Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana


dimaksud dalam pancasila dan pembukaan undang-Undang Dasar 1945 (UndangUndang RI No 36. 2009).
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2015 melalui
peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat pada individu agar
terwujud derajat hidup sehat yang optimal yang ditandai dengan terciptanya derajat
kesehatan yang optimal bagi seluruh rakyat Indonesia (Kemenkes. 2012).
Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2012 menuliskan
bahwa sejak tahun 2011 hingga tahun 2012 telah terjadi peningkatan Angka Kematian
Ibu (AKI)

dari 109,20/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2011 menjadi

110,1/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012 (Profil Kesehatan Provinsi


Kepulauan Riau Tahun. 2012). Meningkatnya AKI disebabkan rendahnya kesadaran
masyarakat tentang kesehatan, tidak hanya itu, beberapa faktor lain seperti latar
belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat hingga
kebijakan pemerintah dinilai juga mempengaruhi kesadaran masyarakat untuk hidup
sehat (Profil Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Tahun. 2012).
Setiap warga negara berhak untuk hidup sehat termasuk para ibu, baik ibu
hamil, ibu nifas atau ibu menyusui. Dalam
1 masa nifas dapat terjadi infeksi dan

peradangan pada payudara atau mastitis terutama pada primipara karena belum
memiliki pengalaman sebelumnya. Infeksi dapat terjadi melalui luka pada puting susu
tetapi dapat juga melalui peredaran darah, yang disebabkan oleh staphylococcus
aureus (Prawirohardjo, S. 2012)
Mastitis atau infeksi payudara merupakan suatu proses infeksi yang terjadi pada
payudara sehingga dapat menimbulkan reaksi sistemik pada ibu, seperti demam,
payudara tampak bengkak, kemerahan dan ada nyeri biasanya terjadi beberapa
minggu setelah melahirkan (Prawirohardjo, S. 2012).
Pada tahun 2010 Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa jumlah
kasus infeksi payudara yang terjadi pada wanita seperti mastitis, kanker, tumor terus
meningkat, dimana penderita kanker payudara mencapai hingga lebih 1,2 juta orang
yang terdiagnosis, dan 12% diantaranya merupakan infeksi payudara berupa mastitis
pada wanita masa nifas. Sedangkan di Indonesia hanya 0,001/100.000 angka
kesakitan akibat infeksi berupa mastitis (Kemenkes RI. 2011).
Penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Pediatri, menunjukkan bahwa
pengeluaran Air Susu Ibu (ASI) tidak hanya bermanfaat pada bayi tapi juga
mendatangkan manfaat bagi ibu yang menyusui. Menyusui mampu menurunkan
risiko untuk menderita kanker indung telur dan kanker payudara, dan mencegah
terjadinya bendungan ASI yang dapat berakhir menjadi mastitis (Wardhani. 2010).
Mastitis dapat disebut sebagai salah satu masalah yang cukup serius selama
masa menyusui karena bagian yang terkena mastitis umumnya menjadi merah,
bengkak, nyeri dan panas, selain itu temperatur badan ibu meninggi dan kadang

disertai menggigil. Kejadian ini biasanya terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan,
akibat lanjutan dari sumbatan saluran susu. Bila mastitis berlanjut, dapat terjadi abses
payudara. Ibu tampak sakit lebih parah, payudara lebih merah dan mengkilap,
benjolan tidak lagi sekeras pada mastitis, tetapi mengandung cairan (pus) (Wardhani.
2010). Mastitis dan abses payudara terjadi pada semua populasi dengan atau tanpa
kebiasaan menyusui. Insiden yang dilaporkan bervariasi antara 10% - 33% wanita
menyusui (WHO. 2012).
Puskesmas Sambau merupakan salah satu sarana kesehatan yang dituju oleh
warga Batam dalam mendapatkan pelayanan kesehatan, termasuk dalam penanganan
keluhan selama masa menyusui, yang salah satunya adalah mastitis. Berdasarkan
pengamatan pendahuluan terhadap data rekam medis pasien di Puskesmas Sambau
dari tanggal 1 Januari 2014 hingga 10 April 2014 terdapat 20 kasus kejadian mastitis.
Berdasarkan laporan di Puskesmas Sambau diketahui ada sebanyak 57 ibu menyusui.
Melihat banyaknya angka kunjungan ibu menyusui yang mengeluhkan gejala mastitis
sejak empat bulan terakhir membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian mastitis pada ibu menyusui
di Puskesmas Sambau Tahun 2014.
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis merumuskan rumusan masalah

sebagai berikut: Apa sajakah faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian


mastitis pada ibu menyusui di Puskesmas Sambau Tahun 2014 ?.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian mastitis pada ibu


menyusui di Puskesmas Sambau Tahun 2014
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Diketahui distribusi frekuensi kejadian mastitis di Puskesmas Sambau
1.3.2.2 Diketahui distribusi frekuensi pengetahuan ibu tentang teknik menyusui di
Puskesmas Sambau
1.3.2.3 Diketahui distribusi frekuensi menyusui di Puskesmas Sambau
1.3.2.4 Diketahui hubungan pengetahuan ibu tentang teknik menyusui dengan
kejadian mastitis di Puskesmas Sambau
1.3.2.5 Diketahui hubungan frekuensi menyusui dengan kejadian mastitis di
Puskesmas Sambau

