Bab 1-4 Proposal Ok
Bab 1-4 Proposal Ok
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan
peradangan pada payudara atau mastitis terutama pada primipara karena belum
memiliki pengalaman sebelumnya. Infeksi dapat terjadi melalui luka pada puting susu
tetapi dapat juga melalui peredaran darah, yang disebabkan oleh staphylococcus
aureus (Prawirohardjo, S. 2012)
Mastitis atau infeksi payudara merupakan suatu proses infeksi yang terjadi pada
payudara sehingga dapat menimbulkan reaksi sistemik pada ibu, seperti demam,
payudara tampak bengkak, kemerahan dan ada nyeri biasanya terjadi beberapa
minggu setelah melahirkan (Prawirohardjo, S. 2012).
Pada tahun 2010 Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa jumlah
kasus infeksi payudara yang terjadi pada wanita seperti mastitis, kanker, tumor terus
meningkat, dimana penderita kanker payudara mencapai hingga lebih 1,2 juta orang
yang terdiagnosis, dan 12% diantaranya merupakan infeksi payudara berupa mastitis
pada wanita masa nifas. Sedangkan di Indonesia hanya 0,001/100.000 angka
kesakitan akibat infeksi berupa mastitis (Kemenkes RI. 2011).
Penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Pediatri, menunjukkan bahwa
pengeluaran Air Susu Ibu (ASI) tidak hanya bermanfaat pada bayi tapi juga
mendatangkan manfaat bagi ibu yang menyusui. Menyusui mampu menurunkan
risiko untuk menderita kanker indung telur dan kanker payudara, dan mencegah
terjadinya bendungan ASI yang dapat berakhir menjadi mastitis (Wardhani. 2010).
Mastitis dapat disebut sebagai salah satu masalah yang cukup serius selama
masa menyusui karena bagian yang terkena mastitis umumnya menjadi merah,
bengkak, nyeri dan panas, selain itu temperatur badan ibu meninggi dan kadang
disertai menggigil. Kejadian ini biasanya terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan,
akibat lanjutan dari sumbatan saluran susu. Bila mastitis berlanjut, dapat terjadi abses
payudara. Ibu tampak sakit lebih parah, payudara lebih merah dan mengkilap,
benjolan tidak lagi sekeras pada mastitis, tetapi mengandung cairan (pus) (Wardhani.
2010). Mastitis dan abses payudara terjadi pada semua populasi dengan atau tanpa
kebiasaan menyusui. Insiden yang dilaporkan bervariasi antara 10% - 33% wanita
menyusui (WHO. 2012).
Puskesmas Sambau merupakan salah satu sarana kesehatan yang dituju oleh
warga Batam dalam mendapatkan pelayanan kesehatan, termasuk dalam penanganan
keluhan selama masa menyusui, yang salah satunya adalah mastitis. Berdasarkan
pengamatan pendahuluan terhadap data rekam medis pasien di Puskesmas Sambau
dari tanggal 1 Januari 2014 hingga 10 April 2014 terdapat 20 kasus kejadian mastitis.
Berdasarkan laporan di Puskesmas Sambau diketahui ada sebanyak 57 ibu menyusui.
Melihat banyaknya angka kunjungan ibu menyusui yang mengeluhkan gejala mastitis
sejak empat bulan terakhir membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian mastitis pada ibu menyusui
di Puskesmas Sambau Tahun 2014.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis merumuskan rumusan masalah
dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Variabel penelitian ini terdiri dari variabel
dependen yaitu kejadian mastitis pada ibu menyusui, sedangkan variabel independent
meliputi pengetahuan ibu tentang teknik menyusui, dan frekuensi menyusui.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Mastitis
2.1.1 Pengertian
Mastitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada payudara yang ditandai oleh
puting susu lecet, saluran air susu tersumbat atau pembengkakan payudara (Kodrat,
L.2010)
Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai
infeksi. Penyakit ini merupakan komplikasi antepartum yang jarang namun terkadang
ditemui pada masa nifas dan menyusui. Infeksi hampir selalu unilateral dan
pembengkakan biasanya mendahului inflamasi, yang tanda pertamanya adalah
menggigil atau rasa kaku, dan segera diikuti oleh demam, payudara menjadi keras
dan memerah, bengkak, nyeri, sumbatan saluran susu, dan puting ibu lecet (Rahma,
A. 2011).
Peradangan payudara atau disebut mastitis dapat terjadi sewaktu hamil atau
ketika ibu dalam masa laktasi dan dianggap sebagai porte dentree dari kuman
penyebab mastitis (Staphylococcus aureus), masuknya kuman disebabkan adanya
puting susu yang luka atau lecet, dan kuman secara continue secara berkala menjalar
ke duktulus-duktulus dan sinus (Prawirohardjo, S. 2012). Berdasarkan penyebabnya,
mastitis dibedakan menjadi dua, yaitu: mastitis infeksi dan non infeksi (Riordan &
Auerbach. 2012).
