Poespha Mayangsarie
030.08.204
030.08.207
Rifti
030.08.218
030.08.237
T. Rini Puspasari
030.08.245
Trinda Paramitha
030.08.255
030.09.003
Agita Maryalda
030.09.005
030.09.009
030.09.011
Amelya Lesmana
030.09.013
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Demam rematik (DR) merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang
digolongkan pada kelainan vascular kolagen atau kelainan jaringan ikat. Proses rematik ini
merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai banyak organ tubuh terutama jantung, sendi
dan sistem saraf pusat. Penyakit demam rematik ini dapat mengenai semua usia, tapi biasanya
banyak mengenai anak-anak dengan rentang usia 5-15 tahun.
Manifestasi klinis dari penyakit demam rematik ini akibat kuman Streptokokus beta
hemolitikus grup A pada tonsilofaringitis dengan masa laten 1-3 minggu. Sedangkan yang
dimaksud dengan penyakit jantung rematik (PJR) adalah kelainan jantung yang terjadi akibat
demam rematik, atau kelainan karditis rematik. Ada dua keadaan terpenting dari segi
epidemiologik pada demam rematik akut yaitu kemiskinan dan kepadatan penduduk. Walaupun
angka morbiditias menurun pada negara maju dan berkembang tetapi pada negara yang sedang
berkembang penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan utama.
Penyakit demam rematik dapat mengakibatkan gejala sisa (sequele) yang sangat penting
pada penyakit jantung sebagai akibat berat ringannya karditis selama serangan akut demam
rematik. Pasien yang pernah terkena penyakit demam rematik mempunyai risiko tinggi untuk
mengalami kekambuhan kembali oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A, sehingga
diperlukan pencegahan yang berkelanjutan dengan antibiotika.
Yang sangat penting dari penyakit demam rematik akut adalah dalam hal kemampuannya
menyebabkan katup-katup jantung menjadi fibrosis, yang akan menimbulkan gangguan
hemodinamik dengan penyakit jantung yang kronis dan berat.
BAB II
LAPORAN KASUS
Tampak kurus
TD 110/70 mmHg
HR 120x /menit
Nadi pengisian cukup
Suhu 38 derajat celcius
RR 20x/menit
KGB membesar pada submandibula
Pharynx : tonsilofaringitis
Tonsil membesar
JVP normal
Iactus cordis ICS VI midklavikularis kiri
Pansystolic murmur grade III/6 dengan punctum maximum di apex
Ronki (-)
Hepatomegali (-)
Lien tidak teraba
Edema tungkai (-)
Pemeriksaan Laboratorium :
-
Hb
: 10 g %
Lekosit
: 15.000/ml
Diff count : -/2/75/20
LED
: 75 mm/jam
ASTO
: 500 IU/ml
EKG
Foto Thorax
BAB III
PEMBAHASAN
Demam rematik
Trauma
Infeksi
1. Anamnesis
Identitas
Nama
: Tati
Usia
: 12 tahun
Jenis kelamin : wanita
Pekerjaan
: pelajar
Keluhan Utama
Demam
Nyeri sendi
b. Pemeriksaan Fisik
i. Keadaan Umum
: Tampak sakitnyeri sendi
Pada pasien ini mengalami nyeri sendi lutut sehingga susah untuk
berjalan, kemudian nyeri sendi tersebut berpindah ke sendi siku. Ini bisa
disimpulkan pasien terkena poliartritis migrankriteria mayor demam
rematik
ii. Kesadaran
: Compos mentis
vi. Thorax
Jantung
:
a. Ictus cordis pada ICS VI linea midklavikularis kiri
kardiomegali, hipertrofi ventrikel
b. Pansystolic murmur grade III/6 pada apeks
Paru-paru
: Ronki (-)
vii. Abdomen
Hepatomegali (-)
viii. Ekstremitas