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Puskesmas Sambau
Menjadi sumber informasi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian mastitis pada ibu menyusui.
1.4.2 Bagi Peneliti Lain
Dapat dijadikan data dasar dalam melakukan penelitian selanjutnya
1.4.3 Bagi Ibu Menyusui
Peneliti mengharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat
pada umumnya dan khususnya bagi ibu menyusui sebagai sumber pengetahuan
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian mastitis pada ibu menyusui.
1.5

Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini adalah analitik kuantitatif tentang faktor-faktor yang berhubungan

dengan kejadian mastitis pada ibu menyusui di Puskesmas Sambau. Metode


pendekatan dengan menggunakan cross sectional yaitu pengambilan data yang

dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Variabel penelitian ini terdiri dari variabel
dependen yaitu kejadian mastitis pada ibu menyusui, sedangkan variabel independent
meliputi pengetahuan ibu tentang teknik menyusui, dan frekuensi menyusui.

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Mastitis
2.1.1 Pengertian
Mastitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada payudara yang ditandai oleh
puting susu lecet, saluran air susu tersumbat atau pembengkakan payudara (Kodrat,
L.2010)
Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai
infeksi. Penyakit ini merupakan komplikasi antepartum yang jarang namun terkadang
ditemui pada masa nifas dan menyusui. Infeksi hampir selalu unilateral dan
pembengkakan biasanya mendahului inflamasi, yang tanda pertamanya adalah
menggigil atau rasa kaku, dan segera diikuti oleh demam, payudara menjadi keras
dan memerah, bengkak, nyeri, sumbatan saluran susu, dan puting ibu lecet (Rahma,
A. 2011).
Peradangan payudara atau disebut mastitis dapat terjadi sewaktu hamil atau
ketika ibu dalam masa laktasi dan dianggap sebagai porte dentree dari kuman
penyebab mastitis (Staphylococcus aureus), masuknya kuman disebabkan adanya

puting susu yang luka atau lecet, dan kuman secara continue secara berkala menjalar
ke duktulus-duktulus dan sinus (Prawirohardjo, S. 2012). Berdasarkan penyebabnya,
mastitis dibedakan menjadi dua, yaitu: mastitis infeksi dan non infeksi (Riordan &
Auerbach. 2012).
2.1.2 Penyebab Mastitis
Menurut Depkes RI (2007) yang dikutip dalam Khasanah, N (2011), terdapat
beberapa penyebab terjadinya saluran payudara tersumbat dan menjadi mastitis,
sebagai berikut:
a. Ibu jarang menyusui atau menyusui tidak adekuat.
b. Aliran ASI pada sebagian atau seluruh payudara tidak lancar atau adanya
bendungan ASI yang tidak segera ditangani. Disamping itu, hal ini juga terjadi
sebagai akibat tekanan dari bra yang terlalu ketat ataupun tekanan jari selama
menyusui.
c. Jaringan payudara rusak karena trauma pada payudara
d. Bakteri masuk kedalam payudara melalui puting yang retak atau lecet hingga luka.
e. Personal higiene ibu kurang, terutama pada puting susu
Menurut Rahma, A (2011) ada dua penyebab mastitis, yaitu statis ASI dan
infeksi. Statis ASI merupakan penyebab primer yang nantinya dapat berkembang
menjadi infeksi (Rahma, A. 2011)
a) Statis ASI
Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara.
Penyebabnya termasuk kenyutan bayi yang buruk pada payudara, pengisapan yang
tidak efektif, sumbatan pada saluran ASI.

