ISI
A.
Insect Bite
1. Definisi
Insect bite reaction (reaksi gigitan serangga) adalah reaksi yang
disebabkan oleh gigitan yang biasanya berasal dari bagian mulut serangga dan
terjadi saat serangga berusaha untuk mempertahankan diri atau saat serangga
tersebut mencari makanannya. Gigitan serangga dapat menyebabkan reaksi alergi,
namun pengetahuan ilmiah mengenai alergi terhadap gigitan serangga masih
terbatas. Reaksi paling sering dilaporkan terjadi setelah digigit nyamuk dan
sejenisnya, serta dari golongan serangga Triatoma. Sayangnya, strategi
manajemen untuk mengurangi risiko insect bite reaction ke depannya masih
kurang dikembangkan dan kurang efektif bila dibandingkan dengan alergi
terhadap sengatan serangga.1,2
2. Epimediologi
Gigitan dan sengatan serangga mempunyai prevalensi yang sama diseluruh
dunia. Dapat terjadi pada iklim tertentu dan hal ini juga merupakan fenomena
musiman, meskipun tidak menutup kemungkinan kejadian ini dapat terjadi di
sekitar kita. Prevalensi antara pria dan wanita sama. Bayi dan anak-anak lebih
rentan terkena gigitan serangga dibandingkan orang dewasa. Salah satu faktor
yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini adalah lingkungan sekitar seperti
tempat mencari mata pencaharian yaitu perkebunan, persawahan dan lain-lain.
3. Etiologi
Insect bite reaction disebabkan oleh artropoda kelas insekta. Insekta
memiliki tahap dewasa dengan karakter eksoskeleton yang keras, 3 pasang kaki,
dan tubuh bersegmen dimana kepala, toraks, dan abdomennya menyatu. Insekta
merupakan golongan hewan yang memiliki jenis paling banyak dan paling
beragam. Oleh karena itu, kontak antara manusia dan serangga sulit dihindari.
Paparan terhadap gigitan atau sengatan serangga dan sejenisnya dapat berakibat
ringan atau hampir tidak disadari ataupun dapat mengancam nyawa.2
Secara sederhana gigitan dan sengatan serangga dibagi menjadi 2 grup
yaitu Venomous (beracun) dan non-venomous (tidak beracun). Serangga yang
beracun biasanya menyerang dengan cara menyengat, misalnya tawon atau lebah.
Ini merupakan salah satu mekanisme pertahanan diri yakni dengan cara
menyuntikkan racun atau bisa melalui alat penyengatnya. Sedangkan serangga
yang tidak beracun menggigit atau menembus kulit dan masuk menghisap darah,
ini biasanya yang menimbulkan rasa gatal.
Ada 30 lebih jenis serangga tetapi hanya beberapa saja yang bisa
menimbulkan kelainan kulit yang signifikan. Kelasa arthopoda yang melakukan
gigitan dan sengatan pada manusia terbagi atas :
1. Kelas Arachnida
a. Acarina
b. Araniae (Laba-laba)
c. Scorpionidae (Kalajengking)
2. Kelas Chilopoda (Lipan) dan Diplopoda (Luing)
3. Kelas Insekta
a. Anoplura (Pthyreus pubis, Pediculus humanus, Capitis et corporis)
b. Coleoptera (Kumbang)
c. Dipthera (Nyamuk dan Lalat)
d. Hemiptera (Kutu busuk)
e. Hymenoptera (Semut, Lebah dan Tawon)
f. Lepidoptera (Kupu-kupu)
4. Patogenesis
Saliva pada serangga dapat membantu dalam pencernaannya, menghambat
koagulasi, meningkatkan aliran darah pada tempat gigitan, atau menganestesi
daerah gigitan. Banyak lesi yang terjadi biasanya merupakan akibat dari respon
imun terhadap sekret insekta ini. Kebanyakan gigitan serangga bentuknya kecil
dan hanya menghasilkan luka tusuk superfisial.2,3
Gigitan atau serangan serangga akan menyebabkan kerusakan kecil pada
kulit, lewat gigian atau sengatan antigen yang akan masuk langsung direspon oleh
sistem imun tubuh. Racun dari serangga mengandung zat-zat yang kompleks.
Reaksi terhadap antigen tersebut biasanya akan melepaskan histamin, serotonin,
asam formic atau kinin. Lesi yang timbul disebabkan oleh respon imun tubuh
terhadap antigen yang dihasilkan melalui gigitan atau sengatan serangga. Reaksi
4
yang timbul melibatkan mekanisme imun. Reaksi yang timbul dapat dibagi dalam
dua kelompok : reaksi imediate dan reaksi delayed.7,8
Reaksi imediate merupakan reaksi yang sering terjadi dan ditandai dengan
reaksi lokal atau reaksi sistemik. Lesi juga timbul karena adanya toksin yang
dihasilkan oleh gigitan atau sengatan serangga. Nekrosis jaringan yang lebih luas
dapat disebabkan karena trauma endotel yang dimediasi oleh pelepasan neutofil.
Spingomyelinase D adalah toksin yang berperan dalam timbulnya reaksi
neutrofilk. Enzim hyluronidase yang juga ada pada racun serangga akan merusak
lapisan dermis sehingga dapat mempercepat penyebaran racun tersebut.8
5. Diagnosis
a. Anamnesis
Kebanyakan pasien sadar dengan adanya gigitan serangga ketika terjadi reaksi
atau tepat setelah gigitan, namun paparannya sering tidak diketahui kecuali terjadi
reaksi yang berat atau berakibat sistemik. Pasien yang memiliki sejarah tidak
memiliki rumah atau pernah tinggal di tempat penampungan mungkin mengalami
paparan terhadap organisme, seperti serangga kasur. Pasien dengan penyakit
mental juga memungkinkan adanya riwayat paparan dengan parasit serangga.
Paparan dengan binatang liar maupun binatang peliharaan juga dapat
menyebabkan paparan terhadap gigitan serangga.2
b. Gejala Klinis
Pada reaksi lokal, pasien mungkin akan mengeluh tidak nyaman, gatal, nyeri
sedang maupun berat, eritema, panas, dan edema pada jaringan sekitar gigitan.
Pada reaksi lokal berat, keluhan terdiri dari eritema yang luas, irtikaria, dan edema
pruritis. Reaksi lokal yang berat dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
reaksi sistemik serius pada paparan berikutnya.2
Gambar 1. Papular urtikaria: Bekas gigitan kutu, sangat gatal, urtikaria seperti papula di
lokasi gigitan kutu pada lutut dan kaki seorang anak, papula biasanya
berdiameter <1 cm serta memiliki vesikel di atasnya, Bila tergoresakan
mengakibatkan erosi maupun krusta3
Pada reaksi sistemik atau anafilaktik, pasien bisa mengeluhkan adanya gejala
lokal sebagaimana gejala yang tidak terkait dengan lokasi gigitan. Gejala dapat
bervariasi dari ringan sampai fatal. Keluhan awal biasanya termasuk ruam yang
luas, urtikaria, pruritus, dan angioedema. Gejala ini dapat berkembang dan pasien
dapat mengalami ansietas, disorientasi, kelemahan, gangguan gastrointestinal,
kram perut pada wanita, inkontinensia urin atau alvi, pusing, pingsan, hipotensi,
stridor, sesak, atau batuk. Seiring berkembangnya reaksi, pasien dapat mengalami
kegagalan napas dan kolaps kardiovaskuler.2
c. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium jarang dibutuhkan. Pemeriksaan laboratorium yang
sesuai harus dilakukan apabila pasien mengalami reaksi yang berat dan
membutuhkan penanganan di rumah sakit atau dicurigai mengalami kegagalan
organ akhir atau membutuhkan evaluasi akibat infeksi sekunder, seperti sellulitis.2
Pemeriksaan mikroskopis dari apusan kulit dapat bermanfaat pada diagnosis
scabies atau kutu, namun tidak berguna pada kebanyakan gigitan serangga. 2
Pemeriksaan serologis mungkin berguna dalam menentukan infeksi yang
diakibatkan oleh vektor serangga, namun jarang tersedia dan membutuhkan waktu
yang lama untuk mendapatkan hasilnya.2
6. Diagnosis Banding
Diagnosis banding insect bite reaction didasarkan oleh reaksi pada tempat
gigitan (papula eritema, vesikel), organisme yang menggigit serta nekrosis
kutaneus yang menyebabkan timbulnya lesi yang berbeda:
a. Prurigo
Merupakan reaksi kulit yang bersifat residif dengan efloresensi
beranekaragam. Diduga ada pengaruh dari luar seperti gigitan serangga, sinar
matahari, udara dingin, dan pengaruh dari dalam tubuh seperti infeksi kronik.
