Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jika kita berbicara mengenai hukum, secara tidak langsung terlintas dipikiran kita
peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah-laku manusia dalam
suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara
tertentu dan ditegakkan oleh penguasa1. Sedangkan Islam itu sendiri mempunyai arti
kedamaian, kesejahteraan, keselamatan, penyerahan (diri) kepada tuhan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hukum islam adalah suatu peraturan, pedoman,
patokan yang mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam
kehidupan bermasyarakat yang sesuai dengan kaidah ajaran islam.
Disamping itu, hukum Islam juga mempunyai tujuan dan aspek-aspek yang secara
umum sering dirumuskan bahwa tujuan hukum islam adalah kebahagiaan manusia di
dunia ini dan di akhirat kelak, sedangkan aspek-aspek hukum islam adalah kebenaran
yang dipergunakan sebagai tumpuan dalam penegakan dan pelaksanaan hukum.
Maka dari itu, dalam makalah ini akan dibahas secara detail apa saja tujuan hukum
isam itu, dan apa saja aspek-aspek hukum islam.

1 Daud ali, mohammad.1990.Hukum Islam.jakarta: Rajawali pers


1

B. Rumusan Masalah
Apa saja tujuan dari Hukum Islam?
Apa saja aspek-aspek Hukum Islam?

C. Tujuan
Untuk mengetahui apa saja tujuan hukum islam
Untuk mengetahui apa saja aspek-aspek hukum islam

BAB II
PEMBAHASAN
I.

Tujuan Hukum Islam


Islam adalah agama yang memberi pedoman hidup kepada manusia secara
menyeluruh, meliputi segala aspek kehidupannya menuju tercapainya kebahagiaan hidup
rohani dan jasmani, baik dalam kehidupan individunya, maupun dalam kehidupan
bermasyarakat. Secara umum, tujuan pencipta hukum (syari) dalam menetapkan hukumhukumnya adalah untuk kemaslahatan dan kepentingan serta kebahagiaan manusia
seluruhnya baik si sunia maupun akhirat. Tujuan hukum islam yang demikian itu dapat
kita tangkap antara lain dari firman Allah SWT dalam surat al-anbiya ayat 107,

107. dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.

Dan dalam surat QS. Al-baqarah:201-202,




201. dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami
kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa
neraka"[ Inilah doa yang sebaik-baiknya bagi seorang Muslim].
202. mereka Itulah orang-orang yang mendapat bahagian daripada yang mereka
usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.

Tujuan Hukum Islam (maqashid al syariah) sebagaimana diuraikan di atas, dapat


diperinci kepada lima tujuan yang disebut al-maqashid al-khamsah atau al kulliyat alkhamsah.

Lima tujuan itu adalah:


3

1) Memelihara agama (hifdz al-din).


Agama adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh manusia agar manusia dapat
2) Pemeliharaan jiwa (hifdz al-nafs).
Karena hukum islam wajib memelihara hak manusia untuk hidup dan
mempertahankan kehidupannya.
3) Pemeliharaan akal (hifdz al-aql).
Pemeliharaan akal sangat penting bagi manusia karena dengan mempergunakan
akalnya, manusia dapat berpikir tentang allah, alam sekitar dan dirinya sendiri.
4) Pemeliharaan keturunan (hifdz al-nasl).
Agar pemeliharaan kelanjutan keturunan dapat berlangsung dengan sebaikbaiknya.
5) Pemeliharaan harta (hifdz al-mal-wa al-irdh).
Agar manusia memperoleh harta dengan cara yang halal karena harta adalah
pemberian tuhan kepada manusia untuk dapat mempertahankan hidup dan
melangsungkan kehidupannya.
II.

