Makalah Askep Menginitis Kelompok 6
Makalah Askep Menginitis Kelompok 6
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
1.2
TUJUAN
1. TUJUAN UMUM
Tujuan umum penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk
mendukung kegiatan belajar-mengajar jurusan keperawatan khususnya pada mata
kuliah keperawatan Neurobehavior II tentang asuhan keperawatan klien dengan
infeksi dan inflamasi system saraf pusat.
2. TUJUAN KHUSUS
Tujuan khusus penulis dalam menyusun makalah ini agar mahasiswa
mengetahui bagaimana asuhan keperawatan klien dengan infeksi dan
inflamasi system saraf pusat: Meningitis, mengetahui penyebab, tanda dan
gejala, komplikasi yang mungkin terjadi, serta penatalaksanaan dari klien yang
mengalami meningitis.
1.3
RUMUSAN MASALAH
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
A. DESKRIPSI
anatomi meningen menyelimuti otak dan medulla spinalis. Selaput otak
terdiri atas tiga lapisan dari luar kedalam yaitu duramater, arakhnoid, dan
piamater. Duramater terdiri dari lapisan yang berfungsi kecuali di dalam tulang
tengkorak, dimana lapisan terluarnya melekat pada tulang dan terdapat sinus
venosus.
Falks serebri adalah lapisan vertikel dura meter yang memisahkan kedua
hemisfer serebri pada garis tengah. Tentorium serebri adalah ruang horizontal dari
dura meter yang memisahkan lobus oksipitalis dari serebellum. Arakhnoid
merupakan membrane lembut yang bersatu di tempatnya dengan pia meter,
diantaranya terdapat ruang subarachnoid dimana terdapat arteri dan vena serebri
dan dipenuhi oleh cairan serebrospinal. Sisterna magna adalah bagian terbesar
dari ruang subarachnoid di sebelah belakang otak belakang, memenuhi celah di
antara serebellum dan medulla oblongata.
Pia meter merupakan membrane halus yang kaya akan pembuluh darah
kecil yang menyuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Pia meter adalah
lapisan yang langsung melekat dengan permukaan otak dan seluruh medulla
spinalis.
Secara singkat pengertian dari meningitis adalah radang pada
meningen/membrane (selaput) yang mengelilingi otak dan medulla spinalis.
B. ETIOLOGI
Penyebab-penyebab dari meningitis meliputi:
1. Bakteri piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama
meningokokus, pneumokokus, dan hasil influenza.
C. KLASIFIKASI
Meningitis diklasifikasikan sesuai dengan factor penyebabnya:
1. Asepsis
Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus atau
menyebabkan iritasi meningen yang di sebabkan oleh abses otak, ensefalitis,
limfoma, leukemia, ataui darh di ruang subarachnoid.
2. Sepsis
Meningitis sepsis menunjukkan meningitis yang disebabkan oleh organism bakteri
seperti meningokokus, stafilokokus, atau basilus influenza.
3. Tuberkulosa
Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh basilus tuberkel.
Infeksi meningen umumnya dihubungkan dengan satu atau dua jalan, yaitu
melalui salah satu aliran darah sebagai konsekuensi dari infeksi-infeksi bagian
lain, seperti selulitis, atau melalui penekanan langsung seperti didapat setelah
cedera traumatic tulanh wajah. Dalam jumlah kecil pada beberapa kasus
merupakan iatrogenic atau hasil sekunder prosedur invasive (seperti lumbal
pungsi) atau alat-alat invasive (seperti alat pemantau TIK).
a. Meningitis virus
Tipe dari meningitis ini sering disebut meningitis aseptis. Tipe ini biasanya
disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan virus seperti gondok,
herpes simpleks, dan herpes zooter. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis
bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada
kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh korteks serebri dan lapisan
otak. Mekanisme atau respons dari jaringan otak terhadap virus bervariasi
bergantung padajenis sel yang terlibat.
b. Meningitis bacterial
Meningitis bacterial adalah suatu keadaan ketika meningens atau selaput
dari otak mengalami peradangan akibat bakteri. Sampai saat ini, bentuk paling
signifiakan dari meningitis adalah tipe bacterial. Bakteri paling sering dijumpai
pada meningitis bakteri akut, yaitu Neiserria meningitidis(meningitis
meningokokus), streptococcus pneumonia (pada dewasa), dan Haemophilus
influenza (pada anak-anak dan dewasa muda). Ketiga organisme ini menyebankan
sekitar 75% kasus meningitis bakteri. Bentuk penularannya melalui kontak
langsung, yang mencakup droplet dan secret dari hidung dan tenggorokan yang
membawa kuman (paling sering) atau infeksi dari orang lain. Akibatnyaa, banyak
yang tidak berkembang menjadi infeksi tetapi menjadi menjadi pembawa
(carrier). Insiden tertinggi pada meningitis disebabkan oleh bakteri gram negative
yang terrjadi pada lansia sama seperti pada seseorang yang menjalani bedah saraf
atau seseorang yang mengalami gangguan respons imun.
