Anda di halaman 1dari 21

PRESENTASI KASUS

THALASSEMIA

Diajukan kepada :
dr. Heppy Oktavianto, M.Sc., Sp.PD

Disusun oleh :
Erli Nur Ramdhan

G1A212095

Elma Laeni Barokah

G4A013102

Tsalasa Agustina

G4A014026

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2014

LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS

THALASEMIA

Disusun oleh :
Erli Nur Ramdhan

G1A212095

Elma Laeni Barokah

G4A013102

Tsalasa Agustina

G4A014026

Telah dipresentasikan pada


Tanggal,

Oktober 2014

Pembimbing,

dr. Heppy Oktavianto, M. Sc., Sp. PD

BAB I
LAPORAN KASUS
I.

IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Nn. K
Usia
: 21 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status
: Belum menikah
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Tidak Bekerja
Alamat
: Desa Sambeng Wetan RT 05/02, Kembaran, Banyumas
Tanggal masuk : 13 Oktober 2014
Tanggal periksa : 13 Oktober 2014
No. CM
: 00672478
II.

SUBJEKTIF
1 Keluhan Utama
Lemas
2 Keluhan Tambahan
Pusing nggleyeng, mual, perut terasa penuh, cepat lelah, dan keluar
3

keringat dingin.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Nn. K usia 21 tahun dating ke IGD RMSM dengan
keluhan utama lemas sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit.
Lemas dirasakan semakin lama semakin memberat. Selain itu, pasien
juga mengeluhkan pusing nggleyeng, mual, perut terasa penuh, cepat
lelah, dan keluar keringat dingin. Pasien tidak memiliki riwayat
perdarahan sebelumnya. Pasien memiliki riwayat transfusi darah sejak
usia 13 tahun. Lima bulan yang lalu, pasien mondok dengan keluhan
yang sama dan mendapatkan transfusi darah 6 kantong.

Riwayat Penyakit Dahulu


a Riwayat keluhan serupa
b Riwayat mondok
c Riwayat OAT
d Riwayat hipertensi
e Riwayat kencing manis
f Riwayat asma
g Riwayat alergi
5 Riwayat Penyakit Keluarga
a Riwayat keluhan serupa
b Riwayat hipertensi
c Riwayat kencing manis
d Riwayat asma
e Riwayat alergi

: diakui
: diakui
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi


a Community
Pasien tinggal di lingkungan pedesaan, hubungan pasien dengan
tetangga dan keluarga dekat baik. Selain pasien, tidak ada anggota
keluarga atau kerabat dekat pasien yang memiliki keluhan yang
b

sama.
Home
Pasien tinggal bersama ibu dan seorang adik perempuannya. Rumah

pasien di lingkungan pedesaan.


Occupational
Pasien tidak bekerja, keseharian pasien hanya dirumah dan
membantu membantu mengerjakan pekerjaan rumah. Pasien tidak

bekerja karena pasien sering merasakan lemas dan cepat lelah.


Personal habit
Pasien mengaku makan 3 kali sehari, dengan nasi, sayur dan lauk
pauk seadanya. Pasien mengaku tidak pernah mengkonsumsi
alkohol. Pasien membatasi aktivitas fisik sehari-hari karena sering
merasa cepat lelah.

III. OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Fisik
a.
b.
c.
d.
e.

Keadaan Umum
Kesadaran
BB
TB
Vital sign
- Tekanan Darah
- Nadi
- RR
- Suhu
d. Status Generalis
1) Kepala
- Bentuk
- Rambut

: tampak pucat
: compos mentis, GCS E4M6V5 (15)
: 43 kg
: 155 cm
: 120/60 mmHg
: 100 x/menit
: 20 x/menit
: 36,5 oC

: mesochepal, simetris
: warna hitam, tidak mudah dicabut, distribusi

merata, tidak rontok.