Wanita lebih banyak dari pria. Biasanya dicetuskan oleh infeksi kronik dan
keganasan, kekurangan makan protein dan kalori.
Dari anamnesis didahului oleh gigitan serangga (nyamuk,semut), selanjutnya
timbul urtikaria papular. Kemudian timbul rasa gatal, dan karena digaruk timbul
bintik-bintik. Gatal bersifat kronik, akibatnya kulit menjadi hitam dan menebal.
Penderita mengeluh selalu gelisah, gatal dan mudah dirangsang.
b. Urtikaria
Merupakan suatu bentuk prurigo yang sering pada bayi dan anak. Kelainan
khas berupa urtikaria papular yaitu urtikaria yang berbentuk papula-papula
berwarna kemerahan.
Biasanya disebabkan oleh hipersensitifitas terhadap gigitan serangga,
nyamuk, kutu, anjing/kucing. Gejala dari urtikaria ini antara lain penderita sering
mengeluh gatal dengan riwayat gigitan serangga sebelum nya. Kelainan klinis
khas berupa urtikaria papular yaitu urtikaria yang berbentuk papula-papula
kemerahan tersebar secara diskrik dan tidak teratur, terutama pada bagian
ekstensor lengan dan tungkai.
c. Dermatitis Kontak Alergi3
Dermatitis kontak alergi merupakan tipe delayed dari perangsangan alergi
yang berasal dari kontak antara kulit dengan alergen spesifik dimana pasien
memiliki sensitivitas tertentu. Reaksi alergi ini menyebabkan radang kulit yang
bermanifestasi dalam berbagai bentuk eritema, edema, dan vasikulasi.4
B. Creeping Eruption
1. Definisi
Istilah Cutaneous larva migrans atau yang disebut juga dengan creeping
eruption digunakan pada kelainan kulit yang merupakan peradangan berbentuk
linear atau berkelok-kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi larva
cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing. 1. Dalam literatur lain
disebutkan juga bahwa cutaneous larva migrans adalah kelainan atau lesi pada
kulit akibat dari penetrasi dan migrasi perkutan dari berbagai nematoda yang
ditandai dengan eritema, serpiginosa (berkelok-kelok), papul atau lesi vesicular
linear yang berhubungan dengan pergerakan dari larva yang ada di dalam kulit.4
Creeping eruption, dermatosis linearis migrans, sandworm eruption, duck
hunters itch, plumbers itch.1,5
2. Epidemiologi
Cutaneous larva migrans ditemukan di seluruh dunia namun paling sering
terjadi di daerah dengan iklim tropis atau subtropis yang hangat dan lembab,
misalnya di Afrika, Amerika Selatan dan Barat, terutama Amerika Serikat bagian
tenggara, Karibia, Afrika, Amerika Selatan, Amerika Pusat, India, dan Asia
Tenggara, di Indonesia pun banyak dijumpai.1,6
Pada tahun 2006, dilaporkan adanya outbreak insiden cutaneous larva
migrans di perkemahan anak di Miami, Florida. Terdapat 22 orang (33,7%) terdiri
dari anak-anak dan dewasa, menderita cutaneous larva migrans setelah 2 minggu
berada di perkemahan. Dari analisa didapatkan, 22 orang tersebut bermain dikotak
pasir selama minimal 1 jam per hari, berjemur matahari 1 jam per hari, 17 dari 22
orang yang terkena ternyata tidak mengenakan sandal pada saat bermain pasir.
Banyak yang mengakui adanya kucing yang bekeliaran dalam jumlah cukup
banyak di sekitar perkemahan.1,6.
Pada penyakit ini, kelompok yang beresiko adalah mereka yang pekerjaan
atau hobinya berkontak dengan tanah berpasir yang lembab dan hangat antara lain
sebagai berikut: 4
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
10
Genus
Spesies
-
: Ancylostoma
: Ancylostoma braziliense
Morfologi
Cacing jantan memiliki panjang 6-7,75 mm
Cacing betina memiliki panjang 7-10 mm
Ukuran A. braziliense lebih kecil daripada A. caninum
Habitat & Inang definitif
Usus halus anjing, kucing, serigala & kadang manusia.
Gambar
2.
Ancylostoma braziliense jantan dewasa yang didapat dari usus halus anjing.
b. Ancylostoma caninum7
Taksonomi
Phyllum
Sub class
Class
Ordo
Family
Sub Family
Genus
Spesies
: Nemathelminthes
: Secernentea
: Nematoda
: Strongylida
: Ancylostomatidae
: Ancylostominae
: Ancylostoma
: Ancylostoma caninum
Morfologi
Cacing jantan memiliki panjang 10-12 mm
Cacing betina memiliki panjang 14-16 mm
Cacing tampak kaku, warna abu-abu/kemerahan
Habitat
Usus halus
Inang definitif
11
Anjing
Kucing
Serigala
Manusia
Gambar
3.
Potongan lateral Ancylostoma caninum dewasa yang didapat dari usus halus
anjing.
Ancylostoma ceylonicum
Ancylostoma tubaeforme
Necator americanus
Strongyloides papillosus
Strongyloides westeri
Ancylostoma duodenale
4. Siklus Hidup
Siklus hidup parasit dimulai saat telur keluar bersama kotoran binatang ke
tanah berpasir yang hangat dan lembab
temperatur yang menguntungkan, telur bisa menetas dalam waktu 1-2 hari dan
tumbuh cepat menjadi larva rhabditiform
infektif ini dapat bertahan 3-4 minggu dalam kondisi kelembaban dan temperature
yang menguntungkan
sampai ke dalam kulit dan ditranspor melalui sistem limfatik dan vena sampai ke
paru-paru. Di usus terjadi pematangan secara seksual, dan siklus baru dimulai saat
12
telur diekskresikan
dapat menjadi stadium dewasa dan bermigrasi tanpa tujuan dalam epidermis
beberapa centimeter dalam sehari.6
Gambar 4. Siklus hidup (Cutaneous Larva Migrans)
5. Patogenesis
Cutaneous larva migrans disebabkan oleh manusia yang berjalan tanpa
alas kaki terinfeksi secara tidak sengaja oleh larva filariform dimana larva
menggunakan enzim proteasenya
untuk menembus
melalui folikel,
fisura
atau kulit intak. Setelah melakukan penetrasi ke dalam stratum korneum, larva
melepas kutikelnya. Biasanya migrasi dimulai dalam waktu beberapa hari. Larva
stadium tiga menembus kulit manusia dan bermigrasi beberapa cm per hari,
biasanya antara stratum germinativum dan stratum korneum. Larva ini tinggal di
kulit berjalan-jalan tanpa tujuan sepanjang dermoepidermal.hal ini menginduksi
reaksi inflamasi eosinofilik setempat. Setelah beberapa jam atau hari akan timbul
gejala di kulit. Larva bemigrasi pada epidermis tepat di atas membran basalis dan
jarang menembus ke dermis. Manusia merupakan hospes aksidental dan larva
tidak mempunyai enzim kolagenase yang cukup untuk melakukan penetrasi
13
membran basalis sampai ke dermis. Sehingga penyakit ini menetap di kulit saja.
