Anda di halaman 1dari 40

BAB 1

PENDAHULUAN
Anestesi lokal ialah obat yang menghasilkan blockade konduksi atau
blockade lorong natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang
transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestetik
local setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara spontan
dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf. Semua obat anestetik
local baru adalah sebagai rekayasa obat lama yang dianggap masih mempunyai
kekurangan-kekurangan.1
Obat-obat anestetik lokal mempengaruhi semua sel tubuh, tapi mempunyai
predileksi khusus pada jaringan saraf. Pengaruh utamanya adalah memblok
hantaran saraf bila mengadakan kontak dengan suatu neuron. Obat anastetika local
bergabung dengan protoplasma saraf dan menghasilkan analgesia (blok hantaran
impuls nyeri) dangan mencegah terjadinya depolarisasi dengan cara menghambat
masuknya ion sodium (Na+). Sifat blok ini disebut nondepolarizing block.
Reaksi ini bersifat reversible dan fungsi fisiologis saraf tersebut akan kembali
sempurna seperti sediakala setelah blok berakhir.1
Intensitas dan luasnya blok analgesia tergantung dari tempat, volume total
dan konsentrasi obat anestetika local dan kemampuan penetrasi obat anestetika
local tersebut. Umumnya obat-obat anestetika local adalah hydrophilic amino
group yang bergabung dengan rantai lyphophilic aromatic residue. Obat
anestetika local adalah sintesis (kecuali kokain) mengandung nitrogen, bereaksi
basa dan rasanya pahit. Obat anestetika local merupakan garam hidroklorik atau
asam sulfirat. Garam ini membebaskan asam kuat namun iritasi jaringan minimal
karena kemampuan buffer yang kuat dari tubuh.2

Meskipun anestesi lokal relatif aman ketika digunakan dalan regimen


dosis yang direkomendasikan, pada overdosis intra arterial atau injeksi intravena,
anestesi lokal bisa menyebabkan kematian dan sangat sulit untuk diatasi.3
Toksisitas lokal anestesi bisa dibagi menjadi tiga kategori yaitu toksisitas
lokal, sistemik, dan alergi. Toksisitas lokal bermanifestasi pada neurotoksisitas,
symptom neurologis transient (rasa sakit atau kelainan sensorik di punggung
bawah, pantat, atau ekstremitas bawah. Gejala-gejala nyeri terbakar dan
dysethesthia di dermatom L5 dan S1 biasanya mulai setelah efek dari anestesi
spinal telah menyimpulkan dan dapat berlangsung hingga jam sampai empat hari),
atau miotoksisitas, serta toksisitas sistemik termasuk toksisitas system saraf pusat
dan kardiovaskular.2,4

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Anestesi Regional atau anestesi lokal merupakan Penggunaan obat
analgetik lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri
dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversible) fungsi motorik dapat
terpengaruh sebagian atau seluruhnya dan dalam keadaan penderita tetap sadar.1

2.2 Klasifikasi
Anestesi local dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:2,3
1. Neurological blockade perifer

Topical, Obat dioleskan atau disemprotkan di atas selaput

mukosa seperti hidung, mata, faring dsb.


Infiltration, Injeksi obat anestesi lokal langsung diarahkan

di sekitar tempat lesi, luka atau insisi.


Field block, Membentuk dinding analegesi di sekitar

lapangan operasi seperti untuk extirpasi tumor kecil, dsb.


Nerve block, Penyuntikan obat anelgesik local langsung

ke saraf utama atau pleksus saraf.


Intravena regional anestesia, Injeksi obat anestesi lokal
intravena ke ekstremitas atas/ bawah lalu dilakukan isolasi
bagian tersebut dengan torniquet (BIER BLOCK). Paling
baik digunakan untuk ekstremitas atas.

2. Neurological blockade sentral

Anesthesia spinal
Anesthesia epidural

2.3 Mekanisme Anestesi Lokal


Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium, mencegah
peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium, sehingga
terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya tak terjadi konduksi saraf.
Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin poten. Ikatan
dengan protein mempengaruhi lama kerja dan konstanta dissosiasi (pKa)
menentukan awal kerja. Konsentrasi minimal anestetika local dipengaruhi oleh:
ukuran, jenis dan mielinisasi saraf; pH (asidosis menghambat blockade saraf),
frekuensi stimulasi saraf.2
Mula kerja bergantung beberapa faktor, yaitu: pKa mendekati pH
fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi meningkat dan dapat
menembus membrane sel saraf sehingga menghasilkan mula kerja cepat,
alkalinisasi anestetika local membuat mula kerja cepat, konsentrasi obat anestetika
local.2 Lama kerja dipengaruhi oleh: ikatan dengan protein plasma, karena
reseptor anestetika local adalah protein; dipengaruhi oleh kecepatan absorpsi;
dipengaruhi oleh ramainya pembuluh darah perifer di daerah pemberian.2,4,5,6

Secara umum mekanisme anestesi local dapat disimpulkan dalam


algoritma berikut ini:
Local anesthetic

Binds to receptor site

Na+ channel is blocked

Sodium conductance

Rate of membrane depolarization

No action potential

Conduction blockade

2.4 Farmakokinetik dan Farmakodinamik


2.4.1. Farmakokinetik
Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal :3,4,5,7
Lipid/Water solubility ratio, menentukan ONSET OF ACTION.
Semakin tinggi kelarutan dalam lemak akan semakin tinggi potensi
anestesi local.

Protein Binding, menentukan DURATION OF ACTION. Semakin


tinggi ikatan dengan protein akan semakin lama durasi nya
pKa, menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan basa. Makin
rendah pKa makin banyak basa, makin cepat onsetnya. Anestetik lokal
dengan pKa tinggi cenderung mempunyai mula kerja yang lambat.
Jaringan dalam suasana asam (jaringan inflamasi) akan menghambat
kerja anestetik lokal sehingga mula kerja obat menjadi lebih lama. Hal
tersebut karena suasana asam akan menghambat terbentuknya asam
bebas yang diperlukan untuk menimbulkan efek anestesi.

Kecepatan onset anestetika lokal ditentukan oleh:4


kadar obat dan potensinya
jumlah pengikatan obat oleh protein
pengikatan obat ke jaringan lokal
kecepatan metabolisme
perfusi jaringan tempat penyuntikan obat.

Konsentrasi minimal anestetika local (analog dengan mac, minimum alveolar


concentration) diengaruhi oleh:
1. Ukuran, jenis dan mielinisasi saraf
2. pH (asidosis menghambat blockade saraf)
3. frekuensi stimulasi saraf

Mula kerja anestetika lokal bergantung beberapa faktor, yaitu:


1. pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak
terionisasi meningkat dan dapat menembus membran sel saraf
sehingga menghasilkan mula kerja cepat.
2. Alkalinisasi anestetika local membuat mula kerja cepat
3. Konsentrasi obat anestetika lokal

Lama kerja anestetika local dipengaruhi oleh:


1. Ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetika local adalah
protein.
2. Dipengaruhi oleh kecepatan absorbsi.
3. Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah
pemberian.

