Anda di halaman 1dari 8

I.

Secara Umum
Landasan Ontologi
Ontologi membahas tentang apa yang ingin diketahui atau dengan kata lain
merupakan suatu pengkajian mengenai teori tentang ada. Dasar ontologis dari ilmu
berhubungan dengan materi yang menjadi objek penelaahan ilmu.
Berdasarkan objek yang telah ditelaahnya, ilmu dapat disebut sebagai pengetahuan
empiris, karena objeknya adalah sesuatu yang berada dalam jangkauan pengalaman manuskia
yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia.
Berlainan dengan agama atau bentuk-bentuk pengetahuan yang lain, ilmu membatasi diri
hanya kepada kejadian-kejadian yang empiris, selalu berorientasi terhadap dunia empiris.
Dilihat dari landasan ontologi, maka ilmu akan berlainan dengan bentuk-bentuk
pengetahuan lainnya. Ilmu yang mengkaji problem-problem yang telah diketahui atau yang
ingin diketahui yang tidak terselesaikan dalam pengetahuan sehari-hari. Masalah yang
dihadapi adalah masalah nyata. Ilmu menjelaskan berbagai fenomena yang memungkinkan
manusia melakukan tindakan untuk menguasai fenomena tersebut berdasarkan penjelasan
yang ada.
Ilmu dimulai dari kesangsian atau keragu-raguan bukan dimulai dari kepastian,
sehingga berbeda dengan agama yang dimulai kepastian. Ilmu memulai dari keragu-raguan
akan objek yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia. Objek pengenalan ilmu
mencakup kejadian-kejadian atau seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh pengalaman
manusia.
Jadi ontologi ilmu adalah ciri-ciri yang essensial dari objek ilmu yang berlaku umum,
artinya dapat berlaku juga bagi cabang-cabang ilmu yang lain. Ilmu berdasar beberapa asumsi
dasar untuk mendapatkan pengetahuan tentang fenomena yang menampak. Asumsi dasar
ialah anggapan yang merupakan dasar dan titik tolak bagi kegiatan setiap cabang ilmu
pengetahuan. Asumsi dasar ini menurut Endang Saifudin ada dua macam sumbernya:
Pertama, mengambil dari poslutat, yaitu kebenaran-kebenaran apriori, yaitu dalil yang
dianggap benar walaupun kebenarannya tidak dapat dibuktikan, kebenaran yang sudah
diterima sebelumnya secara mutlak. Kedua, mengambil dari teori sarjana atau ahli yang lain
terdahulu, yang kebenarannya disangsikan lagi oleh masyarakat, terutama oleh si penyelidik
itu sendiri.
b. Landasan Epistemologis
Epistimologi membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat dalam usaha
untuk memperoleh pengetahuan. Dengan kata lain, epistimologi adalah suatu teori
pengetahuan. Ilmu merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui proses tertentu yang
dinamakan metode keilmuan. Kegiatan dalam mencari pengetahuan tentang apapun selama
hal itu terbatas pada objek empiris dan pengetahuan tersebut diperoleh dengan menggunakan
metode keilmuan, sah disebut keilmuan. Kata-kata sifat keilmuan lebih mencerminkan
hakikat ilmu daripada istilah ilmu sebagai kata benda. Hakikat keilmuan ditentukan oleh cara
berfikir yang dilakukan menurut syarat keilmuan yaitu bersifat terbuka dan menjunjung
kebenaran diatas segala-segalanya (Jujun S. Suriasumantri, 1991, hal 9).
c. Landasan Aksiologis
Dasar aksiologis ilmu membahas tentang manfaat yang diperoleh manusia dari
pengetahuan yang didapatkannya. Tidak dapat dipungkiri bahawa ilmu telah memberikan
kemudahan-kemudahan bagi manusia dalam menegndalikan kekuatan-kekuatan alam.
Dengan mempelajari atom kita dapat memanfaatkannya untuk sumber energi bagi
keselamatan manusia, tetapi hal ini juga dapat menimbulkan malapetaka bagi manusia, tetapi
hal ini juga dapat menimbulkan malapetaka bagi manusia. Penciptaan bom akan
a.

