Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIKUM

EVALUASI PHT PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH OLEH


BAPAK KASIMIN DI KOTAKAN, RT 03 RW 06, KELURAHAN
BAKALAN, KECAMATAN POLOKARTO, KABUPATEN
SUKOHARJO

Oleh:
Kelompok 22

1. Akbar Fauzi W.
H 0812009
Ketua
2. Ade Septiana N.
H 0812002
Anggota
3. Dana Marshelia
H 0812031
Anggota
4. Dimas Pratama
H 0812042
Anggota
5. Dyah Ayu Sawitri
H 0812051
Anggota
6. Eni Apriyanti
H 0812054
Anggota
7. Evans Noor
H 0812058
Anggota
8. Fahrisa Surya
H 0812060
Anggota
9. Yuni Herawati
H 0812196
Anggota
10. Yunike Ega W.H 0812197
Anggota
11. Yuyun Marita
H 0812198
Anggota
12. Zakiah Rifqi H.
H 0812199
Anggota

AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA
2014
I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan sebuah upaya dalam
memanajemen budidaya untuk mempertahankan serangan hama dan
penyakit dibawah ambang batas kerugian ekonomis yang terbentuk pada
sebuah pendekatan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman. PHT
dan Pertanian Berkelanjutan merupakan suatu kebijakan pemerintah yang
disahkan dalam Undang-Undang. Program PHT menggunakan informasi
yang

ekstensif,

yang

dikumpulkan

dalam

sistem penanaman

dan

memerlukan pengelolaan yang cermat.


Untuk meningkatkan hasil pertanian yang lebih banyak, banyak cara
yang dapat dilakukan diantaranya dengan cara ekstensifikasi pertanian dan
intensifikasi pertanian. Tapi dalam hal hal berbudidaya tanaman
pertanian banyak kendala yang dihadapi oleh petani.. Diantara kendala itu
adalah hama dan penyakit. Hama dan penyakit tanaman menyerang dan
merusak usaha budidaya tanaman sehingga mengakibatkan berkurangnya
kualitas dan kuantitas hasil yang diperoleh. Pengendalian yang sering
dilakukan petani untuk mengendalikan hama dan penyakit adalah
pengendalian secara kimia/w yaitu dengan pestisida kimia. Petani lebih
memilih

ini

dalam

Tanaman) tanpa
penggunaan

pengendalian

mempertimbangkan

pestisida.

Padahal

ada

OPT

(Organisme Penganggu

efesiensi
yang

dan

dapat

bahaya
digunakan

akibat
untuk

mengendalikan hama dan penyakit.


PHT memiliki tujuan mengendalikan populasi hama agar tetap
berada dibawah ambang yang tidak merugikan secara ekonomi. Strategi
PHT bukanlah eradikasi melainkan pembatasan. Pengendalian hama dengan
PHT disebut pengendalian secara multilateral, yaitu menggunakan semua

metode atau teknik yang dikenal dan penerapannya tidak menimbulkan


kerusakan lingkungan yang merugikan bagi hewan, manusia, dan makhluk
hidup lainnya baik sekarang maupun pada masa yang akan datang.
Hama merupakan suatu organisme atau binatang yang dapat
merugikan seorang petani secara ekonomis dengan merusak dan
mengganggu tanaman yang dibudidayakan. Hama menjadi musuh bagi
petani dalam melaksanakan budidayanya sehingga diperlukan adanya
pengendalian secara terpadu. Misalnya, Serangga (insecta), cacing
(nematode), binatang menyusui, dan lain-lain. Penyakit merupakan suatu
organisme mikroskopis yang juga mengganggu tingkat kesehatan dari
tanaman, penyakit ini menyerang tanaman bukan disebabkan oleh binatang
akan tetapi makhluk yang sangat kecil yang dapat menimbulkan gejalagejala kerusakan yang sulit untuk diidentifikasi misalnya bakteri, virus,
cendawan (jamur), dan lain-lain.
Pengendalian hama dengan penyemprotan pestisida bukanlah satusatunya cara yang tepat tetapi harus dilihat secara komprehensif dengan
memperhatikan nilai-nilai ekologis, ekonomi dan kesehatan lingkungan
secara umum melalui program yang kini dikenal dengan Pengelolaan Hama
Terpadu (PHT) atau Integrated Pest Management (IPM). Misalnya dengan
menggunakan musuh alami ,sanitasi, pengendalian secara mekanis dan
lainnya. Penyemprotan pestisida harus dilakukan secara sangat berhati-hati
dan sangat selektif bilamana tidak ada lagi cara lain untuk menekan populasi
hama di lapang. PHT pada dasarnya adalah penerapan sisten bercocok
tanam untuk menghasilkan tanaman yang sehat, kuat, berproduksi tinggi dan
berkualitas tinggi
B. Tujuan
Adapun tujuan dari pelaksanaan praktikum Pengelolaan Hama
Terpadu ini diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengevaluasi Pengelolaan Hama Terpadu terhadap petani
2. Untuk menganalisis risiko OPT untuk musim tanam selanjutnya
C. Lokasi Praktikum

Lokasi praktikum pengelolaan hama terpadu yaitu di Kecamatan


Polokarto, Kabupaten Sukoharjo.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Bawang merah (Allium cepa, grup Aggregatum) merupakan komoditas


holtikultura yang sudah sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia. Tanaman ini
umumnya ditanam dua kali dalam satu tahun, meskipun ada yang bisa ditanam
sepanjang tahun. Seorang ahli taksonomi, Hanelt (1990) dalam Rabinowitch dan
Currah (2002) mengoreksi klasifikasi bawang merah sebagai berikut:
For many years, the name Allium ascalonicum was mistakenly used in literature
for shallots, as the name was first given to a distinct wild Alliumspecies from the
Near East. However, as nearly as 1956, J. Helm related shallot to the A.
cepa taxon.
Sementara itu, klasifikasi bawang merah berdasarkan taksonominya adalah
sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisio : Spermatophyta
Divisio

: Magnoliophyta

Subdivisio

: Angiospermae

Kelas

: Liliopsida

Subkelas

: Liliidae

Ordo

: Amaryllidales

Famili

: Alliaceae

Genus

: Allium

Spesies

: Allium cepa grup Aggregatum

Bawang merah merupakan tanaman semusim yang berbentuk rumput,


berbatang pendek dan berakar serabut. Daunnya panjang serta berongga seperti
pipa. Pangkal daunnya dapat berubah fungsi seperti menjadi umbi lapis. Oleh

karena itu, bawang merah disebut umbi lapis. Tanaman bawang merah
mempunyai aroma yang spesifik yang marangsang keluarnya air mata karena
kandungan minyak eteris alliin. Batangnya berbentuk cakram dan di cakram inilah
tumbuh tunas dan akar serabut. Bunga bawang merah berbentuk bongkol pada
ujung tangkai panjang yang berlubang di dalamnya. Bawang merah berbunga
sempurna dengan ukuran buah yang kecil berbentuk kubah dengan tiga ruangan
dan tidak berdaging. Tiap ruangan terdapat dua biji yang agak lunak dan tidak
tahan terhadap sinar matahari.
Kegunaan utama bawang merah adalah sebagai bumbu masak. Meskipun
bukan merupakan kebutuhan pokok, bawang merah cenderung selalu dibutuhkan
sebagai pelengkap bumbu masak sehari-hari. Kegunaan lainnya adalah sebagai
obat tradisional (sebagai kompres penurun panas, diabetes, penurun kadar gula
dan kolesterol darah, mencegah penebalan dan pengerasan pembuluh darah dan
maag) karena kandungan senyawa allin dan allisin yang bersifat bakterisida
(Rahayu,Estu. 2008).
Adapun teknik budidaya bawang merah menurut Singgih Wobowo (2008)
yaitu harus memperhatikan hal-hal berikut ini:
1) Syarat Tumbuh Bawang Merah
Bawang merah dapat tumbuh pada tanah sawah atau tegalan,
berstruktur remah, dan bertekstur sedang sampai liat. Jenis tanah Alluvial, Glei
Humus atau Latosol, pH 5.6 - 6.5. Tanaman bawang merah memerlukan udara
hangat untuk pertumbuhannya (25 s/d 32C), curah hujan 300 sampai 2500 mm
pertahun, ketinggian 0-400 mdpl, dan kelembaban 50-70 %. Tanaman bawang
merah dapat tumbuh di daerah beriklim kering. Tanaman bawang merah sangat
peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi, serta cuaca
berkabut (Sutarya dan Grubben 1995, Nazarudin 1999).
Pada budidaya bawang merah, faktor iklim merupakan faktor yang
paling berpengaruh. Apabila iklimnya sesuai, maka hampir semua tipe tanah
dapat digunakan dalam budidaya bawang merah. Unsur-unsur yang termasuk
dalam faktor iklim, yaitu seperti ketinggian tempat, suhu, kelembaban, cahaya,
curah hujan, dan angin. Tanaman bawang merah dapat tumbuh di dataran