D. PATOFISIOLOGI
Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater.
Cairan otak dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak / mengalir
melalui sub arachnoid dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum
tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jarijari di dalam lapisan subarachnoid.
Organisme (virus / bakteri) yang dapat menyebabkan meningitis,
memasuki cairan otak melaui aliran darah di dalam pembuluh darah otak. Cairan
hidung (sekret hidung) atau sekret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang
tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan
otak dengan lingkungan (dunia luar), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan
ke cairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang
patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak
dan ventrikel.
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti
dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian
atas. Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf
baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui
nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan
dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong
perkembangan bakteri.
5
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam
meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan
penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan
metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat
purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga
menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan
dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan
permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan
peningkatan TIK.
E. MANIFESTASI KLINIS
a. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
b. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan
koma.
c. Iritasi meningen mengakibatkan:
- Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran
karena adanya spasme otot-otot leher.
- Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan
fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
- Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan
pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi
maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
d. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
e. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat
eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik
tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak
teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
f. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
g. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba
muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler
diseminata.
E. KOMPLIKASI
1. Hidrosefalus obstruktif
2. MeningococcL Septicemia (mengingocemia)
3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)
4. SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone)
5. Efusi subdural
6. Kejang
7. Edema dan herniasi serebral
8. Cerebral palsy
9. Gangguan mental
10. Gangguan belajar
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu
menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna
sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis. Secara ringkas penatalaksanaan
pengobatan meningitis meliputi:
Pemberian antibiotic yang mampu melewati barier darah otak ke ruang
subarachnoid dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan
perkembangbiakan bakteri. Baisanya menggunakan sefaloposforin generasi
keempat atau sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotic agar pemberian
antimikroba lebih efektif digunakan. Obat anti-infeksi (meningitis tuberkulosa):
Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x sehari selama 3 bulan.
Pengobatan simtomatis:
Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
10
B. PEMERIKSAAN FISIK
Setelah melakukan anamneesis yang mengarah pada keluhan-keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per system B3 (brain)
yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluha dari klien.
Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa TTV. Pada klien meningitis
biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih daru normal, yaitu 38-410 C,
dimulai dari fase sistemik. Kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan
ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen yang
sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi
berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila disertai peningkatan
frekuensi pernafasan sering berrhubungan dengan peningkatan laju metabolism
umum dan adanya infeksi pada system pernafasan sebelum mengalami
meningitis. Tekanan darah biasanya normal atau meningkat karena tanda-tanda
peningkatan TIK.
B1 (BREATHING)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan
otot bantu nafas, dan peningkatan prekuensi pernapasan yang sering didapatkan
pada klien meningitis yang disertai adanya gangguan pada system pernapasan.
Palpasi thoraks hanya dilakukan apabila terdapat deformitas pada tulang dada
pada klien dengan efusi fpeura massif (jarang terjadi pada klien dengan
meningitis). Auskultasi bunyi nafas tambahan sepetti ronkhi pada kien dengan
meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru.
B2 (BLOOD)
Pengkajian pada system kardiovaskuler terutama dilakukan pada klien
meningitis pada tahap lanjut seperti apabila klien sudah mengalami renjatan
(syok). Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% klien dengan meningitis
meningokokus, dengan tanda-tanda septicemia: demam tinggi yang tiba-tiba
muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah dan ekstremitas), syok, dan
tanda-tanda koagulasi intravascular desiminata (disseminated intravascular
coagulation-DIC). Kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam setelah
serangan infeksi.
11
B3 (BRAIN)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada system lainnya.
a. Tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran kliien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran
klien dan respons terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk
disfungsi system persarafan. Beberapa system digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewasspadaan dan kesadaran.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya berkisar
pada tingkat latergi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalimi
koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kasadaran klien
dan bahan evaluasi untuk memantau pembarian asuhan keparawatan.
b. Fungsi serebri
Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya
bicara klien dan observasi ekspesi wajah dan aktifitas motorik yang pada klien
meningitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
c. Pemeriksaan saraf cranial
Saraf I. Biasanya pada klien meningitis tiidak ada kelainan dan fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan
papiledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif disertai abses
serebri dan efusi ssubdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK
berlangsung lama.
Saraf III,IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien
meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya yanpa kelainan. Pada
tahap lanjut meningitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan
dari fungsi dan reksi pupil akan didapatkan. Dengan alas an yang tidak diketahui,
klien meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitive yang berlebihan
terhadap cahaya.
12
13
14
B6 (BONE)
Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut dan
pergelangan kaki). Ptekia dan lesi purpura yang didahului oleh ruam. Pada
penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis yang besar pada wajah. Klien
sering mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum
sehingga mengganggu aktifitas hidup sehari-hari (ADL).