Enzim proteolitik yang disekresi larva menyababkan inflamasi sehingga terjadi
rasa gatal dan progresi lesi. Meskipun larva tidak bisa mencapai intestinum untuk
melengkapi siklus hidup, larva seringkali migrasi ke paru-paru sehingga terjadi
infiltrate paru. Pada pasien dengan keterlibatan paru-paru didapat larva dan
eosinofil pada sputumnya. Kebanyakan larva tidak mampu menembus lebih dalam
dan mati setelah beberapa hari sampai beberapa bulan.5
6. Manisfestasi Klinik
Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula
akan timbul papul,kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear
atau berkelok-kelok,menimbul dengan diameter 2-3 mm, dan berwarna
kemerahan. Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan bahwa larva
tersebut telah ada di kulit selama beberapa jam atau hari.7
Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti benang
berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul dan membentuk terowongan
(burrow), mencapai panjang beberapa cm. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada
malam hari. Terjadi rasa gatal pada ujung lesi yang bertambah panjang karena
terdapat larva. Lebar lesi berkisar antara 3 mm danpanjang bervariasi mencapai
15-20 cm. Lesi bisa tunggal atau multipel, sangat gatal dan bias juga nyeri.
Tempat predileksi adalah di tungkai, plantar, tangan, anus, bokong, paha,
juga di bagian tubuh di mana saja yang sering berkontak dengan tempat larva
berada. Sering terjadi ekskoriasi dan infeksi sekunder oleh bakteri. Larva terbatas
hanya pada lapisan epidermis. Penyakit ini self limited dengan kematian larva
dalam waktu sebulan atau dua bulan. Infeksi bakteri sekunder bisa terjadi akibat
garukan pada lesi.7
Tanda dan gejala sistemik (mengi, batuk kering, urtikaria) pernah
dilaporkan pada pasien dengan infeksi ekstensif. Tanda sistemik termasuk
eosinofilia perifer dan peningkatang kadar IgE. Pada kasus creeping eruption bisa
terjadi sindrom loeffler dan miositis namun jarang dijumpai. Larva bisa
bermigrasi ke usus halus dan menyebabkan enteritis eosinofilik.5
7. Diagnosis
14
15
8. Diagnosis Banding
Dengan melihat adanya terowongan harus dibedakan dengan skabies. Pada
scabies terowongan yang terbentuk tidak akan sepanjang seperti pada penyakit ini.
Bila melihat bentuk yang polisiklis sering dikacaukan dengan dermatofitosis. Pada
permulaan lesi berupa papul, marena itu sering diduga insect bite. Bila invasi
larvayang multipel timbul serentak, papul-papul lesi dini sering menyerupai
herpes zoster stadium permulaan.1 Diagnosis banding mencakup serkaria atau
dermatitis kontak, infeksi bakteri atau jamur, skabies, myiasis, loiasisdan beberapa
parasit migran lainnya.8
9. Penatalaksanaan
Infeksi cacing tambang binatang dicegah dengan menghindari kontak kulit
langsung dengan tanah yang tercemar kotoran binatang. Pengobatan cacing
tambang untuk kucing dan anjing merupakan hal yang utama untuk mencegah
penyakit ini. Kotoran binatang harus dipindahkan secara benar dari area aktivitas
manusia. Cutaneous larva migrans bisa dicegah dengan mudah dengan memakai
alas kaki yang memadai setiap saat. Jika dibiarkan saja tanpa pengobatan, larva
akan mati dan diabsorbsi. Meskipun penyakit ini self limited, rasa gatal yang
hebat dan resiko infeksi sekunder memaksa seseorang untuk berobat. Untuk kasus
yang ringan biasanya tidak memerlukan pengobatan. Jika perlu dapat diberikan
secara topikal. Pengobatan topikal ditujukan untuk lesi awal yang terlokalisasi.
Untuk kasus yang lebih berat dapat diberikan obat peroral. Pengobatan oral untuk
lesi yang luas atau gagal dengan topikal. Antihistamin membantu mengurangi rasa
gatal. Jika terjadi infeksi sekunder oleh bakteri dapat diberikan antibiotik.5
Sejak tahun 1963 telah diketahui bahwa antihelminthes berspektrum luas,
misalnya tiabendazol ternyata efektif. Dosisnya 50 mg/kgBB/hari, dua kali sehari,
diberikan berturut-turut selama dua hari. Dosis maksimum 3 gr sehari. Jika belum
16
sembuh dapat diulangi setalahbeberapa hari. Obat ini sukar didapat. Efek
sampingnya mual, pusing dan muntah. Eyster mencoba pengobatan topikal
solusio tiabendazol dalam DMSO dan ternyata efektif. Demikian pula pengobatan
secara oklusi selama 34-48 jam telah dicoba oleh Davis dan Israel.1
Obat lain ialah albendazol, dosis sehari 400 mg sebagai obat dosis
tunggal, diberikan 3 hari berturut-turut. Namun pengobatan ini mempunyai
efek samping seperti nausea, diare, anoreksia, pusing, sakit kepala, pembesaran
KGB dan reaksi alergi. Keamanan pengobatan ini selama kehamilan masih belum
diketahui.1
Cara terapi ialah dengan cryotherapy yakni menggunakan CO2 snow (dry
ice) dengan penakanan selama 45 detik sampai 1 menit, 2 hari berturut-turut.
Penggunaan N2 cair juga pernah dicoba. Cara beku dengan menyemprotkan
kloretil sepanjang lesi. Cara tersebut di atas agak sulit karena kita tidak
mengetahui secara oasti di mana larva berada, dan bila terlalu lama dapat merusak
jaringan di sekitarnya. Pengobatan cara lama dan sudah ditinggalkan adalah
dengan preparat antimon. Penggunaan topikal spray etil klorida, nirtogen cair,
fenl, CO2 beku, piperazin sitrat, elektrokauter dan radiasi tidak behasil karena
larva bisa lolos. Kemoterapi dengan klorokuin, antimon, dan dietilkarbamazin
juga tidak berhasil.1
10. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi adalah ekskoriasi dan infeksi sekunder oleh
bakteri akibat garukan. Infeksi umumnya disebabkan oleh streptokokkus
pyogenes. Bisa juga terjadi selulitis dan reaksi alergi.
11. Prognosis
Prognosis biasanya baik karena penyakit ini merupakan penyakit yang self
limited. Manusia merupakan hospes aksidental yang dead end di mana larva akan
mati dan lesi membaik dalam waktu 4-8minggu. Dengan pengobatan progresi lesi
danrasa gatal
akan
hilang
dalam
waktu
48
jam.
