Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Shock adalah suatu sindroma klinis dimana terdapat kegagalan dalam hal
mengatur peredaran darah dengan akibat terjadinya kegagalan untuk memenuhi kebut
uhan
metabolisme tubuh. Kegagalan sirkulasi biasanya disebabkan oleh kehilangan caira
n
(hipovolemik), Karena kegagalan pompa atau karena perubahan resistensi vaskuler
perifer.
Renjatan adalah diagnosa klinis yang terjadi karena berbagai sebab. Renjatan mer
upakan
gewatan medic dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi (>20%) yang membutuhk
an
penanganan segera. Kelambatan penanganan dapat menyebabkan kematian atau terjadi
nya gejala
sisa. Gejala awal shock pada anak tidak sama dengan dewasa karena fungsi organ d
an
kemampuan kompensasi tubuh yang relative berbeda sesuai perkembangan usia.
Renjatan hipovolemik terjadi sebagai akibat berkuranagnya volume darah intravask
uler .
jenis renjatan ini yang paling banyak dijumpai dan merupakan penyebab kematian t
erbanyak
pada anak. Diseluruh dunia terdapat 6-20 juta kematian tiap tahun, meskipun peny
ebab nya
berbeda-beda tiap negara. Dinegara berkembang penyebab utama hipovolemik adalah
diare
akut dan demam berdarah dengue, sedang dinegara maju penyebab terbanyak hipovole
mik
adalah perdaraha akibat trauma. Di IRD RSUD dr. soetomo 6-8% dari sekitar 5000-6
000
kunjungan penderita anak setiap tahunnya mengalami renjatan hipovolemik dengan p
enyebab
utama adalah diare akut dan demam berdarah dengue.
Kehilamgan cairan yang cepat dan banyak menurunkan preload ventrikel sehingga te
rjadi
penurunan isi sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi penurunan hantaran oks
igen
kejaringan tubuh. Pada renjatan karena perdarahan, selain terjadi penurunan card
iac output juga
terjadi pengurangan haemoglobin, sehingga transport dari oksigen ke jaringan mak
in berkurang.
1.1 Rumusan Masalah
Apakah definisi, patofisiologi, klasifikasi, temuan klinis, penegakan diagnosis,
komplikasi dan penatalaksanaan pada syok?
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan tinjauan pustaka ini adalah untuk mengetahui definisi,
patofisiologi, klasifikasi, temuan klinis, penegakan diagnosis, komplikasi dan p
enatalaksanaan
pada syok.
1.3 Manfaat
Menambah pemahaman tentang definisi, patofisiologi, klasifikasi, temuan klinis,
penegakan diagnosis, komplikasi dan penatalaksanaan pada syok.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi syok
Syok adalah sindroma klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabol
ik
yang ditandai dengan kegagalan system sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yan
ga dekuat
organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh ya
ng serius
seperti, perdarahan yang massif, trauma atau luka bakar berat (syok hipovolemik)
, infark
miokard luas atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tid
ak terkontrol
(syok septic), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau akibat
respon imun
(syok anafilaktik).
Syok adalah suatu sindrom klinis kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabka
n
ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan
mekanisme
homeostasis.
2.2 Penyebab terjadinya syok
Adapun macam-macam penyebab terjadinya syok adalah
Tabel 2.1 Penyebab syok
Jenis Syok Penyebab
Hipovole 1. Perdarahan
mik
2. Kehilangan plasma (misal pada luka bakar)
3. Dehidrasi, misal karena puasa lama, diare,
muntah, obstruksi usus dan lain-lain
Kardiogen 1. Aritmia
ik
Bradikardi / takikardi
2. Gangguan fungsi miokard
Infark miokard akut, terutama infark ventrikel kanan
Anafilaksi
s
Antibiotic
Penisilin, sofalosporin, kloramfenikol, polimixin,
ampoterisin B
Biologis
Serum, antitoksin, peptide, toksoid tetanus, dan gamma
globulin
Makanan
Telur, susu, dan udang/kepiting
Lain-lain
Gigitan binatang, anestesi local
Bagaimana mengenali Berbagai macam jenis dari syok
Infromasi Hipovolem Kardiogenik Neurogenik Septik
Diagnostic
ik
(Hyperdynamic
State)
Gejala dan Pucat; Kulit basah, Kulit hangat, Demam, kulit
tanda kulit dingin; takidenyut
jantung teraba hangat,
dingin, dan normal/rendah, takikardi, oliguri,
Basah;
takikardi;
bradiaritmia
; oliguri;
hipotensi;
normo/oliguri,
hipotensi,
penurunan
hipotensi,
penurunan
resistensi perifer.
G
ambar2.1 Patofisiologi Syok (sumber: Kumar and Parrillo, 2001)
Gambar 2.3 Berbagai jenis umpan balik yang dapat menimbulkan per-kembangan syok.
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih dapat
ditangani
oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan ireversi
bel (tidak dapat
pulih).
Fase1 : kompensasi
Pada fase ini fungsi-fungsi organ vital masih dapat dipertahankan melalui mekani
sme
kompensasi tubuh dengan meningkatkan reflek simpatis, yaitu meningkatnya resiste
nsi sistemik
dimana terjadi distribusi selektif aliran darah dari organ perifer non vital ke
organ vital seperti
jantung, paru dan otak. Tekanan darah sistolik tetap normal sedangkan tekanan da
rah sistolik
meningkat akibat peninggian resistensi arteriol sistemik (tekanan nadi menyempit
).
