Anda di halaman 1dari 9

Nama

Aldryandes Novriandra

NIM

110120862

Mata Kuliah

Manajemen Ekowisata

Ekowisata Taman Nasional Sebangau


Taman Nasional Sebangau (568.700 hektar) terletak di antara sungai Sebangau dan sungai
Katingan. Secara administratif, Taman Nasional Sebangau merupakan bagian dari Kabupaten Katingan,
Kabupaten Pulang Pisau, dan Kota Palangka Raya. Kawasan ini merupakan hutan rawa gambut yang
masih tersisa di Kalimantan Tengah setelah gagalnya proyek Mega Rice Project yang dikenal dengan
Lahan Sejuta Hektar pada tahun 1995.
Berdasarkan kekayaan dan keindahan alam yang dimilikinya, Indonesia berpotensi untuk
berkembang menjadi kawasan wisata berbasis sumberdaya alam. Salah satu kawasan yang potensial
untuk dikembangkan adalah Taman Nasional Sebangau (TNS). Kawasan Sebangau ditetapkan sebagai
taman nasional pada tanggal 19 Oktober 2004 melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK
423/Menhut-II/2004 dengan luas 568.700 hektar.
Taman Nasional Sebangau sebagian besar wilayahnya merupakan hutan rawa gambut (peat
swamp forest) yang mempunyai ketebalan lebih dari 3 m sehingga memiliki keunikan tersendiri pada

kondisi flora, fauna, lansekap (bentang alam), dan ekosistemnya. Keunikan dalam keanekaragaman
hayati, budaya maupun pengunjung tradisi masyarakat yang berada di sekitar Taman Nasional
Sebangau, dapat dijadikan asset wisata yang dapat dipasarkan kepada pengunjung.
Potensi yang besar dan beragam, kondisi wisata global yang mempunyai kecenderungan terus
meningkat untuk tujuan daerah-daerah yang dialami, dan kebijakan pemerintah yang mendorong sektor
pariwisata, serta berkurangnya pendapatan sektor kehutanan dari hasil kayu di Kalimantan Tengaang
masih sangat alami, lokasi yh, maka pariwisata alam menjadi program di Taman Nasional Sebangau
yang diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam meningkatkan pendapatan masyarakat.
Mengingat sumberdaya alam yang masih sangat alami, lokasi yang relative sulit dijangkau dan
kecenderungan pasar wisata ke daerah-daerah alami, maka Taman Nasional Sebangau diproyeksikan
menjadi daerah tujuan wisata minat khusus (ekowisata) wilayah yang berekosistem gambut tebal.
Pemanfaatan kawasan Taman Nasional Sebangau merupakan upaya pelestarian sumberdaya alam,
yaitu dengan mengadakan pengaturan maupun pengendalian pemanfaatan sumberdaya alam sehingga
dapat berlangsung secara terus menerus. Kawasan taman nasional dapat memberikan kontribusi pada
pengembangan wilayah dengan menarik wisatawan ke wilayah pedesaan sehingga mendatangkan
keuntungan ekonomi bagi masyarakat setempat. Pengembangan pariwisata di taman nasional
merupakan salah satu cara terbaik untuk mendatangkan keuntungan bagi kawasan terpencil atau belum
berkembang, yaitu degan cara menyedikan lapangan kerja, merangsang pertumbuhan pasar, serta
memperbaiki prasaeana angkutan dan komunikasi.

1. ASPEK EKONOMI
Kawasan pemanfaatan dan pelestarian (taman nasional) bila dikembangkan untuk ekowisata dapat
mendorong berkembangnya ekonomi lokal. Sebagai tambahan informasi, sebuah sistem penetapan
biaya masuk yang bertingkat, sehingga wisatawan asing membayar lebih besar daripada masyarakat