2) Mata
- Palpebra
- Konjungtiva
- Sclera
- Pupil
3 mm

: edema (-/-) ptosis (-/-)


: anemis (+/+)
: ikterik (-/-)
: reflek cahaya (+/+) normal, isokor

3) Telinga
- Otore (-/-)
- Deformitas (-/-)
- Nyeri tekan (-/-)
4) Hidung
- Nafas cuping hidung (-/-)
- Deformitas (-/-)
- Discharge (-/-)
5) Mulut
- Bibir sianosis (-)
- Bibir kering (-)
- Lidah kotor (-)
6) Leher
- Trakhea
: deviasi trakhea (-)
- Kelenjar lymphoid
: tidak membesar, nyeri (-)
- Kelenjar thyroid
: tidak membesar
- JVP
: 5+3 cmH2O
7) Dada
a) Paru
- Inspeksi
: bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-),
jejas (-)
Retraksi suprasternalis (-)
Retraksi intercostalis (-)
Retraksi epigastrik (-)
-

Palpasi

: vocal fremitus kanan = kiri


ketinggalan gerak (-)
Perkusi
: sonor pada kedua lapang paru
Batas paru hepar di SIC V LMCD
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-)
Ronki basah kasar parahiler (-/-), ronki
basah halus (-/-)

b) Jantung
- Inspeksi : ictus cordis nampak pada SIC V 2 jari medial
-

LMCS
Palpasi :

ictus cordis teraba di SIC V 2 jari medial

LMCS, tidak kuat angkat


Perkusi : batas jantung kanan atas di SIC II LPSD
Batas jantung kiri atas di SIC II LPSS
Batas jantung kanan bawah di SIC IV LPSD
Batas jantung kiri bawah di SIC V 2 jari

medial LMCS
- Auskultasi : S1>S2, reguler, murmur (-), gallops (-)
8) Abdomen
- Inspeksi
: datar
- Auskultasi
: bising usus (+) normal

- Perkusi
: timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
- Palpasi
: supel, nyeri tekan (-), undulasi (-)
- Hepar
: teraba 5 jari BACD
- Lien
: teraba schuffner 6
9) Ekstrimitas
- Superior : edema (-/-), sianosis (-/-), akral dingin
- Inferior : edema (-/-), sianosis (-/-), akral dingin
2. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium darah 13 Oktober 2014
Darah Lengkap
Hb

: 2,9 gr/dl

Leukosit

: 8.800 /ul

Hematokrit

:9%

Eritrosit

: 1,1 juta /ul

Trombosit

: 212.000 /ul N

MCV

: 82,4 fL

MCH

: 26,9 pg

MCHC

: 32,6 gr/dl

RDW

: 14,7 %

MPV

: 8,8 fL

Hitung Jenis Leukosit

IV.

Eosinofil

: 0,2 %

Basofil

: 1,2 %

Batang

: 0,1 %

Segmen

: 61,6 %

Limfosit

: 37,3 %

Monosit

: 1,5 %

DIAGNOSIS
Thalasemia

V.

PLANNING
1. Terapi
a. Farmakologi
1) Oksigen 4 lpm
2) IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
3) Transfusi PRC 6 kolf