rendah hingga dataran tinggi 800 dpl. Pertumbuhan optimal dijumpai di daerah
dengan ketinggian antara 10-250 m dpl (Anon, 1985 dalam Sumarni dan
Sumiati, 1995). Tanaman bawang merah dapat menghasilkan umbi yang baik
pada suhu udara antara 20o-30o C, dengan suhu rata-rata 24oC (Grubben,
1990 dalam Sumarni dan Sumiati, 1995).
2) Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan lapisan
tanah yang gembur, memperbaiki drainase dan aerasi tanah, meratakan
permukaan tanah, dan mengendalikan gulma. Tanah dibajak atau dicangkul
dengan kedalaman 20 cm, kemudian dibuat bedengan selebar 120 - 175 cm,
tinggi 25 - 30 cm, serta panjang sesuai disesuaikan dengan kondisi lahan.
Saluran drainase dibuat dengan lebar 40 - 50 cm dan kedalaman 50 - 60 cm.
Apabila pH tanah kurang dari 5,6 diberi Dolomit dosis + 1,5 ton/ha disebarkan
di atas bedengan dan diaduk rata dengan tanah lalu biarkan 2 minggu. Untuk
mencegah serangan penyakit layu taburkan GLIO 100 gr (1 bungkus GLIO)
dicampur 25-50 kg pupuk kandang matang, diamkan 1 minggu lalu taburkan
merata di atas bedengan.
3) Penyediaan Bibit
Pada umumnya perbanyakan bawang merah dilakukan dengan
menggunakan umbi sebagai bibit. Kualitas umbi bibit merupakan salah satu
faktor yang menentukan tinggi rendahnya hasil produksi bawang merah. Umbi
yang baik untuk bibit harus berasal dari tanaman yang cukup tua yaitu berumur
70 - 80 hari setelah tanam, dengan ukuran sedang (beratnya 5 - 10 gram,
diameter 1,5 - 1,8 cm). Umbi bibit tersebut harus terlihat segar dan sehat, tidak
keriput, dan warnanya cerah. Umbi bibit telah siap tanam apabila telah
disimpan 2 - 4 bulan sejak dipanen dan tunasnya sudah sampai ke ujung umbi.
Bibit yang bermutu adalah bibit yang seragam, murni dan sehat, berikut cirriciri bibit yang baik :
a. Masa dormanse yang tepat
b. Bila ditekan terasa keras/tidak gembos
c. Bakal tunas tidak rusak

d. Batang sejati tidak rusak


e.

Tidak terserang penyakit

f.

Tidak membawa penyakit

g.

Berasal dari tanaman sehat

h. Pertumbuhan serempak.
Lama penyimpanan bibit bawang merah adalah waktu yang diperlukan
untuk menyimpan benih sampai bibit siap tanam atau masa dormanse,menurut
Wibowo (1987), bibit bawang merah yang baik adalah pada penyimpanan 4 8
bulan dan jika sudah dicirikan : bila bibit dibelah sudah tumbuh tunah yang
berwarna hijau yang panjangnya setengah panjang umbi.
4) Penanaman dan Pemberian Pupuk Dasar
Setelah tanah selesai diolah selanjutnya dilakukan kegiatan pemupukan.
Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk organik yang sudah matang seperti
pupuk kandang sapi dengan dosis 10-20 ton/ha atau pupuk kandang ayam
dengan dosis 5-6 ton/ha, atau kompos dengan dosis 4-5 ton/ha. Selain itu
pupuk P (SP-36) dengan dosis 200-250 kg/ha diberikan 2-3 hari sebelum
penanaman.
Umbi bibit ditanam dengan jarak 10 cm x 20 cm atau 15 cm x 15 cm.
Lobang tanaman dibuat setinggi umbi dengan menggunakan alat penugal.
Umbi bawang merah dimasukkan ke dalam lobang tanaman dengan gerakan
seperti memutar sekrup, hingga ujung umbi tampak rata dengan permukaan
tanah. Setelah tanam dilakukan penyiraman dengan menggunakan embrat yang
halus.
5) Pemupukan Susulan
Pemupukan susulan dilakukan pada umur 10-15 hari dan umur 30-35
hari setelah tanam. Jenis dan dosis pupuk yang diberikan adalah : Urea 75-100
kg/ha, ZA 150-250 kg/ha, Kcl 75-100 kg/ha. Pupuk diaduk rata dan diberikan
di sepanjang garitan tanaman. Dosis pemupukan bervariasi tergantung dengan
situasi setempat, jika kelebihan Urea atau ZA dapat mengakibatkan leher umbi
tebal dan umbinya kecil-kecil, akan tetapi jika kurang, pertumbuhan terhambat

dan daunnya menguning pucat. Kekurangan K juga dapat menyebabkan ujung


daun mengering dan umbinya kecil.
Pemupukan dapat diberikan sebanyak tiga kali, yaitu satu kali pupuk
dasar dan dua kali pupuk susulan : Pemberian pupuk dasar dilakuan sehari
sebelum tanam atau bersamaan dengan waktu tanam dengan dosis 100 kg Sp36
dan 100kg NPK serta penyemprotan Mikro organisme Lokal. Pemupukan
susulan Pertama segera dilakukan setelah penyiangan pada umur 20 HST
dengan Urea 100kg/Ha dan 100 Kg NPK Phonska sedangkan Pemupukan
susulan kedua dilakukan pada umur 35 Hari setelah tanam dengan dosis 100 kg
urea dan 100kg NPK. Pemupukan dilakukan dengan cara ditebar merata lalu
diberi pengairan secukupnya agar pupuk dapat larut. Penyemprotan PPC Bio
Chems /ZPT Gibgro 20 T dan MOL dapat dilakukan sehari setelah pemupukan
pertama dan kedua, sedangkan pada umur 40, 47, 54, dan 61 HST dilakukan
penyemprotan ZPT N Balancer untuk menekan pertumbuhan Vegetatif dan
mempercepat proses perkembangan Umbi (Surojo,G.2006)
6) Pengairan
Tanaman

bawang

membutuhkan

air

yang

cukup

dalam

pertumbuhannya. Penyiraman pada musim kemarau dilakukan 1 kali dalam


sehari pada pagi hari atau sore, sejak tanam sampai menjelang panen.
7) Menyiangan dan Pembumbunan
Menyiang dilakukan sesuai dengan kondisi gulma, minimal dilakukan
dua kali/musim, yaitu menjelang dilakukannya pemupukan susulan. Kegiatan
membumbun dilakukan saat tanaman umur 30 dan 45 hari setelah tanam atau
disesuaikan dengan kondisi umbi sampai muncul ke permukaan tanah.
8) Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman bawang merah
adalah ulat tanah, ulat daun, ulat grayak, kutu daun, nematoda akar, bercak
ungu alternaria, embun tepung, busuk leher batang, otomatis/ antraknose,
busuk Umbi, layu fusarium dan busuk basah.
9) Panen dan Pasca Panen