lokal dan wisatawan domestik. Meskipun ada peningkatan biaya untuk berkunjung ke kawasan
konservasi margasatwa dan cadangan biologi tersebut, taman nasional Costa Rica tetap merupakan
tempat tujuan wisata yang populer.
Negara tersebut memiliki 1,3 juta kedatangan pada tahun 1999, dan 66% dari wisatawan mengunjungi
taman nasional tersebut. Penerimaan wisatawan tahunan di Costa Rica sekarang total lebih dari US$1
milyar, dan sistem pengelolaan taman nasional menjadi dasar kesuksesan industri ekowisatanya. Baez
& Fernandez di dalam Fandeli (2004) mengemukakan bahwa untuk mendapatkan keuntungan di bidang
ekonomi seperti ini, dua kondisi harus dipenuhi :
1) harus ada produk dan jasa untuk wisatawan sehingga wisatawan dapat menghabiskan uangnya untuk
belanja di lokasi tersebut; 2) perlu untuk meminimalkan nilai ekonomi yang bocor keluar kawasan atau
keluar wilayah lokal. Sebagai contoh di Taman Nasional Tortuguero berkurang sebesar 6% yang
sampai ke masyarakat lokal. Oleh karenanya, kegiatan pariwisata sedapat mungkin dapat mencukupi
dirinya sendiri dengan mengurangi ketergantungan pada jasa-jasa dan barang-barang dari luar daerah
tersebut. Fandeli & Nurdin mengemukakan agar kawasan taman nasional dapat memperoleh dana dari
kegiatan ekowisata, perlu ada pedoman sebagai berikut: 1) meningkatkan jumlah pengunjung;
2) meningkatkan lama tinggal wisatawan;
3) menarik segmen wisatawan yang berpenghasilan tinggi;
4) meningkatkan daya beli wisatawan;
5)menyediakan tempat penginapan;
6)menyediakan pemandu atau jasa-jasa bidang lainnya;
7) acara tradisi lokal; dan
8) penjualan makanan dan minuman lokal.

ASPEK EKOSISTEM

Kekayaan Ekosistem
Ekosistem Sebangau menyediakan gudang air bersih untuk tempat-tempat di sekitarnya, yang
mengandung keanekaragaman hayati, serta produksi ekonomi non-kayu (NTFP) untuk 62.000
masyarakat lokal. Berdasarkan data CIMTROP, terdapat 150 spesies burung , 34 spesies ikan, 35
spesies mamalia. Di kawasan ini juga terdapat 808 spesies flora (WWF & LIPI 2007). Berdasarkan
penelitian (Husson & Bernard (2004); (WWF, Ancrenaz ,BKSDA/BTNS (2007)), disimpulkan terdapat
6000-9000 populasi orang-utan di Sebangau. Populasi orang-utan (Pongo pygmaeus) di Taman
Nasional Sebangau berada dalam ancaman, terutama hilangnya habitat, fragmentasi habitat dan
perburuan. Pembalakan liar yang terjadi dimasa yang lalu mengaibatkan berkurangnya habitat mereka
secara signifikan. WWF bekerjasama dengan Taman
Ciri unik hutan rawa gambut Sebangau adalah digenangi air yang berwarna hitam dan juga mengalir
melalui sungai-sungai kecil yang menghubungkan wilayah di Sebangau atau dengan sungai lain di
Kalimantan Tengah. Di kawasan TNS terdapat tujuh tipe ekosistem hutan yang terdiri dari : hutan
riparian (riverine forest), hutan rawa campuran (mixed swamp forest), hutan transisi (transition forest),
hutan tegakan rendah (low pole forest), hutan tegakan tinggi (tall interior forest), hutan intrusi granit
(granitic intrusion forest) dan hutan tajuk rendah (low canopy forest).
Bagi orang yang menyukai petualangan (adventure trip) ke alam terbuka, yaitu dengan aktivitas susur
sungai, kawasan Sebangau merupakan daerah tujuan yang tepat. Di sepanjang sungai bisa dilihat
berbagai jenis vegetasi unik khas ekosistem riparian seperti: bakung (Hanguana malayana), rasau
(Pandanus helicopus dan P. atrocarpus), putat (Barringtonia recemosa), gelam tikus (Eugenia
spicata), kaca piring hutan (Gardenia tubifera). Sedangkan pada ekosistem peralihan yang berlokasi
dibelakang