Aspek-Aspek Hukum Islam


Hukum islam sebagai hukum-hukum yang mempunyai asas dan tiang pokok.
Kekuatan sesuatu hukum, sukar mudahnya, hidup matinya, dapat diterima atau ditolak
oleh masyarakat tergantung kepada asas dan tiang-tiang pokoknya.
Maka asas-asas (dasar-dasar)pembinaan hukum islam yang dikatakan Daa imut
Tasyri = tiang-tiang pokok pembinaan hukum, antara lain, ialah :
Nafyul Haraji = meniadakan kepicikan.
Allah berfirman :

Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. 2
Segala hukum islam yang diwahyukan allah, tidak ada didalamnya sesuatu yang
menimbulkan kepicikan yang sulit dipikul oleh manusia.
Qillatul taklif
Tidak memperbanyak hukum taklifi, agar tidak memberatkan pundak mukallaf
dan tidak menyulitkan mereka.
Allah berfirman :
2 QS. Al-Hajj ayat 78
4

101. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu)
hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu
menanyakan di waktu Al Quran itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu,
Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyantun.
Ayat ini mengharuskan para sahabat menyedikitkan pertanyaan dikala wahyu sedang
turun mengenai masalah-masalah yang belum diterangkan hukumnya.
Segala awamir dan segala rawahi dalam al-quran dapat dikerjakan manusia.
Ibadat-ibadat yang diwajibkan oleh al-quran dapat dilaksanakan tanpa merasakan
kesulitan yang berat, seperti contoh : diwaktu al-quran menyebutkan hal-hal yang
diharamkan, disebutkan secara terperinci satu per satu (al-maidah ayat 4 dan An nisa
ayat 22)



4. mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang Dihalalkan bagi mereka?".
Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh
binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu
mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu[399]. Maka
makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu[400], dan sebutlah nama Allah atas
binatang buas itu (waktu melepaskannya)[401]. dan bertakwalah kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Amat cepat hisab-Nya.
[399] Maksudnya: binatang buas itu dilatih menurut kepandaian yang diperolehnya
dari pengalaman; pikiran manusia dan ilham dari Allah tentang melatih binatang
buas dan cara berburu.
[400] Yaitu: buruan yang ditangkap binatang buas semata-mata untukmu dan tidak
dimakan sedikitpun oleh binatang itu.
[401] Maksudnya: di waktu melepaskan binatang buas itu disebut nama Allah
sebagai ganti binatang buruan itu sendiri menyebutkan waktu menerkam buruan.

22. dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu,
terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu Amat keji dan
dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).

Membina hukum dengan menempuh jalan tadarruj, tahap dengan tahap,


satu demi satu.
di waktu islam lahir di tengah-tengah masyarakat Arab, yang telah lama
benar bergelimang dalam aneka adat-istiadat, dan tentulah adat-istiadat, tentulah
adat-istiadat itu tidak dapat dihilangkan semuanya sekaligus. Maka karenanya
Al-Quran datang bersuku-suku. Hukum-hukum taklifnya datang beriringan
setelah terjadi sesuatu seebab yang menghendaki hukum itu dan sesudah berakar
hukum-hukum yang telah ditettapkan barulah ditetapkan hukum lain. Allah
berfirman dalam surat Al-baqarah ayat 219,


219. mereka bertanya kepadamu tentang khamar[136] dan judi. Katakanlah:
"Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka
bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih
dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu
supaya kamu berfikir,
[136] Segala minuman yang memabukkan.

Sejalan dengan kemaslahatan manusia.


Hukum islam dihadapkan kepada bermacam-macam jenis manusia dan ke

seluruh dunia. Maka tentulah Pembina hukum memperhatikan kemaslahatan


masing-masing mereka sesuai dengan adat dan kebudayaan.
Contoh : Umar Ibnu Abdul Aziz menolak hadiah, padahal dizaman rasul orang
yang menerima hadiah sudah biasa (Cuma-cuma). Umar berkata : dulu hadiah
itu benar-benar hadiah, tetapi sekarang menjadi risywah.
Mewujudkan keadilan yang merata.