1) Kenyutan pada payudara


Kenyutan yang buruk adalah penyebab pengeluaran ASI yang tidak efisien.
Sehingga dapat menyebabkan putting pecah-pecah dan nyeri pada puting. Nyeri pada
puting akan menyebabkan ibu menghindar untuk menyusui pada payudara yang sakit.
2) Pengisapan hanya pada salah satu payudara/tidak efektif
Banyak ibu merasa lebih mudah untuk menyusui bayinya pada satu sisi
payudara dibandingkan dengan payudara yang lain. Selain itu telah dinyatakan bahwa
kenyutan yang tidak tepat yang menyebabkan statis ASI dan mastitis lebih mungkin
terjadi pada sisi payudara yang lebih sulit untuk menyusui. Tetapi, 78 % kasus
mastitis terjadi pada payudara yang berlawanan dengan sisi yang disukai ibu untuk
menyusui.
3) Faktor mekanisme lain, antara lain:
a) Frenulum yang pendek dapat mengganggu kenyutan pada payudara, dan
menyebabkan puting susu luka dan pecah-pecah. Penggunaan Dot atau botol
penggunaan dot juga berkaitan dengan kenyutan yang tidak tepat pada payudara.
Dot juga mengganggu pengeluaran ASI.
b) Infeksi
Organisme penyebab infeksi ini antara lain : Staphylococcus aureus,
Staphylococcus albus, Escherichia coli dan Streptococcus.
Mastitis epidemic dianggap sebagai penyakit yang didapat dari rumah sakit yang
biasanya diakibatkan karena strain Staphylococcus aureus. Biasanya bayi
terinfeksi setelah berkontak dengan perawat yang terkontaminasi koloni bakteri.
Tangan perawat adalah sumber utama kontaminasi pada bayi. Sekarang, penyakit

ini lebih jarang karena kemajuan antibiotic dan penggunaan bakterisida yang lebih
kuat untuk membersihkan rumah sakit.
2.1.3 Tanda Dan Gejala Mastitis
Menurut Prawirohardjo, S (2008) menyatakan beberapa gejala mastitis adalah
sebagai berikut:
2.1.3.1
2.1.3.2
2.1.3.3
2.1.3.4
2.1.3.5
2.1.3.6
2.1.3.7

Payudara bengkak atau tegang dan lebih membesar


Payudara teraba keras dan ada benjolan
Ada kemerahan pada payuda
Ada nyeri tekan/nyeri sentuh pada payudara yang mengalami radang
Ada luka atau irisan pada puting susu
Tubuh terasa lesu
Adanya perasaan panas-dingin disertai dengan peningkatan suhu tubuh

biasanya lebih dari 38oC


2.1.4 Penyebab Tersumbatnya Aliran ASI
Menurut Khasanah, N (2011), menyebutkan bahwa beberapa penyebab
tersumbatnya aliran ASI yang mengakibatkan terjadinya mastitis antara lain sebagai
berikut:
2.1.4.1 Perlekatan menyusu yang kurang baik
2.1.4.2 Tekanan dari pakaian biasanya bra yang ketat terutama jika dipakai dimalam
hari atau tekanan saat berbaring tengkurap.
2.1.4.3 Posisi jari ibu saat menyusui yang memegang areola sehingga dapat
menyumbat aliran ASI.
2.1.4.4 Sumbatan juga kadang terjadi pada ibu yang memiliki payudara besar dan
menggantung sehingga sumbatan ada di bagian bawah payudara. Sebaiknya
ibu dengan kondisi seperti ini mengangkat payudaranya saat menyusui agar
bagian bawah payudaranya dapat mengalirkan ASI lebih baik.
Semua penyebab ini dapat menimbulkan luka atau bendungan ASI yang
berakibat terhadap timbulnya peradangan payudara atau mastitis (Rahma, A. 2011).
2.1.5 Penanganan Mastitis

Menurut Khasanah, N (2011), menyebutkan bahwa beberapa pencegahan


mastitis dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut
2.1.5.1 Susui bayi sesering mungkin, dan berada selalu didekat bayi agar dapat
menyusui bayi kapanpun bayi ingin menyusu.
2.1.5.2 Untuk menghilangkan rasa nyeri, ibu dapat meminum obat analgesik seperti
paracetamol atau ibuprofen yang dapat dibeli di apotek.
2.1.5.3 Pijat perlahan payudara saat bayi menyusu. Dengan cara diatas bagian yang
tersumbat dan urut menuju ke arah puting sehingga membantu mengeluarkan
sumbatan ASI.
2.1.5.4 Mulai menyusu pada payudara yang tidak sakit.
2.1.5.5 Menyusu pada posisi berbeda pada setiap kali menusui yang bisa membantu
mengosongkan ASI pada payudara secara merata.
2.1.5.6 Pada situasi ibu telah mengalami mastitis atau ada luka yang membuat rasa
ASI berubah, maka ibu dapat mencoba memerah ASI, dan memberikan pada
bayi.
2.1.5.7 Inti dari pencegahan mastitis ini adalah diharapkan kepada ibu

untuk

menyusui dengan cara yang benar, serta rutin melakukan perawatan payudara
guna menghilangkan bendungan ASI.
Menurut Februhartanty, J (2009), Mastitis dan abses payudara sangat mudah
dicegah bila menyusui dilakukan dengan baik sejak awal untuk mencegah keadaan
yang meningkatkan stasis ASI. Dan bila tanda dini seperti bendungan, sumbatan
saluran payudara dan nyeri putting susu diobati dengan cepat. Berikut ini ada
beberapa pencegahan mastitis, antara lain:
a. Perbaikan pemahaman penetalaksanaan menyusui meliputi:
1) Larangan penggunaan dot
2) Larangan pemberian makanan dan minuman pada bayi terutama dari botol
3) Larangan melepaskan bayi dari payudara sebelum ia menghisap payudara
yang lain