c. Hasil Laboratorium
:
: Edema tungkai (-)
Hb
: 10 g % ( N = 11-16 g %)
Terjadi anemia ringan pada pasien kemungkina disebabkan oleh
intake nutrisi yang kurang karena adanya tonsilofaringitis sulit
menelan
Lekosit
: 15.000/ml (5.000-10.000/ml)
Terjadi infeksi pada pasienkemungkinan oleh infeksi
Streptokokus beta hemolitikus grup A
Ini juga merupakan salah satu kriteria minor demam rematik
Diff count
: -/2/75/20 (N = 0-1/0-3/2-6/50-70/20-40/2-8)
LED
ASTO
d. Radiologi
Gambaran rontgen thorax menunjukkan adanya pembesaran jantung
dengan CTR mencapai lebih dari 50%. Dimana nilai normalnya adalah kurang
dari 50%. Pada foto thorax ini juga terlihat pinggang jantung agak ratahipertrofi
atrium kiri. Karena dari hipotesis yang mungkin adalah demam rematik jadi
kemungkinan pada pasien ini telah terjadi carditis dimana keadaan ini
mengakibatkan perikarditis yang berarti juga mengenai endokardium,
endokardium, dan pericardium. Dan pada carditis juga dapat terjadi dilatasi
ventrikel jantung, satu atau lebih katup jantung mengalami inkompeten (bocor).
e. Hasil EKG
Dari hasil gambaran EKG terdapat adanya 1st degree AV Block yang berarti
menunjukkan adanya pemanjangan PR interval yang bisa disebabkan oleh
penyakit seperti Myocarditis Akut atau pengaruh intoksikasi digitalis. Dimana
2. Diagnosis
Berdasarkan hasil analisa dan berbagai pertimbangan dari data-data yang telah
ada, kami menetapkan demam rematik sebagai diagnosis atas kondisi Tati saat ini.
Untuk saat ini keluhan dan temuan klinis yang didapatkan seperti poliartritis
migran, demam, lekositosis, kenaikan LED dan titer ASTO masih sangat menunjang
diagnosis tersebut.
Untuk menunjang diagnosis ini juga dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lain
seperti EKG dan Echocardigrafi untuk melihat apakah terdapat kelainan pada jantung
pasien. Seperti yang telah disebutkan dalam kasus terdapat 1st degree AV block pada hasil
pemeriksaan EKG yang menunjukkan adanya pemanjangan PR interval.
Untuk menegakkan diagnosis demam rematik ada beberapa criteria yang harus
diperhatikan sebagaimana seperti yang telah diketahui kriteria Jones, sebagai berikut :
Kriteria Mayor
Karditis
Poliartritis migrans
Chorea Sydenham
Nodul subkutan
Eritema marginatum
Kriteria Minor
Demam
Artralgia
LED tinggi
CRP (+)
Lekositosis
PR interval memanjang
Kriteria Jones terpenuhi apabila terdapat 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor+2 kriteria
minor ditambah dengan bukti adanya Streptokokus grup A.
Lesi yang patognomonik pada demam rematik adalah Badan Aschoff sebagai diagnostic
histopatologik. Sering ditemukan juga pada saat tidak adanya tanda-tanda keaktifan kelainan
jantung dan dapat bertahan lama setelah tanda-tanda gambaran klinis menghilang, atau masih
ada keaktifan laten.
Badan Aschoff ini umumnya terdapat pada septumfibrosa intervaskular, di jaringan ikat
perivaskular dan di daerah subendotelial. Pada keadaan dari demam rematik akut katup-katup
yang terkena akan memerah,edema dan menebal dengan vegetasi yang disebut sebagai
Verruceae. Setelah agak tenang katup-katup yang terkena menjadi tebal, fibrosis, pendek dan
tumpul yang akan menimbulkan stenosis.
