinggi garis dentate. Terlepas
dari jumlah eksternal opening, terdapat hampir hanya satu internal opening.
3. Pemeriksaan laboratorium
Tidak ada studi laboratorium khusus yang diperlukan, studi pra operasi
normal yang dilakukan berdasarkan usia dan komordibitas.
4. Pemeriksaan pencitraan
Fistulografi : injeksi kontras melalui pembukaan internal, diikuti dengan
anteroposterior, lateral dan gambaran X-ray oblik untuk melihat jalur
fistula. (gambar cari)
Ultrasound endoanal/endorektal : menggunakan transduser 7 atau 10
MHz ke dalam kanalis ani untuk membantu melihat differensiasi muskulus
intersphingter dan lesi transfingter. Transduser water-filled ballon
membantu evaluasi dinding rectal dari ebebrapa ekstensi suprasfingter.
MRI : MRI dipilih apabila ingin mengevaluasi fistula kompleks untuk
memperbaiki rekurensi.

CT-Scan : CT-scan umumnya diperlukan pada pasien dengan penyakit


crohn atau irritable bowel syndrom yang memerlukan evaluasi perluasan
daerah inflamasi. Pada umumnya memerlukan administrasi kontras oral
dan rektal.
Barium enema : untuk fistula multiple, dan dapat mendeteksi penyakit
inflamasi usus.
Anal manometri : evaluasi tekanan pada mekanisme sfingter berguna pada
pasien tertentu seperti pasien dengan fistula karena trauma persalinan, atau
pada fistula kompleks berulang yang mengenai sfingter ani.
5. Pemeriksaan sebelum tindakan operasi
Pemeriksaan di ruang operasi ini berguna untuk mengidentifikasi jalur
fistula. Peemriksaan yang dapat dilakukan meliputi :
-

Memasukan probe melalui lubang eksternal sampai ke bukaan


lubang internal, atau sebaliknya.

Menginjeksi cairan warna seperti methylen blue, susu, atau


hidrogen peroksida, dan memperhatikan titik keluarnya di line
dentata.

Mengikuti jaringan granulasi pada traktus fistula.

Memeperhatikan lipatan kripta anal saat traksi dilakukan pada


traktus. Hal ini dapat berguna pada fistula sederhana namun
kurang berhasil pada varian yang kompleks.

( Zagrodnik, Dennis F. 2009. Fistula in ano. Diakses tanggal 4 desember


2013

dari

http://emedicine.medscape.com/article/190234-

overview#showall. ) ( Corman, M.L .2005. Colon and Rectal Surgery 5th


edition. Lippincott Williams & Wilkins)

H. Diagnosis Banding
1. Hidradenitis supurativa
Hidradenitis supurativa adalah radang kelenjar keringat apokrin yang biasanya
memebentul fistel multiple subkutan yang kadang ditemukan pada perinieum dan
perianal. Penyakit ini biasanya ditemukan di ketiak dan umumnya tidak meluas ke
struktur yang lebih dalam.
2. Sinus Pilonidalis
Sinus pilonidalis adalah sinus yang hanya terdapat di lipatan sakro-koksigeal
dan berasal dari sarang rambut dorsal dari tulang koksigeus atau ujung tulang
sacrum.
3. Fistel Proktitis
Fistel proktitis adalah fistel yang dapat terjadi dari morbus crohn disease, TBC,
amubiasis, infeksi jamur, dan diverticulitis. Kadang fistel koloperineal desebabkan
oleh benda asing atau trauma (dejong)

I. Penatalaksanaan
Terapi konservatif :
Medikamentosa dengan pemberian analgetik, antipiretik, dan profilaksis
antibiotik jangka panjang untuk mencegah fistula rekuren.
Terapi pembedahan :
1. Fistulotomi : fistel di insisi dari lubang asalnya sampai ke lubang kulit,
dibiarkan terbuka sehingga menyembuh per sekundam intentionem.
Dianjurkan sedapat mungkin dilakukan fistulotomi. Luka biasanya akan
sembuh dalam waktu agak singkat (gambar)
2. Fistulektomi : jaringan granulasi harus di eksisi keseluruhanya untuk
menyembuhkan fistula. Terapi terbaik pada fistula ani adalah membiarkanya
terbuka.
3. Seton : benang atau karet diikatkan melalui saluran fistula. Seton digunakan
untuk identifikasi jalur, sebagai drainase, dan merangsang terjadinya