10

4) Tidak menyusui secara adekuat, termasuk tidak menyusui bayi bila bayi mulai
b.

tidur sepanjang malam


Tindakan rutin sebagai bagian perawatan
1) Bayi harus mendapat kontak dini dengan ibunya (Inisiasi Menyusu Dini atau
2)
3)
4)
5)
6)

IMD)
Rooming in
Ibu harus mendapat bantuan dan dukungan terlatih dalam teknik menyusui
Setiap ibu harus diberi dukungan untuk menyusui
Setiap ibu harus memahami betapa pentingnya menyusui bayinya
Bila ibu dirawat di RS, ia memerlukan bantuan yang terlatih saat menyusui

pertama kali
7) Bila ibu berada di rumah, ibu memerlukan bantuan yang terlatih selama hari
c.

pertama setelah persalinan


Penatalaksanaan yang efektif pada payudara yang penuh dan kencang
1) Ibu harus didorong untuk menyusui sesering mungkin dan selama bayi mesih
ingin menyusu
2) Bila bayi telah kenyang menyusu namun ASI masih tampak penuh, maka ibu
harus memeras ASI nya untuk hindari bendungan, pemerasan dapat dilakukan
dengan tangan atau pompa.
3) Beristirahat cukup
4) Mengompres panas
5) Memijat dengan lembut pada daerah benjolan

2.2 Pengetahuan
2.2.1 Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan terjadi setelah orang mengadakan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap suatu objek
terjadi melalui panca indera manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman,
raba dan rasa dengan sendiri. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek.

11

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga


(Notoatmodjo dalam Wawan, A dan Dewi, M. 2010)
Pengetahuan merupakan dasar dari segala perilaku manusia, termasuk perilaku
kesehatan. Pengetahuan yang baik akan mastitis (penyebab, tanda-gejala dan
pencegahan mastitis) sangat membantu dalam mengurangi kejadian mastitis.
Pengetahuan ibu bisa didapat dari penyuluhan oleh tenaga kesehatan, brosur, iklan
atau dari pendidikan dan lain-lain (Wawan, A dan Dewi, M. 2010)
2.3.2 Tingkat Pengetahuan
2.3.2.1
Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu adalah tingkat pengetahuan
yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari yaitu ia mampu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasikan,
menyatakan dan sebagainya (Wawan, A dan Dewi, M. 2010).
2.3.2.2 Memahami (Comprehention)
Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dimana dapat menginterpretasika secara benar.
Orang yang telah paham terhadap objek atau materi dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap suatu objek yang
dipelajari (Wawan, A dan Dewi, M. 2010)
2.3.2.3
Aplikasi (Application)

12

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah


dipelajari pada situasi ataupun kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan
sebagai penggunaanhukum, rumus, prinsip, metode dan sebagainya dalam konteks
atau situasi yang lain (Wawan, A dan Dewi, M. 2010).
2.3.2.4
Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan
masih ada kaitannya satu dengan lain.
2.3.2.5
Sintesis (Syntesis)
Sintesis yang dimaksud menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk
melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi yang sudah ada (Wawan, A dan Dewi, M. 2010).
2.3.3 Cara pengukuran tingkat pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur
dapat disesuaikan

dengan

tingkatan-tingkatan

pengetahuan

tersebut

(Notoatmodjo, 2010). Tingkat pengetahuan dapat dikategorikan dalam beberapa


kategori menurut Riyanto, A (2013):
2.3.3.1 Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya > 50%
2.3.3.2 Tingkat pengetahuan kategori kurang jika nilainya < 50%.
2.3.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
2.3.4.1 Faktor Internal
1)