b. Non Farmakologi
1) Tirah baring
2) Edukasi pasien dan keluarga tentang penyebab, faktor risiko,
pengobatan, dan komplikasi dari penyakit
3) Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen
sebagai berikut : asam folat, asam askorbat (vitamin C) dosis
rendah, dan alfa-tokoferol (vitamin E). Sebaiknya zat besi tidak
diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi juga dihindari.
Kopi dan teh diketahui dapat membantu mengurangi penyerapan
zat besi di usus.
2. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (gambaran darah tepi, Fe serum, TIBC, saturasi
transferrin, ferritin, cadangan besi sumsum tulang, kadar HbA2 dan
HbF)
3. Monitoring
a. Keadaan umum dan kesadaran
b. Tanda vital
c. Evaluasi perkembangan penyakit
4. Prognosis
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad fungsionam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Thalasemia adalah sekelompok heterogen gangguan genetik pada
sintesis hemoglobin yang ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya sintesis
rantai globin. Thalassemia merupakan sekelompok anemia hipokromik
herediter dengan berbagai derajat keparahan. Defek genetik yang mendasari
meliputi delesi total atau parsial gen globin dan substitusi, delesi, atau insersi
nukleotida. Akibat dari berbagai perubahan ini adalah penurunan atau tidak
adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai globin atau pembentukan mRNA
yang cacat secara fungsional sehingga mengakibatkan penurunan dan supresi
total sintesis rantai polipeptida Hb (Sudoyo, 2009).
B. EPIDEMIOLOGI
Penyebaran thalasemia mulai dari Mediterania, Timur Tengah, Anak
Benua (sub-continent) India dan Burma, serta di daerah sepanjang garis antara
Cina bagian selatan, Thailand, semenanjung Malaysia, kepulauan Pasifik dan
Indonesia. Daerah-daerah tersebut lazim disebut daerah sabuk thalassemia,
dengan kisaran prevalens thalassemia sebesar 2,515%. World Health
Organization (WHO) pada tahun 1994 menyatakan bahwa tidak kurang dari
250 juta penduduk dunia, yang meliputi 4,5% dari total penduduk dunia
adalah pembawa sifat (bentuk heterozigot). Dari jumlah tersebut sebanyak 8090 juta adalah pembawa sifat thalassemia dan sisanya adalah pembawa sifat
thalassemia , jenis lain pembawa sifat hemoglobin varian seperti HbE, HbS,
HbO, dan lain-lain. Saat ini sekitar 7% dari total penduduk dunia adalah
pembawa sifat kelainan ini. Di Indonesia, thalassemia merupakan kelainan
genetik yang paling banyak ditemukan. Angka pembawa sifat thalassemia
adalah 3-5%, bahkan di beberapa daerah mencapai 10%, sedangkan angka
pembawa sifat HbE berkisar antara 1,5-36%. Berdasarkan hasil penelitian di
atas dan dengan memperhitungkan angka kelahiran dan jumlah penduduk
Indonesia, diperkirakan jumlah pasien thalassemia baru yang lahir setiap tahun
di Indonesia cukup tinggi, yakni sekitar 2.500 anak (HTA Indonesia, 2010).

C. KLASIFIKASI
Saat ini dikenal sejumlah besar sindrom thalasemia; masing-masing
melibatkan penurunan produksi satu atau lebih rantai globin, yang membentuk
bermacam-macam jenis Hb yang ditemukan pada sel darah merah. Jenis yang
paling penting dalam praktek klinis adalah sindrom yang mempengaruhi baik
sintesis rantai maupun (Yaish, 2013).
1. Thalassemia-
Delesi gen globin- menyebabkan sebagian besar kelainan ini.
Terdapat empat gen globin- pada individu normal, dan empat bentuk
thalassemia- yang berbeda telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua,
tiga, dan semua empat gen ini (Yaish, 2013).
Tabel 1. Thalassemia-
Genotip
/
-/
--/ atau

Jumlah
gen
4
3
2

Presentasi
Klinis
Normal
Silent carrier
Trait thal-

Hemoglobin Elektroforesis
Saat Lahir
> 6 bulan
N
N
0-3 % Hb Barts
N
2-10% Hb Barts
N

/-
--/-
1
Penyakit Hb H 15-30% Hb Bart
--/-0
Hydrops fetalis
>75% Hb Bart
Keterangan :
N = hasil normal, Hb = hemoglobin, Hb Barts = 4, HbH = 4
a

Hb H
-

Silent Carrier Thalassemia-


Pada tipe silent carrier, salah satu gen pada kromosom 16
menghilang, menyisakan hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita sehat
secara hematologis, hanya ditemukan adanya jumlah eritrosit yang
rendah dalam beberapa pemeriksaan. Pada tipe ini, diagnosis tidak
dapat dipastikan dengan pemeriksaan elektroforesis Hb, sehingga
harus dilakukan tes lain yang lebih canggih. Bisa juga dicari akan
adanya kelainan hematologi pada anggota keluarga (misalnya
orangtua) untuk mendukung diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap
pada salah satu orangtua yang menunjukkan adanya hipokromia dan
mikrositosis tanpa penyebab yang jelas merupakan bukti yang cukup

kuat menuju diagnosis thalassemia (Yaish, 2013).


b Trait Thalassemia-
Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel
darah merah yang rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen

pada satu kromosom 16 atau satu gen pada masing-masing


kromosom. Kelainan ini sering ditemukan di Asia Tenggara, India dan
Timur Tengah. Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb
Barts (4) dapat ditemukan pada elektroforesis Hb. Setelah umur satu
bulan, Hb Barts tidak terlihat lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF secara
khas normal (Yaish, 2013).