2.4.2. Farmakodinamik
Onset, intensitas, dan durasi blokade saraf ditentukan oleh ukuran dan
lokasi anatomis saraf. Saluran Na+ penting pada sel otot yang bisa dieksitasi
seperti jantung. Efeknya terhadap saluran Na+ jantung adalah dasar terapi
anestetika lokal dalam terapi aritmia tertentu (biasanya yang dipakai lidokain).
Anestetika lokal umumnya kurang efektif pada jaringan yang terinfeksi dibanding
jaringan normal, karena biasanya infeksi mengakibatkan asidosis metabolik lokal,
dan menurunkan pH. 4,6

2.5 Keuntungan dan Kerugian Anestesi Lokal


2.5.1 Keuntungan Anestesia Regional: 1,2

Alat minim dan teknik relatif sederhana sehingga biaya relatif

lebih murah.
Relatif aman untuk pasien yg tidak puasa (operasi emergency,
lambung penuh) karena penderita sadar sehingga resiko

aspirasi berkurang
Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.
Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.
Perawatan post operasi lebih ringan/ murah
Kehilangan darah sedikit

2.5.2. Kerugian Anestesia Regional:1,2

Membutuhkan kerjasama penderita


Sulit diterapkan pada anak-anak
Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional
Pasien lebih suka dlm keadaan tidak sadar
Tdk praktis jika diperlukan bbrp suntikan
Ketakutan bahwa efek obat menghilang ketika pembedahan

belum selesai.
2.6 Toksisitas Pada Anestesi Lokal
Secara umum, toksisitas pada anestesi local mempengaruhi dua system
terpenting pada tubuh pasien, yaitu sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskular
Toksisitas tersebut dapat terbagi dalam beberapa fase disertai gejalanya, antara
lain:,7,8,9

CENTRAL NERVOUS SYSTEM

CARDIOVASCULAR SYSTEM

Initial phase

Initial phase

Circumoral paresthesia

Hypertension

Tinnitus

Tachycardia

during

CNS

excitatory

phase
Confusion
Excitatory phase

Intermediary phase

Convulsions

Myocardial depression
Decreased cardiac outp
Hypotension

Depressive phase
Terminal phase
Loss of consciousness

Peripheral vasodilatation

Coma

Severe hypotension

Respiratory depression

Sinus bradycardia
Conduction defects
Dysrhythmias

a. Sistem kardiovaskular

Anestetik local menekan automatisasi miokard (depolarisasi fase IV


spontan) dan mengurangi durasi periode refrakter (ditunjukkan sebagai
pemanjangan interval PR dan pelebaran QRS).
Kontraktilitas

miokardial

dan

kecepatan

konduksi

ditekan

pada

konsentrasi lebih besar. Relaksasi otot polos penyebab beberapa derajat


vasodilatasi (dengan pengecualian kokain).
Disritmia jantung atau kolaps sirkulasi sering suatu tanda yang hadir pada
overdosis anestetik local selama anesthesia general.
Injeksi intravaskluar bupivakain telah menyeababkan reaksi kardiotoksik
berat, meliputi hipotensi, blok jantung atrioventrikular, dan disritmia seperti
fibrilasi ventrikel. Kehamilan, hipoksemia, dan asidosis respirasi adalah factor
risiko yang mempengaruhi. Ropivakain tak cukup signifikan toksisitas jantung
karena disosianya lebih cepat dari channel sodium. Levobupivakain kurang
berefek kardiotoksik daripada bupivakain.
b. Sistem pernapasan
Relaksi otot polos bronkus. Henti napas akibat paralise saraf frenikus,
paralise interkostal,atau depresi langsung pusat penraf frenikus, paralise
interkostal,atau depresi langsung pusat pengaturan pernafasan.
Apnea dapat diakibatkan oleh paralisis saraf interkostal dan phrenic atau
penekanan pusat respirasi medulla yang menyertai eksposure langsung terhaap
agen local anestetik (postretrobulbar apnea syndrome).
c. System saraf pusat (SSP)
SSP rentan tehadap toksisitas anestetika local, dengan tanda-tanda awal
parestesia lidah, pusing, kepala terasa ringan, tinnitus, pandangan kabur, agas
anestetika local, dengan tanda-tanda awal parestesia lidah, pusing, kepala terasa
ringan, tinnitus, pandangan kabur, agitasi, twitching, depresi pernapasan, tidak
sadar, konvulsi, koma. Tambahan adrenalin berisiko kerusakan saraf.

10

Kejang tonik-klonik mungkin diakibatkan blockade selektif jalur inhibisi.


Henti pernapasan sering mengikuti aktivitas kejang. Toksisitas SSP diperberat
oleh hiperkarbia, hipoksia dan asidosis.
d. Imunologi
Golongan ester menyebabkan reaksi alergi lebih sering, karena merupakan
derivate para-amino-benzoic acid (PABA) yang dikenal sebagai alergen
Selain itu, terdapat juga toksisitas lokal antara lain
1. Transient radicular irritation (TRI) atau transient neurologic symptoms
(TNS)
a. Ditandai oleh dysesthesia, nyeri terbakar, low back pain dan sakit
pada ekstrimitas bawah dan bokong. Etiologi gejala ini melengkapi
iritasi radikular. Gejala biasanya nampak dalam 24 jam setelah
penyembuhan lengkap dari anestesi spinal dan hilang dalam 7 hari.
b. Dapat terjadi setelah injeksi subarachnoid tak sengaja dari volume
besar atau konsensentrasi tinggi anestetik local. Insidensi
bertambah

ketika

menggunakan

posisi

litotomi

selama

berhubungan

dengan

pembedahan.
c. Peningkatan

neurotoksisitas

insidensi

pemberian subarachnoid dari lidokain 5% telah dilaporkan.


2. Cauda equine syndrome
a. Terjadi ketika luka yang tersebar ke pleksus lumbosakral
menyebabkan

derajat

yang

bermacam-macam

anestesi

sensori,disfungsi spinkter usus dan kandung kemih, dan paraplegi.


b. Permulaannya dilaporkan disebabkan lidokain 5% dan tetrakain
0.5% yang diberikan melalui sebuah mikrokateter. Ada peningkatan
risiko manakala ditempatkan pada ruang subaraknoid ,yang
demikian bisa terjadi selama dan sesudah anestetik spinal,
kecelakaan injeksi subaraknoid dari dosis epidural yang diharapkan
atau dosis spinal berulang-ulang.

11

c. Kloroproprokain telah dikaitkan dengan neurotoksistas. Penyebab


neurotoksistas ini kemungkinan adalah pH rendah kloroprokain.
.

2.7 Obat-obatan pada Anestesi Lokal


Anestetika regional/lokal terdiri dari 3 bagian, gugus amin hidrofilik yang
dihubungkan dengan gugus aromatik hidrofobik oleh gugus antara. Gugus antara
dan gugus aromatik dihubungkan oleh ikatan amida atau ikatan ester. Berdasarkan
ikatan ini, anestetika local digolongkan menjadi: 7
1. Ester compound (-COOC-)
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab
pada degradasi dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan
dihidrolisis. Karena itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah
mengalami metabolisme dibandingkan golongan amida. Metabolisme oleh

12

enzim pseudo-kolinesterase (kolinesterase plasma). Hidrolisa ester sangat


cepat dan kemudian metabolit dieksresi melalui urin.
Contohnya:
o Cocaine
o Procaine/novocaine
o Tetracaine/pontocaine

2. Amide Compound (-NHCO-)


Metabolisme terutama oleh enzim mikrosomal di hati. Kecepatan
metabolisme

tergantung

kepada

spesifikasi

obat

anestetik

local.