15
Pada bayi, manifestasi klinis biasanya tampak pada anak umur 3 bulan
sampai 2 tahun dan sering ditemukan adanya demam, nafsu makan menurun,
muntah, rewel, mudah lelah, kejang-kejang, dan menangis meraung-raung. Tanda
khas dikepala adalah fontanel menonjol. Kaku kuduk merupakan tanda meningitis
pada anak, sedangkan tanda-tanda brutzinski dan krenig dapat terjadi namun
lambat atau ada pada kasus meningitis tahap lanjut.
Pada neonatus, biasanya masih sukar untuk diketahui karena manifestasi
klinisnya tidak jelas dan tidak spesifik, namun pada beberapa keadaan gejalanya
mempunyai kemiripan dengan anak yang lebih besar, neonatus biasanya menolak
untuk makan, kemampuan untuk menetek buruk, gangguan GI berupa muntah dan
kadang-kadang ada diare. Tonus otot lemah, pergerakan dan kekuatan menangis
melemah. Pada kasus lanjut terjadi hipotermia atau demam, ikterus, rewel,
mengantuk, kejang-kejang, frekuensi napas tidak teratur/apnea, sianosis,
penurunan berat badan, tanda fontanel menonjol mungkin ada atau tidak. Leher
fleksibel, yaitu tidak didapatkan adanya kaku kuduk. Pada fase yang lebih berat
terjadi kolaps kardiovaskuler, kejang, dan apnea biasanya terjadi bila tidak diobati
atau tidak dilakukan tindakan yang cepat.
C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic rutin pada klien meningitis meliputi laboratorium
klinik rutin (Hb, leukosit,LED, trombosit, retikulosit, glukosa) pemeriksaan faal
hemostatis diperlukan untuk mengetahui sacera awal adanya DIC. Serum
elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya
ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremia.
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisis
cairan otak. Lumbal pungsi tidak bisa dikerjakan pada klien dengan peningkatan
TIK. Analisis cairan otak diperiksa untuk mengetahui jumlah sel, protein, dan
konsentrasi glukosa. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa
cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada klien meningitis kadar
glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.
Untuk lebih spesifik mengetahui jennies mikroba, maka organism
penyebab infeksi dapat diidentifikasi melalui kultur kuman pada cairan
serebrospinal dan darah. Counter immune elektrophoresis (CIE) digunakan secara
luas untuk mendeteksi antigen bakteri pada cairan tubuh, umumnya cairan
serebrospinal dan urine.
16
Nyeri kepala yang berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak.
17
13. Cemas yang berhubungan dengan ancaman, kondisi sakit dan perubahan
kesehatan.
2.3 INTERVENSI
Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan edema
pada otak dan selaput otak.
Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi perfusi jaringa otak
meningkat.
Criteria hasil: Tingkat kesadaran meningkat menjadi sadar, disorientasi negative,
konsentrasi baik, perfusi jaringan dan oksigenassi baik, TTV dalam batas normal,
dan syok dapat dihindari.
Intervensi
Rasional
18
intracranial.
Tinggikan sedikit kepala klien dengan
hati-hati, cegah gerakan yang tiba-tiba
dan tidak perlu dari kepala dan leher,
hindari fleksi leher.
Mengurangi tekanan intracranial.
Bantu seluruh aktivitas dan gerakangerakan klien. Anjurkan klien untuk
menghembuskan nafas dalam bila
miring dan bergerak ditempat tidur.
Cegah posisi fleksi pada lutut.
19
Rasional
20
Mengurangi nyeri
Hindari konfrantasi
21
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Meningitis adalah radang pada meningen/membrane (selaput) yang
mengelilingi otak dan medulla spinalis.
2. Penyebab-penyebab dari meningitis meliputi: Bakteri, Virus, Organisme jamur.
3. Meningitis diklasifikasikan sesuai dengan factor penyebabnya: Asepsis, Sepsis,
Tuberkulosa
4. Asuhan keperawatan meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi,
implementasi, dan evaluasi.
5. Pengkajian meliputi: anamnesa: identitas klien, keluhan utama, riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan diagnostic.
6. Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa
anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi, kejang,
dan penurunan tingkat kesadaran.
7. Diagnosa keperawatan ditegakkan berdasarkan gejala yang muncul saat
pengkajian dilakukan.
3.2 SARAN
Demikian makalah ini kami susun sebagaimana mestinya semoga
bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi tim penyusun dan semua mahasiswa
dan mahasiswi kesehatan pada umumnya. Saran kami, lebih banyak membaca
untuk meningkatkan pengetahuan.
Kami sebagai penyusun menyadari akan keterbatasan kemampuan yang
menyebabkan kekurangsempurnaan dalam makalah ini, baik dari segi isi maupun
materi, bahasa dan lain sebagainya. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan-perbaikan selanjutnya agar
makalah selanjutnya dapat lebih baik.
22
DAFTAR PUSTAKA
23