Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Prolapsus uteri adalah pergeseran letak uterus ke bawah sehingga
serviks berada di dalam orifisium vagina. Derajat satu kalau masih di atas
introitus vagina (dalam vagina), derajat dua bila organ yang turun tersebut
telah mencapai introitus vagina (1 cm sebelum atau sesudah bekas
hymen), derajat tiga kalau bagian yang turun tersebut telah keluar dari
introitus vagina dan derajat empat bila seluruh uterus telah keluar dari
vagina Penyebab prolapsus uteri adalah multifaktorial, secara umum
antara lain; frekuensi partus yang tinggi, partus dengan penyulit, asites
atau

tumor-tumor

daerah

pelvis,

usia

tua,

defisiensi

hormonal

(hipoestrogen) akibat menopause, batuk kronis, obesitas, aktivitas angkat


berat, konstipasi kronis dan disfungsi neuromuskuler.1,2
Pada prolapsus uteri gejala sangat berbeda-beda dan bersifat
individual. Kadang kala penderita dengan prolaps yang sangat berat tidak
mempunyai keluhan apapun, sebaliknya penderita lain dengan prolaps
ringan mempunyai banyak keluhan. Keluhan penderita pada saat datang ke
rumah sakit yang tersering antara lain perdarahan, infeksi dan nyeri.
Sedangkan keluhan akibat penyakit yang sering dijumpai antara lain;
perasaan adanya benda yang mengganjal didalam vagina, perasaan ada
sesuatu yang keluar, nyeri pinggang, kesulitan koitus sampai kesulitan
berjalan. Pada kasus prolapsus uteri derajat III dimana uterus sudah keluar
dari introitus vagina biasanya akan disertai dengan sekret purulen, ulkus
dekubitus dan perdarahan.1,3
Insidensi prolapsus uteri akan meningkat jumlahnya seiring dengan
meningkatnya usia harapan hidup wanita. Diperkirakan bahwa the lifetime
risk menjalani operasi untuk prolapsus atau inkontinensia adalah 11,1%.3
Di Indonesia sejak zaman dahulu telah lama dikenal istilah peranakan
turun dan peranankan terbalik. Dewasa ini penentuan letak alat genital
bertambah penting artinya bukan saja untuk menangani keluhan-keluhan

yang ditimbulkan olehnya, namun juga oleh karena diagnosis letak yang
tepat perlu sekali guna menyelenggarakan berbagai tindakan pada uterus.2,3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi dan Klasifikasi
Prolapsus adalah jatuh atau tenggelamnya suatu bagian atau viskus.
Prolapsus uteri adalah rahim keluar atau menonjol di vagina. Prolapsus
uteri adalah pergeseran letak uterus ke bawah sehingga serviks berada di
dalam orifisium vagina (prolapsus derajat 1), serviks berada di luar
orifisium (prolapsus derajat 2), atau seluruh uterus berada di luar
orifisium.1,2
Prolapsus uteri diklasifikan sebagai berikut:3,4
Friedman dan Little ( 1961 ) mengemukakan beberapa macam
klasifikasi yang dikenal yaitu:
1. Prolapsus uteri tingkat I, dimana serviks uteri turun sampai introitus
vagina; Prolapsus uteri tingkat II, dimana serviks menonjol keluar dari
introitus vagina ; Prolapsus uteri tingkat III, seluruh uterus keluar dari
vagina; prolapsus ini juga disebut prosidensia uteri.
2. Prolapsus uteri tingkat I, serviks masih berada di dalam vagina;
Prolapsus uteri tingkat III, serviks keluar dari introitus, sedang pada
prosidensia uteri uterus seluruhnya keluar dari vagina.
3. Prolapsus uteri tingkat I, serviks mencapai introitus vagina; Prolapsus
uteri tingkat II, uterus keluar dari introitus kurang dari setengah
bagian; Prolapsus uteri tingkat III, uterus keluar dari introitus lebih
besar dari setengah bagian.
4. Prolapsus uteri tingkat I, serviks mendekati prosesus spinosus;
Prolapsus uteri tingkat II, serviks terdapat antara prosesus spinosus dan
introitus vagina; Prolapsus uteri tingkat III, serviks keluar dari
introitus.
5. Klasifikasi ini sama dengan klasifikasi D, ditambah dengan prolapsus
uteri tingkat IV (prosidensia uteri).
Klasifikasi prolapsus uteri menurut Sjamsuhidajat dan Jong (2004):
1.