Bisa
terjadi
reaksi
17
C. Filariasis
1. Etiopatogenesis
Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria yaitu
Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori.6 Filaria mempunyai
siklus hidup bifasik dimana perkembangan larva terjadi pada nyamuk
(intermediate host) dan perkembangan larva dan cacing dewasa pada manusia
(definive host). 1,2,10
Pada tubuh penderita infeksi diawali pada saat nyamuk infektif menggigit
manusia, maka larva L3 akan keluar dari probosisnya kemudian masuk melalui
bekas luka gigitan nyamuk menembus dermis dan bergerak menuju sistem
limfe.1,2,6,10,12 Larva L3 akan berubah menjadi larva L4 pada hari 9-14 setelah
infeksi dan akan mengalami perkembangan menjadi cacing dewasa dalam 6-12
bulan, setelah inseminasi, zigot berkembang menjadi mikrofilaria.2 Cacing betina
dewasa akan melepaskan ribuan mikrofilaria yang yang mempunyai selubung ke
dalam sirkulasi limfe lalu masuk ke sirkulasi darah perifer. Cacing betina dewasa
aktif bereproduksi selama lebih kurang 5 tahun. Cacing dewasa berdiam di
pembuluh limfe dan menyebabkan pembuluh berdilatasi, sehingga memperlambat
aliran cairan limfe. Sejumlah besar cacing dewasa ditemukan pada saluran limfe
ekstremitas bawah, ekstremitas atas dan genitalia pria.1,2
Nyamuk menghisap mikrofilaria bersamaan saat menghisap darah.1,2,4,10
Dalam beberapa jam mikrofilaria menembus dinding lambung, melepaskan
selubung/sarungnya dan bersarang diantara otot-otot toraks.1,6,10 Mula mula
parasit ini memendek menyerupai sosis dan disebut larva stadium 1 (L1). Dalam
kurang dari 1 minggu berubah menjadi larva stadium 2 (L2), dan antara hari ke-11
dan 13 L2 berubah menjadi L3 atau larva infektif. 1,2,10 Bentuk ini sangat aktif,
awalnya bermigrasi ke rongga abdomen kemudian ke kepala dan alat tusuk
nyamuk.1,2,6,12
Hingga saat ini telah teridentifikasi 23 spesies nyamuk dari 5 genus di
Indonesia yaitu Mansonia, Anopheles, Culex, Aedes dan Armigeres yang menjadi
vektor filariasis.6
Patogenesis filariasis sudah diperdebatkan sejak lama, terdapat
beberapa hal yang menyebabkan penelitian terhadap terjadinya penyakit ini
18
terhambat.
1,3,13,15
dewasa hidup, respon inflamasi akibat matinya cacing dewasa, infeksi sekunder
akibat bakteri, dan mikrofilaria.15 Cacing dewasa hidup akan menyebabkan
limfangiektasia.13-15 Karena pelebaran saluran limfe yang difus dan tidak terbatas
pada tempat dimana cacing dewasa hidup ada, diduga cacing dewasa tersebut
mengeluarkan substansi yang secara langsung atau tidak menyebabkan
limfangiektasia. Pelebaran tersebut juga menyebabkan terjadinya disfungsi
limfatik dan terjadinya manifestasi klinis termasuk limfedema dan hidrokel.
Pecahnya saluran limfe yang melebar menyebabkan masuknya cairan limfe ke
dalam saluran kemih sehingga terjadi kiluria dan kilokel. Matinya cacing dewasa
menyebabkan respon inflamasi akut yang akan memberikan gambaran
klinisadenitis dan limfangitis.13,15
2. Manisfestasi Klinik
Manifestasi klinis filariasis dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk
usia, jenis kelamin, lokasi anatomis cacing dewasa filaria, respon imun, riwayat
pajanan sebelumnya, dan infeksi sekunder.15,16 Berdasarkan pemeriksaan fisik dan
parasitologi, manifestasi klinis filariasis dibagi dalam 4 stadium yaitu:4,8
I.
a.
19
Stadium akut
Manifestasi klinis akut dari filariasis ditandai dengan serangan demam
kemudian menyebar ke saluran limfe dan kelenjar limfe. DLAA ditandai dengan
adanya plak kutan atau subkutan yang disertai dengan limfangitis dengan
gambaran retikular dan adenitis regional.3,7,15,17. Terdapat pula gejala konstitusional
sistemik maupun lokal yang berat berupa demam, menggigil dan edema pada
20
tungkai yang terkena.15,17 Terdapat riwayat trauma, gigitan serangga, luka mekanik
sebagai porte d entre. DLAA adalah ADL sekunder yang disebabkan oleh infeksi
bakteri atau jamur.3 DLA secara klinis menyerupai selulitis atau erisipelas.17
b)
matinya cacing dewasa akibat sistim imun penderita atau terapi. 3,8,15 Kelainan ini
ditandai dengan adanya Nodus atau cord yang disertai limfadenitis atau
limfangitis retrograde pada ekstremitas bawah atau atas, yang menyebar secara
sentrifugal.3,8,15,17 Keadaan ini dapat terjadi secara berulang pada lokasi yang
sama.3,8
Filariasis bancrofti sering hanya mengenai sistem limfatik genitalia pria
sehingga mengakibatkan terjadinya funikulitis, epididimitis atau orkitis,
sedangkan pada filariasis brugia, kelenjar limfe yang terkena biasanya daerah
inguinal atau aksila yang nantinya berkembang menjadi abses yang pecah
meninggalkan jaringan parut.8,12,16 Keluhan biasanya timbul setelah bekerja
berat. Pada filariasis brugia, sistem limfe alat kelamin tidak pernah terkena.8,16
Pada masa resolusi fase akut, kulit pada ekstremitas yang terlibat akan mengalami
eksfoliatif yang luas. Keadaan akut dapat berulang 6-10 episode per tahun dengan
lama setiap episode 3-7 hari.9 Serangan berulang adenolimfangitis (ADL)
merupakan faktor penting dalam perkembangan penyakit. Pani dkk membuktikan
bahwa terdapat hubungan langsung antara jumlah serangan akut dan beratnya
limfedema.3,8.17 Makin lama gejala akut semakin ringan, yang akhirnya menuju
pada stadium kronik. DLAA lebih sering ditemukan dibandingkan LFA.15,17
III.
Stadium kronik
Manisfestasi kronis filariasis jarang terlihat sebelum usia lebih dari 15
tahun dan hanya sebagian kecil dari populasi yang terinfeksi mengalami stadium
ini.15 Hidrokel, limfedema, elephantiasis tungkai bawah, lengan atau skrotum,
kiluria adalah manifestasi utama dari filariasis kronik.1,4,5,7,8
Hidrokel merupakan pembesaran testis akibat terkumpulnya cairan limfe dalam
tunika vaginalis testis8,16,17.Kelainan ini disebabkan oleh W. bancrofti dan
merupakan manifestasi kronis yang paling sering ditemukan pada infeksi
filariasis.8 Pada daerah endemik, 40-60% laki-laki dewasa memiliki hidrokel7,8
Cairan yang terkumpul biasanya bening. Uji transluminasi dapat membantu
menegakkan diagnosis.8
21
Occult filariasis
Occult filariasis merupakan infeksi filariasis yang tidak memperlihatkan
gejala klasik filariasis serta tidak ditemukannya mikrofilaria dalam darah, tetapi
ditemukan dalam organ dalam.1,4,8 Occult filariasis terjadi akibat reaksi
hipersensitivitas tubuh penderita terhadap antigen mikrofilaria.4,12 Contoh yang
paling jelas adalah Tropical Pulmonary Eosinophilia (TPE). TPE sering
ditemukan di Southeast Asia, India, dan beberapa daerah di Cina dan Afrika
1,3
TPE adalah suatu sindrom yang terdiri dari gangguan fungsi paru, hipereosinofilia
(>3000mm3), peningkatan antibodi antifilaria, peningkatan IgE antifilaria dan
22
respon terhadap terapi DEC. Manifestasi klinis TPE berupa gejala yang
menyerupai asma bronkhial ( batuk, sesak nafas, dan wheezing),penurunan berat
badan, demam, limfadenopati lokal, hepatosplenomegali. 1,3,4,7-9,12 Pada foto torak
tampak peningkatan corakan bronkovaskular terutama didasar paru, dan
pemeriksaan fungsi paru tampak defek obstruktif.Jika pasien dengan TPE tidak
diobati, maka penyakit akan berkembang menjadi penyakit paru restriktif kronik
dengan fibrosis interstisial.4,7,8
Pada daerah endemis, perjalanan penyakit filariasis berbeda antara
penduduk asli dengan penduduk yang berasal dari daerah non-endemis dimana
gejala dan tanda lebih cepat terjadi berupa limfadenitis, hepatomegali dan
splenomegali,1,7,8 Llimfedema dapat terjadi dalam waktu 6 bulan dan dapat
berlanjut menjadi elefantiasis dalam kurun waktu 1 tahun.20 Hal ini diakibatkan
karena pendatang tidak mempunyai toleransi imunologik terhadap antigen filaria
yang biasanya terlihat pada pajanan lama.1 Resiko terjadinya manifestasi akut dan
kronik pada seseorangan yang berkunjung ke daerah endemis sangat kecil, hal
tersebut menunjukkan diperlukannya kontak/pajanan berulang dengan nyamuk
yang terinfeksi.1 Riwayat sensitisasi prenatal dan toleransi imunologik terhadap
antigen filarial mempengaruhi respon patologi infeksi dan tendensi terjadinya
manifestasi subklinis pada masa kanak-kanak.1,3
3. Diagnosis Banding
Pembesaran
ekstremitas.