Manusia didalam hukum islam, sama keadannya, baik dihadapan allah dan
dihadapan hukum. Tidak ada perbedaan karena keturunan, pangkat, kekayaan,
atau kedudukan sosial.
Menurut islam, siapa saja dituntut untuk berbuat adil, baik terhadap
dirinya sendiri, dengan jalan memperlakukan orang lain dengan sikap yang ia
juga ingin diperlakukan seperti itu pada orang lain, dan hal tersebut ada 3
macam, yakni : keadilan hukum yang berlaku harus seragam untuk seluruh warga
negara tanpa diskriminasi. keadilan social adalah memberi kesempatan yang
sama terhadap setiap orang untuk bekerja menurut kemampuan dan keahliannya,
bagi mereka yang belum mempunyai pekerjaan karena dibawah umur/ tak
mampu bekerja maka harus diberi bantuan untuk kebutuhannya. keadilan dalam
pemerintahan semua warga negara mempunyai kedudukan yang sama dalam
pemerintahan tidak ada diskriminasi mengenai bahasa, suku bangsa, dsb.
Menutup segala jalan yang menuju kejahatan.
karena segala yang disampaikan kepada kita, mubah dipandang
mubah. Dan segala yang makruh diapandang makruh. Segala yang
menjerumuskan kita pada suatu yang haram maka itu hukumnya haram.
Contoh: hukum memperbolehkan kita berpoligami. menurut hukum syara
diantaranya , harus berlaku adil kepada istri, tidak menimbulkan
kemadlaratan atau sesuatu yang diharamkan. dan jika ini dikaitkan pada
suatu masyarakat akan terjadi ketidakharmonisan antar tetangga.
Mendahulukan akal atas dhahir nash.
Menurut pendapat Al Ustazul Imam Muhammad Abduh dalam
kitabnya: Al Islam wan nasraniyah, beliau mengatakan bahwa hampir akal
berlawanan dengan naqal, kita mempunyai dua jalan :
Pertama: mengakui kashahihan naqal, jika kita

tidak

sanggup

memahaminya, maka kita menyerahkan urusan pemahamannya kepada allah


Kedua: kita mentakwilkan dengan memperhatikan undang-undang bahasa
agar sesuai dengan ketetapan akal kita.
Dengan jalan inilah akal dapat memecahkan segala permasalahan dan
menyelesaikan segala rintangan.

Membolehkan kita mempergunakan segala yang indah.


Dibolehkan kita memakai sesuatu yang indah, diperbolehkan kita memakan
yang sedap dan lezat asalkan saja tidak berlebih-lebihan, dengan niat yang
baik serta memelihara batas-batas agama. Allah berfirman dalam surat Al
Araf ayat 30-32,





30. sebahagian diberi-Nya petunjuk dan sebahagian lagi telah pasti
kesesatan bagi mereka. Sesungguhnya mereka menjadikan syaitansyaitan pelindung (mereka) selain Allah, dan mereka mengira bahwa
mereka mendapat petunjuk.
31. Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap
(memasuki) mesjid[534], Makan dan minumlah, dan janganlah berlebihlebihan[535]. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan.
32. Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah
yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah
yang mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu
(disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia,
khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat[536]." Demikianlah Kami
menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.
[534] Maksudnya: tiap-tiap akan mengerjakan sembahyang atau thawaf
keliling ka'bah atau ibadat-ibadat yang lain.
[535] Maksudnya: janganlah melampaui batas yang dibutuhkan oleh
tubuh

dan

jangan

pula

melampaui

batas-batas

makanan

yang

dihalalkan.
[536] Maksudnya: perhiasan-perhiasan dari Allah dan makanan yang
baik itu dapat dinikmati di dunia ini oleh orang-orang yang beriman dan
orang-orang yang tidak beriman, sedang di akhirat nanti adalah sematamata untuk orang-orang yang beriman saja.

Menetapkan hukum berdasarkan uruf yang berkembang dalam


masyarakat.
Nafaqah seseorang istri diukur dengan keadaan suami istri. Nafaqah istri si
A belum tentu sesuai dengan nafaqah istri si B. dalam Al-Qur'an kerap kali
terdapat perkataan ma'ruf dan 'uruf, dan kerapkali dipautkan sesuatu hukum
dengan ma'ruf atau dengan 'uruf. dengan mudah kita dapat mengetahui
bahwasanya makna ma'ruf atau 'uruf, ialah:

sesuatu yang telah berkembang dan terkenal dalam masyarakat tidak


dipandang jijik dan buruk.
Sebagaimana makna munkar, ialah:

sesuatu yang tidak biasa berlaku dan kurang disukai.


Allah SWT berfirman:

.1

229. Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang
ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali
sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir
tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya

(suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas
keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya[144]. Itulah
hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar
hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.
[144] Ayat Inilah yang menjadi dasar hukum khulu' dan penerimaan 'iwadh. Kulu' Yaitu
permintaan cerai kepada suami dengan pembayaran yang disebut 'iwadh.