ekosistem

riparian

didominasi

oleh vegetasi yaitu terentang

(Campnospermum

macrophyllum), durian hutan (Durio corinatus), meranti (Shore pauciflora), terap (Artocarpus
elastica),

ramin

(Gonystylus

bancanus), nyatoh

(Palaquium sp), kempas

(Koompassia

malaccencis), jelutung (Dyera lowii), pulai (Alstonia pneumatophora, A. spatulata). Beberapa jenis
anggrek dan jenis paku-pakuan yang dapat ditemukan di kedua ekosistem ini adalah: anggrek vanda
(Vanda hookeriana) dan anggrek salak (Dendrobium salaccensis) sering menempel pada rasau,
anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) dan anggrek Geodorum purporium.

Masuk ke dalam

hutan, akan ditemui suasana sunyi yang diisi dengan suara burung dan serangga atau bahkan dapat
melihat orangutan.

Kekayaan Flora dan Fauna


Dari berbagai tipe ekosistem hutan yang ada, TNS memiliki berbagai jenis pohon. Beberapa jenis
pohon telah dikategorikan sebagai jenis endangered (genting) seperti ramin (Gonystillus bancanus).
Selain itu, juga terdapat tumbuhan liar seperti kantung semar (Nepenthes ampullaria), anggrek hitam
dan tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat lokal. Beberapa mamalia yang dapat ditemui di
TNS seperti bekantan (Nasalis larvatus), agile gibbon (Hylobates agilis albibarbis), beruang madu
(Helarctus malayanus), monyet ekor panjang, macan dahan (Neofelis nebulosa), orangutan (Pongo
pygmaeus). Jenis burung yang dapat ditemui adalah rangkong badak (Buceros rhinoceros) dan elang
(Haliastur indus)
Orangutan merupakan satwa TNS yang dapat dijadikan daya tarik bagi wisatawan. Diperkirakan
jumlahnya berkisar antara 6200-6900 individu yang terdistribusi secara merata di DAS Sebangau dan
areal di sekelilingnya, kecuali pada extremely wet low interior forest. Kepadatan yang tinggi terdapat
pada daerah tall interior forest dan daerah sekitar sungai Sebangau, Bulan dan Rasau (Rieley dan Page,
2005). Untuk melihat orangutan di hutan merupakan suatu pengalaman yang menakjubkan. Orangutan
merupakan satwa yang soliter, mereka akan lari apabila melihat manusia sehingga cukup sulit bagi
wisatawan untuk mengamatinya. Suatu keberuntungan bagi mereka yang dapat melihat. Hal ini
merupakan suatu tantangan yang cukup menarik bagi ecotourist, sehingga perlu ada kiat-kiat tersendiri
untuk dapat mengamatinya dengan tenang dan puas.

ASPEK SOSIAL
Masyarakat Sebangau yang umumnya bekerja sebagai petani/nelayan ikan, petani/pengumpul rotan,
gemor (kulit kayu sebagai bahan obat nyamuk bakar), getah jelutung, karet, dan buah-buahan, memiliki
ketergantungan hidup yang tinggi terhadap sumberdaya alam. Penduduknya berasal dari berbagai suku.
Di Kabupaten Katingan terdiri atas suku Dayak (45%), Jawa (35%), Banjar (10%) dan lainnya (10%).
Di kabupaten Pulang Pisau sebagian besar berasal dari Jawa dan Sunda (85%), sedangkan Dayak (8%)
dan banjar (7%). Dan Kota Palangka Raya yang didominasi oleh suku Dayak (60%), dan sebagian
Banjar (20%) serta Jawa (20%). Masyarakat Dayak sebagai suku asli Kalimantan Tengah memiliki
tradisi dan peninggalan budaya yang sarat dengan nilai-nilai luhur dan sakral yang di yakini secara
turun temurun dan berpengaruh kuat dalam segala aspek kehidupan.
Meningkatkan Kualitas Kehidupan Masyarakat Lokal
IUCN (1995) menggambarkan bahwa di taman nasional yang mendapat pemasukan dari dari
wisatawan, tidak hanya menciptakan pekerjaan & meningkatkan pendapatan tetapi juga dapat
digunakan untuk mendukung memenuhi kebutuhan masyarakat lokal yang digunakan untuk:
1)memperbaiki fasilitas komunikasi dan jalan-jalan;
2) pendidikan;
3) pelatihan; dan
4) pelayanan kesehatan.
Pengelolaan ekowisata pada kawasan taman nasional dapat dilihat sebagai cara untuk membantu
masyarakat untuk mempertahankan, atau memerbaiki standar kehidupan dan kualitas kehidupan
mereka. Menurut Fandeli & Nurdin pula, hal tersebut dapat diukur dan diketahui tingkat
perkembangannya melalui:
1)peningkatan pendidikan;