Gambar 1. Thalassemia menurut hukum Mendel


c

Penyakit Hb H
Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin ,
merepresentasikan thalassemia- intermedia, dengan anemia sedang
sampai berat, splenomegali, ikterus dan jumlah sel darah merah yang
abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang diwarnai dengan
pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darah merah yang diinklusi
oleh rantai tetramer (Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di
dalam eritrosit, sehingga menampilkan gambaran golf ball. Badan
inklusi ini dinamakan sebagai Heinz bodies (Yaish, 2013).

Gambar 2. Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi


Penyakit Hb H yang menunjukkan Heinz-Bodies
d Thalassemia- Mayor
Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi
semua gen globin-, disertai dengan tidak ada sintesis rantai sama
sekali. Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2 semuanya mengandung rantai
, maka tidak satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts (4)
mendominasi pada bayi yang menderita dan karena 4 memiliki
afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi itu mengalami hipoksia berat.
Eritrositnya juga mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal
(Hb Portland = 22) yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen
(Yaish, 2013).
Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari
bayi yang lahir hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini
sangat hidropik, dengan gagal jantung kongestif dan edema anasarka
berat. Yang dapat hidup dengan manajemen neonatus agresif juga
nantinya akan sangat bergantung dengan transfusi.
2. Thalassemia-
Sama dengan thalassemia-, dikenal beberapa bentuk klinis dari
thalassemia-, antara lain :
a. Silent Carrier Thalassemia-
Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai
eritrosit yang rendah. Mutasi yang terjadi sangat ringan, dan
merepresentasikan suatu thalassemia-+. Bentuk silent carrier
thalassemia- tidak menimbulkan kelainan yang dapat diidentifikasi
pada individu heterozigot, tetapi gen untuk keadaan ini, jika
diwariskan

bersama-sama

dengan

gen

menghasilkan sindrom thalassemia intermedia.

untuk

thalassemia-,

Gambar 3. Thalassemia menurut Hukum Mendel


b. Trait Thalassemia-
Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal,
dan elektroforesis Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan
jumlah Hb A2, Hb F atau keduanya. Individu dengan ciri (trait)
thalassemia sering didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi besi dan
mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi selama
waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait
thalassemia- mempunyai peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%)
(Yaish, 2013).
Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan
HbF, sekitar 2-6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-benar
khas, dijumpai Hb A2 normal dengan kadar HbF berkisar dari 5%
sampai 15%, yang mewakili thalassemia tipe (Yaish, 2013).
c. Thalassemia- Yang Terkait Dengan Variasi Struktural Rantai
Presentasi klinisnya bervariasi dari seringan thalassemia media
hingga seberat thalassemia- mayor. Ekspresi gen homozigot
thalassemia (+) menghasilkan sindrom mirip anemia Cooley yang
tidak terlalu berat (thalassemia intermedia). Deformitas skelet dan
hepatosplenomegali timbul pada penderita ini, tetapi kadar Hb mereka
biasanya bertahan pada 6-8 gr/dL tanpa transfuse (Yaish, 2013).
Kebanyakan bentuk thalassemia- heterozigot terkait dengan
anemia ringan. Kadar Hb khas sekitar 2-3 gr/dL lebih rendah dari nilai
normal menurut umur. Eritrosit adalah mikrositik hipokromik dengan
poikilositosis, ovalositosis, dan seringkali bintik-bintik basofil. Sel

target mungkin juga ditemukan tapi biasanya tidak mencolok dan tidak
spesifik untuk thalassemia. MCV rendah, kira-kira 65 fL, dan MCH
juga rendah (<26 pg). Penurunan ringan pada ketahanan hidup eritrosit
juga dapat diperlihatkan, tetapi tanda hemolisis biasanya tidak ada.
Kadar besi serum normal atau meningkat (Yaish, 2013).
d. Thalassemia- Homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)
Ditandai dengan anemia hemolitik kronis yang progresif
selama 6 bulan kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler
diperlukan pada penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat
sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa
transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan.
Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang
menerima transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan
eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulangtulang menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi
masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk
wajah yang khas.