Untuk mencukupi curah jantung maka jantung mengkompensasi secara temporer dengan
meningkatkan frekuensi jantung. Disamping itu terdapat peningkatan sekresi vasop
ressin dan
renin
angiotensin
aldosteron yang akan mempengaruhi ginjal untuk menahan natrium
dan air
dalam sirkulasi.
Manifestasi klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh gelisah, kulit pucat dan
dingin dengan
pengisian kapiler (capillary refilling) yang melambat > 2 detik.
Fase II : Dekompensasi.
Pada fase ini mekanisme kompensasi mulai gagal mempertahankan curah jantung yang
adekuat dan system sirkulasi menjadi tidak efisien lagi. Jaringan dengan perfusi
yang buruk tidak
lagi mendapat oksigen yang cukup, sehingga metabolisme berlangsung secara anaero
bic yang
tidak efisien. Alur anaerobic menimbulkan penumpukan asam laktat dan asam-asam l
ainnya
yang berakhir dengan asidosis. Asidosis akan bertambah berat dengan terbentuknya
asam
karbonat intra selular akibat ketidak mampuan sirkulasi membuang CO2.
Asidemia akan menghambat kontraktilitas otot jantung dan respons terhadap
katekolamin. Akibat lanjut asidosis akan menyebabkan terganggunya mekanisme ener
gy
dependent NaK-pump ditingkat selular, akibatnya integritas membrane sel tergangg
u, fungsi
lisosom dan mitokondria akan memburuk yang dapast berakhir dengan kerusakan sel.
Lambatnya aliran darah dan kerusakan reaksi rantai kinin serta system koagulasi
dapat
memperburuk keadaan syok dengan timbulnya agregasi tombosit dan pembentukan trom
bos
disertai tendensi perdarahan.
Pada syok juga terjadi pelepasan mediator-vaskular antara lain histamin, seroton
in,
sitokin (terutama TNF=tumor necrosis factor dan interleukin 1), xanthin, oxydase
yang dapat
membentuk oksigen radikal serta PAF (platelets agregatin factor). Pelepasan medi
ator oleh
makrofag merupakan adaptasi normal pada awal keadaan stress atau injury, pada ke
adan syok
yang berlanjut justru dapat memperburuk keadaan karena terjadi vasodilatasi arte
riol dan
peningkatan permeabilitas kapiler dengan akibat volume intravaskular yang kembal
i kejantung
(venous return) semakin berkuarang diserai timbulnya depresi miokard.
Manifestasi klinis yang dijumpai berupa takikardia yang bertambah, tekanan darah
mulai
turun, perfusi perifer memburuk (kulit dingin dan mottled, capillary refilling b
ertambah lama),
oliguria dan asidosis (laju nafas bertambah cepat dan dalam) dengan depresi susu
nan syaraf
pusat (penurunan kesadaran).
Fase III : Irreversible
Kegagalan mekanisme kompensasi tubuh menyebabkan syok terus berlanjut, sehingga
terjadi kerusakan/kematian sel dan disfungsi system multi organ lainnya. Cadanga
n fosfat
berenergi tinggi (ATP) akan habis terutama di jantung dan hepar, sintesa ATP yan
g baru hanya
2% / jam dengan demikian tubuh akan kehabisan energi. Kematian akan terjadi wala
upun system
sirkulasi dapat dipulihkan kembali. Manifestasi klinis berupa tekanan darah tida
k terukur, nadi
tak teraba, penurunan kesadaran semakin dalam (sopor-koma), anuria dan tanda-tan
da kegagalan
system organ lain.
2.4 Diagnosis
Shock adalah diagnosis klinis, jadi tidak ada diagnosis bandingnya. Diagnosis
bandingnya hanya terhadap penyebab dar shock. Diagnosis shock pada stadium dini
sangat
penting untuk berhasilnya suatu pengobatan, namun sering kali hal ini tidak muda
h. Karena itu
sangat penting adalah kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya shock pada pen
derita
dengan resiko tinggi. Pada penderita pada resiko tersebut kita lakukan pemantaua
n yang lebih
ketat sehingga dapat dilakukan tindakan yang lebih dini bila terdapat tanda-tand
a shock.
Diagnosis shock pada anak dan bayi kadang-kadang sulit, tanda-tanda shock berat
dengan gejala
yang jelas seperti nadi yang lemah atau tidak teraba, akral dingin dan sianosis
mudah dikenali,
tapi pad compensated shock dimana tekanan darah sentral masih dapat dipertahanka
n, seringkali
diagnsosi renjatan shock sulit ditegakkan. Pengambilan anamnesa yang baik dan be
nar sangat
penting untuk menegakkan diagnosis etiologis dari renjatan, seperti adanya munta
h dan diare
akan mengarahkan kita pada shock hipovolemik, trauma atau pasca operasi kemungki
nan
menjadi penyebab renjatan hipovolemik karena perdarahan. Pada neonatus panas pad
a ibu pada
aktu melahirkan, ketuban pecah prematur (KPP), perdarahan intrapartum atau distr
ess fetal dapat
membantu memperkirakan penyebab renjatan pada bayi.
Manifestasi klinis tergantung pada:
Penyakit primer penyebab shock
Kecepatan dan jumlah cairan yang hilang
Lama nya syok serta kerusakan jaringan yang terjadi
Tipe dan stadium renjatan
2.5 penatalaksanaan
1. Airway dan Breathing
1.
Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah.
2.
Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas
(Gudel/oropharingeal airway).
3.
Berikan oksigen minimal 6 liter/menit
4.
Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup (A
mbu
bag) atau ETT.
2. Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan
darah,
warna kulit, isi vena, dan produksi urin.
Cari dan Atasi Penyebab :
Penderita dijaga agar tetap merasa hangat dan kaki sedikit dinaikkan untuk
mempermudah kembalinya darah ke jantung.
diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit ha
rus
diganti dengan larutan isotonik. Penggantian volume intra vaskuler dengan cairan
kristaloid memerlukan volume 3-4 kali volume perdarahan yang hilang, sedang bila
menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah yang sama dengan jumlah perdarahan
yang hilang. Telah diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombina
si
dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap.
Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan yang
berlebihan.
Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan berlebihan y
ang
akan membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi darah dan tindakan untuk
menghilangkan nyeri.
Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat, mengingat pada s
yok
septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk (Multiple Organ Disfunction).
Diperlukan pemantauan alat canggih berupa pemasangan CVP, "Swan Ganz" kateter, d
an
pemeriksaan analisa gas darah
2.6 Komplikasi
SIRS, dapat terjadi bola syok tidak dikoreksi
Gagal ginjal akut (ATN)
Gagal hati
Ulserasi akibat stress
BAB III
KLASIFIKASI SYOK
3.1 Syok Hipovolemik
- luka bakar
- peritonitis
Patofisiologi
Patofisiologi sangat berhubungan dengan penyakit primer dari syok. Namun secara
umum bila terjadi penurunan tekanan darah maka tubuh akan mengadakan respon untu
k
mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang adekuat pada organ-organ vital melalui
reflex
neurohumoral. Integritas sirkulasi tergantung pada volume darah yang beredar, to
nus pembuluh
darah dan system pompa jantung. Gangguan dari salah satu fungsi tersebut dapat m
enyebabkan
terjadinya syok. Bila terjadi syok hipovolemik maka mekanisme kompensasi yang te
rjadi adalah
melalui:
1.Baroreseptor
Reseptor ini mendapat rangsangan dari perubahan tagangan dalam pembuluh darah. B
ila
terjadi penurunan tekanan darah maka rangsangan terhadap baroreseptor akan menur
un,
sehingga rangsangan yang dikirim baroreseptor ke pusat juga berkurang sehingga a
kan terjadi:
Penurunan rangsangan terhadap cardioinhibiotor centre
Penurunan hambatan terhadap pusat vasomotor
Akibat dari kedua hal tersebut maka akan terjadi vasokonstriksi dan takikardia.
Baroreseptor ini
terdapat di snus karotikus, arkus aorta, atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri d
an dalam sirkulasi
paru. Baroreseptor sinus karotikus merupakan baroreseptor perifer yang paling be
rperan dalam
pengaturan tekanan darah.
1. Kemoreseptor
Respon baroreseptor mencapai respon maksimal bila tekanan darah menurun sampai 6
0mmHg,
maka yang bekerja adalah kemoreseptor, yang terangsang bila terjadi hipoksia dan
asidosis
jaringan. Akibat rangsangan kemoreseptor ini adalah vasokonstriksi yang luas dan
rangsangan
pernafasan.
2. Cerebral ischkemic reseptor
Bila aliran darah ke otak menurun sampai <40mmHg maka akan terjadi sympathetic d
ischarge
massif. Respon dari reseptor di otak ini lebih kuat dari pada reseptor-reseptor
perifer .
3.
Reseptor humoral
Bila terjadi hipovolemik/ hipotensi maka tubuh akan mengeluarkan hormone-hormon
stress
seperti epinefrin, glucagon, dan kortisol yang merupakan hormone yang mempunyai
efek kontra
dengan insulin. Akibat dari pengeluaran dari hormone ini adalah terjadinya takik
ardia,
vasokonstriksi dan hiperglikemi. Vasokonstriksi diharapkan akan meningkatkan tek
anan darah
perifer dan preload, isi sekuncup dan curah jantung. Sekresi ADH aleh hipofisee
posteriosr juga
meningkat sehingga pengeluaran air dari ginjal dapat dikurangi.
4.
Retensi air da garam oleh ginjal
Bila terjadi hipoperfusi ginjal maka akan terjadi pengeluaran rennin oleh appara
tus
yukstaglomerulus yang merubah angiotensin menjadi angiotensin I. angiotensin I i
ni oleh
converting enzyme dirubah menjadi angiotensin II yang mempunyai sifat:
Vasokonstriksi kuat
Merangsang pengeluaran aldosteron sehingga meningkatkan reabsorbsi natrium di
tubulus ginjal.
Menigkatkan sekresi vasopressin.
reseptor jal
Ngiotensi, vasopressin, aldosteron
Volume sirkulasi.
reversibl
i
e
Blood loss Sampai 25 25
( %)
40 > 40
Pada pemeriksaan fisis perlu dibedakan hipovolemik akibat kehilangan cairan kelu
ar
tubuh seperti pada diare atau perpindahan cairan ke ruang interstitial seperti p
ada demam
berdarah dengue atau sepsis. Anak dengan kehilangan cairan ke luar tubuh akan me
nunjukkan
tanda klasik dehidrasi seperti ubun-ubun besar cekng, mata cekung, mucosa kering
, turgor kulit
turun, refill kapiler turun, karal dingin, dan penurunan status mental.
Anak dengan perpindahan cairan ke ruang interstitial menunnjukkan tanda gangguan
perfusi seperti refill kapiler yang menurun, akral, dingin, dan penurunan status
mental tanpa
adanya tanda lain yang dijumpai pada anak dehidrasi. Tekanan darah akan menurun
bila terjadi
kehilangan cairan lebih dari 30%. Pada syok akibat perdarahan hipotensi biasanya
terjadi bila
kehilangan darah lebih dari 40% volume.