2) pengurangan mortalitas balita;


3) pengurangan polusi air & udara;
4) peningkatan akses ke tempat-tempat wisata dan taman nasional pada bagian lainnya; dan 5) akses
yang lebih baik pada jasa-jasa, seperti program untuk penerjemahan dan pendidikan lingkungan, yang
juga menguntungkan masyarakat lokal.
Belajar dari contoh kasus-kasus yang ada disertai dengan prinsip pengembangan maka diharapkan
pencanangan ekowisata di TNS memberi manfaat positif yang lebih besar bagi semua komponen yang
terlibat dibandingkan dampak negatif (cost) yang mungkin tetap saja timbul.
Masyarakat sekitar kawasan maupun adanya komunitas yang berdiam di dalam kawasan TNS
diharapkan menjadi sasaran utama pengembangan ekowisata yang dimaksud. Lingkungan alam yang
merupakan wadah bagi manusia tetap haruslah diproporsikan bagi kemashalatan masyarakat, namun
bukan berarti individu-individu yang memanfaatkan kawasan hutan dan atau taman nasional melalui
pariwisata kehilangan kendali dalam pemanfaatannya.
Diperlukan sinergi yang simbiosis mutualisme antara manusia dan lingkungan dengan memegang
teguh kode etik ekowisata di dalamnya. Kegagalan dalam memahami kelebihan dan kekurangan tiap
kelompok yang terlibat dalam pengembangan ekowisata TNS pun dapat mengakibatkan tidak
maksimalnya pemanfaatan potensi yang ada di taman nasional. Viva Kalteng!

MANAJEMEN OPERASIONAL
Sesuai kapasitasnya sebagai lembaga yang punya kepedulian terhadap konservasi, WWF berperan
sebagai inisiator dan fasilitator demi kelestarian Sebangau dan bukan sebagai pemilik kawasan. Pada
kawasan Taman Nasional Sebangau akan dikembangkan konsep pengelolaan kolaboratif (Collaborative
Management) antara Balai Taman Nasional Sebangau dengan para pihak seperti pemerintah setempat,
dinas/instansi terkait, lembaga non pemerintah, masyarakat lokal, forum masyarakat, lembaga peneliti

dan swasta. Balai Taman Nasional Sebangau dan WWF-Indonesia mengembangkan strategi
perlindungan pelestarian kawaasan melalui restorasi/rehabilitasi ekosistem dan pengembangan sosioekonomi masyarakat. Restorasi/rehabilitasi ekosistem melalui penabatan kanal/parit, pengelolaan
kawasan lindung, rehabilitasi hutan, dan pengembangan infrastruktur. Sedangkan program
pengembangan sosioekonomi yaitu mempromosikan ekonomi alternatif yang berkelanjutan dan
pemberdayaan masyarakat.