Pendidikan

13

Pengetahuan erat hubungannya dengan pendidikan dimana diharapkan bahwa


dengan pendidikan yang tinggimaka orang tersebut akan semakin luas pula
pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan bukan berarti seorang yang
berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini disebabkan bahwa
peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, namun
dapat juga berasal dari pendidikan non formal (Wawan, A dan Dewi, M. 2010).
Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang
menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB
Mantra dalam Wawan, A dan Dewi, M (2010), pendidikan dapat mempengaruhi
seseorang termasuk perilaku seseorang dalam memotivasi berperan serta dalam
pembangunan, pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah
pula seseorang menerima informasi (Wawan, A dan Dewi, M. 2010).
2)
Pekerjaan
Pekerjaan bukan kesenangan tetapi lebih kepada sumber mencari nafkah.
Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Ibu yang bekerja akan
berpengaruh terhadap kehidupan keluarga dan akan mengurangi waktunya dalam
mengasuh anak atau beristirahan di rumah (Wawan, A dan Dewi, M. 2010).
3)
Umur
Umur adalah usia individu yang terhitung dari mulai saat dilahirkan sampai
berulang tahun. Menurut Hurlock dalam Wawan, A dan Dewi, M (2010)
menyebutkan bahwa semakin cukup umur seseorang maka akan semakin matang
dalam berfikir dan bekerja sehingga dinilai lebih dewasa karena pengalamannya.
b. Faktor Eksternal
1)
Lingkungan

14

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan


mempengaruhi perkembangan serta perilaku orang atau kelompok (Wawan, A dan
Dewi, M. 2010).
2)
Sosial budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi sikap
individu dalam menerima informasi (Wawan, A dan Dewi, M. 2010: 18).
2.3.5 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Mastitis
Berikut adalah faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan kejadian mastitis
2.3.5.1 Hubungan pengetahuan ibu tentang mastitis dengan kejadian mastitis:
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Esti, W tahun
2010 dengan judul Hubungan pengetahuan dan sikap ibu nifas dengan kejadian
mastitis di BPS Wihayati Desa Ngumpak Dalem, Bojonegoro Tahun 2010 terlihat
bahwa ada sebanyak 55% ibu nifas mengalami mastitis, 67,1% diantaranya memiliki
pengetahuan yang kurang tentang mastitis sebanyak 71,3% dan sikap yang negatif
terhadap mastitis sebanyak 76,3%. Hasil analisis statistik menggunakan uju chisquare menunjukkan ternyata ada hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan
kejadian mastitis pada ibu nifas di BPS Wihayati Desa Ngumpak Dalem, Bojonegoro.
Ibu nifas yang memiliki pengetahuan kurang tentang mastitis cendrung
mengalami mastitis dan ibu nifas yang memiliki sikap negatif tentang mastitis juga
cendrung mengalami mastitis.
2.3.5.2
Hubungan pengetahuan ibu tentang teknik menyusui dengan kejadian
mastitis:
Menurut Roeli, U (2009) mengatakan bahwa perlekatan payudara dan mulut
bayi yang sempurna akan menghindari ibu mengalami puting lecet dan melancarkan
aliran ASI. kondisi puting susu yang lecet merupakan jalan masuk bagi bakteri untuk
menginfeksi payudara ibu dan menyebabkan mastitis (Kodrat, L. 2010).
2.3.5.3 Hubungan frekuensi menyusui dengan kejadian mastitis:

15

Menurut Roesli, U (2009) mengatakan bahwa, frekuensi menyusui yang


adekuat atau sesering mungkin sesuai keinginan bayi dapat membantu mengosongkan
payudara ibu. Pengosongan payudara yang baik akan melancarkan sirkulasi dan
produksi ASI. Pengosongan yang tidak sempurna akan menyebabkan terjadinya
bendungan ASI, dan jika tidak diobati akan menjadi mastitis. Sehingga disimpulkan
bahwa frekuensi menyusui yang sesering mungkin akan membantu pengosongan
payudara dengan baik sehingga menghindari terjadinya bendungan ASI dan mastitis
(Roesli, U. 2009).
2.3.6 Frekuensi Menyusui
2.3.6.1 Pengertian
Menyusui artinya memberikan ASI pada bayi langsung dari payudara ibu
sendiri (Kodrat, L. 2010). Menyusui adalah proses alamiah, dan ketika ibu tidak
menyusui bayinya maka payudara ibu akan terasa bengkak dan keras karena ASI
yang tidak dikeluarkan mengakibatkan terjadinya bendungan ASI dan jika tidak
segera ditangani dapat berubah menjadi mastitis (Kodrat, L. 2010).
Menyusui adalah kegiatan memberikan ASI langsung dari payudara ibu yang
dilakukan oleh ibu yang telah melahirkan bayinya (Khasanah, N. 2011).
Rentang frekuensi menyusui yang ideal adalah 8-12x setiap hari (Kodrat, L.
2010). Tetapi sebaiknya menyusui tanpa dijadwal (on demand) karena bayi akan
menentukan kebutuhannya sendiri (Roesli, 2009). Bayi yang sehat dapat
mengosongkan satu payudara 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong
dalam waktu 2-3 jam (Roesli, 2009).

