OLEH :
KELOMPOK V
AJ IKM II B
Maydiya R N
Vidia Sabrina B
Karunia Friska P
Dina Putri Y
Dona Sri P
Anisa Kusuma
Laily Mitha A
Ervin Putri
Marta Hadi P
Iffi Nimah K
101411123006
101411123021
101411123028
101411123036
101411123056
101411123070
101411123082
101411123101
101411123103
101411123114
P1 ANALISIS
A.
Analisis Situasi
Tuberculosis adalah penyakit akibat Mycobacterium tuberculosis sistemis
sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paruparu yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Mansjoer, 2000). Kuman ini
juga tahan berada di udara kering dan keadaan dingin (misalnya di dalam lemari
es) karena sifatnya yang dormant, yaitu dapat bangkit kembali dan menjadi lebih
aktif. Selain itu, kuman ini juga bersifat aerob. Tuberkulosis paru merupakan
infeksi pada saluran pernapasan yang vital. Basil Mycobacterium masuk kedalam
jaringan paru melalui saluran napas (dreplet infection) sampai alveoli dan
terjadilah onfeksi primer (Gbon). Penderita TB harusnya dapat melindungi
lingkungan sekitar dalam hal meminimalisir kuman TB yang berada dalam udara
bebas misalnya dengan tidak meludah di sembarang tempat.
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksi tertinggi yang masih
menjadi permasalahan di dunia tidak hanya di Indonesia. Menurut WHO hingga
tahun 2012, tercatat adanya 7.3 juta kasus TB paru di seluruh dunia dan sebanyak
2.1 juta kematian akibat penyakit TB. Kini diperkirakan sekitar sepertiga dari
penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Sejak tahun
2007 hingga tahun 2012 kasus Tb di Indonesia mengalami penurunan lambat
seiring didapati peningkatan per kapita dari 74.000 kasus menjadi 72.000 kasus .
Jumlah kematian akibat TB di Indonesia diperkirakan 61.000 kematian per tahun.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi
penduduk Indonesia yang didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan tahun 2013
adalah 0,4 %. Laporan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2013,
Surabaya merupakan kota terbanyak penderita TB paru dengan jumlah penderita
4.336 orang. Pada tahun 2013, penderita TB paru yang sembuh dari penyakit
sebesar 42.222 orang atau 89% dari total penderita TB 43.725 orang.
Kota
Surabaya menempati urutan pertama di Jawa Timur saat ini. Daerah dengan
peringkat 3 tertinggi penderita TB Paru di Surabaya adalah Perak Timur (94
kasus), Dupak (75 kasus), dan Pegirian (45 kasus) (Dinas Kesehatan Kota
Surabaya, 2013).
penderita TB paru masih meremehkan hal yang sepele seperti penggunaan masker,
meludah di sembarang tempat, dan pemakaian benda bersama dengan penderita
TB seperti penggunaan sendok saat makan bersama padahal pengetahuan mereka
mengenai pencegahan TB paru sudah baik.
Sumber penularan adalah pasien tuberkulosis Basil Tahan Asam (BTA)
positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar
3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana
percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi
jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan
lembab (Darmanto, 2007). Faktor yang memungkinkan seseorang terpapar kuman
tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2007).
Faktor resiko keluarga untuk tertular penyakit TB salah satunya
dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal. Semakin padat penghuni rumah akan
semakin cepat pula udara di dalam rumah tersebut mengalami pencemaran.
Karena jumlah penghuni yang semakin banyak akan berpengaruh terhadap kadar
oksigen dalam ruangan tersebut, begitu juga kadar uap air dan suhu udaranya.
Dengan meningkatnya kadar CO2 di udara dalam rumah, maka akan memberi
kesempatan
tumbuh
dan
berkembang
biak
lebih
bagi Mycobacterium
tuberculosis. Dengan demikian akan semakin banyak kuman yang terhisap oleh
penghuni rumah melalui saluran pernafasan (Smith P.G dan Moss A.R,1994).