meningkatkan kualitas persenjataan dalam perang, sehingga jika senjata itu dipergunakan
akan mengancam keselamatan umat manusia.
epistemologi adalah bagian ilmu yang membahas pengetahuan manusia dalam
berbagai jenis dan ukuran kebenarannya. Karena itu dalam pembahasan epistemologi
biasanya berhubungan dengan apa itu pengetahuan? Apa yang dapat kita ketahui? Bagaimana
cara kita mengetahui sesuatu? Bagaimana relasi pengetahuan dengan kepercayaan, konsepsi,
persepsi, intuisi, dan sebagainya? sampai persoalan apa yang menjadi ukuran kebenaran bagi
pengetahuan tersebut?.
Kesimpulan
Pandangan para ilmuan tentang pentingnya pertimbangan nilai memang dapat dibedakan
menjadi dua kelompok, namun keduanya tidak saling bertentangan. Pertimbangan nilai etik
dan kemanfaatan tidak dimaksudkan untuk mengubah ciri-ciri metode ilmiah, melainkan
untuk menjamin kepentingan masyarakat.
Landasan ontologis dari ilmu pengetahuan adalah analisi tentang objek materi dari ilmu
pengetahuan. Objek materi ilmu pengetahuan adalah hal-hal atau benda-benda empiris.
Landasan epistemologis dari ilmu pengetahuan adalah analisis tentang proses tersusunnya
ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan disusun melalui proses yang disebut metode Ilmiah
(keilmuan).
Landasan aksiologis dari ilmu pengetahuan adalah analisis tentang penerapan hasil-hasil
temuan ilmu pengetahuan. Penerapan ilmu pengetahuan di maksudkan untuk memudahkan
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dan keluhuruan hidup manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Soejono Soemargono. 1983. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Nur Cahaya: Yogyakarta.
Yuyun S. Suriasumantri. 1991. Ilmu dalam Perspektif. Gramedia: Jakarta.

II. Kajian Secara Filsafat Pancasila


A.

Kajian Ontologis

Secara ontologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk
mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Menurut Notonagoro hakikat dasar ontologis
Pancasila adalah manusia. Mengapa?, karena manusia merupakan subjek hukum pokok dari
sila-sila Pancasila.
Hal ini dapat dijelaskan bahwa yang berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusian yang adil
dan beradab, berkesatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia pada
hakikatnya adalah manusia (Kaelan, 2005).
Dengan demikian. secara ontologis hakikat dasar keberadaan dari sila-sila Pancasila adalah
manusia. Untuk hal ini. Notonagoro lebih lanjut mcngemukakan bahwa manusia sebagai
pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri
atas susunan kodrat, raga dan jiwa, serta jasmani dan rohani. Selain itu, sebagai makhluk

individu dan sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, secara hierarkis sila pertama Ketuhanan Yang
Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat sila-sila Pancasila (Kaelan, 2005).
Selanjutnya, Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia memiliki susunan lima
sila yang merupakan suatu persatuan dan kesatuan, serta mempunyai sifat dasar kesatuan yang
mutlak, yaitu berupa sifat kodrat monodualis, sebagai makhluk individu sekaligus juga sebagai
makhluk sosial. Di samping itu, kedudukannya sebagai makhluk pribadi yang berdiri sendiri,
sekaligus sebagai makhluk Tuhan. Konsekuensmya, segala aspek dalam penyelenggaraan
negara diliputi oleh nilai-nilai Pancasila yang merupakan suatu kesatuan yang utuh yang
memiliki sifat dasar yang mutlak berupa sifat kodrat manusia yang monodualis tersebut.
Kemudian, seluruh nilai-nilai Pancasila tersebut menjadi dasar rangka dan jiwa bagi bangsa
Indonesia. Hal ini berarti bahwa dalam setiap aspek penyelenggaraan negara harus dijabarkan
dan bersumberkan pada nilai-nilai Pancasila. seperti bentuk negara, sifat negara, tujuan negara,
tugas/kewajiban negara dan warga negara, sistem hukum negara, moral negara, serta segala
aspek penyelenggaraan negara lainnya.
B.

Kajian Epistemologi

Kajian epistemologi filsafat Pancasila dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat
Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Hal ini dimungkinkan karena epistemologi
merupakan bidang filsafat yang membahas hakikat ilmu pengetahuan (ilmu tentang ilmu). Kajian
epistemologi Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Oleh karena itu,
dasar epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat dengan konsep dasarnya tentang hakikat
manusia.
Menurut Titus (1984:20) terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi, yaitu:
a)

Tentang sumber pengetahuan manusia;

b)

Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia; serta

c)

Tentang watak pengetahuan manusia.

Epistemologi Pancasila sebagai suatu objek kajian pengetahuan pada hakikatnya meliputi
masalah sumber pengetahuan Pancasila dan susunan pengetahuan Pancasila. Adapun tentang
sumber pengetahuan Pancasila. sebagaimana telah dipahami bersama, adalah nilai-nilai yang

ada pada bangsa Indonesia itu sendiri. Merujuk pada pemikiran filsafat Aristoteles, bahwa
nilainilai tersebut sebagai kausa material is Pancasila.
Selanjutnya, susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan maka Pancasila memiliki
susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti
dari dari sila-sila Pancasila ifu. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hierarkis
dan berbentuk piramidal,yaitu:
a)

Sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya;

b)

Sila kedua didasari sila pertama serta mendasari dan menjiwai sila ketiga, keempat. dan

kelima;
c)

Sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua, serta mendasari dan menjiwai sila

keempat dan kelima;


d)

Sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, dan ketiga, serta mendasari dan

menjiwai sila kelima; serta


e)

Sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga, dan keempat.