Prolapsus uteri tingkat I


3

Yaitu serviks tetap di dalam vagina. Pada sebagian pasien keadaan


ini biasanya tanpa disertai keluhan, pasien akan memeriksakan
keadaannya jika terdapat keluhan dan derajat prolaps bertambah.
2.

Prolapsus uteri tingkat II


Yaitu portio kelihatan di introitus (pintu masuk) vagina. Keadaan
ini disebabkan karena otot-otot yang menopang rahim menjadi lemah
dan biasanya terjadi pada wanita yang menginjak usia tua dan
mempunyai banyak anak. Gejala-gejala sering timbul setelah
menopause ketika otot menjadi lemah, gejala yang dirasakan pasien
adalah punggung bagian bawah terasa nyeri dan ada perasaan yang
mengganjal pada vagina, bahkan pada sebagian wanita keadaan ini
tidak ada keluhan.

3.

Prolapsus uteri tingkat III


Disebut juga prosidensia uteri (seluruh rahim keluar dari vulva),
dikarenakan otot dasar panggul sangat lemah dan kendor sehingga
tidak mampu menopang uterus. Keadaan ini juga terjadi pada wanita
dalam masa menopause dikarenakan menurunnya hormon estrogen.
Pada kasus ini prolapsus uteri dapat disertai sistokel, enterokel atau
rektokel. Keadaan ini juga mengganggu kegiatan sehari-hari penderita
karena keluhan yang dirasakan dan komplikasi yang terjadi.

Berdasarkan Baden Walker System:

Gambar 1. Baden Walker System


B. Etiologi
Prolapsus terjadi bila otot dan ligamentum dasar panggul sangat
teregang terutama akibat persalinan lama atau usia tua (umumnya
prolapsus terjadi pada usia diatas 55 tahun) selain hal tersebut etiologi lain
adalah :5,6

Keganasan uterus
Obesitas
Diabetes
Bronchitis chronis
Asma
Pekerjaan - pengangkat beban berat terutama bila otot panggul sudah
lemah atau uterus retroversion.

C. Patofisiologi
Prolapsus uteri terdapat dalam berbagai tingkat, dari yang paling
ringan sampai prolapsus uteri totalis. Terutama akibat persalinan,
khususnya persalinan pervagina yang susah dan terdapatnya kelemahankelemahan ligament yang tergolong dalam fasia endopelviks dan otot-otot
serta fasia-fasia dasar panggul.Juga dalam keadaan tekanan intraabdominal
yang meningkat dan kronik akan memudahkan penurunan uterus, terutama
apabila tonus otot-otot mengurang seperti pada penderita dalam
menopause.6,7

Serviks uteri terletak diluar vagina,akan tergeser oleh pakaian wanita


tersebut.dan lambat laun menimbulkan ulkus yang dinamakan ulkus
dekubitus. Jika fasia di bagian depan dinding vagina kendor biasanya
trauma obstetrik, ia akan terdorong oleh kandung kencing sehingga
menyebabkan penonjolan dinding depan vagina kebelakang yang
dinamakan sistokel.6-8
D. Gejala dan Tanda Klinis
Gejala dan tanda-tanda sangat berbeda dan bersifat individual.
Kadangkala penderita yang satu dengan prolaps uteri yang cukup berat
tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya penderita lain dengan
prolaps ringan mempunyai banyak keluhan.3,7
Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai:3,5,7,8
1. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di
genetalia eksterna.
2. Rasa sakit di pinggul dan pinggang(Backache).Biasanya jika penderita
berbaring,keluhan menghilang atau menjadi kurang.
3. Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula mula pada siang hari,kemudian
lebih berat juga pada malam hari.
4. Perasaan seperti kandung kencing

tidak

dapat

dikosongkan

seluruhnya.
5. Stress incontinence yaitu tidak dapat menahan kencing jika
batuk,mengejan.
6. Pengeluaran serviks uteri dari vulva menggangu penderita waktu
berjalan dan bekerja.Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan
lecet sampai luka dan dekubitus pada portio uteri.
7. Lekores karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena
infeksi serta luka pada portio uteri.
E. Penatalaksanaan
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan terapi prolapsus
adalah:8-11
Keadaan umum
Masih bersuami atau tidak
Keinginan punya anak
Umur