Gambar 4. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies


Cooley)
Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan
coklat kekuningan. Limpa dan hati membesar karena hematopoesis
ekstrameduler dan hemosiderosis. Pada penderita yang lebih tua, limpa
mungkin

sedemikian

besarnya

sehingga

menimbulkan

ketidaknyamanan mekanis dan hipersplenisme sekunder.


Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas
terlambat atau tidak terjadi karena kelainan endokrin sekunder.

Diabetes mellitus yang disebabkan oleh siderosis pankreas mungkin


terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan gagal jantung
kongestif kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium sering
merupakan kejadian terminal.
Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-
homozigot yang tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping
hipokromia dan mikrositosis berat, banyak ditemukan poikilosit yang
terfragmentasi aneh (sel bizarre) dan sel target. Sejumlah besar eritrosit
yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi
intraeritrositik yang merupakan presipitasi kelebihan rantai , juga
terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5
gr/dL kecuali mendapat transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan
saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding capacity). Gambaran
biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar HbF yang sangat tinggi
dalam eritrosit.
D. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
a. Pemberian iron chelating agent (desferoxamine) : diberikan setelah
kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin
lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine,
dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus
dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap
selesai transfusi darah.
b. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk
meningkatkan efek kelasi besi.
c. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
d. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat
memperpanjang umur sel darah merah
2. Bedah
a. Splenektomi, dengan indikasi :
1) limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,
menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya
terjadinya ruptur

2) hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi


darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg
berat badan dalam satu tahun.
b. Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi
penderita thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia
mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya akumulasi
besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada anak
usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLAspesifik dan cocok dengan saudara kandungnya di anjurkan untuk
melakukan transplantasi ini.
3. Suportif
Tranfusi Darah
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan
kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat,
menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan
pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk
PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
4. Diet
Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai berikut
: asam folat, asam askorbat (vitamin C) dosis rendah, dan alfa-tokoferol
(vitamin E). Sebaiknya zat besi tidak diberikan, dan makanan yang kaya
akan zat besi juga dihindari. Kopi dan teh diketahui dapat membantu
mengurangi penyerapan zat besi di usus.
E. PENCEGAHAN
Pencegahan thalassemia terutama ditujukan untuk menurunkan jumlah
bayi lahir dengan thalassemia mayor. Ada 2 pendekatan target dalam
pencegahan thalassemia yaitu secara retrospektif dan prospektif. Pendekatan
retrospektif dilakukan dengan cara melakukan penelusuran terhadap anggota
keluarga dengan riwayat keluarga menderita thalassemia mayor. Sementara
pendekatan

prospektif

dilakukan

dengan

melakukan

skrining

untuk

mengidentifikasi karier thalassemia pada populasi tertentu. Secara garis besar


bentuk pencegahan thalassemia dapat berupa edukasi tentang penyakit
thalassemia pada masyarakat, skrining (carrier testing), konseling genetika
pranikah, dan diagnosis prenatal (HTA Indonesia, 2010).