(ayat 229:S.2; Al Baqarah)


.2

114. tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan
dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau
Mengadakan perdamaian di antara manusia. dan Barangsiapa yang berbuat demikian karena
mencari keredhaan Allah, Maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.

(ayat 114:S.4; An Nisa')

.3

19. Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan
paksa[278] dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali

10

sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan
pekerjaan keji yang nyata[279]. dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila
kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.
[278] Ayat ini tidak menunjukkan bahwa mewariskan wanita tidak dengan jalan paksa
dibolehkan. menurut adat sebahagian Arab Jahiliyah apabila seorang meninggal dunia, Maka
anaknya yang tertua atau anggota keluarganya yang lain mewarisi janda itu. janda tersebut boleh
dikawini sendiri atau dikawinkan dengan orang lain yang maharnya diambil oleh pewaris atau
tidak dibolehkan kawin lagi.
[279] Maksudnya: berzina atau membangkang perintah.

11

Dalam ayat-ayat ini dan dalam kebanyakan ayat-ayat lain diserahkan problema muamalat kepada
'uruf setempat, bukan kepada 'uruf orang Makkah atau 'uruf orang Madinah, karena 'uruf itu
berbeda-beda, masing-masing daerah ada 'urufnya karenanya tidaklah layak sebagian fuqaha
membatasi mut'ah thalaq atau nafaqah istri dengan berpegang kepada 'uruf Madinah.
kalimat ma'ruf terdapat dalam Al Qur'an pada 38 tempat, sedangkan kalimat'uruf terdapat pada
dua tempat. dan kerapkali pula Al Qur'an menggunakan kalimat yang dapat diterapkan kepada
Shalihan. dan dikehendaki dengan kalimat shalah adalah segala yang tidak buruk.
Seorang hakim (penguasa) yang berbuat aniaya terhadap rakyat, melengahkan urusan rakyat
hingga berkembanglah kerusakan dalam masyarakat, tidaklah dipandang orang yang shaleh,
walaupun dia bertasbih sehari-suntuk. Lantaran inilah Al Ustazul Imam Muhammad Abduh
mentafsirkan firman Allah:



105. dan sungguh telah Kami tulis didalam Zabur[973] sesudah (kami tulis dalam) Lauh
Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hambaKu yang saleh.
[973] Yang dimaksud dengan Zabur di sini ialah seluruh kitab yang diturunkan Allah kepada
nabi-nabi-Nya. sebahagian ahli tafsir mengartikan dengan kitab yang diturunkan kepada
Nabi Daud a.s. dengan demikian Adz Dzikr artinya adalah kitab Taurat.

(ayat 105:S.21; Al Anbiya')


Keharusan atau kewajiban kita mengikuti segala sabda Nabi SAW yang
disabdakan sebagai syari'at, tidak diwajibkan kita mengikuti sabda-sabda
Nabi atau anjuran-anjurannya yang berhubungan dengan keduniaan yang
berdasarkan ijtihad.
Tugas Rasul : menunjuki alam (manusia) ini kepada jalan-jalan keselamatan dan kelurusan,
mendirikan keadilan di antara mereka serta mendidik mereka berperangai utama dan berbudi
mulia. Dan kita btelah mengetahui bahwa hukum islam mendahulukan apa yang ditetapkan akal
atas dhahir syara apabila pertentangan. Nabi telah menandaskan kepada kita bahwa kita wajib
mengikuti beliau terhadap segala sesuatu yang beliau datangkan dari pada Allah dan tidak
wajib kita menuruti tentang sesuatu yang mengenai urusan ke duniaan.
Diriwayatkan oleh Muslim dari Musa ibn Thalhah dari ayahnya, ujarnya:

"Saya melalui bersama Rasulullah s.a.w. segolongan orang yang sedang mengurus pohonpohon kurma. Maka Rasul berkata: "Apakah yang dibuat mereka?". Para shahabat menjawab:
"Mereka mengawinkan yang jantan kepada yang betina". Maka berkatalah Rasulullah:" Saya
pikir hal itu tidak mendatangkan faedah apa-apa". Kemudian perkataan Rasul disampaikan