kronik,LImfogranuloma
inguinale
Limfangitis
dan
bakterial
limfadenitis
akut,
limfadenitis
tuberkulosis
dapat
24
pukul
22.00-02.00
mengingat
periodisitas
mikrofilaria
umumnya
diperlukan
20
mikrofilaria/ml
(Mf/ml).21
c. Deteksi antibodi: Peranan antibodi antifilaria subklas IgG4 pada infeksi aktif
filarial membantu dikembangkannya serodiagnostik berdasarkan antibodi
kelas ini. Pemeriksaan ini digunakan untuk pendatang yang tinggal didaerah
endemik atau pengunjung yang pulang dari daerah endemik.3,21 Pemeriksaan
ini tidak dapat membedakan infeksi parasit sebelumnya dan kini, selain itu
titer antibodi tidak menunjukkan korelasi dengan jumlah cacing dalam tubuh
penderita.4,12
d. Deteksi antigen yang beredar dalam sirkulasi. 3,21,23 Pemeriksaan ini
memberikan hasil yang sensitif dan spesies spesifik dibandingkan dengan
pemeriksaan makroskopis. Terdapat dua cara yaitu dengan ELISA (enzymelinked immunosorbent) dan ICT card test (immunochromatographic). 3,4,21,22
Hasil tes positif menunjukkan adanya infeksi aktif dalam tubuh penderita,
selain itu, tes ini dapat digunakan juga untuk monitoring hasil pengobatan.3
Kekurangan pemeriksaan ini adalah tidak sensitif untuk konfirmasi pasien
yang diduga secara klinis menderita filariasis. Tehnik ini juga hanya dapat
digunakan untuk infeksi filariasis bancrofti. Diperlukan keahlian dan
laboratorium khusus untuk tes ELISA sehingga sulit untuk di aplikasikan di
lapangan.4 ICT adalah tehnik imunokromatografik yang menggunakan
antibodi monoklonal dan poliklonal. Keuntungan dari ICT adalah invasif
minimal (100 l), mudah digunakan, tidak memerlukan teknisi khusus, hasil
dapat langsung dibaca dan murah. Sensitivitas ICT dibandingkan dengan
pemeriksaan sediaan hapus darah tebal adalah 100% dengan spesifisitas
96.3%. 3
e. Deteksi parasit dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). Tehnik ini
digunakan untuk mendeteksi DNA W. bancrofti dan B. malayi. 1,3,21 PCR
mempunyai sensitivitas yang tinggi yang dapat mendeteksi infeksi paten pada
semua individu yang terinfeksi, termasuk individu dengan infeksi
25
tersembunyi
(amikrofilaremia
atau
individu
dengan
antigen
+).21
digunakan
untuk
terapi
b. Ivermectin
26
f. Stadium kronik
Obat anti-filaria jarang digunakan untuk keadaan kronik tetapi diberikan
jika pasien terbukti menderita infeksi aktif, misalnya dengan ditemukannya
27
mengganggu
berkemih,
dan
memberi
efek
sosial
terhadap
28
21-28
29
2. Epidemiologi
Usia Onset . Dewasa muda (biasanya didapat melalui kontak tubuh);
pasien usia lanjut dan terbaring di tempat tidur di rumah sakit (kontak dengan
tempat tidur bertungau); anak (sering 5 tahun). Skabies nodular lebih sering
terjadi pada anak-anak. Diperkirakan 300 juta kasus/tahun di seluruh dunia. Di
masa lalu, epidemi terjadi pada siklus setiap 15 tahun; epidemi terbaru dimulai
pada akhir 1960-an, tetapi terus berlangsung hingga saat ini.
Demografi. Masalah kesehatan masyarakat yang utama di banyak negaranegara berkembang. Di beberapa daerah di Amerika Selatan dan Tengah,
prevalensi adalah sekitar 100%. Di Bangladesh, jumlah anak dengan skabies
melebihi anak-anak dengan diare dan penyakit saluran pernafasan atas.
Transmisi. Tungau ditularkan melalui kontak kulit ke kulit seperti
pasangan seks, anak-anak yang bermain bersama, atau petugas kesehatan yang
memberikan perawatan. Tungau dapat tetap hidup untuk> 2 hari pada pakaian atau
di tempat tidur; karenanya, Skabies dapat diperoleh tanpa kontak kulit ke kulit.
Pasien dengan Skabies berkrusta menumpahkan banyak tungau ke dalam
lingkungan mereka sehari-hari dan menimbulkan risiko tinggi menginfeksi orang
di sekitar mereka, termasuk para profesional kesehatan.
Faktor Risiko. Di rumah-rumah jompo, faktor risiko antara lain usia (> 30
tahun), jumlah (> 120 tempat tidur), rasio tempat tidur untuk petugas kesehatan (>
10: 1).
3. Etiologi
S. scabiei var. hominis. Hidup dan berkembang biak hanya pada kulit
manusia. Tungau semua tahap perkembangan liang/terowongan ke epidermis lama
setelah kontak, tidak lebih dari stratum granulosum; kotoran terdeposit di
terowongan. Betina bertelur di terowongan. Liang 2 sampai 3 mm setiap hari.
Biasanya bersembunyi di malam hari dan bertelur di siang hari. Perempuan
tinggal 4 sampai 6 minggu, meletakkan 40 sampai 50 telur. Telur menetas setelah
72-96 jam. Dalam Skabies klasik, sekitar selusin perempuan per pasien yang
30
hadir. Dalam hiperkeratosis atau Skabies berkrusta,> 1 juta tungau mungkin ada,
atau sampai dengan 4700 tungau / g kulit.
4. Patogenesis
Hipersensitivitas dari kedua jenis immediate dan delayed terjadi selama
perkembangan lesi daripada pembentukan liang. Pruritus terjadi sebagai
sensitisasi terhadap S. scabiei. Di antara orang dengan infeksi pertama mereka,
sensitisasi membutuhkan waktu beberapa minggu untuk berkembang; setelah
reinfestasi, pruritus dapat terjadi dalam waktu 24 jam. Berbagai keadaan
immunocompromised atau individu dengan penyakit neurologis cenderung untuk
Norwegia Skabies berkrusta. Kutu biasanya dengan hanya sekitar 10 tungau.
Sebaliknya, jumlah merajalela tungau Skabies di crusted dapat melebihi satu juta.