16

2.3.7 Teknik Menyusui Yang Benar

Berikut adalah tata cara yang dilakukan dalam persiapan menyusui, antara
lain: cuci tangan dengan sabun sebelum ibu menyusui/menyentuh payudara. Ibu harus
menyusui dengan posisi senyaman mungkin. Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan
sedikit kemudian dioleskan pada puting dan sekitar areola payudara dengan tujuan
sebagai desinfektan dan menjaga kelembapan puting susu, lalu susukan bayi pada
posisi senyaman mungkin dengan perlekatan mulut bayi menutupi sebagian besar
areola payudara ibu. Sebagai tambahan, ibu dapat melakukan kompres hangat
terlebih dahulu pada payudara sebelum menyusui bayi dengan tujuan melanncarkan
peredaran darah pada payudara tersebut dan melancarkan aliran ASI (Kodrat, L.
2010).
2.3.7.1 Posisi Dasar Menyusui
Berikut adalah beberapa posisi dasar menyusui menurut Roesli, U (2009):
a. Posisi badan ibu

b.

Posisi badan ibu dan bayi

Gambar 2.1
Posisi badan ibu

17

c.

Gambar 2.2
Posisi mulut bayi dan payudara ibu (pelekatan)
Posisi badan ibu dan bayi

Gambar 2.3
Posisi pelekatan mulut bayi dan payudara ibu
2.3.8 Teknik Menyusui
Dibawah ini adalah teknik menyusui dan memosisikan bayi yang benar dan
menciptakan suasana menyusu yang nyaman sehingga membuat ASI menjadi lancar
dan mengurangi resiko terhadap kejadian mastitis (Roesli, U. 2009):
2.3.8.1 Letakkan kepala bayi pada pertengahan lengan bawah ibu (tidak di siku ibu)
2.3.8.2 Pegang bagian belakang pada bahu bayi
2.3.8.3 Hadapkan seluruh badan bayi ke badan ibu
2.3.8.4 Letakkan dada bayi pada dada ibu
2.3.8.5 Bayi berada di arah bawah sehingga bayi menengadah, dagu bayi melekat
pada payudara ibu
2.3.8.6 Jauhkan hidung bayi dari payudara, kepala bayi tidak terletak di siku ibu
2.3.8.7
Bahu dan lengan ibu tidak tegang dan dalam posisi natural atau santai,
lebih jelasnya seperti gambar berikut:

18

2.3.9

Gambar 2.4
Tata
laksana
memosisikan
bayi Mastitis
Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian
Green dalam Notoatmodjo (2012) menjelaskan bahwa perilaku itu dilatar

belakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: faktor predisposisi (pengetahuan,
sikap, tradisi, nilai/norma dan sebagainya), faktor pendukung (ketersediaan informasi
misalnya melalui KIE, penyuluhan,pendidikan kesehatan dan sebagainya) dan faktor
penguat/pendorong (perilaku petugas, dukungan keluarga dan lain-lain).
World Health Organization (WHO) menuliskan bahwa ada beberapa faktor
penyebab terjadinya mastitis pada ibu menyusui, antara lain: frekuensi menyusui
yang tidak adekuat atau ibu jarang menyusui, teknik menyusui yang salah,
penggunaan bra yang terlalu ketat, jaringan payudara yang rusak akibat trauma, gizi,
paritas, ibu yang bekerja di luar rumah, invasi bakteri dari mulut atau hidung bayi
malalui luka pada puting payudara (WHO. 2012).
Menurut Alasiry, E (2013) menuliskan beberapa faktor risiko terjadinya
mastitis antara lain: ada riwayat mastitis, puting lecet, frekuensi menyusui yang
jarang, pegosongan payudara tidak sempurna, ibu atau bayi sakit, frenulum pendek,
produksi ASI terlalu banyak, penggunaan bra terlalu ketat, sumbatan pada saluran

19

atau duktus oleh gumpalan ASI, jamur, serpihan kulit, dan lain-lain, penggunaan krim
pada putting, ibu stres atau kelelahan dan malnutrisi.
2.4

Penelitian Terkait
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Aeni, N tahun

2013 dengan judul Hubungan teknik menyusui dengan kejadian mastits pada ibu
nifas di wilayah kerja Puskesmas Tengaran Kecamatan Tengaran Kabupaten
Semarang terlihat bahwa ada sebanyak 32,8% ibu nifas mengalami mastitis, 51,7%
ibu nifas tidak mengetahui teknik menyusui secara benar. Hasil analisis statistik
menggunakan uju chi-square dengan p value 0,001 dan menyatakan bahwa ada
hubungan antara teknik menyusui dengan kejadian mastitis pada ibu nifas di wilayah
kerja Puskesmas Tengaran Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang. Ibu nifas
yang tidak mengetahui teknik menyusui secara benar cendrung mengalami mastitis.
Penelitian yang dilakukan oleh Khaira, N tahun 2013 dengan judul
Hubungan frekuensi pemberian ASI dengan kejadian mastitis pada ibu menyusui 0-6
bulan di RSIA Banda Aceh, menunjukkan hasil bahwa 41% ibu memiliki frekuensi
pemberian ASI yang tidak maksimal, dan 43,8% ibu mengalami mastitis. Dan melalui
uji chi-square didapati nilai p value 0,006 yang artinya secara statistik terdapat
hubungan yang signifikan antara frekuensi pemberian ASI dengan kejadian mastitis.
2.5

