THALASSEMIA
Diajukan kepada :
dr. Heppy Oktavianto, M.Sc., Sp.PD
Disusun oleh :
Erli Nur Ramdhan
G1A212095
G4A013102
Tsalasa Agustina
G4A014026
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
THALASEMIA
Disusun oleh :
Erli Nur Ramdhan
G1A212095
G4A013102
Tsalasa Agustina
G4A014026
Oktober 2014
Pembimbing,
BAB I
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Nn. K
Usia
: 21 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status
: Belum menikah
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Tidak Bekerja
Alamat
: Desa Sambeng Wetan RT 05/02, Kembaran, Banyumas
Tanggal masuk : 13 Oktober 2014
Tanggal periksa : 13 Oktober 2014
No. CM
: 00672478
II.
SUBJEKTIF
1 Keluhan Utama
Lemas
2 Keluhan Tambahan
Pusing nggleyeng, mual, perut terasa penuh, cepat lelah, dan keluar
3
keringat dingin.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Nn. K usia 21 tahun dating ke IGD RMSM dengan
keluhan utama lemas sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit.
Lemas dirasakan semakin lama semakin memberat. Selain itu, pasien
juga mengeluhkan pusing nggleyeng, mual, perut terasa penuh, cepat
lelah, dan keluar keringat dingin. Pasien tidak memiliki riwayat
perdarahan sebelumnya. Pasien memiliki riwayat transfusi darah sejak
usia 13 tahun. Lima bulan yang lalu, pasien mondok dengan keluhan
yang sama dan mendapatkan transfusi darah 6 kantong.
: diakui
: diakui
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
sama.
Home
Pasien tinggal bersama ibu dan seorang adik perempuannya. Rumah
III. OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Fisik
a.
b.
c.
d.
e.
Keadaan Umum
Kesadaran
BB
TB
Vital sign
- Tekanan Darah
- Nadi
- RR
- Suhu
d. Status Generalis
1) Kepala
- Bentuk
- Rambut
: tampak pucat
: compos mentis, GCS E4M6V5 (15)
: 43 kg
: 155 cm
: 120/60 mmHg
: 100 x/menit
: 20 x/menit
: 36,5 oC
: mesochepal, simetris
: warna hitam, tidak mudah dicabut, distribusi
3) Telinga
- Otore (-/-)
- Deformitas (-/-)
- Nyeri tekan (-/-)
4) Hidung
- Nafas cuping hidung (-/-)
- Deformitas (-/-)
- Discharge (-/-)
5) Mulut
- Bibir sianosis (-)
- Bibir kering (-)
- Lidah kotor (-)
6) Leher
- Trakhea
: deviasi trakhea (-)
- Kelenjar lymphoid
: tidak membesar, nyeri (-)
- Kelenjar thyroid
: tidak membesar
- JVP
: 5+3 cmH2O
7) Dada
a) Paru
- Inspeksi
: bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-),
jejas (-)
Retraksi suprasternalis (-)
Retraksi intercostalis (-)
Retraksi epigastrik (-)
-
Palpasi
b) Jantung
- Inspeksi : ictus cordis nampak pada SIC V 2 jari medial
-
LMCS
Palpasi :
medial LMCS
- Auskultasi : S1>S2, reguler, murmur (-), gallops (-)
8) Abdomen
- Inspeksi
: datar
- Auskultasi
: bising usus (+) normal
- Perkusi
: timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
- Palpasi
: supel, nyeri tekan (-), undulasi (-)
- Hepar
: teraba 5 jari BACD
- Lien
: teraba schuffner 6
9) Ekstrimitas
- Superior : edema (-/-), sianosis (-/-), akral dingin
- Inferior : edema (-/-), sianosis (-/-), akral dingin
2. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium darah 13 Oktober 2014
Darah Lengkap
Hb
: 2,9 gr/dl
Leukosit
: 8.800 /ul
Hematokrit
:9%
Eritrosit
Trombosit
: 212.000 /ul N
MCV
: 82,4 fL
MCH
: 26,9 pg
MCHC
: 32,6 gr/dl
RDW
: 14,7 %
MPV
: 8,8 fL
IV.