Demikianlah. susunan Pancasila memiliki sistem logis, baik yang menyangkut kualitas maupun
kuantitasnya. Dasar-dasar rasional logis Pancasila juga menyangkut kualitas ataupun
kuantitasnya. Selain itu, dasar-dasar rasional logis Pancasila juga menyangkut isi arti sila-sila
Pancasila tersebut. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa member! landasan kebcnaran pengetahuan
manusia yang bersumber pada intuisi. Kedudukan dan kodrat manusia pada hakikatnya adalah
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu, sesuai dengan sila pertama Pancasila,
epistemologi Pancasila juga mengakui kcbenaran wahyu yang bersifat mutlak. Hal ini sebagai
tingkat kebcnaran yang tertinggi.
Selanjutnya, kebenaran dan pengetahuan manusia merupakan suatu sintesis yang harmonis di
antara potensi-potensi kejiwaan manusia, yaitu akal, rasa, dan kehendak manusia untuk
mendapatkan kebenaran yang tertinggi. Selain itu, dalam sila ketiga, keempat, dan kelima,
epistemology Pancasila mengakui kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya dengan
hakikat sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.Sebagai suatu paham
epistemologi, Pancasila memandang bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai
karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalam
upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan dalam hidup manusia. Itulah sebabnya

Pancasila secara epistemologis harus menjadi dasar moralitas bangsa dalam membangun
perkembangan sains dan teknologi dewasa ini.
C.

Kajian Aksiologi

Kajian aksiologi filsafat Pancasila pada ivakikatnya membahas tentang nilai praksis atau manfaat
suatu pengeiahuan tentang Pancasila. Karena sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat
memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, maka nilai-nilai yang terkandung dalamnya pada
hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan.
Selanjutnya, aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai
Pancasila. Istilah nilai dalam kajian filsafat dipakai untuk merujuk pada ungkapan abstrak yang
dapat juga diartikan sebagai keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodnes), dan kata kerja
yang artinya sesuatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian
(Frankena: 229).
Di dalam Dictionary of Sociology an Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah suatu
kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari
suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. Dengan demikian,
nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek. Sesuatu itu
mengandung nilai, artinya ada sifat atau kualitas yang melekat padanya, misalnya bunga itu
indah, pcrbuatan itu baik. Indah dan baik adalah sifat atau kualitas yang melekat pada bunga
dan perbuatan. Jadi, nilai itu sebenarnya adalah suatu
kenyataan yang tersembunyi di balik kenyataan-kenyataan lainnya. Adanya nilai itu karena
adanya kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai.
Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal ini sangat bergantung pada titik tolak dan
sudut pandang setiap teori dalam menentukan pengertian nilai. Kalangan materialis memandang
bahwa hakikat nilai yang tertinggi adalah nilai material, sedangkan kalangan hedonis
berpandangan bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai kenikmatan. Namun, dari berbagai macam
pandangan tentang nilai dapat dikelompokkan pada dua macam sudut pandang, yaitu bahwa
sesuatu itu bernilai karena berkaitan dengan sabjek pemberi nilai, yaitu manusia. Hal ini bersifat
subjektit. tetapi juga terdapat pandangan bahwa pada hakikatnya nilai sesuatu itu melekat pada
dirinya sendiri. Hal ini merupakan pandangan dari paham objektivisme.
Notonagoro memerinci tentang nilai, ada yang bersifat material dan nonmaterial. Dalam
hubungan ini, manusia memiliki orientasi nilai yang berbeda bergantung pada pandangan hidup
dan filsafat hidup masing-masing. Ada yang mendasarkan pada orientasi nilai material, tetapi
ada pula yang sebaliknya, yaitu berorientasi pada nilai yang nonmaterial. Nilai material relatif