1. Edukasi
Edukasi masyarakat tentang penyakit thalassemia memegang
peranan yang sangat penting dalam program pencegahan. Masyarakat
harus diberi pengetahuan tentang penyakit yang bersifat genetik dan
diturunkan, terutama tentang thalassemia dengan frekuensi kariernya yang
cukup tinggi di masyarakat. Pendidikan genetika harus diajarkan di
sekolah, demikian pula pengetahuan tentang gejala awal thalassemia.
Media massa harus dapat berperan lebih aktif dalam menyebarluaskan
informasi tentang thalassemia, meliputi gejala awal, cara penyakit
diturunkan dan cara pencegahannya.
2. Skrining Karier
Skrining massal dan konseling genetika telah berhasil di Italia,
Yunani dan tempat yang memiliki fekuensi gen thalassemia tinggi.
Skrining pada populasi (skrining prospektif) dikombinasikan dengan
diagnostik pranatal telah menurunkan insidens thalassemia secara
dramatis.
Skrining thalassemia ditujukan untuk menjaring individu karier
thalassemia pada suatu populasi, idealnya dilakukan sebelum memiliki
anak. Skrining ini bertujuan untuk mengidentifikasi individu dan pasangan
karier, dan menginformasikan kemungkinan mendapat anak dengan
thalassemia dan pilihan yang dapat dilakukan untuk menghindarinya.
Target utama skrining adalah penemuan - dan o thalassemia, serta Hb S,
C, D, E.
Skrining dapat dilakukan di sekolah, klinik dokter keluarga, klinik
keluarga berencana, klinik antenatal, saat pranikah, atau pada saat bayi
baru lahir. Pada daerah dengan risiko tinggi dapat dilakukan program
skrining khusus pranikah atau sebelum memiliki anak.
Pendekatan genetik klasik dalam mendeteksi karier berdasarkan
penelusuran silsilah keluarga dianggap kurang efektif dibanding dengan
skrining populasi. Bila ada individu yang teridentifikasi sebagai karier,
maka skrining pada anggota keluarga yang lain dapat dilakukan. Skrining
silsilah genetik khususnya efektif pada daerah yang sering terjadi
perkawinan antar kerabat dekat. Algoritma skrining identifikasi karier

rekomendasi the Thalassemia International Federation (2003) mengikuti


alur pada gambar sebagai berikut :

Gambar 5. Algoritma skrining thalassemia


Metode pemeriksaan thalassemia yang definitif dan akurat meliputi
pemeriksaan kualitatif HbA2, HbF, rasio sintesis rantai globin dan analisis
DNA untuk mengetahui mutasi spesifik. Namun, semua pemeriksaan ini
mahal. Pasien thalassemia selalu mengalami anemia hipokrom (MCH < 26
pg) dan mikrositik (MCV < 75 fl), karenanya kedua kelainan ini tepat
digunakan untuk pemeriksaan awal karier thalassemia. Kemungkinan
anemia mikrositik akibat defisiensi besi harus disingkirkan melalui
pemeriksaan porfirin bebas eritrosit, feritin serum atau kadar besi serum,
dengan total iron-binding capacity.
3. Konseling genetika
Informasi dan konseling genetika harus tersedia ditempat skrining
karier dilakukan. Tenaga kesehatan tidak boleh memaksa orang untuk
menjalani skrining dan harus mampu menginformasikan pada peserta
skirining bila mereka teridentifikasi karier dan implikasinya. Prinsip dasar
dalam konseling adalah bahwa masing-masing individu atau pasangan
memiliki hak otonomi untuk menentukan pilihan, hak untuk mendapat

informasi akurat secara utuh, dan kerahasiaan mereka terjamin penuh. Hal
yang harus diinformasikan berhubungan dengan kelainan genetik secara
detil, prosedur obstetri yang mungkin dijalani dan kemungkinan kesalahan
diagnosis pranatal. Informasi tertulis harus tersedia, dan catatan medis
untuk pilihan konseling harus tersimpan. Pemberian informasi pada
pasangan ini sangat penting karena memiliki implikasi moral dan
psikologi ketika pasangan karier dihadapkan pada pilihan setelah
dilakukan diagnosis pranatal. Pilihan yang tersedia tidak mudah, dan
mungkin tiap pasangan memiliki pilihan yang berbeda-beda. Tanggung
jawab utama seorang konselor adalah memberikan informasi yang akurat
dan komprehensif yang memungkinkan pasangan karier menentukan
pilihan yang paling mungkin mereka jalani sesuai kondisi masing-masing.
4. Diagnosis Pranatal
Diagnosis pranatal meliputi skrining karier thalassemia saat
kunjungan pranatal pada wanita hamil, yang dilanjutkan dengan skrining
karier pada suaminya bila wanita hamil tersebut teridentifikasi karier. Bila
keduanya adalah karier, maka ditawarkan diagnosis pranatal pada janin
serta pengakhiran kehamilan bila ada risiko gen thalassemia homozigot.
Saat ini, program ini hanya ditujukan pada thalassemia + dan O yang
tergantung transfusi dan sindroma Hb Barts hydrops.
Diagnosis pranatal dapat dilakukan antara usia 8-18 minggu
kehamilan. Metode yang digunakan adalah identifkasi gen abnormal pada
analisis DNA janin. Pengambilan sampel janin dilakukan melalui
amniosentesis atau biopsi vili korialis (VCS/ villi chorealis sampling).
Biopsi vili korialis lebih disukai, karena bila dilakukan oleh tenaga
ahli, pengambilan sampel dapat dilakukan pada usia kehamilan yang lebih
dini,3 yaitu pada usia gestasi 9 minggu. Namun WHO menganjurkan
biopsi vili korialis pada usia gestasi 10- 12 minggu, karena pada usia
kurang dari 10 minggu ditemukan risiko malformasi janin. Seluruh
prosedur pengambilan sampel janin harus dilakukan oleh ahli fetomaternal
dengan panduan USG kualitas tinggi. Risiko terjadinya abortus pada
biopsi villi korialis sekitar 1-2% bila dilakukan oleh tenaga ahli.
Sedangkan tindakan amniosentesis, yaitu mengambil cairan amnion,