2.1.2 Penyebab Mastitis
Menurut Depkes RI (2007) yang dikutip dalam Khasanah, N (2011), terdapat
beberapa penyebab terjadinya saluran payudara tersumbat dan menjadi mastitis,
sebagai berikut:
a. Ibu jarang menyusui atau menyusui tidak adekuat.
b. Aliran ASI pada sebagian atau seluruh payudara tidak lancar atau adanya
bendungan ASI yang tidak segera ditangani. Disamping itu, hal ini juga terjadi
sebagai akibat tekanan dari bra yang terlalu ketat ataupun tekanan jari selama
menyusui.
c. Jaringan payudara rusak karena trauma pada payudara
d. Bakteri masuk kedalam payudara melalui puting yang retak atau lecet hingga luka.
e. Personal higiene ibu kurang, terutama pada puting susu
Menurut Rahma, A (2011) ada dua penyebab mastitis, yaitu statis ASI dan
infeksi. Statis ASI merupakan penyebab primer yang nantinya dapat berkembang
menjadi infeksi (Rahma, A. 2011)
a) Statis ASI
Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara.
Penyebabnya termasuk kenyutan bayi yang buruk pada payudara, pengisapan yang
tidak efektif, sumbatan pada saluran ASI.
ini lebih jarang karena kemajuan antibiotic dan penggunaan bakterisida yang lebih
kuat untuk membersihkan rumah sakit.
2.1.3 Tanda Dan Gejala Mastitis
Menurut Prawirohardjo, S (2008) menyatakan beberapa gejala mastitis adalah
sebagai berikut:
2.1.3.1
2.1.3.2
2.1.3.3
2.1.3.4
2.1.3.5
2.1.3.6
2.1.3.7
untuk
menyusui dengan cara yang benar, serta rutin melakukan perawatan payudara
guna menghilangkan bendungan ASI.
Menurut Februhartanty, J (2009), Mastitis dan abses payudara sangat mudah
dicegah bila menyusui dilakukan dengan baik sejak awal untuk mencegah keadaan
yang meningkatkan stasis ASI. Dan bila tanda dini seperti bendungan, sumbatan
saluran payudara dan nyeri putting susu diobati dengan cepat. Berikut ini ada
beberapa pencegahan mastitis, antara lain:
a. Perbaikan pemahaman penetalaksanaan menyusui meliputi:
1) Larangan penggunaan dot
2) Larangan pemberian makanan dan minuman pada bayi terutama dari botol
3) Larangan melepaskan bayi dari payudara sebelum ia menghisap payudara
yang lain
10
4) Tidak menyusui secara adekuat, termasuk tidak menyusui bayi bila bayi mulai
b.
IMD)
Rooming in
Ibu harus mendapat bantuan dan dukungan terlatih dalam teknik menyusui
Setiap ibu harus diberi dukungan untuk menyusui
Setiap ibu harus memahami betapa pentingnya menyusui bayinya
Bila ibu dirawat di RS, ia memerlukan bantuan yang terlatih saat menyusui
pertama kali
7) Bila ibu berada di rumah, ibu memerlukan bantuan yang terlatih selama hari
c.
2.2 Pengetahuan
2.2.1 Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan terjadi setelah orang mengadakan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap suatu objek
terjadi melalui panca indera manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman,
raba dan rasa dengan sendiri. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek.
11
12
dengan
tingkatan-tingkatan
pengetahuan
tersebut
Pendidikan
13
14
15
16
Berikut adalah tata cara yang dilakukan dalam persiapan menyusui, antara
lain: cuci tangan dengan sabun sebelum ibu menyusui/menyentuh payudara. Ibu harus
menyusui dengan posisi senyaman mungkin. Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan
sedikit kemudian dioleskan pada puting dan sekitar areola payudara dengan tujuan
sebagai desinfektan dan menjaga kelembapan puting susu, lalu susukan bayi pada
posisi senyaman mungkin dengan perlekatan mulut bayi menutupi sebagian besar
areola payudara ibu. Sebagai tambahan, ibu dapat melakukan kompres hangat
terlebih dahulu pada payudara sebelum menyusui bayi dengan tujuan melanncarkan
peredaran darah pada payudara tersebut dan melancarkan aliran ASI (Kodrat, L.