Table 3.3 Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah Berdasarkan Presentasi Penderita
Pemeriksaan laobarotorium
.
Hemoglobin dan hematokrit
Pada fase awal renjatan syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit masih tid
ak
berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah perdarahan berlangsung lam
a,
karena proses autotransfusi. Hal ini tergantung dari kecepatan hilangnya darah y
ang
terjadi. Pada syok karena kehilangan plasma atau cairan tubuh seperti pada DF at
au diare
dengan dehidrasi akatn terjadi haemokonsentrasi.
.
Urin
Produksi urin akan menuru, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin menigkat >1,0
20.
Sering didapat adanya proteinuria
.
Pemeriksaan BGA
pH, PaO2, PaCO2 dan HCO3 darah menurun. Bila proses berlangsung terus maka prose
s
kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak tanda-tanda kegagalan dengan
makin menurunnya pH dan PaO2 dan meningkatnya PaCO2 dan HCO3. Terdapat
perbedaan yang jelas antara PO2 dan PCO2 arterial dan vena.
.
Pemeriksaan elektrolit serum
Pada renjatan sering kali didapat adanya gangguan keseimbangan elektrolit sepert
i
hiponatremi, hiperkalemia, dan hipokalsemia terutama pada penderita dengan asido
sis
.
Pemeriksaan fungsi ginjal pemeriksaan BUN dan serum kreatinin penting pada renja
tan
terutama bila ada tanda-tanda gagal ginjal
.
Pemeriksaan faal hemostasis
.
Pemeriksaan yang lain untuk menentukan penyebab penyakit primer
Penatalaksanaan
1.
Bebaskan jalan nafas, oksigen (FiO2100%), kalau perlu bias diberiakan ventilator
support.
2.
Infus RL atau koloid 20 ml/kg BB dalam 10-15 menit, dapat diulang 2-3 kali. Bila
akses vena
sulit pada anak balita dapat dilakukan akses intraosseous di pretibia. Pada renj
atan berat
pemberian cairan dapat mencapai > 60 ml/kg BB dalam 1 jam. Bila resusitasi caira
n sudah
mencapai 2-3 kali tapi respons belum adekuat, maka dipertimbangkan untuk intubas
i dan
bantuan ventilasi. Bila tetap hipotensi sebaiknya dipasang kateter tekanan vena
sentral
(CVP).
3.
Inotropik, indikasi : renjatan refrakter terhadap pemberian cairan, renjatan kar
diogenik.
Gangguan koagulasi/pembekuan
SSP dan Organ lain
Evaluasi gejala sisa SSP sangat penting, mengingat organ ini sangat sensitif ter
hadap
hipoksia yang dapat terjadi pada renjatan berkepanjangan.
Renjatan ireversibel.
3.2 Shock kardiogenik
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatk
an
curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali untuk memenuhi kebutuh
an
metabolisme. Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel, yang meng
akibatkan
gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan. Ventr
ikel kiri gagal
bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan curah jantung yang memadai unt
uk
mempertahankan perfusi jaringan. Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan menget
ahui
adanya tanda-tanda syok dan dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark mio
kard yang
luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru,
tamponade
jantung, kelainan katub atau sekat jantung.Masalah yang ada adalah kurangnya kem
ampuan
jantung untuk berkontraksi. Tujuan utama pengobatan adalah meningkatkan curah ja
ntung.
Etiologi shock kardiogenik
Infark miokard akut dengan kerusakan otot jantung
Kerusakan katup jantung: stenosis mitral, insufisiensi mitral, stenosis katup ao
rta,
insufisiensi katup aorta
Gangguan irama jantung: atrial fibrilasi, ventrikular fibrilasi, ventrikular tak
hikardi
Gangguan sistem konduksi hantaran listrik jantung: atrioventrikular blok, sinoau
rikular
blok.
Patofisiologi Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan faal pompa jantung yang mengakibatkan
curah jantung menjadi kecil atau berhenti sama sekali. Secara mekanisme mungkin
disebabkan
oleh robeknya dinding ventrikel, regurgitasi oleh karena infark juga mengenai ka
tub jantung,
aritmia, atau disfungsi dari ventrikel kiri, kanan ataupun keduanya.
Pada robeknya dinding ventrikel terjadi 3-6 hari sesudah infark diikuti dengan t
amponade dan
syok dan peninggian CVP serta tekanan baji pada arteri pulmonalis. Sedangkan reg
urgitasi dapat
terjadi karena infark mengenai muskulus papilaris. Disfungsi dari ventrikel kana
n dapat dilihat
dari meningginya CVP sedangkan pada ventrikel kiri ditandai dengan edema paru.
Kegagalan pompa jantung menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung (cardiac
output)
dan menyebabkan kegagalan perfusi ke jaringan, akibatnya berbagai organ mengalam
i
kekurangan oksigen sementara terjadi kompensasi tubuh untuk mempertahankan penga
liran
darah ke otak.
Gambar Mekanisme Syok Kardiogenik pada Infark Miokard
MekanismeSyokKar
NekrosisVetrikelkiriyang
Syok kardiogenik dapat dipandang sebagai bentuk yang berat dari kegagalan ventri
kel
kiri. Penurunan kontraktilitas jantung mengurangi curah jantung dan meningkatkan
volume dan
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri sehingga menyebabkan kongesti paru dan ed
ema. Dengan
menurunnya tekanan arteri sistemik, maka terjadi perangsangan baroreseptor pada
aorta dan
sinus karotikus. Perangsangan simpatoadrenal menimbulkan reflek vasokonstriksi,
takikardi, dan
peningkatan kontraktilitas untuk menambah curah jantung dan menstabilkan tekanan
darah.