5. Diagnosis
Pasien sering menyadari gejala yang sama pada anggota keluarga atau
pasangan seksual. Pasien dengan Skabies berkrusta biasanya dalam keadaan
immunocompromised (penyakit HIV, organ transplantasi penerima) atau memiliki
gangguan neurologis (sindrom Down, demensia, stroke, cedera tulang belakang,
neuropati, lepra).
Periode Inkubasi .Onset pruritus bervariasi tergantung kekebalan terhadap
tungau: kutu pertama, sekitar 21 hari; reinfestation, langsung, yaitu, 1 sampai 3
hari.
Durasi Lesi. Minggu ke bulan jika tidak diobati. Skabies berkrusta
mungkin ada selama bertahun-tahun.
Pruritus Intens, luas, biasanya pada kepala dan leher. Gatal sering
mengganggu atau mencegah tidur. Sering hadir dalam anggota keluarga. Satusetengah dari pasien dengan Skabies berkrusta tidak merasakan gatal.
Ruam Berkisar dari tidak ada ruam untuk umum eritroderma. Pasien
dengan diatesis atopik awal, menghasilkan dermatitis eczematous. Individu lain
mengalami pruritus selama berbulan-bulan tanpa ruam. Kelembutan lesi
menunjukkan infeksi bakteri sekunder.
31
Sering
pemberantasan
berlanjut
tungau,
hingga
beberapa
dimengerti
dalam
minggu
pruritus
setelah
adalah
keberhasilan
fenomena
32
Skabies: Papula ruang web dan liang di lokasi yang khas di web jari. Burrows
adalah pegunungan tan atau kulit berwarna dengan konfigurasi linear dengan
vesikel menit atau papula pada akhir liang; mereka sering sulit untuk
didefinisikan.
Gambar 9. Skabies multiple, berkrusta, dan papula bereksoriasi dan liang pada batang
penis.
Gambar 10. Skabies Papula dan liang-liang di kaki bagian lateral; pada anak-anak, kaki
dan leher sering didapatkan, tempat tersebut biasanya tidak terkena pada
orang tua.
33
Gamabr 11. Skabies: tempat predileksi Burrows yang paling mudah untuk
mengidentifikasi pada ruang telapak tangan, pergelangan tangan, aspek
lateral telapak tangan. Nodul Scabietik terjadi jarang, timbul pada alat
kelamin, khususnya penis dan skrotum, pinggang, aksila, dan areola.
34
Gambar 12. Nodul Scabietik: penis, skrotum papula dan nodul merah kecoklatan pada
penis dan skrotum; lesi ini patognomonik untuk Skabies, yang terjadi di
lokasi infestasi pada beberapa individu.
7. Pemeriksaan Laboraturium
Menemukan Tungau. Seorang dewasa yang sehat dengan Skabies
memiliki rata-rata 6 sampai 12 tungau dewasa merajalela tubuh. Hasil tertinggi
dalam mengidentifikasi kutu dalam liang khas di jaring jari, aspek fleksor
pergelangan tangan, dan penis. Setetes minyak mineral ditempatkan di atas liang,
dan liang dikerok dengan a. 15 pisau scalpel dan ditempatkan pada slide
mikroskop.
Mikroskop konvensional. Sebuah perendaman setetes minyak mineral
ditempatkan pada gesekan, yang kemudian ditutup dengan coverslip. Tiga temuan
diagnostik skabies: S. scabiei tungau, telur mereka, dan pelet tinja mereka
(scybala).
Gambar 13. Liang dengan Sarcoptes scabiei (perempuan), telur, dan kotoran bawah
mikroskop, tungau pada akhir liang dengan tujuh telur dan partikel kotoran
yang lebih kecil diperoleh dari papul di ruang web dari tangan.Gambar
Karakteristik Skabies, "jet-dengan-contrail".
35
36
Benzoat
dengan
Sulfiram
Beberapa
regimen
yang
37
38
39
40
dari kutu ini bisa terakumulasi pada kelopak mata bagian bawah dan terlihat
seperti maskara.8
Gambar 14: A-Gambaran klinis penderita pedikulosis pubis ditandai dengan macula
serulae. B- Gambaran pediculus pubis dilihat secara kasat mata.
4. Diagnosis
Dari anamnesis, pasien umumnya datang dengan keluhan utama gatal
terutama di daerah pubis dan dapat meluas sampai ke daerah abdomen dan dada.
Adanya gejala gatal pada paha, aksila, dan bulu mata atau alis mata dapat
membantu membedakan pedikulosis pubis dari kutu kepala dan kutu badan.1,4
Dari pemeriksaan fisis ditemukan kutu atau telur yang viable atau hidup.
Dibutuhkan mata yang terlatih untuk dapat melihat kutu yang bergantung pada
pangkal rambut, karena kadang warnanya sama dengan warna kulit atau terlihat
seperti krusta perdarahan. Pada tubuh pasien dapat ditemukan rata-rata 10 sampai
25 kutu atau bahkan lebih dari itu. Jika kutu tidak ditemukan, telur kutu dapat
ditemukan dekat pangkal rambut.1,4
Selain itu, bisa dilakukan pemeriksaan penunjang dengan menggunakan
Wood lamp. Pada daerah yang dicurigai akan memberikan fluoresensi kuninghijau dari kutu dan telurnya. Sisir bergigi rapat atau sisir kutu dapat digunakan
untuk mengeluarkan telur kutu atau kutu hidup. Plester dapat direkatkan pada
41
daerah yang terkena untuk merekatkan kutu dan diletakkan pada kaca objek
mikroskop untuk diperiksa.6,9
Kerokan untuk kultur jamur dapat dilakukan jika didiagnosis banding
dengan infeksi dermatofita. Hal ini berguna apabila diagnosis tidak jelas, misalnya
jika belum ada kutu atau telur kutu yang bisa diidentiflkasi. Dengan ditemukannya
kutu pubis, maka pada pasien juga perlu dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi
adanya penyakit menular seksual lainnya seperti infeksi Chlamydia dan gonore.6
5. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari pedikulosis pubis:
1. Dermatitis seboroika
2. Dermatomikosis.1
6. Pengobatan
Tujuan terapi adalah untuk membersihkan kutu dan telurnya. Idealnya
digunakan pedikulosida yang efektif membunuh baik kutu dewasa maupun
telurnya. Pasangan seks pasien juga harus diterapi, meskipun tidak ditemukan
kutu. Keluarga pasien tidak perlu diterapi apabila tidak ada bukti infestasi kutu.9
Pengobatannya untuk pedikulosis pubis yakni dengan krim gameksan 1% atau
emulsi benzil benzoate 25% yang dioleskan dan didiamkan selama 24 jam.