Metabolismenya lebih lambat dari hidrolisa ester. Metabolit dieksresi


lewat urin dan sebagian kecil dieksresi dalam bentuk utuh. Contohnya:
o
o
o
o
o
o
o

Lidocaine / Xylocaine
Prilocaine
Bupivacaine
Etidocaine
Ropivacaine
Levobupivacaine

13

Adapun perbedaan Ester dan Amide adalah sebagai berikut:7


1. Ester compound :
Relatif tidak stabil dalam bentuk larutan
Dimetabolisme dalam plasma oleh enzym pseudocholinesterase.
Masa kerja pendek.
Relatif tidak toksik.
Dapat bersifat alergen, karena strukturnya mirip PABA (para
amino benzoic acid).
2. Amide Compound :
Lebih stabil dalam bentuk larutan
Dimetabolisme dalam hati
Masa kerja lebih panjang.
Tidak bersifat alergen.
2.7.1. Obat Anestesi Golongan Ester
a. Kokain
Kokain merupakan alkaloid yang didapatkan dari tumbuhan Erythroxylon
coca, yang berasal dari Amerika

Selatan. Daunnya

biasa

dikunyah

oleh
14

penduduk setempat untuk mendapatkan efek stimulan. Dalam tubuh manusia.


Kokain dapat memicu metabolisme sel menjadi sangat cepat.6
Kokain diklasifikasikan sebagai suatu narkotik, bersama dengan morfin
dan heroin karena efek adiktif dan efek merugikannya telah dikenali. Saat ini,
Kokain masih digunakan sebagai anestetik lokal, khususnya untuk pembedahan
mata, hidung dan tenggorokan, karena efek vasokonstriksifnya yang membantu.
Kokain digunakan karena secara karakteristik menyebabkan ilusi, euforia,
peningkatan kepercayaan diri dan perasan perbaikan pada tugas mental dan fisik.
Dalam dosis rendah dapat disertai dengan perbaikan kinerja pada beberapa tugas
kognitif. Tetapi, pada penggunaan Kokain dosis tinggi gejala intoksikasi dapat
terjadi, seperti agitasi, iritabilitas, gangguan dalam pertimbangan perilaku seksual
yang impulsif, dan kemungkinan berbahaya agresi peningkatan aktivitas
psikomotor Takikardia Hipertensi Midriasis.8
Setelah menghentikan pemakaian Kokain atau setelah intoksikasi akut
terjadi depresi pascaintoksikasi (crash) yang ditandai dengan disforia, anhedonia,
kecemasan, iritabilitas, kelelahan, hipersomnolensi, kadang-kadang agitasi. Pada
pemakaian Kokain ringan sampai sedang, gejala putus Kokain menghilang dalam
18 jam. Pada pemakaian berat, gejala putus Kokain bisa berlangsung sampai satu
minggu, dan mencapai puncaknya pada dua sampai empat hari.4,8
Gejala putus Kokain juga dapat disertai dengan kecenderungan untuk
bunuh diri. Orang yang mengalami putus Kokain seringkali berusaha mengobati
sendiri gejalanya dengan alkohol, sedatif, hipnotik, atau obat antiensietas seperti
diazepam (Valium).8
FARMAKODINAMIK KOKAIN12,13
Efek kokain yang paling penting yaitu menghambat hantaran saraf, bila
dikenakan secara lokal. Efek sistemiknya yang paling mencolok yaitu rangsangan
SSP. Kokain merupakan perangsang korteks yang sangat kuat. Pada manusia, zat
ini menyebabkan banyak bicara, gelisah, dan euforia. Kokain dosis kecil
memperlambat denyut jantung akibat perangsangan pusat vagus, pada dosis
15

sedang denyut jantung bertambah karena perangsangan pusat simpatis dan efek
langsung pada sistem saraf simpatis. Tidak ada bukti bahwa kokain dapat
menambah kekuatan kontraksi otot. Hilangnya kelelahan disebabkan oleh
perangsangan sentral. Kokain mempunyai daya pirogen kuat. Kenaikan suhu
badan disebabkan oleh 3 faktor, yaitu : (1) penambahan aktivitas otot akan
meninggikan produksi panas; (2) vasokonstriksi menyebabkan berkurangnya
kehilangan panas; dan (3) efek langsung pada pusat pengatur suhu. Pada
keracunan kokain dapat terjadi pireksi.
Pada organ yang mendapat persarafan simpatis, kokain mengadakan
potensiasi respons terhadap norepinefrin, epinefrin, dan perangsangan saraf
simpatis.
Efek lokal kokain terpenting, yaitu kemampuannya untuk memblokade
konduksi saraf. Atas dasar efek ini, pada suatu masa kokain pernah digunakan
secara luas untuk tindakan di bidang optalmologi; tetapi kokain ini dapat
menyebabkan terkelupasnya epitel kornea. Atas dasar ini, dan adanya
kemungkinan penyalahgunaan obat, maka penggunaan kokain sekarang sangat
dibatasi untuk pemakaian topikal, khususnya untuk anestesi saluran napas atas.
FARMAKOKINETIK KOKAIN
Walaupun vasokonstriksi lokal menghambat absorpsi kokain, kecepatan
absorpsi masih melebihi kecepatan detoksikasi dan ekskresinya, sehingga kokain
sangat toksik. Ekskresi kokain di semua tempat termasuk selaput lendir.
Mengalami hidrolisis di usus dan detoksikasi di hati serta diekskresikan sebagian
kecil di urine dalam bentuk utuh.
INTOKSIKASI KOKAIN
Kokain sering menyebabkan keracunan akut. Gejala keracunan terutama
berhubungan dengan perangsangan SSP. Penderita mudah terangsang, gelisah,
banyak bicara,cemas, dan bingung. Refleks meningkat disertai sakit kepala, nadi
cepat, napas tidak teratur, dan suhu badan naik. Juga terjadi midriasis,

16

eksoftalmus, mual, muntah, sakit perut, dan kesemutan. Selanjutnya dapat timbul
delirium, pernapasan Cheyne-Stokes, kejang, penurunan kesadaran, dan akhirnya
kematian disebabkan oleh henti napas. Keracunan ini berlangsung cepat, mungkin
karena kecepatan absorpsi yang normal dan efek toksik pada jantung.
DOSIS

Hanya dijumpai dalam bentuk topical semprot 4% untk mukosa

jalan napas atas. Lama kerja 2-30 menit.


