Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Hasil Pengamatan
1. Tabel Pengamatan
a. Pembuatan kurva baku parasetamol
Konsentrasi (ppm)
50
55
60
65
70
a: 0,0317
b: 0,3994
r: 0,99877422
y: 0,03174x 0,3994
b. Pengujian disolusi
Waktu (menit)
1
8
15
22
29
36
Absorbansi
Pengenceran 5x Pengenceran 25x
0,7794
0,7794
1,8482
0,369
2,9106
0,58212
3,269
0,6538
3,269
0,6538
3,269
0,6538
Waktu
(menit)
Konsentrasi
(ppm)
1
8
15
22
29
36
34,322
55,735
62,429
64,688
64,688
64,688
Waktu (menit)
1
8
15
22
29
36
Absorbansi
0,191
0,334
0,501
0,671
0,822
Konsentrasi
(x faktor koreksi)
34,322
56,021
63,179
65,958
66,497
67,036
Jumlah Terdisolusi
(%)
34,322
56,021
63,179
65,958
66,497
67,036
2. Perhitungan
a. Perhitungan larutan stok induk Parasetamol
2,1788 = 0,3174x
x = 6,8645
Konsentrasi = 6,8645
= 6,8645
Faktor pengenceran
= 34,322 ppm
2) t= 8 menit
0,36964 + 1,3994=
1,76904 = 0,3174x
x = 5,5735
Konsentrasi = 5,5735 Faktor pengenceran
= 5,5735
25
= 139,3375 ppm
3) t= 15 menit
0,58212+1,3994=
1,98152 =
x = 6,2429
Konsentrasi = 6,2429 Faktor pengenceran
= 6,2429
25
= 156,0725 ppm
4)
t= 22 menit
0,6538+1,3994 =
2,0532 =
x = 6,4688
Konsentrasi = 6,4688 Faktor pengenceran
= 6,4688
25
= 161,72 ppm
5)
t= 29 menit
0,6538+1,3994=
2,0532 =
x = 6,4688
Konsentrasi = 6,4688 Faktor pengenceran
= 6,4688
25
= 161,72 ppm
6)
t= 36 menit
0,6538+1,3994 =
2,0532 =
x = 6,4688
Konsentrasi = 6,4688
= 6,4688
Faktor pengenceran
25
= 161,72 ppm
d. Faktor koreksi
1) t= 1 menit
34,322 ppm = C1
X = C1
X = 34,322 ppm
2) t= 8 menit
= 139,6235 ppm
3) t= 15 menit
3
= 157,5195 ppm
1)
t= 22 menit
= 165,5294 ppm
2)
t= 29 menit
= 166,877 ppm
3)
t= 36 menit
= 168,22475 ppm
e. Jumlah terdisolusi (%)
1) t= 1 menit
=6%
2) t= 8 menit
= 25, 3 %
3) t= 15 menit
= 28,35 %
4) t= 22 menit
= 29,8 %
5) t= 29 menit
= 30 %
6) t= 36 menit
= 30,28 %
3. Kurva
a. Kurva Baku Parasetamol
b. Profil Disolusi
F. Pembahasan
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan
padat ke dalam media pelarut. Pelarutan suatu zat aktif sangat penting artinya
karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut
melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh. Laju disolusi
adalah jumlah zat aktif dalam sediaan padat yang melarut dalam waktu tertentu.
Faktor yang mempengaruhi laju disolusi sediaan obat antara lain kelarutan,
ukuran partikel, dan kristalisasi obat.
Sifat-sifat kimia, fisika, bentuk obat dan juga fisiologis dari sistem biologis
mempengaruhi kecepatan absorbsi suatu obat dalm tubuh. Oleh karena itu
konsentrasi obat, bagaimana kelarutannya dalam air, ukuran molekulnya, pKa dan
ikatan proteinnya adalah faktor-faktor kimia dan fisika yang harus dipahami untuk
mendesain suatu sediaan. Hal ini meliputi faktor difusi dan disolusi obat.
Berbagai macam
bahan tambahan yang digunakan pada sediaan obat dapat mempengaruhi kinetika
pelarutan obat dengan mempengaruhi tegangan muka antara medium tempat obat
melarut dengan bahan obat, ataupun bereaksi secara langsung dengan bahan obat.
Penggunaan bahan tambahan yang bersifat hidrofob seperti magnesium stearat,
dapat menaikkan tegangan antar muka obat dengan medium disolusi. Beberapa
bahan tambahan lain dapat membentuk kompleks dengan bahan obat, misalnya
kalsium karbonat dan kalsium sulfat yang membentuk kompleks tidak larut
dengan tetrasiklin. Hal ini menyebabkan jumlah obat terdisolusi menjadi lebih
sedikit dan berpengaruh pula terhadap jumlah obat yang diabsorpsi
Pada saat suatu sediaan obat masuk ke dalam tubuh, selanjutnya terjadi proses
absorbsi ke dalam sirkulasi darah dan akan didistribusikan ke seluruh cairan dan
jaringan tubuh. Apabila zat aktif pada sediaan obat tersebut memiliki pelarut yang
cepat, berarti efek yang ditimbulkan juga akan semakin cepat, begitu juga
sebaliknya.