2010).
2.3.7.1 Posisi Dasar Menyusui
Berikut adalah beberapa posisi dasar menyusui menurut Roesli, U (2009):
a. Posisi badan ibu
b.
Gambar 2.1
Posisi badan ibu
17
c.
Gambar 2.2
Posisi mulut bayi dan payudara ibu (pelekatan)
Posisi badan ibu dan bayi
Gambar 2.3
Posisi pelekatan mulut bayi dan payudara ibu
2.3.8 Teknik Menyusui
Dibawah ini adalah teknik menyusui dan memosisikan bayi yang benar dan
menciptakan suasana menyusu yang nyaman sehingga membuat ASI menjadi lancar
dan mengurangi resiko terhadap kejadian mastitis (Roesli, U. 2009):
2.3.8.1 Letakkan kepala bayi pada pertengahan lengan bawah ibu (tidak di siku ibu)
2.3.8.2 Pegang bagian belakang pada bahu bayi
2.3.8.3 Hadapkan seluruh badan bayi ke badan ibu
2.3.8.4 Letakkan dada bayi pada dada ibu
2.3.8.5 Bayi berada di arah bawah sehingga bayi menengadah, dagu bayi melekat
pada payudara ibu
2.3.8.6 Jauhkan hidung bayi dari payudara, kepala bayi tidak terletak di siku ibu
2.3.8.7
Bahu dan lengan ibu tidak tegang dan dalam posisi natural atau santai,
lebih jelasnya seperti gambar berikut:
18
2.3.9
Gambar 2.4
Tata
laksana
memosisikan
bayi Mastitis
Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian
Green dalam Notoatmodjo (2012) menjelaskan bahwa perilaku itu dilatar
belakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: faktor predisposisi (pengetahuan,
sikap, tradisi, nilai/norma dan sebagainya), faktor pendukung (ketersediaan informasi
misalnya melalui KIE, penyuluhan,pendidikan kesehatan dan sebagainya) dan faktor
penguat/pendorong (perilaku petugas, dukungan keluarga dan lain-lain).
World Health Organization (WHO) menuliskan bahwa ada beberapa faktor
penyebab terjadinya mastitis pada ibu menyusui, antara lain: frekuensi menyusui
yang tidak adekuat atau ibu jarang menyusui, teknik menyusui yang salah,
penggunaan bra yang terlalu ketat, jaringan payudara yang rusak akibat trauma, gizi,
paritas, ibu yang bekerja di luar rumah, invasi bakteri dari mulut atau hidung bayi
malalui luka pada puting payudara (WHO. 2012).
Menurut Alasiry, E (2013) menuliskan beberapa faktor risiko terjadinya
mastitis antara lain: ada riwayat mastitis, puting lecet, frekuensi menyusui yang
jarang, pegosongan payudara tidak sempurna, ibu atau bayi sakit, frenulum pendek,
produksi ASI terlalu banyak, penggunaan bra terlalu ketat, sumbatan pada saluran
19
atau duktus oleh gumpalan ASI, jamur, serpihan kulit, dan lain-lain, penggunaan krim
pada putting, ibu stres atau kelelahan dan malnutrisi.
2.4
Penelitian Terkait
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Aeni, N tahun
2013 dengan judul Hubungan teknik menyusui dengan kejadian mastits pada ibu
nifas di wilayah kerja Puskesmas Tengaran Kecamatan Tengaran Kabupaten
Semarang terlihat bahwa ada sebanyak 32,8% ibu nifas mengalami mastitis, 51,7%
ibu nifas tidak mengetahui teknik menyusui secara benar. Hasil analisis statistik
menggunakan uju chi-square dengan p value 0,001 dan menyatakan bahwa ada
hubungan antara teknik menyusui dengan kejadian mastitis pada ibu nifas di wilayah
kerja Puskesmas Tengaran Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang. Ibu nifas
yang tidak mengetahui teknik menyusui secara benar cendrung mengalami mastitis.