Kerangka Teori
Kerangka teori adalah tinjauan teori yang berkaitan dengan permasalahan yang

diteliti sebagai dasar untuk mengembangkan variabel yang diteliti (Notoatmodjo,


Faktor-faktor yang berhubungan dengan mastitis:

2010). Kerangka teori penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

1.

Predisposing Factor (Faktor Predisposisi)


seperti: Primipara, usia,

2.

Enabling Factor (Faktor Pemungkin) seperti:


frekuensi menyusu yang tidak adekuat,
pengetahuan yang rendah tentang teknik
menyusui, puting susu datar/tenggelam.

3.

Reinforcing Factor (Faktor Penguat) seperti:


penggunaan bra yang ketat, rendahnya
dukungan keluarga.

Penyebab Mastitis:
Statis ASI (jarang menyusui, puting susu
datar/tenggelam, teknik menyusui salah )
Infeksi: (luka/lecet puting susu, bakteri di
mulut bayi, hygiene ibu kurang)

20

Kejadian Mastitis

BAB III
Gambar
2.5 Kerangka
Teori Penelitian
KERANGKA
KONSEP
Sumber: Modifikasi Teori Green dalam Notoatmodjo (2012), Rahma, A (2011) dan WHO (2012)
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan kerangka hubungan antara konsep-konsep yang
akan diukur atau diamati melalui variabel pada penelitian yang akan dilakukan
(Riyanto, A. 2010). Adapun kerangka konsep penelitian ini tergambar dalam skema
3.1 berikut:
Skema 3.1
Bagan Kerangka Konsep
Variabel Independen
Pengetahuan tentang teknik
menyusui

Variabel Dependen

Kejadian mastitis pada


ibu menyusi

Frekuensi menyusui

3.2

Defenisi Operasional
Definisi operasional merupakan defenisi variabel-variabel yang akan diteliti

secara operasional di lapangan (Riyanto, A. 2010). Adapun defenisi operasional


dalam penelitian ini terangkum dalam tabel 3.2 dibawah ini:

21

Tabel 3.2 Definisi Operasional


Variabel

Defenisi Operasional

Variabel Dependent
Kejadian
Keluhan yang dialami
Mastitis
ibu menyusui atau ibu
nifas dengan keluhan:
rasa panas-dingin
disertai kenaikan suhu
tubuh, lesu, tidak ada
nafsu makan, payudara
bengkak, nyeri, ada
bagian yang memerah

Variabel Independent
1. Pengetahuan Segala yang ibu
ketahui tentang teknik
Teknik
menyusui
Menyusui

24
Alat
Ukur
Lembar
check
list

Cara Ukur

Observasi

Hasil Ukur

Skala

0 (mengalami
mastitis, jika
memenuhi
kriteria 1 dan 2
lembar check
list)

Ordinal

1 (tidak
mengalami
mastitis, jika
memenuhi
kriteria 1
lembar
checklist)
Angket

Wawancara 0:Pengetahuan
tertutup kurang bila skor
<50%

Ordinal

1:Pengetahuan
baik, bila skor
>50%
2. Frekuensi
Menyusui

Banyaknya frekuensi
ibu dalam menyusui
bayinya dalam sehari

Lembar
Checklist

Wawancara 0: Jarang
tertutup (<8x/hari)

Nominal

1: sering
(>8x/hari)

3.3 Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan tentatif atau jawaban sementara dari sebuah
masalah penelitian. Pernyataan atau jawaban sementara tersebut kemudian diuji
apakah benar (diterima) atau salah (ditolak) (Riyanto, A. 2010).

22

Adapun hipotesa alternatif (Ha) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.3.1 Ada hubungan antara pengetahuan ibu teknik menyusui dengan kejadian
mastitis
3.3.2 Ada hubungan antara frekuensi menyusui dengan kejadian mastitis

23

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1

Desain Penelitian
Jenis Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik kuantitatif, yaitu

penelitian yang mencoba mengetahui mengapa masalah kesehatan tersebut bisa


terjadi, kemudian melakukan analisis hubungan antara faktor risiko

dengan faktor

efek (Riyanto, A. 2010).