12

pada mereka. Karenanya merekapun meninggalkan perbuatan itu. Kemudian hal itu
dikhabarkan kepada Rasulullah s.a.w.. Maka berkatalah Rasul: "Jika mengawinkan itu
mendatangkan manfaat, maka hendaklah mereka teruskan. Karena aku hanya menyangka suatu
persangkaan. Janganlah kamu menyalahkan daku. Tetapi jika daku menceritakan kepadamu
atas nama Allah, maka ambillah apa yang kuceritakan itu. Karena sesungguhnya aku sekali-kali
tidak akan berdusta terhadap Allah".

"Rasulullah datang ke Madinah sedangkan penduduk Madinah mengawinkan kurma, maka


Rasul bertanya: "Apa yang kamu lakukan?". Mereka menjawab: "Kami mengawinkan kurma".
Nabi bersabda: "Boleh jadi kalau kamu tidak lakukan lebih baik bagimu". Karena itu merekapun tidak berbuat lagi Karenanya rusaklah penghasilan mereka, lalu mereka menerangkan hal
tersebut kepada Nabi. Karenanya berkatalah Nabi: "Hanyasanya aku seorang manusia, apabila
aku menyuruh kamu mengerjakan sesuatu dari urusan agamamu, maka kerjakanlah dia. Dan
apabila aku menyuruh kamu mengerjakan sesuatu berdasarkan fikiranku, maka aku hanyalah
seorang manusia".
Dan diriwayatkan oleh Muslim dari pada Anas, bahwasanya Nabi s.a.w. :

"Nabi melalui segolongan orang yang mengawinkan kurma, maka berkatalah Nabi: "Andaikata
mereka tidak berbuat demikian, tentulah lebih baik". Karenanya merekapun tidak berbuat lagi
dan hasillah kerugian. Kemudian Nabi menemui mereka dan menanyakan apa yang telah
terjadi bagi kurma-kurmamu?. Mereka menjawab: "Tuan mengatakan begini-begini". Nabi
berkata: "Kama lebih mengetahui tentang urusan-urusan duniamu".
Di waktu orang menanyakan hal itu kepada Nabi, maka beliau menandaskan bahwa
beliau adalah seorang manusia.
Ahli-ahli pertanian atau ahli-ahli pertukangan tentulah lebih mengetahui tentang
masalah-masalah pertanian dan masalah-masalah pertukangan.
Allah memelihara Rasul dari kesilapan dan kesalahan dalam melaksanakan tugas
menyampaikan syari'at dan aturan-aturan Allah.
13

Dari keterangan-keterangan yang tersebut tadi, dapatlah kita mengetahui bahwa dalam
masalah-masalah yang berhubungan dengan ke duniaan, pertukangan, pertanian dan
sebagainya, bukanlah masalah-masalah yang mendapat wahyu dari pada Allah s.w.t.

Masing-masing orang yang berdosa hanya memikul dosanya sendiri .


Di dalam surat At Thur, Allah berfirman:


1. "Tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.". (ayat 21; S. 52; Ath Thur).
Di dalam surat Ad Muddadtsir, Allah befirman:

2. "Tiap orang bertanggung jawab terhadap apa yang dikerjakannya". (ayat 38; S. 74 Al
Muddatsir).
Di dalam surat Al An'am Allah berfirman:


3.

"Dan seseorang yang berdosa tidak memikul dosa orang lain " ( ay at 164; S. 6; Al

An'am).

Di dalam surat An Najm, Allah berfirman:



14

3. "Bahwasanya seseorang yang berdosa tidak memikul dosa orang lain. Dan bahwasanya
seseorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakan." (ayat 28 - 29;
S. 53; An Najm).
Ayat-ayat ini semuanya menandaskan bahwa dosa ayah tidaklah dipikulkan atas si anak.
Sebaliknya dosa di anak tidak dipikul oleh si ayah.
Dalam pada itu janganlah dikatakan bahwa di dalam hukum-hukum Islam, ada hukuman
yang tidak hanya dikenakan atas si penindak pidana sendiri, sebagaimana pada diyat orang yang
terbunuh dengan tidak sengaja dikenakan atas ashabah si pembunuh, dan sebagaimana yang
dapat kita pahamkan dari pada ayat 35 S. 8 Al Anfal, karena kami dapat mengatakan terhadap
urusan diyat bahwa hal itu dikenakan atas keluarga si pembunuh dalam bangsa-bangsa yang
mempunyai 'ashabiyah yang kokoh yang setiap anggota keluarga (kabilah) bergerak serentak
menentang atau menuntut bela terhadap seseorang yang terbunuh di antara mereka. Apabila
seseorang mereka dibunuh orang. maka seluruh anggota keluarga bangun menuntut bela
sebagaimana yang berlaku di antara orang-orang Badui dan kebanyakan orang Arab sekarang.
Karenanyalah para fuqaha menandaskan bahwa tidak dikenakan diyat atas keluarga si
pembunuh terhadap bangsa-bangsa yang kabilah-kabilahnya tidak bersatu padu bangun
serentak

menuntut bela, sebagai keadaan orang-orang Barat, orang Persia, orang Mesir

dan Iain-lain.
Inilah suatu bukti, bahwa Islam mendatangkan hukum-hukum yang sesuai dengan keadaan
masyarakat masing-masing.
Syara yang menjadi si fat dzatiyah Islam
Syara' yang menjadi sifat dzatiyah Islam, kebanyakan hukumnya diturunkan secara
mujmal buat memberi lapangan yang luas kepada para failasufiah untuk berijtihad dan buat
memberikan bahan penyelidikan dan pemikiran dengan bebas dan supaya Hukum Islam itu
menjadi elastis sesuai dengan tabiat perkembangan manusia yang berangsur-angsur, dan sesuai
pula dengan jalan yang ditempuh dibidang taklif amaly, yaitu selalu Al-Qur-an menghadapkan
hukumnya kepada akal dan tidak sedikitpun merintangi kekuatan akal atau mengingkari
keistimewaan akal, bahkan Islam mengakui kedudukan akal serta menjadikannya manathut
taklif.

15

Dalam Al-Qur-an, Allah menerangkan. kedudukan akal dan menyuruh kita bertahkim kepada
akal dalam menghadapi segala kemungkinan.
Perhatikan ayat berikut:

1. "Apakah mereka tidak mempelajari Al-Qur-an ? Sekiranya Al-Qur-an itu bukan dari sisi
Allah, maka tentu saja mereka mendapati pertentangan yang banyak di dalamnya".
(ayat 82;S.4; An Nisa').

2. "Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah ?"
Mereka itu menjawab :" (Tidak), tetapi kam imengikuti apa yang kami peroleh dari nenek
moyang kamit walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui sesuatu apapun
dan tidak mendapat petunjuk". (ayat 170;S.2; Al Baqarah).
Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Agama itu adalah akal Tak ada agama bagi orang yang tidak ada akal. Ambillah hikmat di
mana saja kamu perolah dan tidak memberi melarat kepada engkau dari wadah mana hikmat itu
keluar.
Seorang fakih (ahli hukum) yang beribadat baik, lebih utama di sisi Allah dari seribu
orang abid, (pembuat ibadat) yang'tidak mengerti hukum".
Hadits-hadits ini dengan tegas dan nyata mengajak kita manusia bertahkim kepada akal di
segala urusan yang kita hadapi, istimewa di dalam hal-hal yang tidak ada nash Qur-any atau
Nabawy.
Diriwayatkan oleh Al Baghawy dari Mu'adz ibn Jabal:
"Sesungguhnya Rasul tatkala mengutus Muaz ke Yaman berkata kepadanya: "Betapa engkau
memutuskan perkara bila dikemukakan satu perkara kepada engkau?" Mu'az menjawab: "Saya
memutuskan perkara dengan Kitabullah". Nabi bertanya: "Jika kamu tidak menemui dalam
16