Kontraktilitas akan terus meningkat melalui hukum starling melalui retensi natri
um dan air. Jadi
menurunnya kontraktilitas pada syok kardiogenik akan memulai respon kompensatori
k yang
meningkatkan beban akhir dan beban awal. Meskipun mekanisme ini pada mulanya aka
n
meningkatkan tekanan arteri darah dan perfusi jaringan, namun efeknya terhadap m
iokard justru
buruk karena meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen miokard. Ali
ran darah
koroner yang tidak memadai (terbukti dengan adanya infark) menyebabkan meningkat
nya
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen terhadap miokardium.
Syok kardiogenik dicirikan oleh lingkaran setan (vicious circle) dimana terjadi
penurunan
kontraktilitas miokardium (depression of myocardial contractility), biasanya kar
ena iskemia,
menyebabkan pengurangan cardiac output dan tekanan arteri (arterial pressure), d
imana
menghasilkan hipoperfusi miokardium dan iskemia lanjutan dan penurunan cardiac o
utput.
Disfungsi miokardial sistolik mengurangi stroke volume; dan bersama dengan disfu
ngsi
diastolik, memicu peninggian tekanan end-diastolic ventrikel kiri dan pulmonary
capillary
wedge pressure/PCWP (> 18 mmHg) seperti pada kongesti paru.
Penurunan/pengurangan perfusi koroner memacu pemburukan iskemia, disfungsi mioka
rdium
progresif, dan spiral menurun yang cepat (rapid downward spiral), bilamana jika
tidak diputus,
seringkali menyebabkan kematian (Anurogo, 2009).
Sindrom respon peradangan sistemik [systemic inflammatory response syndrome (SIR
S)]
dapat menyertai infark yang luas dan syok. Sitokin peradangan (inflammatory cyto
kines),
inducible nitric oxide synthase (INOS), dan kelebihan nitric oxide dan peroxynit
rite dapat
berkontribusi terhadap asal-usul (genesis) syok kardiogenik sebagaimana yang mer
eka lakukan
terhadap bentuk lain syok. Asidosis laktat dari perfusi jaringan yang buruk dan
hipoksemia dari
edem paru (pulmonary edema) dapat sebagai hasil dari kegagalan pompa dan kemudia
n
berkontribusi terhadap lingkaran setan ini dengan memburuknya iskemia miokardium
dan
hipotensi. Asidosis berat (pH < 7,25) mengurangi daya kemanjuran/efektivitas (ef
ficacy) yang
secara endogen dan eksogen telah diberi katekolamin (catecholamines) (Anurogo, 2
009).
Manifestasi klinis
Syok kardiogenik ditandai oleh hal-hal berikut :
Tekanan arteri sistolik < 90 mmHg atau 30-60 mmHg dibawah batas bawah sebelumnya
Adanya bukti penurunan aliran darah ke sistem organ-organ utama :
Keluaran urin < 20 ml/jam, biasanya disertai penurunan kadar natrium dalam urin
Vasokonstriksi perifer yang disertai gejala kulit dingi dan lembab
Gangguan fungsi mental
Indeks jantung < 2,1 L/menit/m2
Bukti gagal jantung kiri dengan LVEDP/tekanan baji kapiler paru (PCWP) 18-21 mmH
g
Menurut Mubin (2008), diagnosis syok kardiogenik adalah berdasarkan:
merupakan komplikasi yang sering terjadi pada syok kardiogenik, disebabkan oleh
meningkatnya redistribusi cairan dari intravaskular keinterstitiel, stres akut,
ataupun penggunaan
diuretika.
Kriteria hemodiamik syok kardiogenik adalah hipotensi terus menerus (tekanan dar
ah
sistolik < 90 mmHg lebih dari 90 menit) dan bekurangnya cardiac index (<2,2/meni
t per m2) dan
meningginya tekanan kapiler paru (>15 mmHg).
Diagnosis dapat juga ditegakkan sebagai berikut:
1.
Tensi turun : sistolis < 90 mmHg atau menurun lebih dari 30-60 mmHg dari semula,
sedangkan tekanan nadi < 30 mmHg.
2.
Curah jantung, indeks jantung < 2,1 liter/menit/m2.
3.
Tekanan di atrium kanan (tekanan vena sentral) biasanya tidak turun, normal, ren
dah sampai
meninggi.
4.
Tekanan diatrium kiri (tekanan kapiler baji paru) rendah sampai meninggi.
5.
Resistensi sistemis.
6.
Asidosis.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang segera dilakukan :
Serum elektrolit, fungsi ginjal dan fungsi hepar.
Jumlah sel darah merah, leukosit (infeksi), trombosit (koagulopati)
Enzim Jantung (Creatinine Kinase, troponin, myoglobin, LDH)
Analisa gas darah arteri, dapat menggambarkan keseimbangan asam-basa dan kadar o
ksigen.
Defisit basa penting, menggambarkan kejadian dan derajat renjatan, harus dipanta
u terus selama
resusitasi.
Pemeriksaan serial kadar laktat, menggambarkan hipoperfusi dan prognosis.