Bawang merah dipanen apabila umurnya sudah cukup tua, biasanya


pada umur 60-70 hari setelah tanam. Tanaman bawang merah dipanen setelah
terlihat tanda-tanda 60-70% daun telah rebah atau leher batang lunak,
sedangkan untuk bibit kerebahan daun lebih dari 90%. Panen dilakukan waktu
udara cerah. Pada waktu panen, bawang merah diikat dalam ikatan-ikatan kecil
(1-1.5 kg/ikat), kemudian dijemur selama 5-7 hari). Setelah kering (penjemuran
5-7 hari), 3-4 ikatan bawang merah diikat menjadi satu, kemudian bawang
dijemur dengan posisi penjemuran bagian umbi di atas selama 3-4 hari. Pada
penjemuran tahap kedua dilakukan pembersihan umbi bawang dari tanah dan
kotoran. Bila sudah cukup kering (kadar air kurang lebih 85 %), umbi bawang
merah siap dipasarkan atau disimpan di gudang.
10) Kriteria Kualitas Bawang Merah
Kriteria kualitas bawang merah yang dikehendaki oleh konsumen
rumah tangga adalah : umbi berukuran besar, bentuk umbi bulat, warna kulit
merah keunguan, dan umbi kering askip. Sedangkan konsumen luar (untuk
ekspor) yang dikehendaki adalah : umbi berukuran besar, bentuk umbi bulat,
wana kulit merah muda, dan umbi kering lokal.

III.

METODE PENGAMATAN

A. Metode Dasar
Metode dasar yang digunakan dalam Praktikum Pengelolaan Hama
Terpadu adalah metode deskriptif. Metode deskriptif dalam praktikum atau
penelitian berarti memusatkan diri pada pemecahan masalah yang terjadi saat
ini, kemudian data dijelaskan dan dianalisis. Metode ini bekerja pada masalah
yang terjadi di lahan, dimana data yang diperoleh dari lahan akan dianalisis.
Penentuan atau penetapan sampel lahan pada praktikum ini dilakukan dengan
menggunakan metode purposive sampling yaitu penentuan lahan yang sengaja
dipilih untuk diamati. Pada praktikum kali ini, berlaku sebagai sampel adalah
lahan bawang merah milik Bapak Kasimin di Desa Kotakan, RT 03 RW 06
Bakalan, Polokarto, Sukoharjo.
B. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada praktikum
Pengelolaan Hama Terpadu ini adalah dengan teknik observasi, wawancara
dan pencatatan dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan.
1.

Observasi
Observasi adalah dimana peneliti mencatat informasi sebagaimana
yang mereka saksikan selama penelitian. Penyaksian dengan melihat,
mendengar, merasakan yang kemudian dicatat seobyektif mungkin.
Dengan jenis pengamatan, baik pengamatan dengan partisipasi penuh,
partisipan dan pengamat sempurna (Creswell, 2002). Observasi dalam
kegiatan praktikum Pengelolaan Hama Terpadu dilakukan dengan
melakukan kegiatan pengamatan langsung terhadap lahan bawang merah.

2.

Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti dan


responden. Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya jawab dalam
hubungan tatap muka sehingga gerak dan mimik responden merupakan
pola media yang melengkapi kata-kata secara verbal. Wawancara juga
menangkap perasaan, pengalaman, emosi dan motif yang dimikili
responden. Dengan beberapa jenis wawancara, yaitu wawancara
berstruktur dan tidak atau wawancara campuran. Teknik pengumpulan data
dengan cara wawancara dilakukan oleh praktikan dengan bertanya
langsung kepada pemilik lahan sekaligus pengelola lahan bawang merah
Bapak Kasimin mengenai kondisi pertanaman, OPT, lingkungan, teknik
budidaya, analisis ekonomi dan informasi lainnya yang diperlukan.
3.

Pencatatan
Pencatatan adalah kegiatan menulis atau mendokumentasikan suatu
informasi yang di anggap penting. Teknik Pengumpulan data dengan
pencatatan yaitu mahasiswa mencatat langsung dari brosur ataupun bukubuku yang tersedia ataupun dari penjelasan pemilik lahan bawang merah
sebagai responden.

C. Metode Analisis Data


Data yang telah dikumpulkan dalam Praktikum Pengelolaan Hama
Terpadu dianalisis dengan tabulasi persentatif baik secara kualitatif maupun
kuantitatif dalam tahapan sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi Masalah di Lapang
Mahasiswa melakukan identifikasi awal di lapangan lahan
pertanaman budidaya bawang merah. Kegiatan ini meliputi identifikasi
gejala serangan hama yang kemungkinan dialami oleh pertanaman
budidaya bawang merah. Setelah diketahui dengan benar, mahasiswa
mampu mengidentifikasi hama yang menyerang pertanaman sesuai dengan
gejala yang ditunjukkan.
2. Bertanya Pada Ahli
Kesahihan identifikasi dalam proses sebelumnya kemudian
diperkuat dengan kegiatan bertanya kepada ahli. Ahli setidaknya akan

memberikan rekomendasi yang jauh lebih baik mengenai identifikasi hama


tersebut. Sehingga akan didapatkan hasil analisis data yang baik.

3. Pencocokan Literatur
Kasus-kasus hama tertentu yang ditemukan mahasiswa di lapangan
dilanjutkan dengan pencarian penjelasan-penjelasan yang lebih mendalam
dan komprehensif berdasarkan teori atau hasil penelitian yang relevan.
4. Uji Laboratorium
Proses analisis paling mendalam melalui uji laboratorium yang
dapat dilakukan dengan pengawasan para ahli guna pengujian data yang
telah ditemukan.
D. Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dalam Praktikum Pengelolaan Hama Terpadu
dilakukan dengan metode simple random sampling atau sampel acak
sederhana. Dimana setiap unsur populasi mempunyai kesempatan yang sama
untuk bisa dipilih menjadi sampel. Jumlah populasi sampel yang diambil
adalah sebanyak 30 tanaman dengan pola diagonal.
V

Gambar 1. Lokasi Pengambilan Sampel

E. Cara Budidaya
Metodologi yang digunakan untuk mengetahui cara budidaya tanaman
adalah dengan metode wawancara langsung terhadap pemilik lahan yaitu
Bapak Kasimin. Selain metode wawancara, penelitian cara budidaya juga
dilakukan dengan metode observasi langsung pada lahan. Dengan melakukan
observasi langsung pada lahan, kita dapat mengetahui kondisi sebenarnya dan
cara budidaya yang telah diterapkan pada lahan oleh petani.
F. Cara Mendapatkan Informasi Kondisi OPT
Metodologi yang digunakan dalam mendapatkan informasi kondisi
OPT adalah dengan cara wawancara langsung kepada pemilik lahan. Metode
ini digunakan karena degan mewawancarai langsung pemilik lahan, kita bisa
tahu kondisi OPT yang sebenarnya pada lahan. Informasi kondisi OPT juga
dilakukan dengan observasi langsung agar kita bisa melihat dengan jelas OPT
apa yang sebenarnya ada dan menyerang lahan. Selanjutnya untuk
memperoleh informasi tentang OPT lebih lanjut, metode yang digunakan
adalah dengan mencari data baik dari internet ataupun dari dosen
pembimbing.
G. Cara Mendapatkan Informasi Kondisi Pertanaman
Informasi tentang kondisi pertanaman di lahan pengamatan dan
sekitarnya didapat dengan mewawancarai langsung pemilik lahan dan
observasi langsung.Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi
selengkap-lengkapnya mengenai kondisi pertanaman yang ada di lahan
pengamatan. Observasi secara langsung dilakukan untuk memperoleh
informasi tentang kondisi pertanaman pada lahan secara faktual.
H. Cara Mendapatkan Informasi Kondisi Lingkungan
Metode yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang kondisi
lingkungan adalah dengan observasi secara langsung.Observasi dilakukan
dengan mengamati secara langsung kondisi lingkungan pada lahan dan
lingkungan disekitarnya agar data yang didapat sesuai dengan keadaan
sebenarnya di lapangan.Selain metode tersebut, wawancara langsung kepada