4. Komplikasi
Pada penyakit demam rematik dapat timbul komplikasi berupa stenosis katup
jantung (tersering stenosis katup mitral) dimana terjadi penebalan katup, fibrosis, katup
menjadi pendek dan tumpul.
Dan pada fase akhir demam rematik bisa mengakibatkan penyakit jantung rematik
yang akan bermanifestasi pada gagal jantung.
5. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Penisilin 2x500 mg/hari oral selama 10 hari
Eritromisin 4x250 mg/hari untuk pasien yang alergi terhadap penisilin
Benzatin penisilin G 1,2 juta unit IM diteruskan selama 3-4 minggu
sebagai profilaksis sekunder
Sulfadiazin 1 g/ hari oral sebagai profilaksis sekunder
Profilaksis sekunder tidak dihentikan pada penderita PJR dengan riwayat
sering rekuren demam rematiknya atau dalam waktu 10 tahun setelah
mendapat serangan demam rematik
b. Non medikamentosa
Bed rest
Intake nutirisi ditingkatkan agar pasien tidak semakin kurus dan agar
kebutuhan gizi tercukupi mengingat pasien masih dalam masa
pertumbuhan
Kebersihan lingkungan diperhatikan
Edukasi agar pasien dan orang tua mematuhi setiap perintah dokter demi
kesembuhan pasien
6. Prognosis
Ad vitam
: bonam
Ad fungtionam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
Prognosis baik jika penatalaksanaan pada pasien tersebut secara adekuat dann belum
ada komplikasi kea rah penyakit jantung rematik, mitral stenosis dan gagal jantung.
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan keluhan utama pasien, anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pmeriksaan
penunjang, dapat disimpulkan diagnosis pasti pada pasien ini adalah Demam Rematik.
Tujuan penatalaksanaan pada pasien bertujuan untuk mencegah komplikasi dari rekuren
ny penyakit demam rematik dan kerusakan pada jantung yang dikhawatirkan akan berdampak
pada gagal jantung.
BAB V
TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan pola etiologi penyakit jantung yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam
RSUP dr.M.Djamil Padang tahun 1973-1977 didapatkan 31,4% pasien Deman
Reumatika/Penyakit Jantung Reumatika (DR/PJR) pada usia 10-40 tahun, dengan moralitas
12,4% (Hanif, Saharman Leman, 1978).
Diagnosis kerja terhadap seorang pasien DR/PJR menentukan sekali, apakah benar-benar
kita akan membantu pasien meningkatkan kualitas hidup yang baik atau sebaliknya, yang
membebani pasien yang berat, baik mental, fisik ataupun sosioekonomi untuk seumur hidup bagi
pasien ataupun keluarganya.
Batasan
DR merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang digolongkan pada
kelainan vascular kolagen atau kelainan jaringan ikat (Stollerman, 1972). Proses reumatik ini
merupakan reaksi peradangan yg dapat megenai banyak organ tubuh terutama jantung, sendi, dan
sistem saraf pusat.
Manifestasi klinis penyakit DR ini akibat kuman Streptokokus Grup-A (SGA) beta
hemolitik pada tonsilofaringitis dengan masa laten 1-3 minggu (Morehead, 1965). Sedangkan
yang dimaksud dengan PJR adalah kelainan jantung yg terjadi akibat DR, atau kelainan karditis
reumatik (Taranta A dan Markowitz, 1981).
DR akut adalah sinonim dari DR dengan penekanan akut, sedangkan yg dimaksud
dengan DR inaktif adalah pasien-pasien dengan DR tanpa ditemui tanda-tanda radang, sinonim
dengan riwayat (Taranta A dan Spagnuolo, 1962). DR dapat sembuh dengan sendirinya tanpa
pengobatan, tetapi manifestasi akut dapat timbul kembali berulang-ulang, yang disebut dengan
kekambuhan (recurrent). Dan biasanya setelah peradangan kuman SGA, sehingga dapat
menyebabkan DR tersebut berlangsung terus-menerus melebihi 6 bulan. DR yg demikian disebut
DR menahun (Taranta A, 1981).