INFRASTRUKTUR
AKSESIBILITAS
Sebagian besar desa-desa yang ada di 5 (lima) kecamatan yang terletak di sekitar TNS, terletak di pinggir Sungai
Katingan dan Sungai Sebangau, dengan kontur memanjang. Dengan demikian mobilitas penduduk dari desa ke
desa ataupun Sarana transportasi yang digunakan meliputi speed boat, kapal motor, kapal motor yang berukuran
kecil (kelotok), perahu motor (alkon/ces) dan perahu tradisional (jukung). Daerah kawasan Sebangau dapat
diakses dengan berbagai alternatif perjalanan. Untuk menuju desa-desa di sekitar Katingan, aksesbilitas jalan
yang paling cepat adalah melalui jalan darat sampai ke Kasongan. Dari Palangka raya ke Kasongan hanya
membutuhkan waktu 1-2 jam. Bila tujuannya adalah daerah hilir (Pegatan), maka rute perjalanan dari Palangka
Raya/Banjar Masin Sampit Pegatan. Dari Sampit ke Pegatan ada angkutan taxi air. Untuk menuju daerah
sekitar Sebangau, rute perjalanan paling dekat adalah transportasi air dari Palangka Raya Sebangau Kuala.
Dengan menggunakan speedboat, rute ini dapat ditempuh dalam waktu 4 jam dari Palangka Raya ke desa
Paduran.
PRASANA UMUM PENDUKUNG
Aliran listrik di empat kecamatan yang berada di sekitar kawasan TNS hanya berfungsi pada malam hari, yaitu
mulai sekitar jam 17.00 hingga pagi jam 6.00. Di Kecamatan Sebangau Kuala, penerangan masih menggunakan
generator, baik milik perorangan maupun milik bersama (patungan), jaringan PLN belum masuk ke wilayah ini.
Keberadaan listrik menumbuhkan dinamika yang nyata dalam kehidupan masyarakat yang meliputi berbagai
aspek, yaitu baik aspek sosial dan ekonomi. Dengan demikian pada desa-desa yang telah memperoleh layanan

jasa listrik, terutama dari PLN mengalami perubahan positif yang cukup nyata. Hasil Studi Sosek WWF (2005),
ada dua daerah yang paling ramai yaitu daerah Katingan II dan Pegatan (keduanya termasuk wilayah Kecamatan
Katingan Kuala-daerah hilir sungai Katingan). Kedua daerah ini selain ramai karena aktivitas pasarnya, juga
menjadi tempat persinggahan (daerah transit dari dan ke kota, yaitu Banjarmasin, Sampit dan Palangkaraya.
Kedua daerah ini juga berfungsi sebagai pelabuhan untuk bongkar muat barang-barang dari dan ke kota-kota
tersebut. Di setiap kecamatan terdapat pasar, yang berada di ibukota masing-masing kecamatan. Untuk
Kecamatan Katingan Kuala, selain di Pegatan, pasarnya juga ada di Katingan II. Bahkan Pasar Katingan II lebih
ramai dari pasar Pegatan. Keberadaan pasar di Katingan sangat bermakna bagi pengembangan perekonomian
desa-desa di sekitarnya. Di pasar ini terjadi berbagai transaksi ekonomi yang intinya berupa pemasaran hasil
bumi para petani dan nelayan serta pengadaan berbagai barang kebutuhan penduduk. Penginapan sudah ada
beberapa lokasi sepanjang Sungai Katingan seperti di Pegatan, Mendawai dan Baun Bango. Penginapan yang
ada dengan fasilitas yang terbatas : listrik hanya pada waktu tertentu dan komunikasi dengan menggunakan
fasilitas telpon satelit atau pada daerah tertentu sudah terjangkau oleh Jaringan telepon selular (GSM).

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Leony. 2010. Implementasi Kampanye Sebangau Conservation Project World Wide
Fund For Nature (WWF) Indonesia Kalimantan Tengah. Universitas Atma Jaya. Yogyakarta
Pinasti.

Arief.Darmawan.

2012.

Potensi

Wisata

Taman

Nasional

Sebangau.

http://pinasticyber.blogspot.com/2012/01/potensi-wisata-taman-nasional-sebangau.html (diakses
tanggal 15 Desember 2014)
Migang, Rio. S. 2007. Manfaat Ekowisata Di Taman Nasional Sebangau.
https://borneotourismwatch.wordpress.com/2007/08/06/manfaat-ekowisata-di-tamannasional-sebangau/ (Diakses tanggal 15 Desember 2014).

Anda mungkin juga menyukai