pemilik lahan dan warga sekitar juga dilakukan agar informasi yang
didapatkan semakin lengkap.
I. Analisis Ekonomi
Untuk dapat menghitung analisis ekonomi dari suatu usaha tani, kita
harus mengetahui variabel-variabel apa saja yang harus dimasukkan dalam
perhitungan ekonomi. Wawancara langsung kepada petani berguna untuk
memperoleh informasi tentang biaya-biaya apa saja yang dikeluarkan dalam
usaha taninya. Metode yang dilakukan dalam analisis ekonomi usaha tani
tersebut adalah dengan mengihitung keseluruhan biaya yang dikeluarkan, baik
langsung maupun tidak langsung, dan menghitung pendapatan dari usaha tani
tersebut.Selanjutnya, setelah semua itu dihitung, kita dapat mengetahui usaha
tani tersebut menguntungkan atau tidak dengan perhitungan B/C atau R/C
ratio.
J. Penggunaan Tenaga Kerja
Tenaga kerja dalam dunia pertanian sangat diperlukan dan merupakan
salah satu input dalam usaha tani. Tenaga kerja akan menentukan hasil atau
produktivitas dari suatu usaha tani. Akan tetapi penggunaan tenaga kerja di
pertanian kebanyakan berasal dari lingkungan internal atau merupakan
anggota keluarga mereka sendiri, sehingga akan menghemat biaa pengeluaran,
yang mana banyak dari mereka yang tidak diberikan upah. Metode yang
digunakan untuk memperoleh informasi tentang penggunaan tenaga kerja
adalah metode wawancara. Wawancara digunakan untuk memperoleh
informasi yang lengkap dari pemilik lahan.Berdasarkan hasil wawancara
dengan pemilik lahan Bawang Merah, yaitu Bapak Kasimin, penggunaan
tenaga kerja sangat dibutuhkan. Akan tetapi tenaga kerja tersebut berasal dari
eksternal atau dengan kata lain bukan berasal dari anggota keluarga.

IV.

HASIL PENGAMATAN

A. Kondisi Umum Lahan


Lahan budidaya bawang merah yang diamati terletak di Kotakan RT 3
RW 6 Desa Bakalan, Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo dengan luas
sebesar 800 m2. Saat awal pengamatan umur dari tanaman bawang merah
sudah 10 hari. Musim tanam sebelum menanam bawang merah, lahan tersebut
merupakan lahan padi sawah. Lahan tersebut memiliki agregat yang mantap
dan gembur, serta kondisi biologi yang baik. Kondisi lahan terletak di tepi
jalan desa. Lahan yang dimiliki oleh Bapak Kasimin dan Ibu Sumini memiliki
jarak tanam 10 x 10 cm, jarak ini cukup lebar sehingga bawang merah dalam
pertumbuhannya akan memperoleh sinar matahari yang baik.
Kondisi lahan bawang merah terlihat sangat subur dengan tanah yang
basah bahkan di tempat praktikum ini genangan air mencapai setengah dari
ketinggian bedengan lahan. Selain itu, kondisi lahan pengamatan praktikum
bersifat terbuka tanpa adanya naungan atau penutupan di area lahan. Kondisi
terbuka merupakan salah satu syarat tumbuh dari tanaman bawang merah
karena tanaman harus mendapatkan intensitas penyinaran matahari secara
optimal.
Luas lahan bawang merah yang sebesar 800 m2 di budidayakan cara
tanam dengan menggunakan pembuatan bedengan supaya mempermudah
petani dalam mengatur jarak tanam dari bawang merah. Jarak tanam yang
teratur akan mempengaruhi proses tumbuh kembang dari tanaman tersebut.
Selain itu, tanaman dari bawang merah sendiri akan lebih terjaga dari genangan
air yang akan mengakibatkan pembusukan melalui akar.
Tanaman bawang merah memiliki 60 hari masa tanam. Perawatan selalu
dilakukan petani untuk menjaga kondisi lahan serta hama penyakit yang
menyerang. Terdapat hama ulat yang berada di dalam daun sebagai salah satu
potensi hama bawang merah yang dapat mengancam dari pertumbuhan
tanaman tersebut. Pada lahan praktikum bawang merah telah menerapkan
penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama yang menyerang.

B. Cara Budidaya Tanaman


Jenis komoditas yang ditanami pada lahan ini adalah bawang merah.
Bawang merah ini memiliki umbi yang cukup besar serta lahannya memiliki
produktivitas yang tinggi. Alasan menanam bawang merah ini adalah karena
dengan menanam bawang merah ini keuntungan yang didapatkan lebih besar
dibanding dengan menanam padi sebelumnya, serta karena ingin melakukan
pergantian tanaman di setiap musimnya.
1. Persiapan Lahan
a. Pembersihan lahan dari gulma.
b. Pembentukan bedengan-bedengan dengan menempatkan parit di antara
bedengan tersebut. Fungsi parit adalah sebagai tempat air masuk dan
tempat untuk membuang air yang berlebihan. Lebar bedengan sekitar
100-120 cm, sedang ukuran parit sekitar 30-35 cm dengan kedalaman 3040 cm.
c. Pemberian pupuk baik pupuk organik (Kujang) maupun buatan (Urea,
MES, Kcl) di sekitar bedengan.
2. Waktu Tanam
a.

Waktu ideal untuk menanam bawang merah


adalah pada musim kemarau. Tetapi karena untuk pertumbuhannya
membutuhkan banyak air, maka harus dilengkapi dengan system
pengairan yang baik, agar tanaman tidak kekurangan air dan juga tidak
becek.

b.

Lakukan penanaman pada saat cuaca sedang


cerah. Jangan melakukan penanaman pada saat pancaroba atau
pergantian musim, karena ketika itu sering terjadi angin kering. Akibat
yang ditimbulkan dari angin kering, akan membuat daun tanaman patah
dan ujung-ujung daun seperti terbakar.

c.

Pada saat berkabut juga tidak baik untuk


menanam bawang merah, karena udara berkabut dapat menimbulkan
penyakit yang disebabkan oleh jamur.

3. Pemilihan Bibit
a.

Ukuran

umbi

bibit

yang digunakan adalah 3-4 gram/umbi.


b.

Umbi bibit disimpan


2-3 bulan dan umbi masih dalam ikatan (umbi masih ada daunnya)

c.

Umbi

bakal

bibit

tersebut juga harus berasal dari tanaman yang sehat dengan ciri-ciri:
terlihat cerah, segar, tidak kisut, dan tidak terdapat warna hitam yang
menjadi tanda adanya serangan penyakit yang di sebabkan jamur.
4. Penanaman
a. Pola tanam yang diterapkan adalah pola tanam monokultur.
b. Penanaman dengan kedalaman 8-10 cm dengan jarak 10 x 10 cm dari
tepi bedengan.
c. Penanaman dilakukan dengan cara mencelupkan bibit (masih ada
medianya) yang telah disemaikan ke dalam air terlebih dahulu sehingga
plastik dapat ditarik dan bibit beserta media tanamnya dapat terlepas.
d. Setelah bibit beserta media tanamnya terlepas, kemudian bibit langsung
ditanam beserta medianya.
5. Pemeliharaan
a. Penyiraman pada budidaya bawang merah dilakukan sehari dua kali
setiap pagi dan sore.
b. Pemberian pupuk organik dan pupuk buatan baik pada masa vegetatif
maupun generatif tanaman.
c. Pemupukan susulan diberikan setelah tanaman bawang merah berumur 2
minggu. Jenis pupuk terdiri dari campuran urea, ZA, dan KCl yang
diaduk rata.
d. Penyiangan gulma biasanya dilakukan sebanyak dua kali dalam satu
musim tanam. Namun apabila serangan gulma menghebat, penyiangan
dilakukan tanpa menunggu pemberian pupuk susulan.