Meskipun sendi-sendi merupakan organ yg paling tersering dikenai, tetapi jantung
merupakan organ dengan kerusakan yang terberat. Sedangkan keterlibatan organ-organ lain
bersifat jinak dan semntara. (Rheumatic fever lips the joints, but bites the heartsf)
Kuman SGA adalah kuman yang terbanyak menimbulkan tonsilofaringitis, dimana juga
yang menyebabkan demam reumatik. Hampir semua Streptokokus grup A (SGA) adalah beta
hemolitik.
Dikatakan bahwa DR dapat ditemukan diseluruh dunia, dan mengenai semua umur, tetapi
90% dari serangan pertama terdapat umur 5 15 tahun,sedangkan yang terjadi dibawah umur 5
tahun adalah jarang sekali.
Yang sangat penting dari penyakit demam reumatik akut ini adalah dalam hal
kemampuannya menyebabkan katup-katup jantung menjadi fibrosis, yang akan menimbulkan
gangguan hemodinamik dengan penyakit jantung yang kronis dan berat. Demam reumatik
merupakan kelainan jantung yang biasanya bukan kelainan bawaan, tetapi yang diperdapat.
Walaupun angka morbiditas menurun tajam pada Negara yang berkembang tetapi pada Negara
yang sedang berkembang penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang utama.
Kepastian sebab-sebab naik turunnya insidensi penyakit ini masih belum jelas. Meskipun demam
reumatik ini telah diteliti secara luas (ekstensif) tetapi patogenesisnya masih belum jelas.
Penyakit Demam Reumatik dapat mengakibatkan gejala sisa (sequele) yang amat penting
pada jantung sebagai akibat berat ringannya karditis selama serangan akut demam reumatik. Dari
beberapa penelitian tentang insidens karditis dan PJR yang menetap adalah akibat kekambuhan
DR tanpa PJR sebelumnya adalah sebagai berikut:6-14%
Kekambuhan yang terbanyak dan terpenting adalah akibat perjalanan penyakit demam
reumatik itu sendiri. Cukup banyak dilaporkan insidens dari kekambuhan demam reumatik yang
berlanjut dan mengakibatkan Penyakit Jantung Reumatik. Pencegahan primer DR dapat diatasi
dengan antibiotika Penisilin V atau benzatin penisilin parental yang adekuat terhadap kuman
SGA betahemolitikus. Atau dapat juga dengan makrolid lainnya, bila biakan hapusan tenggorok
merupakan diagnostik untuk kuman SGA tersebut.
American Heart Asscosiation 1988f merekomendasikan perlunya dilakukan pencegahan
sekunder yang berkelanjutan dengan protocol seperti yang dianjurkan oleh Irvington House
Groupf (U.K and U.S, 1965), tetapi yang sukar adalah menetapkan untuk berapa lama
pencegahan sekunder ini dilakukan. Walaupun risiko kekambuhan berkurang dengan
bertambahnya umur dan juga interval kekambuhan makin panjang tetapi kekambuhan ini bisa
terjadi selama 5 10 tahun. Hanya akan berkurang atau menghilang bila dilakukan pengobatan
pencegahan sekunder secara teratur untuk waktu yg cukup lama. (Barrent, 1975).
Maka dari itu, disamping pencegahan primer perlu dilanjutkan dengan pencegahan sekunder
untuk jangka waktu tertentu. Karena itu eradikasi untuk pencegahan sekunder dengan Benzatin
Penisilin G yg long acting sangat diperlukan dalam mencegah terjadinya kelainan hemodinamik
pada sirkulasi darah jantung.
Seperti diketahui bahwa pencegahan demam reumatik ada 2 cara :
Pencegahan primer : yaitu upaya pencegahan infeksi Streptokokus beta hemolitikus grup
A sehingga tercegah dari penyakit demam reumatik.