Pemeriksaan yang harus direncanakan
EKG, ekokardiografi. foto polos dada
kuman gram positif bahkan jamur, rickettsia dan bermacam-macam virus dapat menim
bulkan
shock yang sifatnya tidak banyak berbeda.
Respon penderita terhadap pencetus yaitu masuknya kuman kedalam tubuh ditentukan
oleh keadaan penderita sebelumnya.
Kuman (pencetus)
neuroendokrin Reaksi penderita
kelainan metabolisme status imunologi
keadaan host sebelumnya:
-status volume darah
-status nutrisi
-status kompetensi miokard
Faktor-faktor tersebut dibawah memegang peranan:
1.
Efek langsung yang disebabkan oleh kuman atau bahan-bahan terhadap system
kardiovaskuler.
2.
Kekacauan system metabolism
3.
Efek kardiovaskuler terhadap produk-produk yang timbul secara sekunder karena in
feksi
antara lain: komplemen, koagulasi kalikrein dan bahan-bahan toksin.
4.
Pelepasan bahan-bahan vasoaktif lain.
5.
Mekanisme kompensasi penderita dan keadaan penderita sebelum terjadi sepsis
Etiologi
Syok sepsik dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70% (Pseudomonas
auriginosa, Klebsiella, Enterobakter, E. choli, Proteus). Infeksi bakteri gram p
ositif 20-40%
(Stafilokokus aureus, Stretokokus, Pneumokokus), infeksi jamur dan virus 2-3% (D
engue
Hemorrhagic Fever, Herpes viruses), protozoa (Malaria falciparum). Sedangkan pad
a kultur
yang sering ditemukan adalah Pseudomonas, disusul oleh Stapilokokus dan Pneumoko
kus. Syok
sepsik yang terjadi karena infeksi gram negatif adalah 40% dari kasus, sedangkan
gram positif
adalah 5-15% dari kasus (Japardi, 2002). Syok septik sering terjadi pada:
1. Bayi baru lahir,
2. Usia diatas 50 tahun,
3. Penderita gangguan sistem kekebalan.
Table. Terminologi dan Definisi Sepsis
Sindrom respon inflamasi sistemik
(SIRS: systemic inflammatory respons syndrome) respon tubuh terhadap inflamasi
sistemik mencakup 2 atau lebih keadaan berikut :
suhu > 38o C
frekuensi jantung > 90 kali/menit
frekuensi nafas > 20 kali/menit atau PaCO2 < 32 mmHg
leukosit darah > 12.000/ mm3, < 4000/mm3 atau stab > 10%
sepsis
keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan manifestasi SIRS
sepsis berat
sepsis yang disertai dengan disfungsi rgan, hipoperfusi atau hipotensi termasuk
asidosis
laktat, oliguria dan penurunan kesadaran.
Sepsis dengan hipotensi
Sepsis dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau penurunan tekanan darah sisto
lik
>40 mmHg dan tidak ditemukan penyebab hipotensi
Renjatan septic
Sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi cairan secara adekua
t atau
memerlukan vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ.
Patofisiologi
Terjadinya syok septik dapat melalui dua cara yaitu aktivasi lintasan humoral da
n aktivasi
cytokines. Lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada dinding bakteri gram negati
f dan
endotoksinnya serta komponen dinding sel bakteri gram positif dapat mengaktifkan
:
1. Sistem komplemen,
2. Membentuk kompleks LPS dan protein yang menempel pada sel monosit,
Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak atau sedikit, d
an
jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal, kadar hasil bua
ngan metabolik
(seperti urea nitrogen) dalam darah akan meningkat. Analisa gas darah menunjukka
n adanya
asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen. Pemeriksaan EKG jantung menunjukkan
ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai darah yang tidak memadai ke o
tot jantung.
Biakan darah dibuat untuk menentukan bakteri penyebab infeksi.
Penatalaksanaan
1.
Memberantas infeksi :
Meningitis, umur > 1 bulan
Ampiciline 300
400 mg/KgBB/hari dibagi 6 dosis
Chloramphenicol 100 mg/KgBB/hari dibagi 4 dosis
Resiko tinggi infeksi gram negatif.
kombinasi aminoglikosida dan derivat penisilin
Moxalactam, cefotaxime, ceftazidime dan cephalosporin generasi III .
untuk infeksi
gram negatif aerob dan anaerob
Jamur Candida dapat diberikan amphotericin B
Dosis 0.25
0.30 mg/KgBB/hari dalam waktu 3
6 jam
Dosis dapat dinaikkan perlahan-lahan
0.1 0.25 mg/KgBB sampai 0.5
1.0 mg/KgBB/ hari (maksimal 50 mg/hari) dan
diberikan selama 10 14 hari
Pemakaian Antibiotik. Setelah diagnosa sepsis ditegakkan, antibiotik harus seger
a
diberikan, dimana sebelumnya harus dilakukan kultur darah, cairan tubuh, dan eks
udat.
Pemberian antibiotik tak perlu menunggu hasil kultur. Untuk pemilihan antibiotik
diperhatikan dari mana kuman masuk dan dimana lokasi infeksi, dan diberikan tera
pi
kombinasi untuk gram positif dan gram negatif. Indikasi terapi kombinasi yaitu:
Sebagai terapi pertama sebelum hasil kultur diketahui.
Pasien yang dapat imunosupresan, khususnya dengan netropeni.
Dibutuhkan efek sinergi obat untuk kuman yang sangat pathogen (pseudomonas
aureginosa, enterococcus).
1.
Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat :
a.