Eosinofil
: 0,2 %
Basofil
: 1,2 %
Batang
: 0,1 %
Segmen
: 61,6 %
Limfosit
: 37,3 %
Monosit
: 1,5 %
DIAGNOSIS
Thalasemia
V.
PLANNING
1. Terapi
a. Farmakologi
1) Oksigen 4 lpm
2) IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
3) Transfusi PRC 6 kolf
b. Non Farmakologi
1) Tirah baring
2) Edukasi pasien dan keluarga tentang penyebab, faktor risiko,
pengobatan, dan komplikasi dari penyakit
3) Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen
sebagai berikut : asam folat, asam askorbat (vitamin C) dosis
rendah, dan alfa-tokoferol (vitamin E). Sebaiknya zat besi tidak
diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi juga dihindari.
Kopi dan teh diketahui dapat membantu mengurangi penyerapan
zat besi di usus.
2. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (gambaran darah tepi, Fe serum, TIBC, saturasi
transferrin, ferritin, cadangan besi sumsum tulang, kadar HbA2 dan
HbF)
3. Monitoring
a. Keadaan umum dan kesadaran
b. Tanda vital
c. Evaluasi perkembangan penyakit
4. Prognosis
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad fungsionam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Thalasemia adalah sekelompok heterogen gangguan genetik pada
sintesis hemoglobin yang ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya sintesis
rantai globin. Thalassemia merupakan sekelompok anemia hipokromik
herediter dengan berbagai derajat keparahan. Defek genetik yang mendasari
meliputi delesi total atau parsial gen globin dan substitusi, delesi, atau insersi
nukleotida. Akibat dari berbagai perubahan ini adalah penurunan atau tidak
adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai globin atau pembentukan mRNA
yang cacat secara fungsional sehingga mengakibatkan penurunan dan supresi
total sintesis rantai polipeptida Hb (Sudoyo, 2009).
B. EPIDEMIOLOGI
Penyebaran thalasemia mulai dari Mediterania, Timur Tengah, Anak
Benua (sub-continent) India dan Burma, serta di daerah sepanjang garis antara
Cina bagian selatan, Thailand, semenanjung Malaysia, kepulauan Pasifik dan
Indonesia. Daerah-daerah tersebut lazim disebut daerah sabuk thalassemia,
dengan kisaran prevalens thalassemia sebesar 2,515%. World Health
Organization (WHO) pada tahun 1994 menyatakan bahwa tidak kurang dari
250 juta penduduk dunia, yang meliputi 4,5% dari total penduduk dunia
adalah pembawa sifat (bentuk heterozigot). Dari jumlah tersebut sebanyak 8090 juta adalah pembawa sifat thalassemia dan sisanya adalah pembawa sifat
thalassemia , jenis lain pembawa sifat hemoglobin varian seperti HbE, HbS,
HbO, dan lain-lain. Saat ini sekitar 7% dari total penduduk dunia adalah
pembawa sifat kelainan ini. Di Indonesia, thalassemia merupakan kelainan
genetik yang paling banyak ditemukan. Angka pembawa sifat thalassemia
adalah 3-5%, bahkan di beberapa daerah mencapai 10%, sedangkan angka
pembawa sifat HbE berkisar antara 1,5-36%. Berdasarkan hasil penelitian di
atas dan dengan memperhitungkan angka kelahiran dan jumlah penduduk
Indonesia, diperkirakan jumlah pasien thalassemia baru yang lahir setiap tahun
di Indonesia cukup tinggi, yakni sekitar 2.500 anak (HTA Indonesia, 2010).
C. KLASIFIKASI
Saat ini dikenal sejumlah besar sindrom thalasemia; masing-masing
melibatkan penurunan produksi satu atau lebih rantai globin, yang membentuk
bermacam-macam jenis Hb yang ditemukan pada sel darah merah. Jenis yang
paling penting dalam praktek klinis adalah sindrom yang mempengaruhi baik
sintesis rantai maupun (Yaish, 2013).
1. Thalassemia-
Delesi gen globin- menyebabkan sebagian besar kelainan ini.
Terdapat empat gen globin- pada individu normal, dan empat bentuk
thalassemia- yang berbeda telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua,
tiga, dan semua empat gen ini (Yaish, 2013).