Dosis letal : 1,2 gram
b. Prokain
Prokain, obat anestesi sintetik yang pertama kali dibuat, merupakan

derivat-benzoat yang disintesa pada tahun 1905 (Einhorn) dengan sifat yang tidak
begitu toksik dibandingkan Kokain. Anestetik lokal dari kelompok ester ini
bekerja dengan durasi yang sangat singkat. Dalam tubuh zat ini dengan cepat dan
sempurna dihidrolisa oleh kolinesterase menjadi dietilaminoetanol dan PABA
(asam para-aminobenzoat), yang mengantagonir daya kerja sulfonamida, sehingga
toksisitasnya di dalam vascular (sistemik) dapat minimal. Akan tetapi, resorpsi
Prokain di kulit buruk, karena itu, Prokain hanya digunakan sebagai injeksi dan
sering kali bersamaan dengan adrenalin untuk memperpanjang daya kerjanya.
Sebagai anestetik lokal, prokain sudah banyak digantikan oleh lidokain dengan
efek samping yang lebih ringan. 7,8
FARMAKODINAMIK PROKAIN
Pada penyuntikan prokain SK dengan dosis 100-800 mg, terjadi analgesia
umum ringan yang derajatnya berbanding lurus dengan dosis. Efek maksimal
berlangsung 10-20 menit, dan menghilang sesudah 60 menit. Efek ini mungkin
merupakan efek sentral, atau mungkin efek dari dietilaminoetanol, yaitu hasil
hidrolisis prokain, yang bersifat analgesik, antiaritmia, berefek anestetik lokal, dan
antipasmodik yang lebih lemah dari prokain. Prokain dan beberapa anestetik
lokal lain dalam badan, dihidrolisis menjadi PABA (Para Amino Benzoic Acid),
yang dapat menghambat daya kerja sulfonamid. Oleh karena itu, sebaiknya
17

prokain dan anestetik lokal derivat PABA lain tidak diberikan bersamaan dengan
terapi sulfonamid. Anestetik lokal bukan derivat PABA tidak menghambat kerja
sulfonamid.
FARMAKOKINETIK PROKAIN
Absorpsi berlangsung cepat dari tempat suntikan dan untuk memperlambat
absorpsi perlu ditambahkan vasokonstriktor. Sesudah diabsorpsi, prokain cepat
dihidrolisis oleh esterase dalam plasma menjadi PABA dan dietilaminoetanol.
INTOKSIKASI
Absorpsi

prokain

diperlambat

dengan

vasokonstriktor,

sehingga

toksisitasnya menjadi jauh lebih ringan. Hasil hidrolisis prokain tidak toksik.
INDIKASI
Prokain digunakan secara suntikan untuk anestesi infiltrasi, blokade saraf,
epidural,kaudal, dan spinal.
EFEK SAMPING
Efek samping yang serius adalah hipertensi, yang kadang-kadang pada
dosis rendah sudah dapat mengakibatkan kolaps dan kematian, serta reaksi alergi
terhadap sediaan kombinasi prokain-penisilin. Berlainan dengan kokain zat ini
tidak memberikan adiksi. Reaksi alergi ini dapat juga terjadi karena pemakaian
secara berulang preparat Prokain bagi tubuh.
DOSIS

Untuk infiltrasi: larutan 0,25-0,5%.

Blok saraf 1-2%.

Dosis 15 mg/kgBB dan lama kerja 30-60 menit.

c. Tetrakain
Tetrakain (Pontocaine) adalah obat anestesi lokal yang biasanya digunakan
sebagai obat untuk diagnosis atau terapi pembedahan. Akan tetapi, penelitian pada
hewan menunjukkan efek samping pada janin (teratogenik atau embriosidal atau
lainnya) dan belum ada penelitian yang terkendali pada wanita atau penelitian
pada wanita dan hewan belum tersedia. Obat seharusnya diberikan bila hanya
keuntungan potensial memberikan alasan terhadap bahaya potensial pada janin.
18

Selain itu, Tetrakain yang potensiasinya lebih tinggi dibandingkan dengan dua
obat anestesi local golongan ester lainnya ini memiliki efek samping berupa rasa
seperti tersengat. Namun, efek ini tidak membuat Tetrakain jarang digunakan, hal
ini karena salah satu kelebihannya adalah tidak menyebabkan midriasis. Tetrakain
biasanya digunakan untuk anestesi pada pembedahan mata, telinga, hidung,
tenggorok, rectum, dan dan kulit.7,8 Berkhasiat 10 kali lebih kuat
daripada prokain, tapi juga 10 kali lebih toksik daripada prokain.
Lebih disukai digunakan sebagai anestesi permukaan. Dosis tunggal maksimum
sebesar 20 mg. Sangat cepat diabsorpsi dari membran mukosa yang terluka,
sehingga terdapat bahaya keracunan absorpsi.
Salah satu anastetik lokal yang dapat digunakan secara topikal pada mata
adalah Tetrakain Hidroklorida.

DOSIS
Untuk Pemakaian topikal pada mata digunakan larutan Tetrakain
Hidroklorida 0,5%. Kecepatan anastetik Tetrakain Hidroklorida 25 detik dengan
durasi aksinya selama 15 menit atau lebih.
2.7.2. Obat Anestesi Golongan Amide
a. Lidocaine
Lidokain (xilokain) adalah anestetik lokal kuat ( potensi bagus ) yang
digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Anestesia terjadi
lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan
oleh

prokain.

Pada

konsentrasi

yang

sebanding.

Lidokain

merupakan

aminoetilamid dan merupakan prototip dari anestetik lokal golongan amida.


Larutan lidokain 0,5% digunakan untuk anestesia infiltrasi, sedangkan larutan 1,02% untuk anestesia blok dan topikal. Anestetik ini efektif bila digunakan tanpa
vaso-konstriktor, tetapi kecepatan absorpsi dan toksisitasnya bertambah dan masa
kerjanya lebih pendek. Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka yang

19

hipersensitif terhadap anestetik lokal golongan ester. Lidokain dapat menimbulkan


kantuk. Sediaan berupa larutan 0,5-5% dengan atau tanpa epinefrin (1: 50.000
sampai 1 : 200.000). Setelah disuntikkan, obat dengan cepat akan dihidrolisis
dalam jaringan tubuh pada pH 7,4-4 5. 7,9
INDIKASI
Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk anestesia infiltrasi,
blokade saraf, anestesia spinal, anestesia epidural ataupun anestesia kaudal, dan
secara setempat untuk anestesia selaput lendir. Pada anestesia infiltrasi biasanya
digunakan larutan 0,25-0,50% dengan atau tanpa epinefrin. Tanpa epinefrin dosis
total tidak boleh melebihi 200 mg dalam waktu 24 jam, dan dengan epinefrin
tidak boleh melebihi 500 mg untuk jangka waktu yang sama. 8,9
Dalam bidang kedokteran gigi, biasanya digunakan larutan 1-2% dengan
epinefrin; untuk anestesia infiltrasi dengan mula kerja 5 menit dan masa kerja
kira-kira 1 jam dibutuhkan dosis 0,5-1,0 mL. Untuk blokade saraf digunakan 1-2
mL. 9
EFEK SAMPING
Efek samping lildokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap SSP,
misalnya mengantuk, pusing, parestesia, kedutan otot, gangguan mental, koma,
dan bangkitan. Mungkin sekali metabolit lidokain yaitu monoetilglisin xilidid dan
glisin xilidid ikut berperan dalam timbulnya efek samping ini. Lidokain dosis
berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau oleh henti
jantung. 9

20

Gambar Rumus bangun lidokain


DOSIS
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o

Konsentrasi efektif minimal 0,25%.


Infiltrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik.
Kerja sekitar 1-1,5 jam tergantung konsentrasi larutan.
Larutan standar 1 atau 1,5% untuk blok perifer.
0,25-0,5% + adrenalin 200.000 untuk infiltrasi.
0,5% untuk blok sensorik tanpa blok motorik.
1% untuk blok motorik dan sensorik.
2% untuk blok motorik pasien berotot (muscular).
4% atau 10% untuk topical semprot faring-laring (pump spray).
5% bentuk jeli untuk dioleskan di pipa trakea.
5% lidokain dicampur 5% prilokain untuk topical kulit.
5% hiperbarik untuk analgesia intratekal (subaraknoid, subdural).