fibrosis dengan tetap menjaga fungsi dari sfingter. Terdapat dua macam
seton yaitu cutting seton dan loose seton. Cutting seton dibuat dari karet
yang diletakan pada fistula untuk merangsang fibrosis, dimana bedang seton
ditarik secara gradual untuk memotong otot sphingter secara bertahap.
Loose seton dimana benang seton ditinggalkan supaya terbentuk granulasi
dan benang anak ditolak oleh tubuh dan terlepas sendiri dalam beberapa
bulan.
4. Advancement flap : menutup lubang dengan dinding usus, tetapi
keberhasilanya tidak terlalu besar.
5. Fibrin glue : menyuntikan perekat khusus (Anal Fistula Plug/ AFP) ke
dalam saluran fistula yang merangsang jaringan alamiah dan diserap oleh
tubuh. Penggunaan fibrin glue memang terlihat lebih sederhana, tidak sakit,
dan aman, namun keberhasilan jangka panjangnya tidak tinggi, yaitu hanya
16%.
( Zagrodnik, Dennis F. 2009. Fistula in ano. Diakses tanggal 4 desember 2013
dari http://emedicine.medscape.com/article/190234-overview#showall. ) (de
jong ) ( Corman, M.L .2005. Colon and Rectal Surgery 5th edition. Lippincott
Williams & Wilkins)
Pada fistula perianal terapi juga didasarkan jenis fistulanya sendiri :
1. Fistula simple intersfingteric sering diterapi dengan fistulotomy, kuretase,
dan penyembuhan sekunder.
2. Fistula transsfingteric terapi tergantung dari lokasi kompleks sfingter yang
terkena. Bila fistula kurang dari 30% otot sfingter yang terkena dapat
dilakukan sfingterotomy tanpa menimbulkan inkontinensia yang berarti.
Bila fistulanya high transsfingteric dapat dilakukan dengan peasangan
seton.
3. Fistula suprasfingteric diterapi dengan pemasangan seton pada umumnya.
4. Fistula extrasfingteric terapi tergantung dari anatomi fistula, biasanya bila
fistula diluar sfingter dibuka dan di drainase.

Terapi pasca operasi :


Pada operasi fistula simpel, pasien dapat pulang pada hari yang sama setelah
operasi. Namun pada fistula kompleks mungkin membutuhkan rawat inap
beberapa hari. Setelah operasi mungkin akan terdapat sedikit darah ataupun
cairan dari luka operasi untuk beberapa hari , terutama sewaktu buang air besar.
Perawatan luka pasca operasi meliputi sitz bath ( merendam daerah pantat
dengan cairan antiseptik), dan penggantian balutan secara rutin. Obat-obatan
yang diberikan untuk rawat jalan antara lain antibiotika, analgetik, dan laksatif.
( Corman, M.L .2005. Colon and Rectal Surgery 5th edition. Lippincott
Williams & Wilkins)
J. Komplikasi
Komplikasi pasca operasi dapat berupa retensi urine, pendarahan, impaksi
tinja, dan thrombosed wasir. Sedangkan komplikasi jangka panjang yang mungkin
timbul adalah kekambuhan, inkontinensia, dan stenosis anal akibat dari fibrosis
pada lubang anus dalam proses penyembuhan.
K. Prognosis
Fistula dapat kambuh bila lubang dalam tidak turut dibuka atau dikeluarkan,
cabang fistula tidak turut dibuka, atau kulit sudah menutup luka sebelum jaringan
granulasi menempel permukaan. Setelah fistulotomy standar, tingkat kekambuhan
yang dilaporkan adalah 0-18% dan tingkat dari setiap inkontinensia tinja adalah 37%. Setelah menggunakan seton, tingkat kekambuhan adalah 0-17% dan tingkat
kejadian inkontinensia feses adalah 0-17%. Setelah flap mukosa kemajuan tingkat
kekambuhan adalah 1-17% dan tingkat inkontinensia feses adalah 6-8%.
( Zagrodnik, Dennis F. 2009. Fistula in ano. Diakses tanggal 4 desember 2013 dari
http://emedicine.medscape.com/article/190234-overview#showall. ) (de jong )

BAB III
PEMBAHASAN
Pasien datang ke Poliklinik Bedah dengan keluhan terdapat luka pada bagian luar
anus sisi kanan. Terasa nyeri ketika buang air besar. Gejala awal pasien mengeluhkan
adanya benjolan merah pada anus, karena sudah lama dan sekarang menjadi luka maka
pasien memutuskan untuk memeriksakan diri ke dokter.
Prosedur penegakan diagnosis selanjutnya dilakukan di ruang operasi. Pasien
yang telah diberikan regional anastesi diposisikan lithotomy. Setelah melakukan
tindakan septic dan aseptic dilakukan pengamatan pada daerah operasi. Didapatkan
lubang (fistul) dan pus yang mengalir. Tindakan selanjutnya adalah dengan melakukan
fistulotomi dan disaat yang bersamaan keluar cairan pus 3cc. Lubang yang telah dibuka
dan dilebarkan lalu dibersihkan dengan melakukan debridement. Membersihkan lubang
fistul dengan cairan NaCL dan betadine dilakukanj berulang hingga bersih. Setelah
bersih dilakukan pemasangan tampon kassa yang telah dilumri betadine. Setelah semua
proses selesai maka operasi dinyatakan selesai.
Pada hari pertama setelah operasi pasien diberikan terapi medikamentosa berupa
cefotaxime, ketorolac dan ranitidine. Medikasi luka juga dilakukan setiap pagi dengan
mengganti tampon betadine. Dihari kedua pasien diijinkan pulang dan dianjurkan untuk
control ke poli bedah pasca 5 hari dari hari pertama operasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3, Jakarta : EGC, 2010.
2. Zagrodnik, Dennis F. Fistula in ano. 2009. Diakses tanggal 4 desember 2013 dari
http://emedicine.medscape.com/article/190234-overview#showall.
3. Corman, M.L . Colon and Rectal Surgery 5th edition. Lippincott Williams &
Wilkins, 2005.
4. Zinner, MJ., Ashley, S.W. Maingots abdominal operation 11th Ed. USA: Mc
Graw Hill, 2006.

Anda mungkin juga menyukai