e. Penyiangan dilakukan pada cabang dan daun yang mengganggu


pertumbuhan bawang merah.
6. Pengendalian Hama
a. Pengendalian hama dilakukan dengan menggunakan perangkap alami
dari botol air mineral yang sudah dilumuri lem.
b. Dalam mengendalikan hama yang menyerang tanaman bawang merah
dilakukan dengan memotong bagian daun yang sudah terserang oleh
ulat.
c. Dalam memberantas hama digunakan pestisida CNG, Biotogro, dan
Digro.
7. Panen
a. Panen dapat dimulai pada umur 60 HST dengan ciri-ciri:
1) Batang lemas atau roboh, normalnya ini terjadi pada usai tanam 60
sampai dengan 90 hari.
2) Bentuk umbi yang sempurna, sebagian sudah nampak di permukaan
tanah, umbi sudah berwarna merah tua atau keunguan dan berbau khas
bawang merah.
b. Pemanenan dilakukan pada pagi hari atau ketika cuaca cerah. Setelah di
panen bawang merah harus di jemur selama seminggu atau dua minggu,
agar umbi menjadi tahan lama. Setelah siap lalu bawang merah disimpan
dalam karung jala-jala dengan suhu sekitar 30-33 C.
C. Keadaan OPT
1. Jenis Hama
Hama yang menyerang tanaman bawang merah yang telah diamati
terdapat satu hama yaitu ulat daun. Ulat daun (Spodoptera exigua
Hubner). Ordo : Lepidoptera; Famili : Noctuidae) Serangan hama ini dapat
menyebabkan kerugian yang tidak sedikit.
Imago betina meletakkan telur pada malam hari, telur diteletakkan
secara berkelompok pada permukaan daun tanaman bawang merah dan
telurnya berbentuk oval. Seekor serangga betina dapat menghasilkan

kurang lebih 2000 sampai 3000 butir telur . Dalam suatu kelompok telur
terdapat 30 100 butir bahkan dapat mencapai 350 butir. Telur-telur dapat
menetas dalam waktu 2 5 hari dan telur umumnya menetas pada pagi
hari.
Larva (ulat) muda terdiri dari enam instar kadang ada juga yang
lima instar. Larva berwarna hijau dengan garis-garis hitam pada
punggungnya, berukuran 1,2 1,5 mm. Sedangkan larva instar lanjut (25), berwarna hijau (umumnya didataran rendah) dan berwarna cokelat
(umumnya didataran tinggi), dengan garis kuning pada punggungnya.
Larva berukuran antara 1,5 19 mm, aktif pada malam hari, dan stadium
larva berlangsung selama 8-10 hari. Setelah melalui instar akhir, larva
mejatuhkan diri ke tanah untuk berkepompong (pupa). Larva S.exigua
mempunyai sifat polifag (pemakan segala).
Pupa berwarna cokelat muda dengan panjang 9-11 mm. Pupa
berada di dalam tanah 1 cm, dan sering dijumpai juga pada pangkal
batang, terlindung di bawah daun kering. Lama hidup pupa berkisar antara
6 7 hari. Siklus hidup dari telur sampai imago adalah 3 4 minggu.
Ngengat mempunyai sayap depan berwarna cokelat tua dengan garis-garis
kurang tegas dan terdapat bintik-bintik hitam, rentangan sayap antara 2530 mm. Sayap belakang berwarna keputih-putihan dan tepinya bergarisgaris hitam. Ngengat betina mulai bertelur pada umur 2-10 hari.
a. Populasi Hama
Produksi bawang merah musim tanam ini terbilang mengalami
kerugian akibat serangan dari ulat Spodoptera exigua. Spodoptera
exigua merupakan satu-satunya hama yang ada di lahan ini. Populasi
hama ulat yang menyerang diperkirakan mencapai 60-70 % dari total
lahan. Populasi yang besar ini mengakibatkan kesulitan bagi petani
untuk melakukan penanganan, karena penyebaran hama yang terlalu
cepat. Maka dengan adanya populasi hama yang sangat menguasai
lahan mengakibatkan produktivitas menurun dan mengurangi nilai
keuntungan.

Tabel 1. Populasi Hama Ulat Daun (Spodoptera exigua Hubner)


Sampel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Rata-rata

Jumlah Hama Ulat Daun


(Spodoptera exigua Hubner)
Minggu I
Minggu II Minggu III Minggu IV
1
1
3
0
4
2
2
0
1
2
1
0
2
2
4
0
1
2
1
0
3
1
3
1
3
2
3
0
2
1
3
1
3
2
3
0
1
3
3
3
2
1
2
2
1
2
3
2
2
2
3
2
2
1
3
1
1
2
4
1
0
3
2
1
1
3
1
2
1
1
3
2
0
1
2
2
1
1
0
1
1
1
2
1
2
1
2
2
2
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
3
3
3
2
1
1
3
2
2
1
2
2
1
1
2
1
2
2
3
2
1,6
1,6
2,3
1,2

Sumber : Logbook
b. Populasi Musuh Alami
Musuh alami adalah organisme yang ditemukan di alam yang
dapat membunuh serangga sekaligus, melemahkan serangga, sehingga
dapat mengakibatkan kematian pada serangga, dan mengurangi fase

reproduktif dari serangga. Musuh alam biasanya mengurangi jumlah


populasi serangga, inang atau pemangsa, dengan memakan individu
serangga. Untuk beberapa spesies, musuh alami merupakan kekuatan
utama yang mengatur dinamika populasi serangga, sehingga penting
bagi kita untuk mengetahui bagaimana musuh alami dapat
mempengaruhi populasi serangga untuk mengestimasi pengaruhnya.
Tabel 2. Populasi Musuh Alami
Jenis Musuh
Alami
Capung
(Orthetrum
testaceum)
Kumbang
Coccinelidae
(Coleoptera)
Rata-rata

Minggu I
2 / 18

Jumlah /Tanaman
Minggu II Minggu III
2 / 20
4/21

Minggu IV
3/20

3/18

3/22

5/21

4/22

0,27

0,23

0,42

0,33

Sumber : Logbook
c. Intensitas Kerusakan Hama Ulat Daun (Spodoptera exigua Hubner)
Serangan hama dapat dihitung dengan rumus intesitas hama.
Perhitungan ini berhubungan dengan perbandingan jumlah daun yang
terserang

pada

sempel

tanaman

bawang

merah

kemudian

dikategorikan berdasarkn persentase serangan. Intensitas tersebut


dituliskan dalam bentuk persentase.
Tabel 3. Intensitas Kerusakan Hama Ulat Daun (Spodoptera exigua
Hubner)
Waktu
Minggu I
Minggu II
Minggu III
Minggu IV

Intensitas Kerusakan (%)