Pencegahan Sekunder : yaitu upaya mencegah menetapnya infeksi Streptokokus beta
hemolitikus A pada bekas pasien demam reumatik
Program pencegahan primer sangat sukar dilaksanakan karena sangat banyak penduduk yang
dicakup dan juga adanya infeksi Streptokokus hemolitik grup A (SGA) yg tidak memperlihatkan
gejala-gejala yang khas. Sedangkan kekambuhan demam reumatik 30% bila terserang infeksi
SGA.
Majeed H.A dkk 1998 menganjurkan cara pengobatan pencegahan sekunder tersebut sbb:
(Penicillin long acting)
Bila DR dengan karditis dan atau PJR (kelainan katup) dilaksanakan pencegahan
sekunder tersebut selama 10 tahun sesudah serangan akut sampai umur 40 tahun dan
kadang-kadang diperlukan selama hidup.
DR dengan karditis tanpa PJR dilakukan pengobatan pencegahan sekunder selama 10
tahun.
DR saja tanpa karditis dilakukan pencegahan selama 5 tahun sampai umur 21 tahun.
Berdasar hal tersebut di atas terjadinya autoimunitas yang mungkin merupakan mekanisme
terjadinya kerusakan jaringan pada demam rematik terutama karditis.
FAKTOR PREDISPOSISI
Demam rematik selalu didahului oleh faringitis streptococcal tetapi hanya sebgain diikuti dengan
demam rematik. Oleh karena itu harus ada faktor yang menentukan terjadinya demam rematik.
Faktor tersebut antara lain :
1. Usia
Usia mempengaruhi insiden demam rematik. Terbanyak pada usia 5-16 tahun bahkan 35 tahun. Berkurangnya imunitas dan seringnya kontak dengan anak-anak lain di rumah
atau di sekolah memudahkan anak-anak golongan umur tersebut mendapat infeksi
streptococcus.
2. Penderita yang sudah mendapat serangan demam rematik.
Penderita yang sudah mendapat serangan demam rematik cenderung rekuren. Serangan
ulang biasanya mengulangi (serangannya sama dengan serangan sebelumnya)
3. Faktor keluarga
Mungkin karena lingkungan yang sama pada suatu keluarga seperti kemiskinan yang
melanda suatu keluarga. Kembar monozigot lebih sering terkena demam rematik duaduanya daripada dizigot.
4. Over crowding
Di rumah,di sekolah memudahkan anak-anak untuk mendapatkan infeksi
streptococcus,karena terbatasnya ruang gerak pada tempat-tempat yang padat anak-anak
memudahkan penyebaran infeksi bakteri streptococcus tersebut.
MORFOLOGI
Lesi yang patognomomik DR adalah badan Aschoff sebagai diagnostik histopatologik. Sering
ditemukan juga pada saat tidak adanya tanda-tanda keaktifan kelainan jantung,dan dapat
bertahan lama setelah tanda-tanda gambaran klinis menghilang,atau masih ada keaktifan laten.
Badan aschoff ini umumnya terdapat pada septum fibrosa intervaskular,di jaringan ikat
perivaskular dan di daerah subendotelial. Pada PJR biasanya terkena ketiga lapisan endokard
miokard dan perikard secara bersama-sama atau sendiri-sendiri atau kombinasi.
Pada endokard yang terkena terutama adalah katup-katup dan 50% mengenai katup mitral. Pada
kedaan dini DR akut katup-katup yang terkena ini akan merah,edema dan menebal dengan
vegetasi yang disebut verruceae. Setelah agak tenang katup-katup yang terkena akan
menebal,fibrotic,pendek dan tumpul yang menimbulkan stenosis.