Tingkat prolaps

Terapi prolaps dapat dibagi:8-10


A. Terapi Kuratif atau Non Operatif
Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan tetapi cukup
membantu. Cara ini dilakukan pada prolapsus uteri ringan tanpa keluhan,
atau penderita masih ingin mendapatkan anak lagi, atau penderita menolak
untuk dioperasi, atau kondisinya tidak mengizinkan untuk dioperasi.
Yang termasuk pengobatan tanpa operasi:
1. Latihan-latihan otot dasar panggul
Dikenal juga sebagai Senam Kegel. Latihan ini sangat berguna
pada prolapsus uteri ringan, terutama yang terjadi pada pasca
persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk menguatkan
otot-otot dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi miksi.
Latihan ini dilakukan selama beberapa bulan.
Teknik senam kegel (seolah-olah menahan kencing) :
-

Kencangkan atau kontraksikan otot seperti menahan kencing,

pertahankan selama 5 detik, kemudian relaksasikan (kendurkan).


Ulangi lagi latihan tersebut setidaknya lima kali berturut-turut.
- Secara bertahap tingkatkan lama menahan kencing 15-20 detik,
lakukan secara serial setidaknya 6-12 kali setiap kali latihan
latihan.

Gambar 2. Senam Kegel


2. Stimulasi otot-otot dengan alat listrik
Kontraksi otot-otot dasar panggul dapat pula ditimbulkan dengan
alat listrik, elektrodenya dapat dipasang dalam pessarium yang
dimasukkan ke dalam vagina.
3. Pengobatan dengan pessarium

Pengobatan dengan pessarium sebenarnya hanya bersifat paliatif,


yakni menahan uterus ditempatnya selama dipakai. Oleh karena itu
jika pessarium diangkat, timbul prolapsus lagi. Prinsip pemakaian
pessarium ialah bahwa alat tersebut mengadakan tekanan pada dinding
vagina bagian atas, sehingga bagian dari vagina tersebut beserta uterus
tidak dapat turun dan melewati vagina bagian bawah. Pessarium yang
paling baik untuk prolapsus genitalia adalah pessarium cincin, terbuat
dari plastik. Jika dasar panggul terlalu lemah dapat digunakan
pessarium Napier. Pessarium ini terdiri atas suatu gagang (steam)
dengan ujung atas suatu mangkok (cup) dengan beberapa lubang, dan
ujung bawah 4 tali. Mangkok ditempatkan dibawah serviks dengan
tali-tali dihubungkan dengan sabuk pinggang untuk memberi sokongan
kepada pessarium. Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun,
asal saja penderita diawasi secara teratur. Periksa ulang sebaiknya
dilakukan 2-3 bulan sekali. Vagina diperiksa dengan inspekulo untuk
menentukan ada tidaknya perlukaan, pessarium dibersihkan dan
disucihamakan, dan kemudian dipasang kembali. Kontraindikasi
terhadap pemasangan pessarium adalah adanya radang pelvis akut atau
sub akut, dan karsinoma.
B. Terapi Operatif9,10
1. Ventrofiksasi
Pada wanita yang masih tergolong muda dan masih menginginkan
anak dilakukan operasi untuk membuat uterus Ventrofiksasi, dengan
cara

memendekkan

ligamentum

Rotundum

atau

mengikatkan

ligamentum rotundum ke dinding perut atau dengan cara operasi


Purandare.
2. Hysterektomi vagina
Hysterektomi vaginal sebagai terapi prolaps kita pilih kalau ada
methroragi, patologi portio atau tumor dari uterus, juga pada prolaps
uteri tingkat lanjut.
3. Manchester Fothergill

Dasarnya ialah memendekkan ligamentum Cardinale. Disamping itu


dasar panggul diperkuat (Perineoplasty) dan karena sering ada
elongasio coli dilakukan amputasi dari portio. Cystokele atau Rectokele
dapat diperbaiki dengan Kolporafia anterior atau posterior.
4. Kolpocleisis ( Neugebauer Le Fort )
Pada wanita tua yang seksual tidak aktif lagi dapat dilakukan operasi
sederhana dengan menghubungkan dinding vagina depan dengan
bagian belakang, sehingga lumen vagina ditiadakan dan uterus terletak
diatas vagina yang tertutup itu. Akan tetapi operasi ini dapat
mengakibatkan tarikan pada dasar kandung kemih kebelakang,
sehingga dapat menimbulkan inkontinensia urine, atau menambah
inkontinensia yang telah ada. Coitus tidak mungkin lagi setelah operasi.
5. Operasi transposisi dari Watkins ( interposisi operasi dari Wertheim )
Prinsipnya ialah menjahit dinding depan uterus pada dinding depan
vagina, sehingga korpus uteri dengan demikian terletak antara dinding
vagina dan vesika urinaria dalam hiperantefleksi dan ekstra peritoneal.
Disambing itu dilakukan amputasi portio dan perineoplasty. Setelah
operasi ini wanita tidak boleh hamil lagi, maka sebaiknya dilakukan
dalam menopause.
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat menyertai prolapsus genitalia adalah: 11-14
1. Keratinisasi Mukosa Vagina dan Portio Uteri
Procidentia uteri disertai keluarnya dinding vagina (inversion)
karena itu mukosa vagina dan serviks uteri menjadi tebal serta berkerut
dan berwarna keputuh-putihan.
2. Dekubitus
Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser
dengan paha dan pakaian dalam, hal itu dapat menyebabkan luka dan
radang dan lambat laun timbul ulcus dekubitus. Dalam keadaan demikian
perlu dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita
berumur lanjut. Biopsi perlu dilakukan untuk mendapatkan kepastian ada
tidaknya karsinoma insitu.