Mekanisme yang terjadi bila suatu obat di minum, disolusi merupakan fase
pertama dari kerja suatu obat. Dalam saluran gastrointestinal, obat perlu
dilarutkan agar dapat diabsorpsi. Obat dalam bentuk padat harus disintegrasi
menjadi partikel-partikel kecil agar dapat larut dalam cairan. Jadi disintegrasi
adalah pemecahan sediaan obat padat menjadi partikel-partikel yang lebih kecil,
zat aktif parasetamol. Hasil pengukuran dapat dikaitkan atau ditelusur sampai ke
standar yang lebih teliti atau tinggi (standar primer nasional atau internasional)
melalui rangkaian perbandingan yang tidak terputus, dalam artian standar ukur itu
akan lebih baik apabila berupa standar yang rantainya mendekati SI sehingga
tingkat ketidakpastian (error) makin kecil. Berdasarkan data yang diperoleh, pada
konsentrasi 50 ppm absorbansinya sebesar 0,191, konsentrasi 55 ppm
absorbansinya sebesar 0,334, konsentrasi 60 ppm absorbansinya sebesar 0,501,
konsentrasi 65 ppm absorbansinya sebesar 0,671, dan konsentrasi 70 ppm
absorbansinya sebesar 0,822. Sehingga diperoleh persamaan garis lurusnya adalah
y = 0,03174x 1,3994 dengan r = 0,99877. Hal ini merupakan hubungan
konsentrasi parasetamol dengan absorbansi. Titik konsentrasi untuk kurva
kalibrasi untuk tablet parasetamol yang seharusnya digunakan menurut literatur
adalah 4, 6, 8, 10, 12 dan 13 ppm.
Tahap terakhir adalah pengujian disolusi. Uji ini dilakukan dengan
memasukkan 900 mL dapar fosfat pH 5,8 sebagai media disolusi ke dalam labu
disolusi dan suhu diatur pada 37 C. Setelah temperatur stabil, tablet parasetamol
dimasukkan pada labu disolusi, dan alat uji disolusi dijalankan dengan kecepatan
50 rpm. Diambil 7,5 mL pada menit ke 1, 8, 15, 22, 29 dan 36. Setiap
pengambilan, volume yang terambil digantikan dengan medium yang baru dengan
volume dan suhu yang sama. Hal ini dimaksudkan agar pengujian disolusi berada
di bawah kondisi sink atau kondisi pengujian tanpa adanya pengaruh gradien
konsentrasi.
Pengambilan
dilakukan
dengan
menggunakan
spoid
yang
yang
diambil
tersebut
diukur
kadarnya
dengan
menggunakan
spektrofotometer UV-Vis.
Sebelum mengukur absorbansi ditentukan dahulu panjang gelombang
maksimum. Penentuan panjang gelombang maksimum bertujuan agar hasil
absorbansi yang didapatkan berada dalam serapan yang maksimum sehingga
absorbansi yang didapatkan memiliki kepekaan yang tinggi. Menurut literatur,
dengan
nilai
yang
besar
merupakan
panjang
gelombang
maksimumnya.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh persen terdisolusi dari parasetamol
pada menit ke-1 yaitu 6 %; menit ke-8 25,3 %; menit ke-15 28,35 %; menit ke-22
29,8 %; menit ke-29 30 %; dan menit ke-36 30,28 %.
Menurut US Farmakope volume satu, tablet parasetamol dinyatakan lolos uji
disolusi jika dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80%. Dari hasil
percobaan disolusi tablet parasetamol yang telah dilakukan, dapat dikatakan uji
disolusi tidak memenuhi syarat uji disolusi yang ada pada literatur hal ini dapat
dikarenakan faktor formulasi dan juga adanya sifat fisika kimia obat.
G. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil pengamatan dari percobaan yang dilakukan, maka
dapat disimpulkan bahwa:
1. Persentase tablet parasetamol yang terdisolusi yaitu pada menit ke-1 yaitu 6 %;
menit ke-8 25,3 %; menit ke-15 28,35 %; menit ke-22 29,8 %; menit ke-29 30
%; dan menit ke-36 30,28 %.
2. Semakin lama waktunya, maka tablet parasetamol yang terlarut dan terdisolusi
semakin tinggi, naik pada menit ke 1, 8 dan 15, serta relatif konstan pada menit
ke 22, 29 dan 36.
3. Uji disolusi kali ini tidak memenuhi syarat uji disolusi yang ada pada literatur
hal ini dapat dikarenakan faktor formulasi dan juga adanya sifat fisika kimia
obat.