umumnya efektif dilakukan pada usia kehamilan > 14 minggu. Hal ini
dikarenakan untuk menjaring sel-sel janin yang baru lepas dalam jumlah
cukup ke dalam cairan amnion. Teknik ini relatif lebih mudah, namun
mempunyai kelemahan pada usia kehamilan yang lebih besar.
Teknik lain yang juga sudah dikembangkan adalah isolasi darah
janin (fetal nucleated red blood cell) sebagai sumber DNA janin dari darah
perifer ibu.3 DNA janin dianalisis dengan metode polymerase chain
reaction (PCR). Untuk mutasi thalassemia, analisis dilakukan dengan
Southern blot analysis, pemetaan gen (gene mapping), dan restriction
fragmen

length

polymorphism

(RFLP)

analysis.

Seiring

dengan

munculnya trauma akibat terminasi kehamilan pada ibu hamil dengan


janin yang dicurigai mengidap thalassemia mayor, saat ini sedang
dikembangkan diagnosis pranatal untuk thalassemia sebelum terjadinya
implantasi janin dengan polar body analysis.
Metode pengakhiran kehamilan yang digunakan tergantung dari
usia gestasi. Pada umumnya dibedakan menjadi 2 metode: operatif dan
medisinalis. Dengan standar prosedur yang sesuai, kedua metode ini, baik
operatif maupun medisinalis, mempunyai efektivitas yang baik dalam
pengakhiran kehamilan. Namun demikian beberapa praktisi kebidanan
seringkali mendasarkan pilihan metode pada usia kehamilan. Pada usia
gestasi kurang dari 13 minggu, metode standar pengakhiran kehamilan
adalah suction method . Setelah 14 minggu, aborsi dilakukan dengan
induksi prostaglandin. Metode aborsi lainnya yang bisa dilakukan adalah
kombinasi antara medisinalis dan cara operatif.
F. KOMPLIKASI
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung.
Tranfusi darah yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar
besi dalam darah sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan
tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan
gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah
ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda
hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama

disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung. Hepatitis pasca transfusi biasa
dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa terlebih dahulu terhadap
HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan
jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena
peningkatan deposisi melanin (Hassan, 2002).
G. PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari
thalassemia. Kondisi klinis penderita thalassemia sangat bervariasi dari ringan
bahkan asimtomatik hingga berat dan mengancam jiwa (Yaish, 2013).

DAFTAR ISI
Hassan R dan Alatas H. 2002. Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan anak. bagian 19
Hematologi hal. 419-450. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Healt Technology Assessment (HTA) Indonesia. 2010. Pencegahan Thalassemia.
Jakarta : Dirjen Bina Pelayanan Medik, Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Sudoyo, Aru W., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna
Publishing.
Yaish, Hassan M. 2013. Pediatric Thalassemia. Diakses pada tanggal 13 Oktober
2014 di http://emedicine.medscape.com.

Anda mungkin juga menyukai