Rancangan penelitian ini menggunakan metode pendekatan cross sectional
yaitu suatu penelitian yang mempelajari hubungan antara faktor risiko (independen)
dengan faktor efek (dependen), dengan melakukan observasi atau pengukuran
variabel pada tiap responden hanya dilakukan satu kali saja saat pemeriksaan
berlangsung tanpa tindak lanjut dari peneliti (Riyanto, A. 2010).
4.2 Populasi Dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi merupakan seluruh objek (manusia, binatang percobaan, data
laboratorium dan sebagainya) yang akan diteliti dan memenuhi karakteristik
penelitian (Riyanto, A. 2010). Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah
semua ibu menyusui di Puskesmas Sambau sejak Januari 2014 hingga April 2014
sebanyak 57 ibu.
4.2.2 Sampel
26

24

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi penelitian (Sugiyono. 2010). Sampel pada penelitian ini adalah total
sampling dengan jumlah 57 orang ibu menyusui di Puskesmas Sambau.
4.3 Waktu Dan Tempat Penelitian
4.3.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan akan dilakukan pada Mei-Juni 2014
4.3.2 Tempat Penelitian
Tempat penelitian direncanakan, akan dilakukan di Puskesmas Sambau, Kota
Batam.

4.4 Teknik Pengumpulan Data


4.4.1 Jenis Data
Data yang diperoleh melalui penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Untuk variabel pengetahuan tentang teknik menyusui dan frekuensi
menyusui, kejadian mastitis merupakan data primer yang diperoleh langsung dari
responden melalui kuesioner. Sedangkan data sekunder yang diperoleh dari buku KIA
dan buku register kunjungan pasien di Puskesmas Sambau adalah data paritas ibu,
alamat ibu.
4.4.2 Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan kuesioner dan lembar
checklist kepada ibu menyusui di Puskesmas Sambau dan memberikan penjelasan
tentang tujuan penelitian terlebih dahulu.
4.5

Pengolahan Dan Analisa Data

4.5.1 Pengolahan data

25

Proses pengolahan data ini melalui tahap-tahap sebagai berikut:


4.5.1.1 Editing
Editing adalah memeriksa data yang telah dikumpulkan baik berupa daftar
pertanyaan, kartu atau buku register. Kegiatan editing untuk melakukan pengecekan
isian kuesioner atau formulir, apakah jawaban sudah lengkap, jelas dan relevan.
4.5.1.2 Coding
Coding merupakan kegiatan merubah dataa berbentuk huruf menjadi
angka/bilangan. Misalnya untuk pendidikan: coding 1=SD, 2=SMP, 3=SMA, 4=PT,
coding jenis kelamin: 1= laki-laki, 2= perempuan. dan sebagainya. Kegunaan coding
adalah untuk mempermudah pada saat entry data.
4.5.1.3 Memasukkan data (data entry) atau processing
Processing data dilakukan dengan cara memasukkan data dari kuesioner ke
program komputer.
4.5.1.4 Pembersihan data (Cleaning)
Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah
dimasukkan, apakah ada kesalahan atau tidak (Santoso, I. 2013).
4.5.2 Analisa data
Analisis data suatu penelitian, melalui prosedur bertahap yaitu:
4.5.2.1 Analisis Univariat
Analisis univariat yang digunakan bertujuan untuk mendapatkan gambaran
distribusi responden yaitu dengan cara membuat tabel distribusi frekuensi.

26

Berdasarkan tabel tersebut variabel-variabel yang diteliti kemudian dianalisis secara


deskriptif dengan menguraikannya secara terperinci (Saryono, 2010).
Adapun rumus yang biasa digunakan untuk mengetahui persentase distribusi
frekuensi pada analisis univariat adalah sebagai berikut:
f
P=

100%n

Keterangan:

: Persentase

: Frekuensi

: Jumlah responden (Saryono, 2009)

4.5.2.2 Analisis Bivariat


Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel untuk mengetahui hubungan
dari kedua variabel yaitu tabulasi silang antara variabel dependen dan variabel
independent. Teknik analisis bivariat yang digunakan adalah uji chi square. Dalam
penelitian ini analiais bivariat yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara
pengetahuan tentang teknik menyusui dan frekuensi menyusui dengan kejadian
mastitis di Puskesmas Sambau Tahun 2014. Alasan menggunakan chi square adalah
menguji hubungan antara dua variabel yang bersifat kategorik (Santoso, I. 2013).
Adapun rumus yang digunakan untuk analisis bivariat adalah sebagai berikut:

(O-E)2
E
x2=
Keputusan uji dengan menggunakan
perhitungan rumus chi-square diatas

2 berikut:
pada 5%, dapat disimpulkan sebagai
=

27

Jika value < 0,05 maka dikatakan ada hubungan antara kedua variabel
Jika value > 0,05 maka dikatakan tidak ada hubungan antara kedua variabel

Anda mungkin juga menyukai