Penelitian yang dilakukan oleh Khaira, N tahun 2013 dengan judul
Hubungan frekuensi pemberian ASI dengan kejadian mastitis pada ibu menyusui 0-6
bulan di RSIA Banda Aceh, menunjukkan hasil bahwa 41% ibu memiliki frekuensi
pemberian ASI yang tidak maksimal, dan 43,8% ibu mengalami mastitis. Dan melalui
uji chi-square didapati nilai p value 0,006 yang artinya secara statistik terdapat
hubungan yang signifikan antara frekuensi pemberian ASI dengan kejadian mastitis.
2.5
Kerangka Teori
Kerangka teori adalah tinjauan teori yang berkaitan dengan permasalahan yang
1.
2.
3.
Penyebab Mastitis:
Statis ASI (jarang menyusui, puting susu
datar/tenggelam, teknik menyusui salah )
Infeksi: (luka/lecet puting susu, bakteri di
mulut bayi, hygiene ibu kurang)
20
Kejadian Mastitis
BAB III
Gambar
2.5 Kerangka
Teori Penelitian
KERANGKA
KONSEP
Sumber: Modifikasi Teori Green dalam Notoatmodjo (2012), Rahma, A (2011) dan WHO (2012)
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan kerangka hubungan antara konsep-konsep yang
akan diukur atau diamati melalui variabel pada penelitian yang akan dilakukan
(Riyanto, A. 2010). Adapun kerangka konsep penelitian ini tergambar dalam skema
3.1 berikut:
Skema 3.1
Bagan Kerangka Konsep
Variabel Independen
Pengetahuan tentang teknik
menyusui
Variabel Dependen
Frekuensi menyusui
3.2
Defenisi Operasional
Definisi operasional merupakan defenisi variabel-variabel yang akan diteliti
21
Defenisi Operasional
Variabel Dependent
Kejadian
Keluhan yang dialami
Mastitis
ibu menyusui atau ibu
nifas dengan keluhan:
rasa panas-dingin
disertai kenaikan suhu
tubuh, lesu, tidak ada
nafsu makan, payudara
bengkak, nyeri, ada
bagian yang memerah
Variabel Independent
1. Pengetahuan Segala yang ibu
ketahui tentang teknik
Teknik
menyusui
Menyusui
24
Alat
Ukur
Lembar
check
list
Cara Ukur
Observasi
Hasil Ukur
Skala
0 (mengalami
mastitis, jika
memenuhi
kriteria 1 dan 2
lembar check
list)
Ordinal
1 (tidak
mengalami
mastitis, jika
memenuhi
kriteria 1
lembar
checklist)
Angket
Wawancara 0:Pengetahuan
tertutup kurang bila skor
<50%
Ordinal
1:Pengetahuan
baik, bila skor
>50%
2. Frekuensi
Menyusui
Banyaknya frekuensi
ibu dalam menyusui
bayinya dalam sehari
Lembar
Checklist
Wawancara 0: Jarang
tertutup (<8x/hari)
Nominal
1: sering
(>8x/hari)
3.3 Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan tentatif atau jawaban sementara dari sebuah
masalah penelitian. Pernyataan atau jawaban sementara tersebut kemudian diuji
apakah benar (diterima) atau salah (ditolak) (Riyanto, A. 2010).
22
Adapun hipotesa alternatif (Ha) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.3.1 Ada hubungan antara pengetahuan ibu teknik menyusui dengan kejadian
mastitis
3.3.2 Ada hubungan antara frekuensi menyusui dengan kejadian mastitis
23
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1
Desain Penelitian
Jenis Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik kuantitatif, yaitu
dengan faktor
24
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi penelitian (Sugiyono. 2010). Sampel pada penelitian ini adalah total
sampling dengan jumlah 57 orang ibu menyusui di Puskesmas Sambau.
4.3 Waktu Dan Tempat Penelitian
4.3.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan akan dilakukan pada Mei-Juni 2014
4.3.2 Tempat Penelitian
Tempat penelitian direncanakan, akan dilakukan di Puskesmas Sambau, Kota
Batam.
25
26
100%n
Keterangan:
: Persentase
: Frekuensi
(O-E)2
E
x2=
Keputusan uji dengan menggunakan
perhitungan rumus chi-square diatas
2 berikut:
pada 5%, dapat disimpulkan sebagai
=
27
Jika value < 0,05 maka dikatakan ada hubungan antara kedua variabel
Jika value > 0,05 maka dikatakan tidak ada hubungan antara kedua variabel