3. Hipertrofi Serviks Uteri dan Elongasio Koli


Jika serviks uteri menurun sedangkan jaringan penahan dan
penyokong uterus masih cukup kuat, maka kerana tarikan ke bawah dari
bagian uterus yang turun serta pembendungan pembuluh darah, serviks
uteri mengalami hipertrofi dan menjadi panjang pula. Hal yang terakhir ini
dinamakan Elongasio Kolli. Hipertrofi ditentukan dengan periksa lihat dan
periksa raba sedang pada elongasio kolli serviks uteri pada pemeriksaan
raba lebih panjang dari biasa.
4. Gangguan miksi dan stress incontinensia
Pada sistocele berat miksi kadang-kadang terhalang, sehingga
kandung kemih tidak dapat dikosongkan sepenuhnya. Turunnya uterus
bias juga menyempitkan ureter, sehingga bias menyebabkan hidroureter
dan hidronefrosis. Adanya Cystocele dapat pula mengubah bentuk sudut
antara kandung kemih dan urethra akibat stress incontinensia.
5. Infeksi Saluran Kemih
Adanya retensio urine memudahkan timbulnya infeksi. Sistitis
yang terjadi dapat meluas ke atas dan menyebabkan Pielitis dan
pielonefritis. Akhirnya hal itu dapat menyebabkan gagal ginjal.
6. Kemandulan
Karena menurunnya serviks uteri sampai dekat pada introitus
vagina atau keluar sama sekali dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.
7. Kesulitan Pada Waktu Partus
Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil, maka pada waktu
persalinan bias timbul kesulitan pada pembukaan serviks, sehingga
kemajuan persalinan terhalang.
8. Haemorhoid
Feses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan obstipasi dan
timbulnya haemorhoid.
9. Inkarserasi Usus Halus
Usus halus yang masuk kedalam enterokel dapat terjepit dan tidak
direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan laparotomi untuk
membebaskan usus yang terjepit.

10

G. Prognosis 15,16
Quo ad vitam: bonam. Prognosis ini di tegakan karena polapsus alat
genital tidak menyebabkankematian apalagi pada pasien ini telah di

tatalaksana
Quo ad fungtionam: dubia ad bonam. Prognosis ini di tegakan karena
pada pasien ini uterus telah diangkatsepenuhnya sehingga tidak dapat
berfungsi lagi, tapi perlu di ingat pasien ini sudahmasuk pada masa
senium

sehingga

uterus

memang

sudah

tidak

berfungsi,

sedangkanvesika urinaria dan rektum telah dikembalikan ke posisi


normal dan dinding dasar panggul sudah di kuatkan sehingga dapat

berfungsi normal kembali.


Quo ad sanationam : bonam. Prognosis ini di tegakan karena biarpun
pada pasien ini telah menopause danada pada masa senium sehingga
terjadi

kelemahan

otot-otot

panggul,

menopause

itusendiri

menyebabkan keadaan hipoestrogen yang adapat menyebabkan otototot dasar panggul seperti diafragma pelvis, diafragma urogenital dan
ligamentum serta fasiaakan mengalami atrofi dan melemah, serta
terjadi atrofi vagina. Selain itu pasien juga menderita konstipasi sejak
muda
H. PROLAPS UTERI DALAM KEHAMILAN13-15
Kalau uterus dengan prolapsus parsialis menjadi hamil maka
biasanya uterus yang membesar itu keluar dari rongga kecil dan terus
tumbuh dalam rongga perut. Kalau uterus naik maka serviks ikut tertarik
keatas sehingga prolaps tidak tampak lagi atau berkurang.
Jika ada prolaps dalam kehamilan maka baiknya uterus ditahan
dengan pessarium sampai bulan keempat, kalau dasar panggul terlalu
lemah sehingga pessarium terus jatuh maka pasien dianjurkan istirahat
rebah sampai bulan keempat. Istirahat mengurangi penderitaan wanita dan
memungkinkan uterus tumbuh secara wajar sampai kehamilan mencapai
cukup bulan.