20,50 %
13,72 %
36,81 %
15,09 %

Sumber : Logbook
2. Penyakit Tanaman
Penyakit yang ditemukan di lahan bawang merah I yaitu mati ujung
yang disebabkan oleh Phytophora porii. Awalnya pathogen hanya
menyerang sedikit tanaman akan tetapi semakin lama penyakit semakin
menyebar hingga hampir menyerang seluruh tanaman yang ada pada lahan

tersebut. Penyakit yang terjadi di lahan bawang merah I ini mengalami


peningkatan keparahan secara terus-menerus setiap minggunya yang
menyebabkan hampir seluruh tanaman terserang penyakit ini. Penyakit ini
disebabkan oleh adanya jamur yang mengganggu pertumbuhan tanaman.
Jamur ini semakin lama akan semakin menyebar apabila tidak dilakukan
tindakan penanggulangan. Jika udara lembab maka akan terbentuk massa
jamur seperti beludru. Massa jamur semakin lama akan menyebar sehingga
daun berubah warna menjadi putih dan akhirnya mati. Gejala-gejala yang
ditimbulkan apabila tanaman terserang penyakit ini adalah sebagai berikut:
1) Pada awal infeksi pucuk daun berwarna kuning
2) Pucuk daun kemudian berlanjut menjadi kering
3) Pada akhirnya warna daun berubah menjadi putih dan akhirnya mati.
Keberadaan penyakit ini perlu mendapat perhatian khusus dari
petani bawang merah karena penyakit ini dapat menurunkan kualitas dan
kuantitas dari produk yang dihasilkan. Penyakit ini dapat menyebar dengan
cepat pada lahan apabila tidak segera dilakukan upaya pengendalian
terhadap penyakit tersebut. Upaya pengendalian yang dilakukan oleh
petani untuk menanggulangi persebaran penyakit tersebut yaitu dengan
melakukan pemetikan pada ujung daun bawang merah yang terkena
penyakit agar penyakit tidak menular ke bagian bawah daun. Pemetikan
daun yang sakit dilakukan manakala petani menemukan daun yang sakit
pada saat kegiatan penyiraman. Pemetikan daun yang sakit ini dilakukan
untuk meminimalisasi penyebaran penyakit pada lahan bawang merah 1
tersebut.
3. Jenis dan Populasi Gulma Dominan
Gulma merupakan tumbuhan yang kehadirannya tidak diinginkan
pada lahan pertanian karena keberadaannya menurunkan hasil yang bisa
dicapai oleh tanaman produksi. Gulma yang menyerang budidaya tanaman
bawang merah yang dilakukan oleh Bapak Kasimin adalah jenis gulma
rumput teki. Gulma teki-tekian memiliki daya tahan luar biasa terhadap
pengendalian mekanik karena memiliki umbi batang di dalam tanah yang

mampu bertahan berbulan-bulan. Kelompok gulma ini mencakup semua


anggota Cyperaceae seperti teki ladang (Cyperus rotundus), udelan
(Cyperus kyilingia), dan Scirpus maritimus.
Rumput teki (Cyperus rotundus) adalah gulma pertanian yang biasa
dijumpai di lahan terbuka. Klasifikasi ilmiahnya sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi

: Spermatophyta

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Liliopsida

Sub Kelas

: Commelinidae

Ordo

: Cyperales

Family

: Cyperaceae

Genus

: Cyperus

Spesies

: Cyperus rotundus L. (Wikipedia)

4. Kondisi Lingkungan yang Mempengaruhi Serangan Hama


Tanaman bawang merah tumbuh optimal dengan ketinggian 0-400
m dpl, tempat terbuka tanpa naungan dengan pencahayaan kurang lebih
70%, bawang merah memerlukan sinar matahari cukup panjang, tiupan
angin sepor-sepoi berpengaruh baik bagi tanaman terhadap laju
fotosintesis dan pembentunkan umbi, bawang merah tumbuh baik pada
tanah subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, jenis tanah
lempung berpasir, pH 5,5-6,5, drainasi dan serasi dengan baik.
Kondisi

lingkungan

dilahan

sangat

mendukung

untuk

perkembangan hama maupun peyakit. Antar bedengan selalu digenangi air.


Hal ini mengakibatkan kondisi lahan menjadi lembab dan menyebabkan
hama mudah sekali menyerang tanaman. Kondisi lahan antar petak juga
berbeda karena salah satu lahan tercemar limbah rumah tangga sehingga
hal ini berpengaruh terhadap ketahanan tanaman. Keberadaan hama dan
penyakit tersebut menyebabkan petani menggunakan pestisida secara
berlebihan karena petani beranggapan bahwa keberhasilan usahatani

ditentukan oleh keberhasilan pengendalian hama dan penyakit, yaitu


dengan meningkatkan takaran, frekuensi dan komposisi jenis campuran
pestisida yang digunakan. Akibatnya biaya usahatani bawang merah
semakin tinggi dan keuntungan yang diperoleh tidak seimbang serta tidak
memperhatikan konsep pertanian ramah lingkungan. Dampak lain
penggunaan pestisida yang berlebihan yaitu ledakan dari hama sekunder.
Pola tanam yang umum dikerjakan oleh petani bawang terutama di
lahan irigasi, adalah padi bawang merah bawang merah bawang
merah atau padi bawang merah cabai merah bawang merah. Padi
ditanam pada musim penghujan. Waktu yang dipilih untuk merotasi tanah
dengan tanaman padi tidak serentak. Sejak akhir musim penghujan sampai
dengan pertengahan musim penghujan berikutnya petani menanam
bawang merah pada lahannya atau kadang-kadang di sela dengan tanaman
jagung. Pola tanam demikian merupakan pola tanam yang tidak memutus
siklus hidup hama S. exigua. Keadaan ini menyebabkan tersedianya semua
stadia pertumbuhan bawang merah serta tersedianya inokulum hama ulat
S. exigua. dalam areal yang luas di lapangan. Penggunaan insektisida
untuk mengendalikan hama ulat S. exigua masih menjadi andalan utama
para petani, sehingga insektisida menjadi jaminan utama untuk
keberhasilan usahatani.
Sampai saat ini telah banyak hasil penelitian yang menyajikan
komponen-komponen pengendalian yang dapat dirakit dalam satu
pengendalian secara PHT diantaranya adalah penerapan budidaya tanaman
sehat, pergiliran tanaman, penanaman serentak, pengendalian secara
mekanis, penggunaan seks feromon, penggunaan alat semprot yang tepat,
pengendalian secara hayati. Namun jika lingkungan sudah kurang sesuai
bagi pertanaman bawang merah, terutama pada saat tanam bulan Agustus,
yang pada saat tersebut temperatur udara sangat panas (di atas 29C), tidak
ada curah hujan, sumber infeksi hama sudah tersedia di sekitar pertanaman
karena sudah ada pertanaman sejak awal musim kemarau, populasi hama

dapat meningkat dengan sangat cepat dalam waktu 1-2 hari diperlukan
alternatif komponen pengendalian yang lain.
D. Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi atau analisis usaha tani merupakan alat yang
digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan dan kerugian yang diterima
oleh petani. Analisis Ekonomi dari usahatani bawang merah ini diketahui
dengan melakukan perhitungan untuk mengidentifikasi hasil dari usaha tani
tersebut. Cara pengidentifikasian ini dengan mengetahui luas lahan, hasil
produksi dan harga jual per kg. Perhitungan dilakukan seperti di bawah ini:
Luas lahan = 800 m2
Teknik budidaya pemeliharaan secara intensif
Hasil produksi = 5 kwintal = 500 kg
Harga jual = Rp 8.000,00/ kg
Tabel 4. Biaya Produksi Tanaman Bawang Merah
Uraian
1.Biaya Variabel
a. Benih (kg)
b. Pupuk
Pupuk organik (kg)
TSP (kg)
Za (kg)
c. Insektisida (ml)
d. Pengairan (ml)
e. Lem Tikus
Total
2.Biaya Tetap
a. Tenaga Kerja (Dalam)

Volume

Harga
Satuan (Rp)

Nilai (Rp)

3,5

15.000

52.500

10
70
20
200
1
1

2550
2.000
1.400
350
20.000
15.000

20.000
25.500
28.000
70.000
20.000
15.000
231.000

Total

Sumber : Logbook
Produktivitas bawang merah dengan luas lahan 800 m2 adalah 500 kg.
Harga bawang merah ditingkat petani Rp 8.000,00/kg.
1. Pendapatan (TR)