Tabel 1. Thalassemia-
Genotip
/
-/
--/ atau
Jumlah
gen
4
3
2
Presentasi
Klinis
Normal
Silent carrier
Trait thal-
Hemoglobin Elektroforesis
Saat Lahir
> 6 bulan
N
N
0-3 % Hb Barts
N
2-10% Hb Barts
N
/-
--/-
1
Penyakit Hb H 15-30% Hb Bart
--/-0
Hydrops fetalis
>75% Hb Bart
Keterangan :
N = hasil normal, Hb = hemoglobin, Hb Barts = 4, HbH = 4
a
Hb H
-
Penyakit Hb H
Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin ,
merepresentasikan thalassemia- intermedia, dengan anemia sedang
sampai berat, splenomegali, ikterus dan jumlah sel darah merah yang
abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang diwarnai dengan
pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darah merah yang diinklusi
oleh rantai tetramer (Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di
dalam eritrosit, sehingga menampilkan gambaran golf ball. Badan
inklusi ini dinamakan sebagai Heinz bodies (Yaish, 2013).
bersama-sama
dengan
gen
untuk
thalassemia-,
target mungkin juga ditemukan tapi biasanya tidak mencolok dan tidak
spesifik untuk thalassemia. MCV rendah, kira-kira 65 fL, dan MCH
juga rendah (<26 pg). Penurunan ringan pada ketahanan hidup eritrosit
juga dapat diperlihatkan, tetapi tanda hemolisis biasanya tidak ada.
Kadar besi serum normal atau meningkat (Yaish, 2013).
d. Thalassemia- Homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)
Ditandai dengan anemia hemolitik kronis yang progresif
selama 6 bulan kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler
diperlukan pada penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat
sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa
transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan.
Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang
menerima transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan
eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulangtulang menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi
masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk
wajah yang khas.
sedemikian
besarnya
sehingga
menimbulkan
prospektif
dilakukan
dengan
melakukan
skrining
untuk
1. Edukasi
Edukasi masyarakat tentang penyakit thalassemia memegang
peranan yang sangat penting dalam program pencegahan. Masyarakat
harus diberi pengetahuan tentang penyakit yang bersifat genetik dan
diturunkan, terutama tentang thalassemia dengan frekuensi kariernya yang
cukup tinggi di masyarakat. Pendidikan genetika harus diajarkan di
sekolah, demikian pula pengetahuan tentang gejala awal thalassemia.
Media massa harus dapat berperan lebih aktif dalam menyebarluaskan
informasi tentang thalassemia, meliputi gejala awal, cara penyakit
diturunkan dan cara pencegahannya.
2. Skrining Karier
Skrining massal dan konseling genetika telah berhasil di Italia,
Yunani dan tempat yang memiliki fekuensi gen thalassemia tinggi.
Skrining pada populasi (skrining prospektif) dikombinasikan dengan
diagnostik pranatal telah menurunkan insidens thalassemia secara
dramatis.
Skrining thalassemia ditujukan untuk menjaring individu karier
thalassemia pada suatu populasi, idealnya dilakukan sebelum memiliki
anak. Skrining ini bertujuan untuk mengidentifikasi individu dan pasangan
karier, dan menginformasikan kemungkinan mendapat anak dengan
thalassemia dan pilihan yang dapat dilakukan untuk menghindarinya.
Target utama skrining adalah penemuan - dan o thalassemia, serta Hb S,
C, D, E.
Skrining dapat dilakukan di sekolah, klinik dokter keluarga, klinik
keluarga berencana, klinik antenatal, saat pranikah, atau pada saat bayi
baru lahir. Pada daerah dengan risiko tinggi dapat dilakukan program
skrining khusus pranikah atau sebelum memiliki anak.