11

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Prolapsus uteri terjadi karena kelemahan ligamen endopelvik terutama
ligamentum tranversal dapat dilihat pada nullipara dimana terjadi

elangosiokoli disertai prolapsus uteri tanpa sistokel tetapi ada enterokel.


Faktor penyebab yang sering adalah melahirkan dan menopause.
Prolapsus uteri tersebut akan bertingkat-tingkat:
Tingkat I

: Uterus turun dengan serviks paling rendah dalam introitus

vagina
Tingkat II

: Uterus sebagian keluar dari vagina

Tingkat III

: Uterus keluar seluruhnya dari vagina yang disertai dengan

inversio vagina (PROSIDENSIA UTERI)


B. SARAN
Perlunya pencegah terhadap kemungkinan terjadinya prolaps uteri
dengan cara mengosongkan kandung kemih pada kala pengeluaran,
penjahitan perineum yang legeartis, bila perlu lakukan episiotomi,

12

memimpin persalinan dengan baik, hindari paksaan dalam pengeluaran

plasenta (parasat crede).


Penanganan prolapsus uteri sebaiknya dilakukan dengan menilai keadaan
dari keadaan umum pasien, umur, masih bersuami atau tidak, tingkat
prolaps sehingga didapatkan terapi yang paling ideal untuk setiap pasien.

DAFTAR PUSTAKA
1. Juniza F. Prolapsus alat genitalia. Dalam: Buku ajar: Uroginekologi. Bagian
Uroginokologi rekonstruksi. 2002. Jakarta. Bagian Obstetri dan Ginekologi
FKUI/RSUPN-CM. Hal.70 - 762.
2. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan. 2007.
Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 103-131, 421-446
3. Lazarou G. Uterine prolapse: overview. 2010. Emedicine. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/264231-overview. [29-05-2014]
4. Snell RS. Anatomi Klinik Edisi Keenam Bagian II Cavitas Pelvis. 2006.
Jakarta. Penerbit buku kedokteran EGC ; 356-360.
5. Ganon WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20: Endokrinologi,
Metabolisme dan Fungsi Reproduksi. 2002. Mc Graw Hill ; 417-431
6. Winkjosastro H. Ilmu Kandungan. Kelainan Letak Alat-Alat Genital. Edisi
kedua. 2007. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal.
421.
7. Lotisna, D. Prolaps Genitalia. Devisi uroginekologi rekonstruksi. Departemen
Obstetri dan Ginekologi. FK UH. Makassar.
8. Junizaf. Prolapsus alat genitalia. Dalam: Junizaf.

Ed. Buku ajar

uroginekologi. 2002. Jakarta. Subbagian Uroginekologi-Rekonstruksi Bagian


Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN-CM. Hal. 70-75
9. Rasjidi I. Manual Histerektomi: Histerektomi Vaginal. 2008. Jakarta. EGC.
Hal. 180-189.
10. Manuaba I. Dasar-Dasar Teknik Operasi Ginekologi: Operasi Prolaps Uteri.
2009. Jakarta. EGC. Hal.354

13

11. Muchtar R. Kelainan dalam letak alat-alat genital. Dalam: S, Saifuddin AB.
Ed. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
2011: 360-374
12. Suheimi K.H. Penyakit dan Kelainan Alat Kandungan. Prolapsus Uteri. 2008.
http://ksuheimi.blogspot.com/2008/06/penyakit-dan-kelainan-alat
kandungan_26.html [25-05-2014]
13. Clinic
Mayo.
Uterine
Prolaps.

2008.

Womens

Health.

http://www.womenshealthlondon.org.uk/leaflets/prolapse/prolapse.html [2705-2014]
14. Mc. Neeley. G.S. et al. Gynecology and Obstetrics. Pelvic Relaxation
Syndrome. 2008.
15. NN.
Prolaps

Uteri.

2011.

Available

http://www.stjohnsmercy.org/healthinfo/adult/urology/cystocel.asp

at

:
[01-03-

2014]
16. Widjanarko B. 2010. Ginekologi: Disfungsi Sistem Urogenital pada Wanita.

14

Anda mungkin juga menyukai