Selain itu jendela dan lubang ventilasi merupakan faktor penting sebagai tempat
keluar masuknya udara juga sebagai lubang pencahayaan dari luar, menjaga aliran
udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Jika dalam ruangan tersebut terjadi
pencemaran bakteri TB akan mengakibatkan terhalangnya proses pertukaran
udara dan sinar matahari yang masuk kedalam rumah, akibatnya kuman
tuberkulosis yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap
bersama udara pernafasan (DepKes R.I,1994). Sinar matahari dapat dimanfaatkan
untuk pencegahan penyakit TB paru, dengan mengusahakan masuknya sinar
matahari pagi kedalam rumah. Cahaya matahari masuk ke dalam rumah melalui
jendela atau genteng kaca. Diutamakan sinar matahari pagi mengandung sinar
3
ultraviolet yang dapat mematikan kuman (Depkes RI, 1994). Menurut Fatimah
(2008) selain faktor kesehatan lingkungan rumah (pencahayaan, ventilasi, dan
kelembaban), status gizi juga berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru.
Kondisi sosial ekonomi suatu keluarga sangat berkaitan dengan kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan asupan gizi dan sanitasi rumah. Selain itu juga bayi maupun
anak-anak yang belum melakukan imunisasi BCG juga rentan terhadap bakteri
TB.
Sikap merupakan kecenderungan seseorang untuk menginterpretasikan
sesuatu dan bertindak atas dasar hasil interpretasi yang diciptakannya. Sikap
seseorang antara lain dibentuk oleh pengetahuan dan nilai maupun norma yang
dianut (Kurniasari, 2008). Proses pembentukan sikap dapat terjadi karena adanya
rangsangan seperti pengetahuan masyarakat tentang pencegahan penyakit TB
paru. Rangsangan tersebut menstimulus diri masyarakat untuk memberi respon
dapat berupa sikap positif atau negatif yang akhirnya akan diwujudkan dalam
perilaku atau tidak.
Penderita TB paru umumnya telah mengetahui upaya penanggulangan
supaya bakteri TB tidak menular pada lingkungan sekitar terutama keluarga
namun pada kenyataannya tak jarang pula mereka mengabaikan hal tersebut
seperti tidak menutup masker saat berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Intervensi yang dilakukan kepada penderita akan membuat mereka
memiliki sikap positif tentang penularan penyakit TB sehingga lebih peduli
terhadap penyakit TB sehingga akan lebih efektif untuk pencegahan TB paru.
Selain itu, akan lebih mengingatkan penderita agar penyebaran kuman TB tidak
meluas misalnya mengingatkan untuk pemakaian masker, tidak meludah
disembarang tempat, menutup mulut ketika batuk/bersin ataupun tidak
menggunakan barang pribadi secara bersama-sama terutama yang kontak
langsung dengan cairan penderita misal penggunaan sendok bersama-sama saat
makan.
Dari penjelasan diatas, sikap positif yang terbentuk dalam diri penderita
TB dalam hal pencegahan untuk menjaga lingkungan sekitar agar tidak terinfeksi
penyakit TB paru diharapkan dapat tercermin melalui perilaku yang dilakukan.
Penderita TB paru turut pula berperan dalam mengurangi prevalensi TB dengan
cara ikut menjaga lingkungan sekitar supaya tidak terinfeksi TB namun tetap
dapat bersosialisasi dengan baik.
B.
Analisis Sasaran
1.
Pemilihan Sasaran
Sasaran inti dari program ini adalah penderita TB paru di wilayah kerja
adalah terapi DOTS (Directly Observed Treatment Shor Course) yang merupakan
pengawasan langsung jangka pendek yang diawasi langsung oleh pengawas.
Setiap pengelola program ini harus berusaha menemukan penderita TB dan
diobservasi dalam meminum obatnya. Setiap obat yang ditelan penderita harus
dilakukan didepan petugas. Di Rumah Sakit Pemerintah dan Puskemas
pengobatan TB dilakukan secara gratis. Dalam melakukan pencatatan dan
pelaporan juga telah terdapat software TB03 Elektronik yang digunakan untuk
mendata pasien lama maupun baru dan pengobatannya. Intervensi terhadap
keluarga maupun lingkungan sekitar belum ada program tetap/pasti, hanya sebatas
penyuluhan namun tidak hanya tertuju untuk keluarga/lingkungan sekitar yang
lebih banyak bersosialisasi dengan penderita.
Program DOST yang dijalankan hanya sebatas mengintervensi penderita
TB, namun dalam berlangsungnya program tak jarang pula banyak penderita yang
tidak rutin dalam mengkonsumsi obat sehingga harus mengulang pengobatan dari
awal. Hal tersebut dapat mengakibatkan penderita resisten terhadap penyakit TB
sehingga pengobatan yang dilakukan menjadi lebih lama. Jika terjadi resisten TB,
interaksi yang terjalin antara penderita dengan lingkungan sekitar akan lebih
panjang dan akan menimbulkan resiko penularan yang lebih besar pula. Oleh
karena itu, diperlukan intervensi terhadap keluarga/lingkungan yang selain
digunakan sebagai upaya pencegahan dalam pengurangan TB juga sebagai
motivasi penderita TB supaya melakukan perilaku yang memperbesar resiko
pemaparan kuman TB.