Pendekatan genetik klasik dalam mendeteksi karier berdasarkan
penelusuran silsilah keluarga dianggap kurang efektif dibanding dengan
skrining populasi. Bila ada individu yang teridentifikasi sebagai karier,
maka skrining pada anggota keluarga yang lain dapat dilakukan. Skrining
silsilah genetik khususnya efektif pada daerah yang sering terjadi
perkawinan antar kerabat dekat. Algoritma skrining identifikasi karier
informasi akurat secara utuh, dan kerahasiaan mereka terjamin penuh. Hal
yang harus diinformasikan berhubungan dengan kelainan genetik secara
detil, prosedur obstetri yang mungkin dijalani dan kemungkinan kesalahan
diagnosis pranatal. Informasi tertulis harus tersedia, dan catatan medis
untuk pilihan konseling harus tersimpan. Pemberian informasi pada
pasangan ini sangat penting karena memiliki implikasi moral dan
psikologi ketika pasangan karier dihadapkan pada pilihan setelah
dilakukan diagnosis pranatal. Pilihan yang tersedia tidak mudah, dan
mungkin tiap pasangan memiliki pilihan yang berbeda-beda. Tanggung
jawab utama seorang konselor adalah memberikan informasi yang akurat
dan komprehensif yang memungkinkan pasangan karier menentukan
pilihan yang paling mungkin mereka jalani sesuai kondisi masing-masing.
4. Diagnosis Pranatal
Diagnosis pranatal meliputi skrining karier thalassemia saat
kunjungan pranatal pada wanita hamil, yang dilanjutkan dengan skrining
karier pada suaminya bila wanita hamil tersebut teridentifikasi karier. Bila
keduanya adalah karier, maka ditawarkan diagnosis pranatal pada janin
serta pengakhiran kehamilan bila ada risiko gen thalassemia homozigot.
Saat ini, program ini hanya ditujukan pada thalassemia + dan O yang
tergantung transfusi dan sindroma Hb Barts hydrops.
Diagnosis pranatal dapat dilakukan antara usia 8-18 minggu
kehamilan. Metode yang digunakan adalah identifkasi gen abnormal pada
analisis DNA janin. Pengambilan sampel janin dilakukan melalui
amniosentesis atau biopsi vili korialis (VCS/ villi chorealis sampling).
Biopsi vili korialis lebih disukai, karena bila dilakukan oleh tenaga
ahli, pengambilan sampel dapat dilakukan pada usia kehamilan yang lebih
dini,3 yaitu pada usia gestasi 9 minggu. Namun WHO menganjurkan
biopsi vili korialis pada usia gestasi 10- 12 minggu, karena pada usia
kurang dari 10 minggu ditemukan risiko malformasi janin. Seluruh
prosedur pengambilan sampel janin harus dilakukan oleh ahli fetomaternal
dengan panduan USG kualitas tinggi. Risiko terjadinya abortus pada
biopsi villi korialis sekitar 1-2% bila dilakukan oleh tenaga ahli.
Sedangkan tindakan amniosentesis, yaitu mengambil cairan amnion,
umumnya efektif dilakukan pada usia kehamilan > 14 minggu. Hal ini
dikarenakan untuk menjaring sel-sel janin yang baru lepas dalam jumlah
cukup ke dalam cairan amnion. Teknik ini relatif lebih mudah, namun
mempunyai kelemahan pada usia kehamilan yang lebih besar.
Teknik lain yang juga sudah dikembangkan adalah isolasi darah
janin (fetal nucleated red blood cell) sebagai sumber DNA janin dari darah
perifer ibu.3 DNA janin dianalisis dengan metode polymerase chain
reaction (PCR). Untuk mutasi thalassemia, analisis dilakukan dengan
Southern blot analysis, pemetaan gen (gene mapping), dan restriction
fragmen
length
polymorphism
(RFLP)
analysis.
Seiring
dengan
disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung. Hepatitis pasca transfusi biasa
dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa terlebih dahulu terhadap
HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan
jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena
peningkatan deposisi melanin (Hassan, 2002).
G. PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari
thalassemia. Kondisi klinis penderita thalassemia sangat bervariasi dari ringan
bahkan asimtomatik hingga berat dan mengancam jiwa (Yaish, 2013).
DAFTAR ISI
Hassan R dan Alatas H. 2002. Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan anak. bagian 19
Hematologi hal. 419-450. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Healt Technology Assessment (HTA) Indonesia. 2010. Pencegahan Thalassemia.
Jakarta : Dirjen Bina Pelayanan Medik, Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Sudoyo, Aru W., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna
Publishing.
Yaish, Hassan M. 2013. Pediatric Thalassemia. Diakses pada tanggal 13 Oktober
2014 di http://emedicine.medscape.com.