Pengobatan diulangi 4 hari kemudian, jika belum sembuh. Sebaiknya rambut
kelamin dicukur. Pakaian dalam direbus atau disetrika. Mitra seksual harus pula
diperiksa jika perlu diobati.1
7. Prognosis
Pada umumnya prognosis dari penyakit Pediculosis pubis baik. Kegagalan
terapi biasanya terjadi karena pengobatan hanya dilakukan pada pasien yang
terinfeksi dan pasangan seksual pasien menolak untuk diobati.6
42
F. Pedikulosis Capitis
1. Definisi
Pedikulosis kapitis adalah infeksi kulit dan rambut kepala yang disebabkan
oleh Pediculus humanus var. capitis. kutu rambut (Pediculus humanus var. capitis)
secara efektif berinfestasi hanya kepala manusia dan berbeda dari kutu tubuh
(Pediculus humanus var. corporis) dan kutu kemaluan (Pthirus pubis). Kutu ini
adalah parasit obligat artinya menghisap darah manusia untuk dapat
mempertahankan hidup.1-3
2. Epidemologi
Kutu kepala yang disebabkan oleh Pedikulosis kapitis adalah masalah
kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Kutu kepala umunya menyerang anak
perempuan yang bersekolah di sekolah dasar, baik pada negara berkembang
maupun negara maju.4,6
Di Amerika Serikat, Pedikulosis kapitis menyerang sekitar 6-12 juta orang
setiap tahun. Sedangkan pada survei epidemiologi di sekolah tertentu di beberapa
negara untuk mengetahui prevalensi kutu kepala telah ditemukan sebanyak 6,8%
di Turki, 8,9% di Belgia, 13% di Australia, 35% di Brazil, 5,8% di Korea dan 52%
di Ukraina .4,9
Ada banyak faktor yang berhubungan dengan host yang dapat
dihubungkan dengan prevalensi kutu kepala antara lain ras, kelompok umur, jenis
kelamin, kondisi sosial-ekonomi dan karakteristik rambut. Kondisi hidup penuh
sesak dan munculnya resistensi terhadap insektisida telah memberi kontribusi
pada di-kutu kepala dalam beberapa tahun terakhir.2,4
Pedikulosis kapitis tidak memandang usia atau strata ekonomi yang dapat
kebal terhadap penyakit ini, meski pun kondisi hidup yang penuh sesak cenderung
dikaitkan dengan prevalensi yang lebih tinggi. Setiap keluarga yang memiliki anak
kecil setidaknya satu orang akan terjangkit, kutu kepala dapat menjangkit orang
43
dari segala usia, tetapi anak-anak rentan terhadap infestasi karena kebiasaan
mereka bermain dalam kontak dekat, berbagi topi, telfon selular, sisir dan sikat
dan pakaian. Tambahan pula dalam kondisi higine yang tidak baik, misalnya
jarang memberishkan rambut atau rambut yang relatif susah dibersihkan (rambut
yang sangat panjang pada wanita). Anak perempuan sekitar dua kali lebih
mungkin untuk mendapatkan kutu kepala dari pada anak laki-laki.Infestasi di
Amerika Serikat untuk ras kulit hitam tidak umum terjangkit, karena karakteristik
fisik batang rambut mereka, yang lebih berbentuk oval dan karena itulebih sulit
untuk dipahami.1,5,6
3. Etiopatogenesis
Kutu termasuk dalam kelompok order Phthiraptera. Kutu ini tidak
bersayap, mulut kutu berada di dorsoventral yang mana wajib dimiliki
ectoparasites. Manusia dapat disinggahi parasit oleh tiga spesies Anoplura:
Pediculus capitis (kutu rambut), Pediculus humanus dan Phitirus Pubis.5,7
Kutu betina dewasa berwarna putih
keabu-abuan
dengan panjang mulut 3-4 mm sedangkan
kutu jantan
pada
kaki
pasang kaki,
jika
menghisap
darah.
Terdapat 2 jenis
kelamin,
telat
ukuran panjang
panjangnya,
hanya sedikit.1,2
a.
b.
44
Gambar 15. Menunjukkan Pediculus capitis (a) induk kutu (betina). (b) telur kutu yang
melekat pada helai rambut. 7
Gambar 16.
Siklus hidup
kutu (Pediculus
capitis)8
Kutu
manusia
bersama,
telah
kepala
dan
berevolusi
karena
fakta
bahwa kutu tergantung sepenuhnya pada manusia untuk hidup mereka dan tidak
45
terjadi pada setiap spesies inang lainnya. Kutu menghabiskan sebagian besar
hidup mereka di rambut, bukan di kulit kepala, dan datang ke kulit kepala untuk
memberi makan. Mencari kutu di rambut sangat susah karena mereka bergerak
cepat jauh dari gangguan, memanjat cepat dan bawah poros dan samping
menyeberang ke poros lain. Telur pediculus humanus tidak sulit untuk melihat
pada poros rambut. Telur yang baru diletakkan adalah biasanya dalam 1,5 cm dari
kulit kepala, sedangkan telur tua lebih lebih tinggi poros rambut. Pediculus
capitis.4,9
Transfer dari rambut untuk rambut sangat tergantung pada pola spasial dan
kinetik. Itu preferensi untuk rambut yang lewat perlahan dari ekor ke kepala
mungkin karena faktor anatomi dan perilaku. Cakar pertama pada kaki kutu
adalah satu-satunya cakar yang digunakan untuk membuat kontak dengan rambut
baru dan kaki lainnya hanya digunakan setelah cakar pertama itu terpasang.
Kepala kutu berorientasi untuk makanan darah, maka mereka mendekatkan kepala
mereka dekat dengan kulit kepala.3,9
Kutu yang tidak mencari makan darah sesekali memposisikan diri di atas
kulit kepala tuan rumah dengan ekor mereka menghadap kepala host. Posisi ini
akan memudahkan penularan karena rambut lewat.9,12
Selain transmi kutu dengan kontak langsung, ternyata dapat juga melalui
kontak tidak langsung seperti peralatan umum dalam rumah tangga. Hal ini juga
menyatakan terjadi melalui sisir, sikat untuk semir rambut, atau topi.5,10
Jika kutu mencari makan di kepala manusia, mereka menuju ke kulit
kepala dan mengisap darah. Pada saat mengisap darah tersebut kutu juga
memasukkan liur dan ekskreta ke dalam kulit. Rasa gatal akan timbul akibat
pengaruh air liur dan ekskreta dari kutu. Kelainan kulit yang timbul disebabkan
oleh garukan untuk menghilangkan rasa gatal tersebut.1,3
4. Manifestasi Klinis
Infestasi kutu kepala ditandai dengan nits melekat pada rambut sekitar 0,7
cm dari kulit kepala. Nits sering ditemukan dibagian oksipital dan retro auricular
kepala dan lebih mudah untuk mengamati dari pada merangkak kutu dewasa.
46
Pruritus adalah gejala utama, meskipun pasien dengan kutu bisa tanpa gejala.
Reaksi gigitan, excoriations, impetiginization sekunder, pioderma, limfadenopati
servikal, konjungtivitis, demam, dan malaise juga manifestasi yang mungkin.
Pioderma bisa disertai dengan alopecia. Ruam morbilliform hipersensitivitas
dapat meniru eksantema virus. Dalam kasus lama, dermatitis keparahan variabel
dapat dilihat, ditandai dengan eksudasi dan pengerasan kulit, terutama didaerah
oksipital.1,8
Kejadian yang jarang, dalam sangat penuh dan pasien yang tidak berobat,
rambut bisa menjadi kusut dengan eksudat, predisposisi daerah terhadap infeksi
jamur. Hal ini mengakibatkan massa malodorous. Kutu tak terhitung jumlahnya
dan nits dapat ditemukan di bawah massa rambut terjerat.11,14
Gigitan baru dapat menyebabkan reakti vasi gigitan sudah sembuh.