= Jumlah hasil produksi x harga produk per kg


= 500 kg x Rp 8.000,00
= Rp 4.000.000,-

2. Total Biaya (TC)

= Biaya variabel + biaya tetap

= Rp 231.000 + Rp 0
= Rp 231.000,3. Penerimaan

= TR TC
= Rp 4.000.000,00 - Rp 231.000,00
= Rp 3.769.000,-

4. Break Even Point (BEP)


a. BEP Produksi

Total cost( TC)


jumlah produksi

231.000
500

1.907 .915
1.500

1.907 .915
1.500

= 462 kg
Jumlah di atas menunjukkan bahwa pada saat diperoleh
produksi 462 kg bawang merah dari usaha tani tersebut tidak
menghasilkan keuntungan maupun mengalami kerugian.
b. BEP Harga Produksi

Total Cost (TC )


Total Produksi

1.907 .915
2.000

231.000
8000

= Rp 8.875 / kg
Jumlah tersebut menunjukkan bahwa pada saat harga bawang
merah di tingkat petani sebesar Rp 8.875/kg, maka usaha tani
bawang merah tidak mendapat keuntungan dan akan mengalami
kerugian.
5. B/C Ratio

Total pendapatan
Total biaya produksi

3.000 .000
1.907 .915

18.600 .000
6.942.000

4.000 .000
231.000

= 17,3
Nilai B/C Ratio sebesar 17,3 menunjukkan bahwa dengan
mengeluarkan

biaya

sebesar

Rp

keuntungan sebesar 17,3 kali lipat.

231.000,00

akan

memperoleh

6. ROI (Return of Investment)


ROI bertujuan untuk mengetahui keuntungan usaha berkaitan
dengan modal yang dikeluarkan.
ROI

Penerimaan
x 100
Modal usaha tani

3.769 .000
x 100
231.000

= 73,16 %
Nilai ROI sebesar 73,16 % menggambarkan bahwa setiap Rp 100
yang digunakan akan diperoleh kerugian sebesar Rp 73,16. Nilai ROI
yang rendah menunjukkan bahwa usaha tani bawang merah sangat tidak
efisien.

V.

PEMBAHASAN

Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan tanaman hortikultura


musiman yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Namun pada saat-saat tertentu
sering mengalami banjir produksi sehingga harganya anjlok. Diperparah lagi
dengan

kebijakan

impor

yang

diterapkan

pemerintah

yang

seringkali

memperparah kejatuhan harga bawang merah di pasaran. Untuk menghindari


fluktuasi harga yang sangat merugikan petani, perlu upaya untuk melakukan
budidaya bawang merah diluar musim. Seiring dengan pembatasan kegiatan
budidaya di musim-musim puncak. Budidaya bawang merah memerlukan
penyinaran matahari lebih dari 12 jam sehari. Tanaman ini cocok dibudidayakan
di dataran rendah dengan ketinggian 0 hingga 900 meter dari permukaan laut.
Suhu optimum untuk perkembangan tanaman bawang merah berkisar 25320Celcius. Sedangkan keasaman tanah yang dikehendaki sekitar pH 5,6-7.
Keadaan organisme penggangu tanaman (OPT) pada praktikum ini berupa
hama tanaman bawang merah. Bawang merah sendiri memiliki 60 hari masa
tanam. Saat dilakukannnya praktikum banyak terdapat gejala-gejala dari hama
tanaman bawang merah ini berupa daun yang terdapat bekas gigitan tidak rata
pada pinggiran daun, dan daun berubah warna. Selama melakukan pengamatan
pada lahan bawang merah ini hanya ditemukan mengenai serangan hama pada
pertanaman bawang merah yang dijadikan sebagai sampel untuk pengamatan
sedangkan untuk gejala penyakit pada pertanaman bawang merah tidak ditemukan
sehingga hanya penjelasan dari petani bawang merah sebagai informasi. Tanaman
Bawang Merah tidak seluruhnya diamati, namun hanya beberapa saja yang akan
diamati yang selanjutnya akan disebut sampel. Dari jumlah populasi tanaman
yang ada diambil 10% dari jumlah populasi atau kurang lebih sekitar 30 tanaman
untuk menjadi sampel. Luas lahan dari bawang merah sebesar 800 m 2 , jarak
tanam yang digunakan untuk tanaman bawang merah sekitar 10 cm x 10 cm untuk
setiap tanaman.
Serangan

dapat

diartikan

sebagai

bentuk

aktivitas

OPT

untuk

menimbulkan kerusakan pada tanaman sedangkan kerusakan adalah efek dan

aktivitas OPT pada tanaman dan biasanya ditinjau dari segi fisiologis dan
ekonomis. Kerusakan tanaman karena serangan OPT sangat beragam tergantung
pada gejala serangannya, sehingga dikenal kerusakan mutlak atau dianggap
mutlak dan tidak mutlak. Kerusakan mutlak adalah kerusakan yang terkadi secara
permanen/keseluruhan pada tanaman bagian tanaman yang akan dipanen,
misalnya kematian seluruh jaringan tanaman dan layu. Sedangkan yang dianggap
mutlak seperti terjadinya busuk, rusaknya sebagian jaringan tanaman sehingga
tanaman atau bagian tanaman tidak produktif lagi. Kerusakan tidak mutlak,
merupakan kerusakan sebagian tanaman seperti daun, bunga, buah, ranting,
cabang, dan batang.
Budidaya bawang merah mempunyai banyak jenis hama dan penyakit.
Namun yang paling sering menyerang di sentra-sentra produksi adalah hama ulat
dan penyakit layu. Hama ulat (Spodoptera sp.)menyerang daun, gejalanya terlihat
bercak putih pada daun. Bila daun diteropong terlihat seperti gigitan ulat. Hama
ini ditanggulangi dengan pemungutan manual, ulat dan telur diambil untuk
dimusnahkan. Bisa juga dengan menggunakan feromon sex perangkap, gunakan
sebanyak 40 buah per hektar. Bila serangan menghebat, kerusakan lebih dari 5%
per rumpun daun, semprot dengan insektisida yang berbahan aktif klorfirifos.
Penyakit layu fusarium, disebabkan oleh cendawan. Gejalanya daun menguning
dan seperti terpilin. Bagian pangkal batang membusuk. Penanganannya dengan
mencabut tanaman yang mati kemudian membakarnya. Penyemprotan bisa
menggunakan fungsidia.
Produksi bawang merah musim tanam ini terbilang mengalami kerugian
akibat serangan dari ulat Spodoptera exigua. Organisme pengganggu tanaman
yang terdapat pada lahan bawang merah tersebut dapat berkembang dengan cepat
karena kondisi lingkungan yang cocok untuk perkembangan hidupnya. Hama
yang menyerang tanaman bawang merah dalam sample yaitu berupa ulat daun
(Spodoptera exigua Hubner. Ordo : Lepidoptera; Famili : Noctuidae). Serangan
hama ini dapat menyebabkan kerugian yang tidak sedikit. Sementara siklus hidup
dari ulat ini yaitu telur sampai imago adalah 3 4 minggu. Kondisi lingkungan
dengan kondisi yang lembab serta cuaca atau iklim yang tidak menentu ini juga