Kitabullah?" Mu'az menjawab: "Kalau demikian, saya putusi perkara dengan Sunnah
Rasulullah?" Nabi bertanya pula: "Kalau kamu tidak menemukan diKitabullah dan di Sunnah
Rasulullah?" Mu'az menjawab: "Saya mempergunakan ijtihad dan saya tidak bermudah-mudah
dalam hal itu". Maka Rasulullah menepuk dadaku sambil berkata: "Segala puji kepunyaan Allah
yang telah mentaufiqkan kepada yang diridlai Rasulullah".
Dalil ini dan yang sernakna dengan dia tegas mengakui kedudukan akal dan menyuruh
menggunakannya dalam mentafsirkan Al-Qur-an sebagai nash yang mujmal, baik di bidang
ibadat, ataupun muamalat. Kita diperintahkan agar menggali hikmah disyari'atkan kedua bidang
tersebut seperti shalat, zakat, puasa haji, hudud, hibah, washiyat, mirats, nikah dan sebagainya.
Dalam menghadapi ini kita dihadapkan kepada dua soal:
1) Apakah Hukum Islam tunduk kepada suasana, masa dan tempat, ataukah milieu, suasana dan
tempat tunduk kepada Hukum?
2) Apakah Hukum Islam menerima perubahan dan masa ke masa dengan tetap memelihara
hakekatnya dan tugasnya, ataukah wasilah-wasilah itu tak bisa berubah-ubah dan tak dapat
merubah Hukum?
ad. 1) : Hukum Islam tunduk kepada milieu, suasana dan tempat, karena maksud hukum, ialah
mewujudkan kemaslahatan manusia dari memungkinkan manusia mempergunakan segala
keistimewaan manusia, tidak menyempitkan kehidupan mereka, baik secara pribadi maupun
golongan.
ad. 2) : Hukum Islam menerima perubahan di bidarig wasilah dan. kenyataan, selama perubahan
ini mewujudkan tujuan hukum dengan jalan yang paling mudah. Di masa dahulu kefakiran
ditanggulangi dengan zakat dan dengan mengajak hartawan berbuat ihsan kepada fakir-miskin.
Hal ini berlaku sebelum problema-problema kehidupan meluas dan sampai kebatas yang kita
sekarang ini dan sebelum ada kebudayaan materiil yang mewujudkan fasilitas-fasilitas ekonomi
dan Iain-lain.
Oleh karena keadaan masyarakat manusia yang serba tekhnologis dan berwujud
bermacam-macam jalan untuk menggunakan akal dan tenaga, maka kita berpendapat, bahwa
memerangi kemiskinan dan kefakiran tidak lagi dibatasi dengan zakat, tetapi harus disediakan
jalan-jalan lain untuk memeranginya.

17

18

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tujuan hukum islam ada lima, yaitu :
o Memelihara agama
o Memelihara jiwa
o Memelihara akal
o Memelihara keturunan
o Memelihara harta
Aspek-aspek hukum islam dibagi menjadi dua belas yaitu :
o Nafyul Haraji = meniadakan kepicikan.
o Qillatul taklif (hukum yang memberatkan mukallaf
o Membina hukum dengan menempuh jalan tadarruj, tahap dengan tahap,
o

o
o
o
o
o

satu demi satu.


Sejalan dengan kemaslahatan manusia.
Mewujudkan keadilan yang merata.
Menutup segala jalan yang menuju kejahatan.
Mendahulukan akal atas dhahir nash.
Membolehkan kita mempergunakan segala yang indah.
Menetapkan hukum berdasarkan uruf yang berkembang

dalam

masyarakat.
o Keharusan/kewajiban kita mengikuti segala sabda nabi SAW. Yang
disabdakan sebagai syariat, tidak diwajibkan kita mengikuti sabda-sabda
beliau atau anjuran-anjuran beliau yang berhubungan dengan keduniaan
yang berdasarkan ijtihadnya.
o Masing-masing orang yang berdosa hanya memikul dosanya sendiri.
o Syara yang menjadi sifat dzatiyah Islam.

19

DAFTAR PUSTAKA

Drs. Zuhdi, masjfuk. 1987. Pengantar hukum Syariah.Jakarta:Haji Masagung.


Prof. Dr. H. Usman, Suparman. 2001. Hukum Islam. Jakarta: Gaya Media

Pratama.
Daud ali, mohammad.1990.Hukum Islam.jakarta: Rajawali pers
Prof. Dr. T. M. Ash-Shiddieqy, hasbi. 1975. Falsafah Hukum Islam. Jakarta:

Bulan Bintang

20

Anda mungkin juga menyukai