21

b. Etidokain
Indikasi pemberian suntikan Duranest (etidocaine HCl) adalah untuk
anasesi infiltrasi, perpheral nerve blok (pada Brachial Plexus, intercostals,
retrobulbar, ulnar dan inferior alveolar) dan pusat neural blok (Lumbar atau
Caudal epidural blok). 10,11
Efek samping pada Sistem kardiovaskular biasanya bradikardi, pembuluh
darah kolaps, dan berbagai macam penyakit cardiac, reaksi alergi berupa lesi
cutaneus, urticaria, edema atau reaksi anafilaktik.
c. Levobupivacaine
Levobupivacaine adalah obat anestesi lokal yang mengandung gugus asam
amino sehingga termasuk dalam golongan amid (CONH-) yang memiliki atom
karbon asimetrik dan isomir Levo(-). Ini merupakan entiomer-S dari bupivacaine.
Levobupivakain memiliki pKa 8,1. Peningkatan pH akan meningkatkan molekul
basa bebas, molekul bebas melintasi membran akson dengan mudah dan beraksi
lebih cepat. Ikatan dengan protein lebih dari 97% terutama pada asam 1
glikoprotein dibandingkan pada albumin. Pada pasien hipoproteinemi, sindrom
nefrotik, kurang kalori protein, bayi baru lahir dengan sedikit kadar protein,
menyebabkan kadar obat bebas dalam plasma tinggi sehingga efek toksik terlihat
pada dosis rendah.9
Jika dibandingkan dengan buvicaine, levobupivacaine menyebabkan lebih
sedikit vasodilatasi dan memiliki duration of action yang lebih panjang yaitu
sekitar 8 jam. Obat ini memiliki sekitar 13 persen daya potensil (melalui
molaritas) lebih rendah daripada golongan buvicaine. 6
FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK

22

Metabolisme obat terjadi di hepar oleh enzim sitokrom P-450 terutama


CYPIA2 dan CYP3A4 isoforms. Cara pemberian melalui epidural , spinal, blok
saraf perifer dan infiltrasi. Penggunaan intravena sangat terbatas karena beresiko
toksik. Bersihan obat dalam plasma akan menurun bila terjadi gangguan fungsi
hepar.9
Mekanisme aksi sama dengan bupivakain atau obat anestesi lokal lain.
Apabila MLAC ( Minimum Local Analgesic Concentration ) tercapai, obat akan
melingkupi membran akson sehingga memblok kanal natrium dan akan
menghentikan transmisi impuls saraf. Konsentrasi untuk menimbulkan efek toksik
pada jantung dan saraf lebih besar pada levobupivakain dari pada bupivakain.
Batas keamanan 1,3 mempunyai arti efek toksik tidak akan terlihat sampai
konsentrasi 30%.9
INDIKASI
Levobupivakain dapat digunakan untuk epidural, subaraknoid, blok
pleksus brakialis, blok supra dan infra klavikuler, blok interkostal dan interskalen,
blok saraf perifer, blok peribulber dan retrobulber, infiltrasi lokal, analgesi
obstetri, pengelolaan nyeri setelah operasi, pengelolaan nyeri akut dan kronis,
ophtalmic, anestesi epidural dan intratekal pada orang dewasa serta dapat juga
digunakan

sebagi

analgesia

pada

anak-anak.6

Levobupivacaine

dikontraindikasikan untuk regional anestesia IV (IVRA).


DOSIS
o

Dosis tunggal maksimum yang digunakan 2 mg /kg bb dan 5,7


mg/kg bb ( 400 mg) dalam 24 jam.9,10

EFEK SAMPING
Jarang terjadi reaksi efek samping jika pemberian obat ini benar. Beberapa
efek samping yang terjadi berhubungan dengan teknik pemberian (dihasilkan pada
systemic exposure) atau efek farmakologikal dari anestesi yang diberikan, tetapi
reaksi alergi jarang terjadi.Systemic exposure untuk jumlah yang berlebih dari
buvicaine terutam dihasilkan di sistem saraf pusat (CNS) dan efek kardiovaskular.

23

Efek CNS biasanya terjadi pada konsentrasi pembuluh darah yang lebih
rendah, sementara efek kardiovaskuler tambahan terdapat pada konsentrasi yang
lebih tinggi, sebelumnya Kolaps cardiovaskular dapat juga terjadi dengan
konsentrasi yang rendah. 6
Efek CNS meliputi eksitasi CNS (gelisah, gatal disekitar mlut, tinitus,
tremor, pusing, penglihatan kabur, seizure) dan diikuti oleh depresi (perasaan
kantik,

kehialngan

kesadran,

penurunan

pernafasan

dan

apnea).

Efek

kardiovskular meliputi hipotensi, bradikardi, arritmia, dan/atau henti jantung.


Kadang-kadang dapt terjadi hipoksemia sekunder pada saat penurunan sisem
pernafasan. 6,11
d. Ropivakain/Naropin
Naropin injeksi mengandung ropivakain HCl, yaitu obat anestetik lokal
golongan amida. Naropin injeksi adalah larutan isotonik yang steril, mengandung
bahan campuran obat (etantiomer) yang murni yaitu Natrium Klorida (NaCl) agar
menjadi larutan isotonik dan aqua untuk injeksi. Natrium Hidroksida (NaOH) dan/
atau asam Hidroklorida (HCl) dapat ditambahkan untuk meyesuaikan pHnya
(keasamannya).

EFEK SAMPING
Efek samping ropivakain mirip dengan efek samping anastetik lokal
kelompok amida lainnya. Reaksi efek samping anastetik lokal kelompok amida
terutama berkaitan dengan kadarnyan dalam plasma yang berlebihan, yang dapat
terjadi apabila melebihi dosis, jarum suntik masuk ke dalam pembuluh darah
tanpa sengaja atau jika metaolisme obat tersebut dalam tubuh lambat. 6,11
Kejadian tentang efek sampingnya telah dilaporkan berdasarkan penelitian
klinik yang telah dilakukan di amerika serikat dan negara-negara lainnya. Obat
yang dijadikan acuan biasanya adalah bupivakain. Penelitian tersebut meggunakan
bermacam-macam obat premedikasi, sedasi dan prosedur pembedahan. Sebanyak
3988 pasien diberikan naropin dengan konsentrasi sampai 1% dalam percobaan

24

klinik. Setiap pasien dihitung sekali untuk setiap jenis reaksi efek smaping yang
dialaminya.10
Efek samping akut yang paling sering dijumpai dan memerlukan
penanganan yang cepat adalah efek sampingnya pada sistem saraf pusat (SSP)
dan sistem kardiovaskuler. Reaksi efek samping ini pada umumnya tergantung
pada dosis dan disebabkan oleh kadar obat dalam plasma yang tinggi yang bisa
terjadi karena over dosis, absorbsi (penyerapan) obat terlalu cepat dari tempat
suntikan, rendahnya toleransi pasien terhadap obat, atau apabila jarum suntik
anastesi lokal masuk ke dalam pembuluh darah. 11
Di samping toksisitas sistemiknya yang tergantung pada dosis, masuknya
obat ke dalam subaraknoid secara tidak sengaja ketika melakukan blok epidural
melalui lumbal (tulang punggung) , atau ketika melakukan blok saraf di dekat
kolumna vertebra (khususnya di bagian kepala dan dibagian leher), dapat
mengakibatkan depresi pernafasan dan apnea (sesak nafas) total atau apnea sesuai
tingkat saraf spinal yang mengontrol pernafasan. Juga dapat terjadi hipotensi
karena berkurangnya tonus (kekuatan) saraf simpati atau para lisis respirasi
(kelumpuhan otot-otot pernafasan) serta hipoventilasi karena obat anastetik
mencapai tingkatan saraf motorik di kepala. Keadaan ini dapat memicu henti
jantung apabila tidak ditangani dengan segera. 8,11
Faktor-faktor yang mempengaruhi ikatan obat dengan protein plasma
misanya asidosis, penyakit sistemik yang dapat mengubah produksi protein dalam
tubuh, atau kompetensi dengan obat-obat lainnya untuk berikatan dengan protein,
dapat menurunkan toleransi (daya terima terhadap obat) seorang pasien.
Pemberian naropin secara epidural pada beberapa kasus seperti halnya pemberian
obat-obat anastesi lainnya dapat meningkatkan suhu tubuh secara mendadak diatas
38,5oC. ini paling sering terjadi apabila dosis naropin diatas 16mg/jam.
Efek samping pada sistem saraf ditandai dengan kegelisahan dan depresi.
Ketegangan, kecemasan, pusing, telinga berdengung (tinitus), penguatan kabur,
atau tremor (bergetar) dapat terjadi dan bahkan dapat menimbulkan komvulsi

25

(kejang otot). Akan tetapi, kegelisahan dapat terjadi mendadak atau bisajuga tidak
terjadi, dimana reaksi efek samping hanya berupa depresi. Depresi ini bisa
berlanjut menjadi rasa kantuk dan akhirnya kesadaran pasien hilang dan terjadi
henti nafas. Efek samping lainnya pada sistem saraf pusat adalah nausea (mual),
muntah menggigil, dan konstriksi pupil (pupil mata menyempit). 11
Dosis tinggi atau masuknya jarum suntik kedalam pembuluh darah dapat
menyebabkan kadar obat dalam plasma meningkat sehingga mengakibatkan
depresi otot jantung (jantung menjadi lemah), darah yang dipompa jantung
berkurang, hambatan konduksi saraf pada jantung, hipotensi, bradikardi (denyut
nadi kurang 60 kali/menit), aritmia ventrikular (denyut jantung tidak berirama),
yaitu takikardi ventrikel (denyut jantung diatas 100 kali/ menit) dan vibrilasi
atrium (jantung berdebar) dan bahkan henti jantung (oleh karena itu, perlu
diperhatikan catatan peringatan, pencegahan, dan overdosis pada label obat).
Pada penggunaan naropin injeksi, jarang terjadi reaksi alergi tetapi bisa
saja terjadi jika pasien terlalu sensitif terhadap obat anestesi lokal (perhatikan
peringatan pada label obat). Reaksi efek samping alergi ditandai dengan gejalagejala berupa urtikaria (kulit bengkak merah), pruritus (gatal-gatal), eritema (kulit
merah-merah), udem angioneurotik (misalnya udem laring), takikardi, bersinbersin, mual, muntah, pusing, sinkop (pingsan), keringatan, badan panas dan
bahkan reaksi anapilaksis (termaksuk hipotensi berat). Sensistifitas silang antar
obat anestesi lokal kelompok amida pernah terjadi.

7,8

e. Bupivacaine
Struktur mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang mengandung amin dan
butyl piperidin. Bupivakain berikatan dengan bagian intracellular dari kanal
sodium dan menutup sodium influk kedalam sel saraf. Merupakan anestetik lokal
yang mempunyai masa kerja yang panjang, dengan efek blockade terhadap
sensorik lebih besar daripada motorik. Karena efek ini bupivakain lebih popular
digunakan untuk memperpanjang analgesia selama persalinan dan masa
pascapembedahan. Suatu penelitian menunjukan bahwa bupivakain dapat

26

mengurangi

dosis

penggunaan

morfin

dalam

mengontrol

nyeri

pada

pascapembedahan Caesar. Pada dosis efektif yang sebanding, bupivakain lebih


kardiotoksik daripada lidokain. Lidokain dan bupivakain, keduanya menghambat
saluran Na+ jantung (cardiac Na+ channels) selama sistolik. Namun bupivakain
terdisosiasi jauh lebih lambat daripada lidokain selama diastolic, sehingga ada
fraksi yang cukup besar tetap terhambat pada akhir diastolik. Manifestasi klinik
berupa aritma ventrikuler yang berat dan depresi miokard. Keadaan ini dapat
terjadi pada pemberian bupivakain dosis besar. 8,9
Toksisitas jantung yang disebabkan oleh bupivakain sulit diatasi dan
bertambah berat dengan adanya asidosis, hiperkarbia, dan hipoksemia.Ropivakain
juga merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja panjang, ddengan
toksisitas terhadap jantung lebih rendah daripada bupivakain pada dosis efektif
yang sebanding, namun sedikit kurang kuat dalam menimbulkan anestesia
dibandingkan bupivakain. Larutan bupivakain hidroklorida tersedia dalam
konsentrasi 0,25% untuk anestesia infiltrasi dan 0,5% untuk suntikan
paravertebral. Tanpa epinefrin, dosis maksimum untuk anestesia infiltrasi adalah
sekitar 2 mg/KgBB. 8,9
INDIKASI
Indikasi bupivakain yaitu digunakan untuk anestesi local termasuk
infiltrasi, blok saraf, epidural, dan anestesi intratekal. Bupivakain sering diberikan
melalui injeksi epidural sebelum melakukan arthroplasty panggul total. Juga
sering di injeksikan ke luka pembedahan untuk mengurangi nyeri hingga 20 jam
setelah operasi. Terkadang, bupivakain dikombinasikan dengan epinephrine untuk
memperlama durasi, dengan fentanil untuk analgesia epidural atau glukosa.
KONTRAINDIKASI
Kontraindikasi bupivakain untuk anestesi regional intravena karena resiko
dari kesalahan tourniquet dan absorpsi sistemik obat. Dibandingkan dengan obat
anestesi local lainnya, bupivakain dapat mengakibatkan kardio toksik. Akan
tetapi, efek samping akan menjadi jarang bila diberikan dengan benar.
27

Kebanyakan efek samping berhubungan dengan cara pemberian atau efek


farmakologis dari anestesi. Tetapi reaksi alergi jarang terjadi. 11
Bupivakain dapat mengganggu konsentrasi plasma darah yang diakibatkan
karena efeknya yang mempengaruhi CNS dan kardiovaskular. Bupivakain dapat
mengakibatkan beberapa kematian ketika pasien diberikan anestesi epidural
dengan mendadak.
FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK
Bupivacaine adalah agent anastesi local yang sering digunakan,sering
digunakan untuk injeksi spinal pada tulang belakang untuk anatesi total bagian
pinggul kebawah. Bupivacaine bekerja dengan cara berikatan secara intaselular
dengan natrium dan memblok influk natrium kedalam inti sel sehingga mencegah
terjadinya depolarisasi. Dikarenakan serabut saraf yang menghantarkan rasa nyeri
mempunyai serabut yang lebih tipis dan tidak memiliki selubung mielin, maka
bupivacaine dapat berdifusi dengan cepat ke dalam serabut saraf nyeri
dibandingkan dengan serabut saraf penghantar rasa proprioseptif yang mempunyai
selubung mielin dan ukuran serabut saraf lebih tebal .Bupivacaine mempunyai
lama kerja obat yang lebih lama dibandingkan dengan obat anastesi local yang
lain. Pada pemberian dosis yang berlebihan dapat menyebabkan toxic pada
jantung dan system saraf pusat .pada jantung dapat menekan konduksi jantung dan
rangsangan, yang dapat menyebabkan blok atrioventrikular, aritmia ventrikel dan
henti jantung, dan dapat menyebabkan kematian. Selain itu, kontraktilitas miokard
dan depresi vasodilatasi perifer terjadi, menyebabkan penurunan curah jantung
dan tekanan darah arteri. Efek pada SSP mungkin termasuk eksitasi SSP (gugup,
kesemutan di sekitar mulut, tinitus, tremor, pusing, penglihatan kabur, kejang)
diikuti oleh dmengantuk, hilangnya kesadaran, depresi pernafasan dan apnea)
Digunakan secara injeksi epidural dan bersifat lipofilik dimana 95% terikat
protein plasma, bupivacaine dari ruang subarachnoid relatif lambat, yaitu 0,4
mg/ml pada setiap 100 mg yang diinjeksikan sehingga konsentrasi maksimal di
plasma sulit dicapai. Setelah disuntikkan di ruang subarachnoid dosis maksimal

28

(20 mg) akan menghasilkan konsentrasi plasma < 0,1 mg/ml. Bupivacaine
dimetabolisir oleh hepar menjadi 2,6 pipecolylxylidine serta derivetnya, hanya 6%
yang diekskresikan dalam bentuk yang tak berubah (Aninom, 1999).Bupivacaine
dapat menembus plasenta. Karena ikatan protein pada fetus kurang dibandingkan
ibu, maka konsentrasi total plasma akan lebih tinggi pada ibu, walaupun
konsentrasi obat bebas plasma. Konsentrasi efektif minimal 0,125%. Mula kerja
lebih lambat dibanding lidokain,tetapi lama kerja sampai 8 jam. Setelah suntikan
kudal, epidural, atau infiltrasi, kadar plasma puncak dicapai dalam 45 menit,
kemudian menurun perlahan-lahan dalam 3-8 jam.
DOSIS

Untuk anestesa spinal 0,5% volum antara 2-4 ml iso atau hiperbarik.

Untuk blok sensorik epidural 0,375% dan pembedahan 0,75%.

Max: 2 mg / kg atau 175 mg / dosis, 400 mg/24h; Info: onset 2-10min,


puncak 30-45min, durasi 3-6h, beberapa konsentrasi pengawet-bebas;
conc semua. tersedia w / epinefrin 1:200.000

f. Prilocaine
Walaupun merupakan devirat toluidin, agen anestesi lokal tipe amida ini
pada dasarnya mempunyai formula kimiawi dan farmakologi yang mirip dengan
lignokain

dan

mepivakain. Anestetik

lokal

golongan

amida

ini

efek

farmakologiknya mirip lidokain, tetapi mula kerja dan masa kerjanya lebih lama
daripada lidokain. Prilokain juga menimbulkan kantuk seperti lidokain. Sifat
toksik yang unik ialah prilokain dapat menimbulkan methemoglobinemia; hal ini
disebabkan oleh kedua metabolit prilokain yaitu orto-toluidin dan nitrosotoluidin. Walaupun methemoglobinemia ini mudah diatasi dengan pemberian birumetilen intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB larutan 1 % dalam waktu 5 menit;
namun efek terapeutiknya hanya berlangsung sebentar, sebab biru metilen sudah
mengalami bersihan, sebelum semua methemoglobin sempat diubah menjadi Hb.

29

Anestetik ini digunakan untuk berbagai macam anestesia disuntikan dengan


sediaan berkadar 1,0; 2,0 dan 3,0%.

Prilokain umumnya dipasarkan dalam bentuk garam hidroklorida dengan


nama dagang Citanest dan dapat digunakan untuk mendapat anestesi infiltrasi dan
regional. Namun prilokain biasanya tidak dapat digunakan untuk mendapat efek
anestesi topikal. Prilokain biasanya menimbulkan aksi yang lebih cepat daripada
lignokain namun anastesi yang ditimbulkannya tidaklah terlalu dalam. Prilokain
juga kurang mempunyai efek vasodilator bila dibanding dengan lignokain dan
biasanya termetabolisme dengan lebih cepat. Obat ini kurang toksik dibandingkan
dengan lignokain tetapi dosis total yang dipergunakan sebaiknya tidak lebih dari
400 mg. Salah satu produk pemecahan prilokain adalah ortotoluidin yang dapat
menimbulkan metahaemoglobin. Metahaemoglobin yang cukup besar hanya dapat
terjadi bila dosis obat yang dipergunakan lebih dari 400 mg. Metahaemoglobin 1
% terjadi pada penggunaan dosis 400 mg, dan biasanya diperlukan tingkatan
metahaemoglobin lebih dari 20 % agar terjadi simptom seperti sianosis bibir dan
membrane mukosa atau kadang-kadang depresi respirasi.

10,11

Walaupun demikian, agen ini jangan digunakan untuk bayi, penderita


metaharmoglobinemia, penderita penyakit hati, hipoksia, anemia, penyakit ginjal
atau gagal jantung, atau penderita kelainan lain di mana masalah oksigenasi
berdampak fatal, seperti pada wanita hamil. Prilokain juga jangan dipergunakan
pada pasien yang mempunyai riwayat alergi terhadap agen anetesi tipe amida atau
alergi paraben.Penambahan felypressin (octapressin) dengan konsistensi 0,03
i.u/ml (=1:200.000) sebagai agen vasokonstriktor akan dapat meningkatakan baik
kedalam maupun durasi anestesi. Larutan nestesi yang mengandung felypressin
akan sangat bermanfaat bagi pasien yang menderita penyakit kardio-vaskular. 9
DOSIS ANESTESI LOKAL

30

2.8 Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak
digunakan
1. Anestesi permukaan.
Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh
dokter gigi untuk mencabut geraham atau oleh dokter keluarga untuk
pembedahan kecil seperti menjahit luka di kulit. Sediaan ini aman dan
pada kadar yang tepat tidak akan mengganggu proses penyembuhan luka.
2. Anestesi Infiltrasi.
Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi
pada atau sekitar jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan
hilangnya rasa di kulit dan jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya
daerah kecil di kulit atau gusi (pada pencabutan gigi).

31

3. Anestesi Blok
Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun
untuk tujuan diagnostik dan terapi.

4. Anestesi Spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari
kaki sampai tulang dada hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini
bermanfaat untuk operasi perut bagian bawah, perineum atau tungkai
bawah.

32

5. Anestesi Epidural
Anestesi

epidural

(blokade

subarakhnoid

atau

intratekal)

disuntikkan di ruang epidural yakni ruang antara kedua selaput keras dari
sumsum belakang.

33

6. Anestesi Kaudal
Anestesi kaudal adalah bentuk anestesi epidural yang disuntikkan
melalui tempat yang berbeda yaitu ke dalam kanalis sakralis melalui
hiatus skralis.

2.9 Penanganan Reaksi Toksik pada Anestesi Lokal

34

Anestesi Lokal yang berujung pada komplikasi ataupun toksisitas harus


segera dihentikan, karena memberikan dampak yang sangat besar dalam
kerusakan system saraf pusat maupun system kardiovaskular, secara umum
tindakan yang dapat kita lakukan pada pasien yang intoksikasi anestesi local
adalah:9

Hal yang paling utama adalah menjamin

dengan pernafasan buatan menggunakan oksigen


Tremor atau kejang diatasi dengan dosis kecil short acting

oksigenasi adekuat

barbiturate seperti penthotal ( 50-150 mg ), atau dengan diazepam

( valium ) 5 -10 mg intravena


Depresi sirkulasi diatasi dengan pemberian vasopressor secara
bolus dilanjutkan dengan drip dalam infuse ( efedrin, nor adrenalin,

dopamine dsb. ). Pemberian bolus efedrin 5-10 mg iv.


Bila dicurigai adanya henti jantung ( cardiac arest ) resusitasi

jantung paru harus segera dilakukan.


Protokol menyarankan penggunaan Intralipid dimulai dengan
dosis 1ml/kg IV, injeksikan dua kali dengan interval tiga sampai
lima menit. Injeksi Intralipid disertai dengan kostan IVFD
0,25mg/kg/min sampai pasien stabil. Berdasarkan penelitian,
memberikan dosis lebih dari 8mg/kg tidak memberikan keuntungan

sama sekali.14
Laju IVFD ditingkatkan sampai dua kali lipat sampai 0,5

mL/kg/min jika tekanan darah tetap rendah.


Lanjutkan IVFD 10 menit setelah sirkulasi stabil
Lanjutkan monitoring (>12 jam) setelah terjadi toksisitas sistemik
anestesi lokal karena depresi kardiovaskular bisa terulang setelah

pengobatan.
Intralipid adalah lipid emulsi yang terdiri dari minyak kacang kedelai, glycerol,
dan phospholipi telur. Intralipid biasanya digunakan sebagai bahan lemak untuk
nutrisi total parenteral (TPN) dan sebagai pelarut propofol. Intralipid telah
dibuktikan keefektifannya sebagai antidot dari kolaps kardiovaskular yag
disebabkan oleh toksisitas anestesi lokal.15,16 Intralipid bertindak sebagai lemak

35

yang larut dalam sirkulasi, mengusir anestesi lokal dari plasma dan berikatan
dengan anestesi lokal sehingga tidak ada lagi fraksi bebas anestesi lokal yang bisa
berikatan dengan reseptor. Konsentrasi tinggi lipid dapat mencegah influks lipud
kedalam myocyte jantung dengan cara lemak dengan mudah meliputi blokade
anestesi lokal dari LCAT enzim, meningkatkan pasokan FFA di mitokondria
sehingga meningkatkan produksi ATP, yang mana dapat meningkatkan kepekaan
myocardium terhadap resusitasi.

36

BAB 3
KESIMPULAN

1. Anestesi Regional atau anestesi lokal merupakan Penggunaan obat


analgetik lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga
impuls nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversible)
fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya dan dalam
keadaan penderita tetap sadar.
2. Anestesi regional dapat diklasifikasikan menjadi Intravenous regional
anestesi, Anelgesi permukaan, Field Block ( blok lapangan ), Blok saraf
37

(Nerve Block ), Infiltrasi local dan anestesi intravena regional atau dapat
dibagi menjadi neurological blockade perifer dan sentral
3. Inti dari mekanisme kerja dari anestesi local adalah menghambat kanal
Natrium
4. Anestesi regional memiliki keuntungan maupun kerugian dibandingkan
anestesi general
5. Salah satu kerugian dari anestesi regional adalah dapat menimbulkan
toksisitas baik sistemik yang melibatkan CNS dan CVS maupun toksisitas
local
6. Obat obat yang digunakan dalam anestesi local dapat dibagi dalam dua
golongan besar yaitu golongan ester dan golongan amide dengan
karakteristik masing masing
7. Neurological blockade sentral dapat dibagi ke dalam dua golongan besar
yaitu anestesi spinal dan anestesi epidural dengan karakteristik dan
kegunaan masing masing.

38

Daftar Pustaka

1.

Dardjat M T, editor. Obat Anestetik Lokal. Dalam: Kumpulan Kuliah


Anestesiologi. Jakarta: Aksara Medisina;1986.

2.

Latief Said, Surjadi Kartini, Dachlan Ruswan, editor. Anestetik Lokal.


Dalam: Petunjuk Praktis Anestesiologi. Ed 2. Jakarta: Bagian Anestesiologi
dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2002.

3.

S Kristanto. Anestetik Regional. Dalam: Basuki Gunawarman, Muhadi


Muhiman, Latief Said, editor. Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1989.

4. Vassiliadis, John Dr MBBS FACEM. Local Anaesthetic Toxicity and


Tumescent Anaesthesia.2008
5.

Dobron, Michael B. Penuntun Praktis anestesi.Jakarta: EGC. 1994.

6.

Katzung, Bertram G. Farmakologi dasar dan klinik. Jakarta: EGC, 1997

7.

Kapitanyan, Raffi. Local Anesthetic Toxicity Treatment & Management. at:


http://emedicine.medscape.com/

8. Bukbirwa, Henry. Toxicity from Local Anaesthtic Drugs. at


http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u10/u1008_01.htm

39

9.

Local anesthetic: Systemic toxicity. At:


http://www.openanesthesia.org/index.php?
title=Local_anesthetics:_systemic_toxicity

10.

Quick Review: Toxicity of Local Anesthetics at:


http://www.entlectures.com/Resources/Quick%20Review%20Topics/Quick
%20Review%20Toxicity%20Local%20Anesthetics.pdf

11.

Tasch, Mark D. Toxicity of Local Anesthetics. Philadephia: ASA Chapter


15 vol 34. 2006. At :
http://xa.yimg.com/kq/groups/26067046/1144152173/name/TOXICITY
%2BOF%2BLOCAL.pdf

12.

Galindo M.A. Levobupivacain: A long Acting Local Anaesthetic with less


cardiac and neurotoxicity. At:
http://www.ndaa.ox.ac.uk/wfsa/html/u14/u1407-01.html

13.

Hollmann, Markus W, Durieux E, Local anesthetics and the inflammatory


responsse: A new therapeutic indication ?. Anesthesiology, September 2000

14.

Weinberg G. Reply to Drs Goor, Groban and Butterworth, Lipid rescue:


caveats and recommendations for the silver bullet (letter). Regional Anesthesia
and Pain Medicine.2004;29:74.

15.

Weinberg GL, Ripper R, Feinstein DL, Hoffman W. Lipid emulsion


infusion rescues dogs from bupivacaine-induced cardiac toxicity. Regional
Anesthesia and Pain Medicine.2003:28:198 202.

16.

Weinberg GL, VadeBoncouer TR, Ramaraju GA, Garcia-Amro MF, Cwik


MJ. Pretreatment or resuscitation with a lipid infusion shifts the dose-response
to bupivacaine-induced asystole in rats. Anesthesiology 1998;88:1071 5.

40

Anda mungkin juga menyukai