berakibat dengan pertumbuhan hama yang menyerang lahan bawang merah


menjadi meningkat serangannya hingga 60-70%, namun hal tersebut tenyata dapat
diatasi oleh petani bawang merah.
Pada praktikum pengamatan minggu pertama ini diperoleh intensitas
Kerusakan (IS) sebesar 20,50%. Angka ini menunjukkan bahwa serangan hama
yang menyerang tanaman bawang merah memiliki intensitas ringan. Hal ini
dikarenakan karena belum banyaknya hama yang terdapat pada tanaman bawang
merah, sehingga daun yang diserang belum banyak. Sedangkan keparahan
serangan pada minggu pertama ini mencapai 30,83%. Angka ini menunjukkan
bahwa tanaman dalam 4 minggu mengalami kerusakan mutlak. Kerusakan mutlak
berarti intensitas kerusakan pada tanaman bersifat permanen.
Pada praktikum pengamatan minggu ke 2 ini diperoleh intensitas serangan
(IS) sebesar 13,72%. Angka ini menunjukkan bahwa serangan hama yang
menyerang tanaman bawang merah memiliki penurunan intensitas dari minggu
sebelumnya. Hal ini dikarenakan pengendalian hama yang dilakukan secara
mekanis maupun kimiawi berupa penyemprotan insektisida. Sedangkan keparahan
serangan pada minggu ke-2 ini mencapai 27,5%. Pada pengamatan minggu ke-3
ini diperoleh intensitas serangan (IS) sebesar 36,81%. Angka ini menunjukkan
bahwa serangan hama yang menyerang tanaman bawang merah memiliki
peningkatan dari minggu ke-2. Faktor penyebab hal ini dapat dikarenakan kondisi
lingkungan yang memungkinkan timbulnya hama. Keparahan serangan pada
minggu ke-3 ini mencapai 50,83%. Pengamatan minggu ke-4 ini diperoleh
intensitas serangan (IS) sebesar 15,09%. Sedangkan keparahan serangan pada
minggu ke-4 ini mencapai 20,83%.
Suatu budidaya yang dilakukan petani dilahan tidak lepas dari adanya
usahatani, usahatani disini untuk mengetahui seberapa besar biaya produksi,
penerimaan dan pendapatan yang diperoleh petani. Sehingga dengan adanya
analisis usahatani ini diharapkan petani dapat mengetahui tingkat efisiensi yang
baik. Lahan pada praktikum ini tidak terdapat biaya sewa lahan karena merupakan
lahan milik pribadi. Biaya pengeluaran pada usahatani ini berupa biaya produksi
yang meliputi pembelian benih bawang merah, sarana irigasi atau berupa air untuk

melangsungkan proses penyiraman tanaman, pembelian pupuk organik dan non


organik, insektisida. Pada usahatani ini tidak terdapat biaya tenaga kerja karena
tenaga kerja dihasilkan dari tenaga kerja sendiri bukan tenaga kerja luar.
Sehinggga total biaya produksi pada usahatani tanaman bawang merah ini
sejumlah Rp 231.000,Tanaman bawang merah Bapak Kasimin ini di panen pada hari Sabtu 6
Desember 2014. Bawang merah yang dihasilkan pada panen kali ini sejumlah 500
kg, dengan harga jual Rp. 8.000,-/kg sehingga penerimaan yang didapatkan dari
tanaman bawang merah ini sejumlah Rp. 4.000.000,- dengan pendapatan bersih
Rp 3.769.000,- yang dihasilkan dari penerimaan dikurangi dengan biaya produksi.
Pada suatu usaha tani, perlu adanya Break Even Point (BEP) yang digunakan
untuk mengetahui tingkat titik impas pada suatu produksi, jika seorang petani
menerapkan sistem BEP ini maka petani akan mengetahui titik dimana petani
tidak mengalami kerugian maupun keuntungan. Dari data perhitungan yang
dilakukan, BEP pada usahatani bawang merah ini terdapat BEP produksi dan BEP
harga yang masing-masing memiliki nilai Rp 462,-/kg dan Rp 29,- sedangkan ROI
(Return Of Investation) pada usaha tani ini adalah sebesar 73,16 %. Hal ini
maksudnya adalah pengembalian keuntungan yang diperoleh petani dari hasil
budidayanya sehingga petani dapat melakukan investasi pada setiap usahatani
yang dilakukannya. Jumlah ROI tersebut memiliki jumlah yang cukup besar,
dalam arti petani memiliki keuntungan yang besar karena adanya usahatani
tanaman bawang merah ini.

VI.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan keadaan organisme


pengganggu tanaman (OPT) pada praktikum ini maka dapat ditarik kesimpulan
antara lain :
1. Kondisi umum di lahan pertanian bawang merah milik Bapak Kasimin dan Ibu
Sumini sangat subur dengan tanah basah dan terbuka (sinar matahari
langsung). Luas lahan ini sebesar 800 m2 dibudidayakan cara tanam dengan
menggunakan bendengan. Jarak tanam yang digunakan untuk tanaman bawang
merah sekitar 10 cm x 10 cm.
2. Cara budidaya tanaman bawang merah dimulai dengan persiapan lahan,
pengolahan lahan, pengistirahatan lahan, pembuatan guludan, pemilihan bibit,
penanaman, penyemprotan pestisida, penyiangan, pendangiran, pemupukan,
dan panen.
3. Terdapat OPT pada lahan bawang merah yaitu hama ulat daun dengan siklus
hidup dari telur sampai imago adalah 3 4 minggu. Cara pengendaliannya
yaitu dengan pengendalian hayati, teknis, dan kimiawi.
4. Insektisida yang digunakan untuk mengendalikan hama ulat daun adalah CNG,
Biotogro, dan Digro.
5. Musuh alami yang ditemukan di lahan antara lain, capung dan kumbang.
Sedangkan gulma yang terdapat di lahan adalah rumput teki.
6. Total hasil produksi bawang merah dengan luas lahan 800 m2 adalah 500 kg.
Harga jualnya Rp 8.000,00/kg. Penerimaan yang didapatkan sejumlah Rp
4.000.000,00 dan total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 231.000,00,
sehingga diperoleh pendapatan/keuntungan sebesar Rp 3.769.000,00.
7. BEP produksi 462 kg dengan BEP harga produksi Rp 8.875,00/kg. Nilai BEP
tersebut berarti pada saat diperoleh produksi 462 kg bawang merah dari usaha
tani tersebut tidak menghasilkan keuntungan maupun mengalami kerugian dan
pada saat harga bawang merah di tingkat petani sebesar Rp 8.875,00/kg, maka
usaha tani bawang merah tidak mendapat keuntungan dan akan mengalami
kerugian.

8. B/C Ratio 17,3 yang berarti dengan mengeluarkan biaya sebesar Rp


231.000,00 akan memperoleh keuntungan sebesar 17,3 kali lipat. ROI sebesar
73,16 % atau setiap Rp 100 yang digunakan akan diperoleh kerugian sebesar
Rp 73,16.

VII.

SARAN

Berdasarkan hasil pengamatan, pembahasan, dan kesimpulan di atas, kami


dapat memberikan saran terkait evaluasi PHT pada budidaya bawang merah.
Pembudidayaan bawang merah dilakukan sesuai dengan kondisi yang cocok dan
perawatan yang baik sehingga menghasilkan produksi yang memiliki kuantitas
dan kualitas yang baik. Hama yang menyerang tanaman harus segera ditangani
sehingga kerugian yang ditimbulkan tidak terlalu besar. Selain itu pengendalian
terhadap hama ini memerlukan perhatian terutama mengenai dampaknya terhadap
lingkungan. Oleh karena itu, petani perlu mengetahui dan melaksanakan
pengendalian hama terpadu agar tetap diperoleh produksi yang tinggi, penghasilan
petani meningkat, populasi OPT dan kerusakan tanaman tetap pada aras secara
ekonomi tidak merugikan, serta resiko pencemaran lingkungan akibat penggunaan
pestisida yang berlebihan dapat diminimalisir.

DAFTAR PUSTAKA
Rabinowitch, H.D. dan Currah, L. 2002. Allium Crop Science: Recent Advances.
Cabi Publishing. Shanhua Taiwan.
Rahayu, Estu. 2008. Bawang Merah. Jakarta: Penebar Swadaya.
Singgih, W. 1994. Budidaya Bawang: Bawang Putih, Bawang Merah, Bawang
Bombay. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sumarni, N. dan Rosliani, R. 1995. Ekologi Bawang Merah. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hortikultura Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Jakarta.
Surojo G, 2006, Pemupukan dan Pemeliharaan Bawang Merah, Dipertabun,
Nganjuk
Surojo G, 2006, Penggunaan Benih dan Pemeliharaan Bawang Merah,
Dipertabun, Nganjuk
Wibowo, Singgih. 2006. Budi Daya Bawang Putih, Merah, dan Bombay. Jakarta:
Penebar Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai