Case Dss Edit
Case Dss Edit
BAB I
LAPORAN KASUS
I.1. IDENTIFIKASI
Nama
: An. AS
Umur
: 4 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat badan
: 13 kg
Tinggi badan : 95 cm
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Palembang
Kebangsaan
: Indonesia
Alamat
: Jl. Kamboja No. 1402 RT 22 RW 08 Kelurahan 20 Ilir,
Palembang
MRS
hitam tidak ada. BAB tidak ada keluhan, BAK sedikit. Penderita tidak
dibawa berobat.
Sejak 1 hari SMRS kaki dan tangan penderita teraba dingin dan
lembab. Penderita tampak gelisah. Penderita tidak mau makan dan minum.
Penderita dibawa ke RS swasta. Selama perawatan 1 hari di sana, penderita
diberikan infus total 5 kolf.
Sejak 9 jam SMRS penderita mengalami muntah hitam dan BAB
hitam. Penderita tampak semakin lemah dan gelisah. Demam turun namun
tangan dan kaki penderita teraba dingin. Penderita dirujuk ke RSMH.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat sakit malaria disangkal
Riwayat bepergian ke luar daerah disangkal
Riwayat Penyakit dalam Keluarga:
Riwayat keluarga yang menderita DBD disangkal.
Riwayat Kehamilan Ibu dan Kelahiran:
GPA
: P3A0
Penyakit/komplikasi kehamilan
: (-)
Masa kehamilan
: Cukup bulan
Partus
: Spontan
Ditolong oleh
: Bidan
Berat badan
: 3000 gram
Panjang badan
: 48 cm
: Langsung menangis
Riwayat Makanan
ASI
Bubur susu
Nasi tim
Nasi biasa
Telur
Ikan
Sayuran
1 gelas/hari
Os (4 th)
Riwayat Perkembangan
Tengkurap
: 3 bulan
Merangkak
: 5 bulan
Duduk
: 6 bulan
Berdiri
: 9 bulan
Berjalan
: 10 bulan
Berbicara
: 1,5 tahun
Kesan
Riwayat Imunisasi
BCG
DPT
Polio
Hepatitis B
Campak
: (+)
Kesan
: gizi baik
KEADAAN SPESIFIK
Kepala
Kesan kepala : Normocephali
UUB
: Menutup
Rambut
: Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Mata
: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema palpebra
(+), refleks cahaya +/+, pupil bulat, isokor, diamater 3
mm, mata cekung (-)
Hidung
: Sekret (-), nafas cuping hidung (-)
Telinga: Sekret (-)
Mulut
: Stomatitis angularis (-), atrofi papil lidah (-), mukosa bibir
dan
tongue (-)
Tenggorokan : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang
Leher
Thorax
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
epigastrium
: Stemfremitus kanan melemah pada bagian basal
Perkusi
paru
: Sonor pada lapangan paru kiri, redup pada paru
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
: Cembung
Palpasi
: Tegang, nyeri tekan (+), hepar dan lien sulit dinilai
Perkusi
: Shifting Dulllness (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Kelenjar Getah Bening : Tidak ada pembesaran
Ekstremitas
: Akral dingin (+/+), edema (-), sianosis (-), ptechiae
spontan (-), hematom (+), CRT < 2 detik
Pemeriksaan Neurologi
Fungsi motorik
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Klonus
Reflek Fisiologis
Reflek Patologis
Tungkai
Kanan
Kiri
Luas
Luas
5
5
Eutoni
Eutoni
(+) normal (+)
normal
-
Fungsi sensorik
: normal
Nervi Craniales
: normal
: (-)
Lengan
Kanan
Kiri
Luas
Luas
5
5
Eutoni
Eutoni
(+) normal (+) normal
-
: 11,3 g/dl
Ht
: 30 vol %
Leukosit
: 11.000/mm3
LED
: 2 mm/jam
Trombosit
: 42.000/mm3
Hitung jenis
: 0/0/2/45/38/15
: 117 mg/dl
Albumin
: 1,9 g/dl
Natrium
: 129 mmol/l
Kalium
: 4,7 mmol/l
TD
: 90/60 mmHg
Nadi
Respirasi
: 52 x/menit
Suhu
: 37,0C
Keadaan Spesifik
Kepala
Pulmonal
Abdomen
Ekstrimitas
IVFD RL 10 cc/kgBB/jam
Simetidine 2 x 120 mg
: dubia ad bonam
Quo ad functionam
: bonam
FOLLOW UP
Tanggal
Keterangan
10
D : 6,6 cc/kgBB/jam
A: DSS dengan perbaikan
P: O2 nasal 1 liter/menit (nasal)
IVFD RL 2 cc/kgBB/jam = 26 cc/jam D5% NS