lebih mudah diukur menggunakan pancaindra ataupun alat pengukur. Akan tetapi, nilai yang
bersifat rohaniah sulit diukur, tetapi dapat juga dilakukan dengan hati nurani manusia sebagai
alat ukur yang dibantu oleh cipta, rasa, serta karsa dan keyakinan manusia (Kaelan, 2005).
Menurut Notonagoro, nilai-nilai Pancasila itu termasuk nilai kerohanian, tetapi nilai-nilai
kerohanian yang mengakui nilai material dan nilai vital. Dengan demikian, nilai-nilai Pancasila
yang tergolong nilai kerohanian itu juga mengandung nilai-nilai lain secara lengkap dan
harmonis, seperti nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau estetis, nilai
kebaikan atau nilai moral, ataupun nilai kesucian yang secara keseluruhan bersifat
sistemikhierarkis. Sehubungan dengan ini, sila pertama, yaitu ketuhanan Yang Maha Esa
menjadi basis dari semua sila-sila Pancasila (Darmodihardjo: 1978). Secara aksiologis, bangsa
Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subcriber of values Pancasila). Bangsa
Indonesia yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan,
dan yang berkeadilan sosial. Sebagai pendukung nilai, bangsa Indonesialah yang menghargai,
mengakui, serta menerima Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai.
Pengakuan, penghargaan, dan penerimaan Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai itu akan
tampak menggejala dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia. Kalau
pengakuan, penerimaan, atau penghargaan itu telah menggejala dalam sikap, tingkah laku,
serta perbuatan manusia dan bangsa Indonesia, maka bangsa Indonesia dalam hal ini sekaligus
adalah pengembannya dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan manusia Indonesia.

Filsafat Pendidikan Pancasila Dalam Tinjauan Ontologi, Epistemologi, Dan Aksiologi


Isi Pancasila :
1. Ketuhanan Yang maha Esa
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/
Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keterangan :
Sila

Lapangan/Kajian/Tinjauan Filsafat

Pancasila

Ontologi

Epistemologi

Aksiologi

Studi tentang pengetahan


(adanya) benda-benda yang

Pancasila dapat dilihat dari


penghayatan dan pengalaman
kehidupan sehari-hari

menyelidiki sumber, syarat,

Menyelidiki nilai-nilai

proses terjadinya ilmu

(value). Dari sikap

pengetahuan, batas validitas

manusia sehari-hari. Dapat

dan hakikat ilmu

dibedakan menjadi 2:nilai

pengetahuan supaya hidup

materiil dan nilai spiritual.

lebih sejahtera ex:bangsa

Nilai pancasila :

Indonesia telah menemukan

ketuhanan, kemanusiaan,

Pancasila

persatuan, kerakyatan, da
keadilan.

Diharapkan bertaqwa kepada Tuhan


Yang Maha Esa sesuai dengan

Nilai ketuhanan atau

tujuan nasional: menjadikan

Ilmu / pengetahuan didapat

religius. Ex: memeluk

manusia yang beriman dan bertaqwa

dari rasio atau akal pikir yang

suatu agama sebagai

kepada Allah SWTex: pelajaran

datang dari Tuhan

pandangan hidup di dunia

PKn yang bernilai Pancasila,

dan akherat.

menghormati antar pemeluk agama

Manusia mempunyai potensi


(kepribadian) yang dapat

II

III

dikembangkan sehingga dapat

Nilai kemanusiaan, nilai

Setiap manusia mempunyai harkat

hidup sejahtera dalam suatu

keadilan dalam

dan martabat yang sama, dalam

ruang dan waktu

kehidupan tidak

pendidikan tidak membedakan usia,

membeda-bedakan

agama dan tingkat sosial budaya

Ex: guru tidak boleh

keturunan, ras dan

dalam menuntut ilmu terpenuhi

memonoli kebenaran, dengan

kedudukan.

kebutuhan spiritual maupun materiil

ilmu diharap tidak ada

berjiwa pancasila

kekerasan

Tidak membatasi golongan dalam

Proses terbentuknya

Nilai persatuan untuk

belajar UUD 1945 Pasal 31 ayat 1

pengetahuan merupakan hasil

mengisi kemerdekaan.

kerja sama dengan


lingkungannya dan saling

berkesinambungan, semakin
baik kerjasama maka akan
kualitas pengetahuan juga
semakin baik.

Manusia diciptakan oleh Allah

IV

Kehidupan berdemokrasikekuasaan

SWT untuk memimpin di

ada di tangan rakyatmemutuskan

muka bumi ini untuk

mufakat dengan musyawarah.ex:

memakmurkan umat manusia

bebas mengeluarkan pendapat

dengan bijaksana.

Nilai kerakyatan dan nilai


tanggung jawab. Ex:
adanya gotong royong
dalam musyawarah dan
tanggung jawab dalam
pelaksanaan mufakat.

Ilmu pengetahuan sebagai


perbendaharaan dan prestasi
Keadilan dalam memenuhi
kebutuhan di bidang materiil dan
V

spiritual yang berdasarkan atas


asaskekeluargaan.ex:tidakmembedabedakan siswa

individu serta karya budaya


umat manusia merupakan

Nilai keadilan, yaitu dalam

martabat kepribadian

melaksanakan kewajiban

manusia dalam

dan penerimaan hak.

Sisdiknas:tujuan mengejar
iptek danimtaq.ex:
menghargai hasil karya orang
lain.

Anda mungkin juga menyukai