D.
melalui poster, dan iklan di televisi yang memiliki pesan waspada 3B yaitu Bukan
Batuk Biasa, artis (Tukul Arwana) yang menyampaikan pesan Lawan 3A dengan
3B yang berisi anjurkan penderita diperiksa, awasi pengobatan, dan anjurkan
cara hidup sehat.
P2
DESAIN STRATEGIS
A.
Tujuan
Tujuan program ini menganut pada SMART (Spesific, Measurable,
Sasaran
Tim penyuluh memilih sasaran yaitu penderita TB paru yang memiliki
BTA (+) atau penderita yang memiliki resiko untuk menularkan bakteri TB.
C.
Model (HBM) karena intervensi yang dilakukan hanya ingin melihat sikap
penderita TB paru terhadap upaya pencegahan penyakit TB.
Health Belief Model (HBM) menurut Rosenstock pertama kali
dikembangkan pada tahun lima puluhan oleh sekelompok ahli psikologi sosial
dalam usaha untuk menjelaskan sebab kegagalan sekelompok individu dalam
menjalani program pencegahan penyakit atau dalam deteksi dini suatu penyakit.
Hochbaum (1958) dan Rosenstock (1960, 1966, 1974) dalam mengidentifikasi
faktor-faktor yang berperan dalam perilaku kesehatan menggunakan pendekatan
Model
model ini digunakan antara lain untuk menganalisis faktor-faktor yang menjadi
predictor dan respons seseorang terhadap gejala penyakit. HBM juga merupakan
model yang sering digunakan untuk menjelaskan perilaku pencegahan penyakit
(preventive health behaviour). Pada tahun 1952, Hochbaum mencari faktor
pendorong dan faktor penghambat dari masyarakat untuk datang memeriksakan
diri pada program skrining TBC yang disediakan secara cuma-cuma di daerah
8
tersebut dengan menggunakan mobile X-ray unit. Dalam studi ini, Hochbaum
mendapatkan korelasi dengan derajat kemaknaan yang tinggi antara tindakan
menjalani skrining dengan hal-hal berikut :
1.
2.
Dari
di
atas,
10
2.
E.
Penentuan Media
Saluran komunikasi dalam kegiatan pencegahan penyakit TB paru ini
menggunakan
pendekatan
multimedia
dimana
pendekatan
tersebut
Rencana Implementasi
1
Kegiatan
Perencanaan Kegiatan
11
Penentuan
Sasaran,
Rp. 150.000,-
Baterai
Rp. 50.000,-
Kaset handycam
Rp. 90.000,-
CD kosong
Rp. 7.000,-
Total
Rp. 297.000,-
2) Poster
Pembuatan poster
Rp. 50.000,-
3) Proposal
H.
Pembuatan proposal
Rp. 10.000,-
Rp. 50.000,-
12
yaitu mengetahui efisiensi sumber daya yang digunakan, mengetahui klebihan dan
kelemahan media, dan membantu menyusun perecanaan di masa mendatang.
Penilaian yang dilakukan adalah penilaian akhir, dimana evaluasi hasil
akan dilakukan setelah 3 bulan media dipublikasikan. Kegiatan promosi dikatakan
berhasil apabila sasaran telah melakukan tindakan yang sesuai dengan tujuan
penyampaian pesan serta masyarakat dapat menjaga diri dari penderita TB.
1. Indikator Keberhasilan
Kegiatan evaluasi dan monitoring sangat diperlukan untuk
pencapaian tujuan kegiatan. Indikator keberhasilan dari program ini
adalah:
a. Sebesar 80% penderita TB paru bersikap positif dalam menaggulangi
cara penularan TB di Wilayah Kerja Puskesmas Perak Timur.
2. Ukuran hasil dan dampak
Hasil dari media dapat diukur dari pencapaian indikator yang telah
ditetapkan. Bila seluruh indikator yang telah ditetapkan berhasil dicapai
seusai kegiatan promosi maka program tersebut dinyatakan berhasil untuk
meningkatkan pengetahuan dan perilaku masyarakat untuk menjaga diri
dari penyakit TB di Wilayah Kerja Puskesmas Perak Timur.
13