MANIFESTASI KLINIS
DR/PJR yang kita kenal sekarang merupakan kumpulan gejala terpisah-pisah dan kemudian
menjadi suatu penyakit DR/PJR. Adapun gejala-gejala tersebut adalah :
A. ATRITIS
Arthritis adalah gejala mayor yang sering ditemukan pada DR akut. Sendi-sendi yang
dikenai berpindah-pindah tanpa cacat yang biasanya adalah sendi-sendi besar seperti
lutut,pergelangan kaki,paha,lengan,pinggul,siku dan bahu. Munculnya secara tiba-tiba
dengan rasa nyeri yang meningkat 12-24 jam yang diikuti dengan reaksi radang. Nyeri ini
akan hilang secara perlahan-lahan.
Radang sendi ini jarang menetap lebih dari satu minggu sehingga terlihat sembuh
sempurna. Proses migrasi arthritis ini membutuhkan waktu 3-6 minggu. Sendi-sendi kecil
pada jari tangan dan kaki juga dapat dikenai. Pengobatan dengan aspirin dapat
merupakan diagnosis terapetik pada artritits yang sangat bermanfaat. Bila tidak membaik
dalam 24-72 jam maka diagnosis akan diragukan.
B. KARDITIS
Karditis merupakan manifestasi klinis yang penting dengan insidens 40-50%,atau
berlanjut dengan gejala yang lebih berat yaitu gagal jantung. Kadang-kadang karditis itu
asimptomatik dan terdeteksi saat adanya nyeri sendi. Karditis ini bisa hanya mengenai
endokardium saja. Endokarditis terdeteksi saat adanya bising jantung. Katup mitral
adalah katup yang terbanyak dikenai dan disertai dengan katup aorta. Katup aorta sendiri
jarang dikenai. Adanya regurgitasi mitral ditemukan dengan bising sistolik yang menjalar
ke aksilla,dan kadang-kadang juga disertai bising mid-diastolik. Dengan dua dimesi
ekokardiografi dapat mendeteksi kelainan anatomi jantung,sedangkan dengan Doppler
dapat menentukan fungsi dari jantung. Miokarditis dapat bersamaan dengan endokarditis
sehingga terdapat gagal jantung atau kardiomegali . Perikarditis tak akan berdiri
sendiri,biasanya pankarditis.
C. CHOREA SYDENHAM
Chorea ini didapatkan 10% dari DR yang dapat merupakan manifestasi klinis sendiri atau
bersamaan dengan karditis. Masa laten SGA dengan chorea cukup lama yaitu 2-6 bulan
atau lebih. Lebih sering dikenai pada perempuan umur 8-12 tahun. Dan gejala ini muncul
selama 3-4 bulan. Dapat juga ditemukan pada anak ini suatu emosi yang labil dimana
anak ini suka menyendiri dan kurang perhatian terhadap lingkungannya sendiri. Gerakangerakan yang tidak disadari akan ditemukan pada wajah dan anggota-anggota gerak
tubuh yang biasanya unilateral. Dan gerakan ini menghilang saat tidur.
D. ERITEMA MARGINATUM
Eritema marginatum ini ditemukan kira-kira 5% dari pasien DR,dan berlangsung
berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan,tidak nyeri dan tidak gatal.
E. NODUL SUBKUTANIUS
Besarnya kira-kira 0,5-2 cm,bundar,terbatas,dan tidak nyeri tekan. Demam pada DR tidak
khas,dan jarang menjadi keluhan utama oleh pasien DR ini.
dengan karditis . Adanya bsising sistolik dapat dibantu dengan kelainan EKG berupa interval PR
yang memanjang atau perubahan ST-T yang tidak spesifik.
DIAGNOSIS
Meskipun demam rematik mengenai beberapa organ tetapi tidak satupun gejala klinis maupun
laboratorium yang patognomomik untuk membuat diagnosis. Diagnosis demam rematik dibuat
berdasarkan penemuan klinis,oleh karena itu hendaknya diagnosis distratifikasikan dengan
menyebut manifestasi kliniknya,misalnya demam rematik dengan poliartritis migrans,demam
rematik dengan karditis,yang tentunya lebih berat dibanding dengan yang disebut sebelumnya.