Cimetidine 2 x 120 mg
Cek HB, Ht, Trombosit serial
Balance cairan per 12 jam
Kurva suhu per 6 jam
Diet BB 1150 kkal + protein 200 gr
Ht : (39 28) : 28 = 39,2 %
Hasil lab = Hb : 10,1 gr/dL; Ht : 28 vol%; Trombosit : 90.000/mm2
11
O : 240 cc
IWL : 71,875 cc
B : -111,875 cc
D : 0,9 cc/kgBB/jam
A: DSS dengan perbaikan
P: IVFD D5% NS gtt VI x/m
Cimetidine 2 x 120 mg
Cek HB, Ht, Trombosit serial
Balance cairan per 12 jam
Kurva suhu per 6 jam
Diet BB 1150 kkal + protein 200 gr
Hasil lab (2-10-12) = Hb : 10,6 gr/dL; Ht : 29 vol%; Trombosit :
146.000/mm2
Pemeriksaan rontgen thorax
12
BAB II
13
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi Syok
Syok didefinisikan sebagai gangguan sirkulasi yang mengakibatkan
penurunan kritis perfusi jaringan vital atau menurunnya volume darah
yang bersirkulasi secara efektif. Kekurangan oksigen dalam keadaan syok
ini akan diimbangi dan dikompensasi oleh metabolisme anaerob, namun
bila kekurangan perfusi tidak dapat diperbaiki, lama kelamaan
metabolisme anaerob dengan glukosa akan menimbulkan asidum laktikum
dan asidum piruvikum, sehingga terjadi asidosis metabolik, yang
mengganggu kehidupan sel-sel. Dengan demikian, hipoksia jaringan akibat
kekurangan perfusi yang berlangsung terlalu lama dan progresif akan
merusak sel-sel dan akhirnya akan menyebabkan kematian.
2.2.
Klasifikasi Syok
Menurut Hinshaw dan Cox (1972), klasifikasi dari syok yaitu:
1. Syok hipovolemik, merupakan jenis syok yang paling sering terjadi
14
Syok Obstruktif, pada kondisi ini terjadi obstruksi aliran darah yang
menghambat sirkulasi dan dapat menyebabkan circulatory arrest.
Menurut McCance dan Huether syok terbagi atas:
1. Syok hipovolemik
2. Syok kardiogenik
3. Syok neurogenik
4. Syok anafilaktik
5. Syok septik
Sedangkan menurut Rice, syok neurogenik, anafilaktik dan septik
termasuk dalam syok distributif.
15
2.4.
Epidemiologi
DBD masih menjadi masalah kesehatan utama di Asia dan Pasifik
khususnya Indonesia. Angka kematian DSS di rumah sakit masih tinggi.
Data di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM antara 1 Januari
2003 sampai dengan 30 Juni 2004 didapatkan jumlah kasus DBD yang
dirawat sebanyak 263 pasien. Jumlah kasus DSS pada periode tersebut
sebesar 31,7% DBD derajat III, diikuti DBD derajat II sebesar 30,7% dan
DBD ensefalopati pada DBD derajat IV sebesar 1%.2
Sejak tahun 2004 kasus DBD terus meningkat dan meluas sampai
lebih dari 350 kabupaten/kota. Peta insiden DBD di Indonesia pada tahun
16
2009 memperlihatkan seluruh wilayah jawa insidensinya lebih dari 3,5 per
10.000 penduduk dan di Jawa Tengah sendiri sebesar 5,6/ 10.000
penduduk. Meski sejak tahun 2007 angka kematian sudah berada di bawah
2%, namun yang dijadikan indikator nasional adalah masih diatas 1%.2
2.5.
Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus
merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat
rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106. Terdapat 4 serotipe virus
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi oleh salah satu jenis
serotipe ini akan memberikan kekebalan seumur hidup tetapi tidak
menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga seseorang
yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak 4
kali seumur hidupnya. Dengue adalah penyakit daerah tropis dan
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini adalah nyamuk rumah
yang menggigit pada siang hari. Faktor resiko penting pada DHF adalah
serotipe virus, dan faktor penderita seperti umur, status imunitas, dan
predisposisi genetis.1
2.6.
Patofisiologi
Imunopatogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang
kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan
patogenesis pada DBD dan DSS yaitu hipotesis infeksi sekunder
(secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody dependent
enhancement (ADE).3
1) Teori Infeksi Sekunder (secondary heterologous infection)
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang
mendapatkan infeksi primer dengan satu jenis virus, akan terjadi proses
kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis virus tersebut untuk jangka
waktu yang lama. Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan
sebagai seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue,
akan mempunyai antibodi yang dapat menetralisir antigen yang sama
(homologous).
17
peningkatan
(enhancement)
infeksi
virus
DEN.
disebabkan
kerusakan
endothel
pembuluh
darah
yang
18
19
20
21
Manifestasi Klinis
a) Demam Dengue
Masa tunas berkisar antara 3-5 hari (pada umumnya 5-8 hari),
kepustakaan lain 1-7 hari. awal penyakit biasanya mendadak, disetai
gejala prodromal meliputi nyeri kepala, nyeri berbagai bagian tubuh,
anoreksia, rasa menggigil dan malaise. Terdapat trias yaitu demam
tinggi, nyeri anggota badan dan timbul ruam. Ruam timbul pada 6-12
jam sebelum suhu naik pertama kali yaitu pada hari sakit ke 3-5
berlangsung 3-4 hari, kepustakaan lain menyebutkan 24-48 jam setelah
timbul demam. Ruam bersifat makulopapular, generalis dan menghilang
pada tekanan.4,5
Pada lebih dari separuh pasien, gejala yang timbul mendadak
disertai kenaikan suhu, nyeri kepala hebat, nyeri dibelakang bola mata,
punggung, otot, sendi disertai rasa menggigil. Beberapa penderita
22
23
Penegakan Diagnosis
Hingga kini diagnosis DBD/DSS masih didasarkan atas patokan
yang telah dirumuskan oleh WHO pada tahun 1975 yang terdiri dari 4
kriteria klinik dan 2 kriteria laboratorik dengan syarat bila kriteria
laboratorik terpenuhi ditambah minimal 2 kriteria klinik pertama, dengan
ketepatan diagnosis 70-90% atau 87%.7
Kriteria Klinik:
Demam tinggi dengan mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari,
dengan sebab tidak jelas dan hampir tidak dapat dipengaruhi oleh
24
Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien
tersangka
demam
dengue
adalah
melalui
pemeriksaan
kadar
25
plasma.
SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan
26
Uji III: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat
pulang dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan
surveilans.7
b. Pemeriksaan radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks
kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat
dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada
sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi
badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi
dengan pemeriksaan USG.7
2.10. Diagnosis Banding
Demam pada fase akut mencakup spektrum infeksi bakteri dan
virus yang luas. Pada hari-hari pertama diagnosis DBD sulit dibedakan
dari morbili dan ITP yang disertai demam. Pada hari demam ke3-4,
kemungkinan diagnosis DBD akan semakin besar, apabila gejala klinis
lain seperti manifestasi perdarahan dan pembesaran hati menjadi nyata.
Kesulitan kadang-kadang dialami dalam membedakan syok pada DBD
dengan sepsis; dalam hal ini trombositopeni dan hemokonsentrasi
disamping penilaian gejala klinis lain seperti tipe dan lama demam dapat
membantu.5,6
Semua penyakit dengan demam tinggi mendadak meliputi: Faringitis akut;
ISK akut; Infeksi susunan saraf akut; Malaria; Proses supurasi;
Chikungnya dapat dipertimbangkan sebagai diagnosis banding.8
2.11.
Penatalaksanaan
DBD dengan renjatan8
Prinsip pengobatan meliputi: atasi segera hipovolemi, lanjutkan
penggantian cairan yang masih terus keluar dari pembuluh darah selama
12-24 jam , atau paling lama 48 jam, koreksi keseimbangan asam-basa,
beri darah segar bila ada perdarahan hebat.
1. Mengatasi renjatan.
Sebaiknya diberikan cairan kristaloid yang isotonis atau yang
sedikit hipertonis. Cairan yang dapat dipakai: Ringer Laktat (RL);
Glukose 5% dalam half strength NACL 0,9%; RL-D5, dibuat dengan
27
serum tinggi.