Pemberian cairan & pengaturan keseimbangan asam basa :
Ringer laktat 10
20 ml/KgBB/beberapa menit sampai 1 jam untuk memperbaiki
volume cairan intravaskuler
b. Kadar protein total 4.5 gr/100 ml dapat diberikan FFP
c. Tekanan vena sentral 5
6 cmH2O dengan hipotensi diberi cairan kristaloid lagi
10
20 ml/KgBB selama 10 menit
d.
Tekanan vena sentral 6
10 cmH2O cairan kristaloid 5
10 ml/KgBB sampai tekanan
vena sentral mencapai 10 15 cmH2O
e. Transfusi darah bila Ht 3% untuk mempertahankan Ht antara 35
40 %
f.
Sodium bikarbonat digunakan untuk koreksi gangguan asam basa.
Jika dalam keadaan darurat diberi 1 2 mEq/KgBB dengan kecepatan 1
mEq/kgBB/menit
g. Obat-obat vasoaktif bila curah jantung tetap rendah walaupun pemberian cairan
sudah
adekuat atau bila ada edema paru diberikan:
Golongan xanthine (aminophyllin)
Glucagon
Cardiac glucocide, digitalis dan derivatnya
a.
Golongan steroid yang diberikan :
Dexamethasone 1 3 mg/kgBB atau
Methyl prednisolon 30 mg/kgBB setiap 4-6 jam selama 72 jam
1.
Ventilasi
Jalan nafas harus bebas
Oksigenasi yang adekuat
Bila ada tanda-tanda kegagalan pernafasan akut :
Hiperventilasi
Hipoksemia berat
Hiperkapnea
Bila terjadi adult respiratory distress syndrome PEEP dan ventilator mekanik
1.
Pengobatan supportif
Nutrisi dengan tinggi kalori protein, dan pemberian mineral
Bila ada gagal ginjal dipertimbangkan dialisis peritoneal
Koreksi PIM dengan komponen darah (FFP atau trombosit)
kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Seroton
in
meningkatkan permeabilitas vaskuler dan bradikinin menyebabkan kontraksi otot po
los.
Platelet activating factor (PAF) berefek bronchospasme dan meningkatkan permeabi
litas
vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eo
sinofil
dan neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi, demi
kian
juga dengan Leukotrien.
Manifestasi Klinis
Reaksi timbul dalam beberapa detik atau menit sesudah paparan allergen.
Gejala kardiovaskular : hipotensi/renjatan
Gejala saluran nafas : sekret hidung enter, hidung gatal, udema hipopharing/lari
ng, gejala
asma.
Kulit : pruritus, erithema, urtikaria dan angioedema.
Gejala Intestinal : kolik abdomen, kadang-kadang disertai muntah dan diare.
Gejala SSP : pusing, sincope, gangguan kesadaran sampai koma.
Diagnosis
a.
Anamnesis : mendapatkan zat penyebab anafilaksis (injeksi, minum obat, disengat
hewan, makan sesuatu atau setelah test kulit ), timbul biduran mendadak, gatal d
ikulit,
suara parau sesak ,sekarnafas, lemas, pusing, mual,muntah sakit perut setelah te
rpapar
sesuatu.
b.
Fisik diagnostik
Keadaan umum : baik sampai buruk
Kesadaran: Composmentis sampai Koma
Tensi : Hipotensi,
Nadi :Tachycardi,
Kepala dan leher : cyanosis, dispneu, conjunctivitis, lacrimasi, edema periorbit
a,
perioral, rhinitis
Thorax aritmia sampai arrest Pulmo Bronkospasme, stridor, rhonki dan wheezing,
Abdomen : Nyeri tekan, BU meningkat
Ekstremitas : Urticaria, edema.
c.
Pemeriksaan Tambahan Hematologi : Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah
putih yang banyak atau sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika t
erjadi
gagal ginjal, kadar hasil buangan metabolik (seperti urea nitrogen) dalam darah
akan
meningkat. Hitung sel meningkat hemokonsentrasi, trombositopenia eosinophilia na
ik/
normal / turun. Biakan darah dibuat untuk menentukan bakteri penyebab infeksi
a.
X foto : Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus plug,
b.
EKG : Gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia atau menunjukkan
ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai darah yang tidak memadai ke o
tot
jantung.
c.
Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen
Penatalaksanaan
1. Resusitasi (A B C)
2.
Adrenalin 1%:0,01m1/kgBB diberikan intramuskular. Bila tidak ada perbaikan, diul
ang
10-15 menit kemudian (maksimal 3 kali).
3.
Infus RL/NaCL 0,9% atau cairan kolloid 20 ml/kg/10 menit bila dengan adrenalin b
elum
menunjukkan perbaikan perfusi jaringan.
4. Bronkodilator pada penderita yang menunjukkan gejala seperti asma.
Aminophylline intravena atau a adrenergic bronkodilator (albuterol, terbutalin)
parenteral atau nebulizer.
5. Antihistamin :
.
Diphenhydramine 2 mg/kg BB i.m atau i.v atau 5 mg/kgBB per oral.
.
Chlortrimeton untuk gejala-gejala kulit seperti urtikaria, angioedema pruritus.
1.
Kortikosteroid : Hydrocortisone 6-8 mg/kg BB/ 6-8 jam
Kortikosteroid hanya diberikan pada renjatan refrakter, urtikaria persisten, ata
u
angioedema yang masih menetap setelah fase akut teratasi.
3.5 Syok Neurogenik
Syok neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor sehingga terjadi hipotensi d
an
penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels). Syok neurogenik te
rjadi
karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh.Syok neur
ogenik juga
dikenal sebagai syok spinal. Bentuk dari syok distributif, hasil dari perubahan
resistensi
pembuluh darah sistemik yang diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti:
trauma kepala,
cedera spinal, atau anestesi umum yang dalam).
Etiologi
Penyebabnya antara lain :
1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada frakt
ur tulang.
3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumba
l.
4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
Patofisiologi
Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi jaringan dala
m
syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial karena penurunan
resistensi
pembuluh darah sistemik (systemic vascular resistance). Sebagai tambahan, penuru
nan dalam
efektifitas sirkulasi volume plasma sering terjadi dari penurunan venous tone, p
engumpulan
darah di pembuluh darah vena, kehilangan volume intravaskuler dan intersisial ka
rena
peningkatan permeabilitas kapiler. Akhirnya, terjadi disfungsi miokard primer ya
ng
bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan penuruna
n kurva fungsi
ventrikel. Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan aki
bat sekunder
terjadi berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik mengacu pada hilang
nya tonus
simpatik (cedera spinal). Gambaran klasik pada syok neurogenik adalah hipotensi
tanpa takikardi
atau vasokonstriksi kulit. Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berle
bihan yang
mengakibatkan vasodilatasi menyeluruh di regio splanknikus, sehingga perfusi ke
otak
berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas,
terkejut,
takut atau nyeri. Syok neurogenik bisa juga akibat rangsangan parasimpatis ke ja
ntung yang
memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke pemb
uluh
darah. Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan emosional. Pada penggunaan anes
tesi
spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter prekapiler dan men
ekan tonus
venomotor. Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan ketakutan meningkatkan v
asodilatasi
karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang menimbulkan volume sirkulasi yang
tidak efektif
dan terjadi sinkop, syok neurogenik disebabkan oleh gangguan persarafan simpatis
descendens
ke pembuluh darah yang mendilatasi pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya hip
otensi dan
bradikardia.
Manifestasi Klinis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda
tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (brad
ikardi) kadang
disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia .
Sedangkan pada
keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat
. Karena
terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit ter
asa agak hangat
dan cepat berwarna kemerahan.
Diagnosis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda
tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (brad
ikardi) kadang
disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding syok neurogenik adalah sinkop vasovagal. Keduanya sama-sama
menyebabkan hipotensi karena kegagalan pusat pengaturan vasomotor tetapi pada si
nkop
vasovagal hal ini tidak sampai menyebabkan iskemia jaringan menyeluruh dan menim
bulkan
gejala syok. Diagnosis banding yang lain adalah syok distributif yang lain seper
ti syok septik,
syok anafilaksi. Untuk syok yang lain biasanya sulit dibedakan tetapi anamnesis
yang cermat
dapat membantu menegakkan diagnosis.
Penatalaksanaan
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti fe
nilefrin
dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter prekap
iler dan vena
kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut.
1.
Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenbu
rg).
2.
Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan
masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, pengguna
an
endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk
menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi
yang
berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan
menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.
3.
Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan. Ca
iran
kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus se
cara
cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akr
al,
turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi.
4.
Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vas
oaktif
(adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur
lien).
5.
Pemberian obat-obatan
.
Dopamin: Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek
serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi. Dosis dopamine yang diberi
kan
2,5-20 mcg/kg/menit
.
Norepinefrin: Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah.
Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin
gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan,
diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan ob
at
yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh
terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah s
udah
normal kembali. Dosis pemberian Norepinefrin 0,05-2 mcg/kg/menit.
.
Epinefrin : Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan
dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan
pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu
bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat
menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogen
ik.
Dosis pemberian Epinefrin 0,05-2 mcg/kg/menit.
.
Dobutamin : Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya
cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi
perifer. Dosis pemberian dobutamin 2,5-10 mcg/kg/menit.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Anurogo, Dito. 2009. Segala hal tentang Syok Jantung dalam
http://www.medicastore.com, diakses tanggal 15 September 2010.
2.
Azis AL, Dharmawati I, Kushartono. 2008. Renjatan Hipovolemi Pada Anak in: Pedom
an
Diagnosa dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak. Edisi III. Buku 3. Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Soetomo. Surabaya. Pp. 4-7.
3.
Azis AL, Dharmawati I, Kushartono. 2008. Renjatan Anafilaksis in: Pedoman Diagno
sa
dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak. Edisi III. Buku 3. Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Soetomo. Surabaya. Pp. 8-9.
4.
Guyton AC, Hall JE. 2006. Syok Sirkulasi dan Fisiologi Pengobatan in: Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC. Jakarta. pp. 359-372.
5.
Hasan R, Atlas H. 2005. Ilmu Penyakit Anak. Buku Kuliah 3. Infomedika, Jakarta.
6.
Japardi, Iskandar. 2002. Manifestasi Neurologik Shock Sepsis.
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi20.pdf diakses pada
4 April
2010.
7.
Ontoseno T, Poerwodibroto S, Rahman MA. 2008. Renjatan Kardiogenik in: Pedoman
Diagnosa dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak. Edisi III. Buku 2. Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Soetomo. Surabaya. Pp. 164-165.
8.
Shinca KS, Donn S.Shock and Hypotension in new born. Update june 6, 2002
http:/www.emedicine.com/ped/topic2768.htm
9.
Schwarz A, Hilfiker ML.Shock. update October 2004
http:/www/emedicine.com/ped/topic3047
10.Staff FK UI,2005. Ilmu Kesehatan Anak jilid 3.Infomedika, Jakarta