Penyebab yang paling mungkin dari gigitan menjadi respon inflamasi terhadap air
liur kutu disuntikkan atau antikoagulan. Pada saat kutu-kutu pertama, pruritus
tidak dapat dilihat selama 1 sampai 2 bulan karena butuh waktu untuk
mengembangkan kepekaan. Oleh karena itu, pada saat pasien merupakan gejala, ia
mungkin telah penuh selama minimal 1 bulan.11,14
Pasien datang dengan pruritus berat pada kulit kepala, dan sering memiliki
limfadenopati servikal posterior. Eksoriasi dan bintik kecil dari kotoran kutu
ditemukan pada kulit kepala, dan impetigo sekunder merupakan hal yang biasa
terjadi. Kutu dapat diidentifikasi, terutama saat menyisir rambut. Telur bisa
ditemukan pada seluruh kulit kepala,tapi yang paling umum di daerah
retroauricular. Umumnya, hanya telur yang dekat kulit kepala yang memiliki isi
dan telur di daerah distal telah kosong. Pada keadaan sangat lembab, telur dapat
ditemukan di sepanjang rambut.
menggumpal dibabkan oleh banyaknya pus dan krusta (plikapelonika) dan disertai
pembesaran kelenjar getah bening regional (oksiput dan retroartikular). Pada
keadaan tersebut kepala memberikan bau busuk.1,9,12
47
(a)
(b)
Gambar 18. Pedikulosis kapitis. (a) telur kutu (nits) yang banyak. (b) dengan dermatitis
nuchal khas.13
5. Diagnosis
Untuk mendiagnosis kutu adalah mencari kutu atau telur yang layak (nits)
pada pemeriksaan. Ekskoriasis dan pioderma juga dapat tampak. Karena kutu
menghindari cahaya dan merangkak dengan cepat, inspeksi visual tanpa menyisir
sulit. Menggunakan sisir kutu meningkatkan kemungkinan menemukan kutu
hidup dan merupakan alat skrining pembantu. Diagnosis kutu menggunakan sisir
kutu ini empat kali lipat lebih efisien dari pada pemeriksaan visual langsung.14,15
Nits kecil lebih mudah untuk diamati, terutama pada
tengkuk leher atau di belakang telinga. Nits sendiri tidak diagnostik kutu aktif.
Namun,
jika
nits
ditemukan
dalam
0,7
cm
dari
kulit
kepala,
infestasi aktif kemungkinan. Kutu bisa sulit untuk dideteksi. Sebuah cahaya terang
(woods lamp), lensa pembesar. Dermoskopi juga merupakan bantuan dalam
diagnosis dan tindak lanjut dari capitis pedikulosis.2,5,14
Telur mati dapat tetap terpaku pada rambut selama 6 bulan. Rambut manusia
tumbuh pada tingkat sekitar 1cm/bulan. Karena ikut dengan rambut yang tumbuh,
telur kutu yang kosong yang telah melekat pada helai rambut akan menjauh dari
48
kulit kepala. Setelah 2 sampai 3 bulan, ini telur kutu kosong menjadi lebih terlihat,
terutama pada rambut gelap.2,15
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
o Mikroskopi
Kutu atau telur kutu pada helai rambut dapat di periksa untuk mengkonfirmasi
pemeriksaan makroskopi dari kulit kepala dan rambut.
o Kultur
Jika dicurigai impetiginasi, perlu dilakukan cultur bakteri.1,16
6. Diffensial diagnosis
Dilihat dari manifestasi klinis adanya benjolan-benjolan kecil seperti
mutiara di rambut dapat didiagnosis banding dengan Piedra hitam. Piedra hitam
merupakan infeksi jamur pada rambut yang mengakibatkan benjolan-benjolan di
luar permukaan rambut. Selain itu mengakibatkan juga rambut mudah patah.16
49
o Dengan
kapitis.7
adanya
manifestasi klinis gatal pada kulit kepala dapat didiagnosis banding dengan
psoriasis capitis, namun terdapat adanya skuama.
Impetigo, merupakan infeksi kulit yang menyebabkan pustula, atau krusta
lichen simplex kronik adalanya kelainan kulit berupa eritema, papul, berskuama,
hiperpigmentasi.
Gambar 8. Psocids8
7. Penatalaksanaan
a. Non medikamentosa
Menyisir kutu. Tujuan menyisir kutu setiap hari adalah untuk menghapus
nimfa yang menetas antara perlakuan pediculicidal. Kutu menunjukkan
kerentanan berbagai pediculicides berdasarkan tahap perkembangan mereka. Satu
dapat mengharapkan untuk menemukan kutu sama sekali tahap pengembangan
pada kepala penuh, karena itu mereka akan mati pada waktu yang berbeda
mengikuti aplikasi pediculicide. Proses menyisir kutu rambutnya harus dibasahi
dengan air, bukan kondisioner. Pada akhirsetiap sesi, mencucisisir di bawah
50
keran. Rendam sisir dalam air yang sangat panas selama 10 menit atau simpan
dalam freezer selama 24 jam sebelum menggunakan lagi.8,10
Kontrol keadaan sekitar. Pengobatan harus dipertimbangkan hanya jika
kutu hidup atau nits layak diamati. Semua pakaian, handuk, seprei, boneka
binatang, dan kain mainan yang digunakan oleh anak penuh dalam waktu 2 hari
sebelum diagnosis harus dicuci dalam air panas dari 50 C, atau mesin
dikeringkan pada pengaturan panas tertinggi, setidaknya 30 menit . Tutup kepala,
sisir, headphone, dan helm harus dibersihkan dan didesinfeksi dengan pediculicide
atau isopropil alkohol. Jika tidak ada modalitas tersebut adalah dapat juga
menyegel benda dalam kantong plastik selama 2 minggu juga pilihan untuk
memastikan dekontaminasi. Lantai, karpet, area bermain, bantal, kotak karpet,
furnitur berlapis dan harus disedot untuk menghilangkan rambut ditumpahkan
dengan telur layak.8,15
b. Medikamentosa
Topikal agen. Malathio Malathion (0,5% atau 1%) adalah lotion atau spray
yang harus diterapkan pada rambut, dibiarkan terbuka, dan dibersihkan setelah 8
sampai 12 jam. 1,15
Gama benzen heksaklorida. Gama benzen heksaklorida (gameksan) 1%
berbentuk krim yang digunakan dengan cara dioleskan lalu didiamkan 12 jam
kemudian dicuci dan disisir.
Benzil benzoat 25% emulsi yang digunakan dengan cara dioleskan lalu
didiamkan 12 jam kemudian dicuci dan disisir.1
Pyrethrin. Krim permetrin 1% bilas. Pertama kali keramas rambut dengan
sampo non-condisioner dan handuk kering. Setelah itu, diterapkan krim permetrin
1%, biarkan selama 10 menit dan kemudian dibilas.15
Pyrethrins plus butoksida piperonyl. Produk ini yang banyak dipasarkan
kebanyakan shampoo yang diterapkan untuk mengeringkan rambut dan biarkan
selama 10 menit sebelum dibilas.
Permetrin (5%) . Permetrin (5%) adalah krim. Produk ini biasanya
diterapkan semalam untuk kutu. Ini diterapkan ke kulit kepala dan biarkan selama
beberapa jam atau semalaman, setelah itu harus dibilas.15
Carbaryl (0,5%). Carbaryl (0,5%) adalah karbamat yang mengikat ke situs
yang sama pada enzim acetylcholinesterase sebagai organofosfat. Penggunaan
carbaryl semakin sedikit, sebagian didasarkan pada bukti bahwa hal itu mungkin
51
karsinogenik. Memiliki potensi mutagenik, dan harus terus telah dibatasi hanya
menggunakan.15
Lindane (1%) . Lindane (1%) adalah sedian yang tersedia sebagai sampoo
yang harus dibiarkan selama tidak lebih dari 10 menit, dengan aplikasi berulangulang dalam 7 sampai 10 hari. 15
8. Komplikasi
Infeksi bakteri sekunder mungkin cukup memperparah untuk membuat anak
demam dan lesu. 16
9. Prognosis
Infeksi ini pada dasarnya tidak berbahaya. Namun, stigma yang terkait
dengan kutu kepala dan trauma psikologis yang dialami oleh beberapa orang
dalam upaya mereka untuk menghilangkan infeksi sangat outweight dampak fisik
kutu. Reaksi sensitasi untuk kutu air liur dan kotoran dapat menyebabkan iritasi
lokal dan eritema, infeksi sekunder dari goresan mungkin terjadi. kutu telah
diidentifikasi sebagai vektor mekanis utama dari kulit kepala pioderma
disebabkan streptokokus dan staphylococci biasanya ditemukan pada kulit.3
52