NaCl 0,9 : D10 aa
cairan kristaloid + cairan plasma ekspander
Atau cairan rekomendasi dari WHO, berupa:
Ringer laktat (RL), atau dekstrosa 5% dalam ringer laktat (D5/RL)
28
(D5/RA)
NaCL 0,9% (garam faali=GF), atau dekstrosa 5% dalam garam
faali (D5/GF)
3. Kecepatan/Dosis cairan maintenance
Setelah renjatan teratasi dan penderita mulai masuk kedalam stadium
penyembuhan, maka pemberian cairan hendaknya dilakukan secara
hati-hati karena dapat terjadi hipervolemia, hal ini karena cairan yang
terdapat di ruang ekstravaskular mulai direabsorbsi kedalam vascular.
Dosis yang sering digunakan ialah 100-150 ml/kgBB/24 jam.
4. Tranfusi darah
Sebaiknya darah segar; pada perdarahan hebat baik hematemesis,
melena atau epistaksis yang memerlukan tamponade; bila setelah 24-48
jam setelah pengobatan renjatan anak jatuh ke dalam renjatan lagi
walaupun belum terlihat perdarahan; pada kadar hematokrit yang
rendah (< 35-40%) tetapi anak masih syok; Dosis 10-20 ml/kgBB,
dapat ditambah bila perdarahan berlangsung terus2. Pada perdarahan
gastrointestinal hebat (kadang dapat diduga dari menurunnya Hb dan Ht
sedang perdarahan sendiri tidak kelihatan).
5. Obat-obatan
Antibiotik. Diberikan bila prolonged shock, ada infeksi sekunder,
sebagai
profilaksis.
Dapat
digunakan
Ampisilin
400-800
perdarahan
(penurunan trombosit
<
75000/mm dan fibrinogen < 100mg%), dosis 0,5 mg/kgBB IV tiap 4-6
jam. Sedang menurut Sumarmo (1981) pemakaian heparin kurang
mengesankan.
Dipyridamol dan asetosal. Maksud pemberian obat ini adalah untuk
mencegah adhesi dan agregasi trombosit dalam kapiler, pula mencegah
permulaan terjadinya DIC. Sumarmo (1983) tidak menganjurkan
pemakaian asetosal pada penderita dengan kecenderungan perdarahan.
29
pada penderita
dengan
30
(keberhasilan therapy)
Laboratorium: Ht setiap 2 jam selama keadaan masih gawat, makin
ginjal
DIC:
masa
perdarahan,
masa
pembekuan,
DBD Derajat IV
1.
2.
Keadaan memburuk
Nadi lembut/tidak teraba
Tekanan nadi <20 mmHg
Distres pernafasan/sianosis
Kulit dingin dan lembab
Ekstremitas dingin
1. Lanjutkan cairan kristaloid
20 ml/kgBB/jam
31
2.Tambahan koloid/plasma
dekstran/FPP
10-20 (max 30) ml/kgBB/jam
Evaluasi ketat
Tanda vital
Tanda perdarahan
Diuresis
Pantau Hb, Ht, Trombosit
3. Koreksi asidosis
Evaluasi 1 jam
Tetesan 3 ml/kgBB/jam
Syok teratasi
Ht turun
Ht tetap tinggi/naik
Transfusi darah
koloid 20 ml/kgBB
segar 10 ml/kgBB
Diulang sesuai kebutuhan
Gambar 11. Tatalaksana kasus DSS (DBD derajat III dan IV)
Keterangan gambar 11
1. Segera beri infus kristaloid (Ringer Laktat atau NaCl 0,9% ) 20 ml/kgBB
secepatnya( diberikan dalam lobus selama 30 menit) dan oksigen 2
liter/menit. Untuk DSS berat (DBD derajat IV, nadi tidak teraba dan tensi
tidak terukur, diberikan ringer laktat 20 mg/kgBB bersama koloid).
Observasi tensi dan nadi tiap 15 menit, hematokrit dan trombosit tiap 4-6
jam. Periksa elektrolit dan gula darah.
2. Apabila dalam waktu 3 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat
belum dilanjutkan 20 ml/kgBB, ditambah plasma (fresh frozen plasma)
atau koloid (dekstran 40) sebanyak 10-20 ml/kgBB, maksimal 30 ml/kgBB
(koloid diberikan pada jalur infus yang sama dengan kristaloid, diberikan
secepatnya. Observasi keadaan umum, tekanan darah,keadaan nadi tiap 15
menit, dan periksa hematokrit tiap 4-6 jam. Kotreksi asidosis,elektrolit dan
gula darah.
2.12. Prognosis
Tergantung dari beberapa faktor seperti, lama dan beratnya
renjatan, waktu, metode, adekuat tidaknya penanganan; ada tidaknya
32
rekuren syok yang terjadi terutama dalam 6 jam pertama pemberian infus
dimulai, panas selama renjatan, tanda-tanda serebral.8
2.13.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi berupa syok ringan/berat, syok
berulang, kegagalan pernafasan akibat edema paru atau kolaps paru, efusi
pleura, asites, ensefalopati dengue, kegagalan jantung, sepsis.8
BAB III
ANALISIS KASUS
Dari hasil anamnesis didapatkan an.A, perempuan, 4 tahun datang dengan
keluhan utama kaki dan tangan yang dingin. Sebelumnya, sejak 5 hari yang lalu
pasien mengalami demam tinggi. yang artinya penderita mendapat infeksi, bisa
berupa infeksi bakteri (infeksi saluran nafas), infeksi virus (demam dengue,
DHF), atau infeksi parasit (misal malaria).
Demam pada malaria sesuai dengan tipe plasmodium penyebab malaria.
Plasmodium vivax/ ovale menyebabkan demam timbul selang satu hari. Demam
pada malaria yang disebabkan oleh Plasmodium malariae timbul selang dua hari.
Selain itu, tidak ditemukan riwayat berpergian ke daerah endemik sebelumnya.
Maka kemungkinan sakit malaria dapat disingkirkan.
Tidak adanya batuk, pilek, dan sesak napas mengurangi kemungkinan
adanya infeksi di saluran napas.
Pada demam berdarah dengue (DBD), demam
mendadak selama 2-7 hari yang diselingi fase turunnya demam (fase kritis) pada
hari ke 3, 4 atau 5 demam. Seperti yang terjadi pada pasien ini dimana demam
dimulai pada 5 hari SMRS dan mengalami penurunan pada hari ke 4.
Pada pasien juga ditemukan manifestasi perdarahan berupa epistaksis dan
melena, Namun, uji torniquet menunjukkan negatif. Dari gejala diatas maka
33
hasil pemeriksaan
serologi dapat dilakukan berupa pemeriksaan IgG dan IgM yang dapat
dianjurkan pada pasien ini pada demam hari ke 6 dan ke 7.
Kondisi pasien pada saat 1 hari SMRS pasien dalam keadaan gelisah,
lemah, kaki tangan dingin, dan frekuensi serta banyaknya BAK sedikit, dan pada
saat MRS Moh. Hoesin pasien telah mendapat resusitasi di RS Charitas sehingga
pasien datang dalam keadaan compos mentis, nadi cukup, takikardia, takipnea,
dan disertai dengan kaki dan tangan yang teraba dingin. Dari data-data diatas
34
35
trombosit diatas 50.000, telah melewati fase kritis, serta keadaan umum pasien
stabil maka pasien dapat dipulangkan.
.
.
.
DAFTAR PUSTAKA
1. Evid, C. Dengue Haemorrhagic or Dengue Shock Syndrome in Children.
PMC2907812: 2009.
2. Puspanjono, MT dkk. Comparison of serial blood lactate level between
dengue shock syndrome and dengue hemorrhagic fever (evaluation of
prognostic value) . Paediatrica Indonesiana, Vol 47, No 4, Juli 2007.
3. Soegijanto S , 2004 . Demam berdarah dengue. Airlangga University Press
Surabaya. Hal 99.
4. Prober, Charles G, Ilmu Kesehatan Anak NELLSON Jilid 2, edisi bahasa
Indonesia edisi 15. Jakarta: 1999.
5. Sumarmo, S, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi Dan Penyakit
Tropis, Ed. Pertama, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta, 2002.
6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta: 1985.
7. World Health Organization, 2005. Dengue, Dengue Hemorrhagic Fever,
and Dengue Shock Syndrome in the Context of the Integrated
Management of Childhood Illness. World Health Organization.
8. Rampengan, TH, Laurentz, IR. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. EGC.
Jakarta: 1993.
36