Oleh karena itu demam rematik sangat bervariasi dalam hal symptom and sign. Pada tahun
1965 terdapat kriteria Jones yang telah direvisi dan tahun 1992 dilakukan modifikasi oleh
Special Working Group dari AHA.
Kriteria mayor:
a.
b.
c.
d.
e.
Karditis
Poliartritis migrans
Chorea Sydenham
Nodul subkutan
Eritema marginatum
Kriteria minor :
a. Klinis : demam dan artralgia
b. Lab : LED tinggi,CRP (+),lekositosis,PR interval memanjang
Kemudia ditambah dengan bukti adanya streptococcus grup A berupa kultur faring (+) atau
meningkatnya titer ASTO atau titer antibodi lain.
Kriteria Jones memenuhi apabila terdapat 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria
minor,ditambah bukti adanya infeksi streptococcus.
PENGOBATAN
Pada saat diagnosis demam rematik ditegakkan terhadap semua penderita harus diperlakukan
seolah-olah ,masih terdapat infeksi streptococcus meskipun organisme tidak ditemukan pada
kultur. Pemberian antibiotika segera dimulai selama 10 hari sebagai eradikasi streptococcus.
1. Penisilin V 2x500mg/hari oral atau
2. Eritromisin 4x250mg/hari bagi mereka yang alergi terhadap penisilin
3. Benzatin penisilin G 1,2 juta i.m. diteruskan setiap 3 atau 4 minggu sebagai profilaksis
sekunder
Profilaksis sekunder diberikan menyusul eradikasi
1. Benzatin penisilin G 1,2 juta i.m. diteruskan setiap 3 atau 4 minggu bagi yang berisiko
tinggi untuk rekuren
2. Penisilin V 2x500mg oral atau
3. Sulfadiazin 1 gram per hari secara oral
Profilaksis sekunder tidak dihentikan pada penderita PJR dengan riwayat sering rekuren demam
rematiknya atau dalam waktu 10 tahun setelah mendapat serangan demam rematik.
Pengobatan terhadap peradangan
Artritis migrans :
Asprin dapat diberikan sampai mencapai dosis 4x2 gram per hari selama 4-6 minggu dan secara
bertahap diturunkan untuk mencegah rebound. LED dipakai sebagai patokan untuk menurunkan
dosis (tappering) yang memerlukan waktu 2 minggu.
Karditis gagal jantung kongestif
Prednison 4x20 mg atau 4x30 mg per hari selama 2 minggu,apabila membaik dosis diturunkan
secara bertahap,salisilat dapat ditambahkan pada saat tappering.
PROGNOSIS
DR tidak akan kambuh bila infeksi Streptococcus diatasi. Prognosis sangat baik bila karditis
sembuh pada saat permulaan serangan akut DR. Selama 5 tahun pertama perjalanan penyakit DR
tidak dan PJR tidak membaik bila bising organic katup tidak menghilang. Prognosis memburuk
bila gejala karditisnya lebih berat dan ternyata DR akut dengan payah jantung akan sembuh 30%
pada 5 tahun pertama dan 40% setelah 10 tahun. Dari data penyembuhan ini akan bertambah bila
pengobatan pencegahan sekunder dilakukan secara baik. Ada penelitian melaporkan bahwa
stenosis mitral sangat tergantung pada beratnya karditis,sehingga kerusakan katup mitral selama
5 tahun pertama sangat mempengaruhi angka kematian DR ini. Penelitian selama 10 tahun yang
mereka lakukan menemukan adanya kelompok lain terutama kelompok perempuan dengan
kelainan mitral ringan yang menimbulkan payah jantung berat tanpa diketahui adanya
kekambuhan DR atau infeksi Streptococcus.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA