Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
O
L
E
H
RINGKASAN
K1 = 0 ppm,
K4 = 2250 ppm, K5 = 3000 ppm. Faktor II adalah Suhu Pengeringan (S) dengan
3 taraf,
15 dengan 2 ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi natrium
metabisulfit yang digunakan maka rendemen, kadar air, kadar abu, residu sulfit,
dan nilai organoleptik warna pati biji alpukat semakin besar. Semakin tinggi suhu
pengeringan maka kadar abu dan residu sulfit pati biji alpukat semakin besar,
sedangkan rendemen, kadar air dan nilai organoleptik warna semakin kecil.
Interaksi antara konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan
berpengaruh nyata terhadap rendemen, kadar abu, dan residu sulfit. Semakin
tinggi konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan maka rendemen
semakin kecil, sedangkan kadar abu dan residu sulfit semakin besar.
Disimpulkan bahwa untuk menghasilkan pati biji alpukat bermutu baik
disarankan merendam biji alpukat dalam natrium metabisulfit dengan konsentrasi
3000 ppm dan pengeringan dengan suhu 50oC.
KATA PENGANTAR
Diketahui oleh :
Dekan Fakultas Pertanian USU,
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ......................................................................................
ii
iii
PENDAHULUAN ...............................................................................
6
6
7
12
13
PENDAHULUAN
Biji buah alpukat sampai saat ini hanya dibuang sebagai limbah yang
dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Padahal di dalam biji alpukat
mengandung zat pati yang cukup tinggi, yakni sekitar 23%. Hal ini
memungkinkan biji alpukat sebagai alternatif sumber pati.
Biji alpukat yang diolah menjadi pati, selain bermanfaat mengurangi
pencemaran lingkungan, juga dapat menciptakan peluang usaha baru. Pati biji
alpukat selanjutnya dapat diolah menjadi berbagai hasil olahan yang mempunyai
nilai jual tinggi, antara lain : dodol, kerupuk, snack, biskuit dan sebagainya
(Winarti dan Purnomo, 2006).
Biji alpukat tergolong besar, terdiri dari dua keping (cotyledon), dan
dilapisi oleh kulit biji yang tipis melekat. Biji tersusun oleh jaringan parenchyma
yang mengandung sel-sel minyak dan butir tepung sebagai bahan cadangan
makanan (Kalie, 1997).
Menurut hasil analisis Alsuhendra, et al., (2007) biji alpukat memiliki
kandungan air 12,67 %, kadar abu 2,78 %, kandungan mineral 0,54 % lebih tinggi
dari biji buah lainnya. Biji alpukat kaya akan sumber campuran kompleks
senyawa polifenolik mencakup dari yang sederhana katekin dan epikatekin
dengan zat polimerik terbesar.
Biji alpukat merupakan tempat penyimpanan cadangan makanan bagi
tumbuhan, selain buah, batang, dan akar. Pati merupakan penyusun utama
cadangan makanan tumbuh-tumbuhan. Pati adalah polimer D-glukosa dan
ditemukan sebagai karbohidrat simpanan dalam tumbuhan. Pati terdapat sebagai
butiran kecil dengan berbagai ukuran dan bentuk yang khas untuk setiap spesies
tumbuhan. Pati terdiri atas dua polimer yang berlainan, senyawa rantai lurus,
amilosa, dan komponen yang bercabang, amilopektin (deMan, 1997). Komposisi
kimia dan sifat-sifat dari pati biji alpukat dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia dan sifat-sifat pati biji alpukat
Komponen
Jumlah (%)
Komponen
Kadar air
10,2
Lemak
Kadar pati
80,1
Serat kasar
*Amilosa
43,3
Warna
*Amilopektin
37,7
Kehalusan granula
Protein
tn
Rendemen pati
Jumlah (%)
tn
1,21
putih coklat
halus
21,3
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan biji alpukat
adalah dengan mengekstrak pati dari dalam biji. Masalah utama dalam ekstraksi
pati biji alpukat adalah apabila biji alpukat dihancurkan menghasilkan warna
cokelat sehingga pati yang dihasilkan juga agak cokelat. Untuk menghasilkan pati
biji alpukat dengan warna putih, diperlukan perlakuan khusus pada pengolahan
pati biji alpukat dengan cara perendaman di dalam larutan natrium metabisulfit
(Na2S2O5) agar diperoleh pati biji alpukat dengan mutu yang baik.
Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na atau K-sulfit, bisulfit
dan metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang tak
terdisosiasi dan terutama terbentuk pada pH di bawah 3. Selain sebagai pengawet,
sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil. Hasil reaksi itu akan mengikat
melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat. Sulfur dioksida juga
dapat berfungsi sebagai antioksidan (Syarief dan Irawati, 1988).
Molekul sulfit lebih mudah menembus dinding sel mikroba bereaksi
dengan asetaldehid membentuk senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh enzim
satu
cara
untuk
mengawetkan
produk
adalah
dengan
mengeringkannya. Produk seperti ini mempunyai prospek pasar yang cukup baik.
Kuantitas atau rendemen produk kering dinilai atas dasar kebersihan, kandungan
air dan kandungan kimiawi bahan (Syafriandi, 2003).
Tujuan pengeringan untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas
perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan
kebusukan terhambat atau bahkan terhenti sama sekali. Dengan demikian, bahan
yang dikeringkan mempunyai waku simpan lebih lama (Adawyah, 2007).
Keuntungan dari pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dengan
volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang
pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga
memudahkan pengangkutan (Winarno, et al., 1980).
METODE PENELITIAN
K4 = 2250 ppm, K5 = 3000 ppm. Faktor II adalah Suhu Pengeringan (S) dengan
3 taraf, yaitu : S1 = 50oC, S2 = 60oC, S3 = 70oC. Kombinasi perlakuan 15 dengan
2 ulangan.
Pelaksanaan Penelitian : kulit biji alpukat dikupas, lalu dicuci dengan
menggunakan air bersih yang mengalir, kemudian dilakukan pengecilan ukuran
dengan menggunakan pisau stainless steel. Selanjutnya dihaluskan dengan
menggunakan blender dengan penambahan air 1 : 1 (1 kg biji ditambah dengan
1 liter air). Setiap unit percobaan digunakan 300 gram biji alpukat. Dilakukan
penyaringan dengan menggunakan kain saring untuk mengambil pati dari dalam
jaringan. Apabila endapan telah terbentuk, air bening di atasnya dibuang secara
pelan-pelan agar tidak ada pati yang terbuang. Kemudian dilakukan pencucian
dengan air bersih dan diendapkan kembali sebanyak tiga kali, lalu direndam
kembali dalam larutan Na2S2O5 sesuai perlakuan pada saat perendaman keempat.
Endapan pati yang diperoleh dikeringkan dalam oven dengan suhu pengeringan
yang sesuai dengan perlakuan. Pati kering digiling dan selanjutnya diayak, dan
dilakukan pengemasan. Setelah itu dilakukan pengamatan dan pengukuran data.
Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisa sesuai
dengan parameter, yaitu : rendemen (Rangana, 1987), kadar air (AOAC, 1970),
kadar abu (Soedarmadji, et al., 1989), kadar residu sulfit (AOAC, 1970),
uji organoleptik warna (Soekarto, 1985).
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analisis Sidik Ragam, bila
terdapat perbedaan yang nyata, analisis dilanjutkan dengan pengujian beda rataan
perlakuan menggunakan uji LSR (Least Significant Ranges).
Residu sulfit tertinggi terdapat pada perlakuan K5 (3000 ppm), yaitu sebesar 72,92
ppm dan terendah terdapat pada K1 (0 ppm) sebesar 64,46 ppm. Nilai organoleptik
warna tertinggi terdapat pada perlakuan K5 (3000 ppm), yaitu sebesar 3,38 dan
terendah terdapat pada K1 (0 ppm) sebesar 1,73.
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu pengeringan maka
kadar abu dan residu sulfit pati biji alpukat semakin besar sedangkan rendemen,
kadar air, dan nilai organoleptik warna semakin kecil. Rendemen tertinggi
terdapat pada S1 (50oC), yaitu sebesar 14,22% dan terendah terdapat pada
S3 (70oC) sebesar 8,72%. Kadar air tertinggi terdapat pada S1 (50oC), yaitu sebesar
6,80% dan terendah terdapat pada S3 (70oC) sebesar 1,50%. Kadar abu tertinggi
terdapat pada S3 (70oC), yaitu sebesar 1,02% dan terendah terdapat pada S1 (50oC)
sebesar 0,20%. Residu sulfit tertinggi terdapat pada S3 (70oC), yaitu sebesar
69,76 ppm dan terendah terdapat pada S1 (50oC) sebesar 68,10 ppm. Nilai
organoleptik warna tertinggi terdapat pada S1 (50oC), yaitu sebesar 2,76 dan
terendah terdapat pada S3 (70oC) sebesar 2,52.
3.
Pengaruh Interaksi
Suhu Pengeringan
Konsentrasi
Natrium
Metabisulfit
dan
12,36
6,89
13,74
12,06
8,57
14,28
11,77
9,44
14,60
13,40
7,68
14,04
12,92
11,00
ef
k
bcd
f
i
ab
fg
h
a
cd
j
abc
de
g
0,20
0,40
0,20
0,30
0,30
0,20
0,30
0,50
0,20
0,50
1,70
0,20
1,20
2,20
d
d
d
d
d
d
d
d
d
d
b
d
c
a
64,30
65,26
65,50
66,78
67,58
68,06
69,11
70,55
71,11
71,43
71,67
71,99
73,03
73,75
k
j
j
i
h
h
g
f
def
cde
cd
c
b
a
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda
nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf
1% (huruf besar) menurut uji LSR
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa bahwa rendemen tertinggi terdapat pada
kombinasi perlakuan K4S1 (2250 ppm dan 50oC), yaitu sebesar 14,60% dan
terendah terdapat K1S3 (0 ppm dan 70oC), yaitu sebesar 6,89%.
Hubungan interaksi antara konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu
pengeringan terhadap rendemen pati biji alpukat dapat dilihat pada Gambar 1.
15
14
13
Rendemen (%)
12
11
10
9
8
7
5
0
750
1500
2250
3000
S2
S3
perlakuan K1S1 (0 ppm dan 50oC), K1S2 (0 ppm dan 60oC), K2S1
(750 ppm dan 50oC), K3S1 (1500 ppm dan 50oC), K4S1 (2250 ppm dan 50oC) dan
K5S1
(3000 ppm dan 50oC), yaitu sebesar 0,20%. Hubungan interaksi antara
konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan terhadap kadar abu dapat
dilihat pada Gambar 2.
2.5
S1 ; = 0.2 ; r = 0
2.0
1.0
0.5
0.0
0
750
1500
2250
3000
S2
S3
Residu sulfit tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan K5S3 (3000 ppm
dan 70oC), yaitu sebesar 73,75 ppm dan terendah terdapat pada kombinasi
perlakuan K1S1 (0 ppm dan 50oC), yaitu sebesar 63,83 ppm.
Hubungan interaksi antara konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu
pengeringan terhadap residu sulfit dapat dilihat pada Gambar 3.
74
72
70
68
66
S1 ; = 0.0033 K+ 65.228 ; r = 0.9764
64
62
0
750
1500
2250
3000
S2
S3
Kesimpulan
1. Semakin tinggi konsentrasi natrium metabisulfit yang digunakan maka
rendemen, kadar air, kadar abu, residu sulfit, dan nilai organoleptik warna pati
biji alpukat semakin besar.
2. Semakin tinggi suhu pengeringan maka kadar abu dan residu sulfit pati biji
alpukat semakin besar, sedangkan rendemen, kadar air dan nilai organoleptik
warna semakin kecil.
3. Interaksi antara konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan
berpengaruh nyata terhadap rendemen, kadar abu dan residu sulfit. Semakin
tinggi konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan maka rendemen
semakin kecil, sedangkan kadar abu dan residu sulfit semakin besar.
Saran
Untuk menghasilkan pati biji alpukat bermutu baik disarankan merendam
biji alpukat dalam natrium metabisulfit dengan konsentrasi 3000 ppm dan
pengeringan dengan suhu 50oC.
DAFTAR PUSTAKA