Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Fatah)
ABSTRAK
Ikan motan (Thynnichthys polylepis) merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomi yang cukup penting di
Kabupaten Kampar. Ikan motan di Waduk Kotopanjang termasuk jenis ikan yang dominan dan digemari masyarakat.
Penelitian ini untuk mendapatkan data dan informasi mengenai kebiasaan makan dan biologi reproduksi dilakukan pada
bulan Agustus sampai Nopember 2009. Penelitian ini dilakukan melalui metode survei dengan pengambilan contoh
dilakukan secara purposive sampling. Untuk mengetahui kebiasaan makan digunakan metode Indeks Preponderan,
kematangan gonad diamati secara morfologi dan penentuan fekunditas dihitung dengan metode gravimetrik. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa ikan motan tergolong jenis ikan herbivora dengan pakan utama makrofita 49,9%, pakan
pelengkapnya adalah phytoplankton 22,6% dan detritus 17,4%, dan pakan tambahan terdiri atas protozoa 0,8%, rotifera
0,5%, dan crustaceae 0,4%. Selain itu makanan yang tak teridentifikasi 8,4%. Ikan motan memijah secara bertahap
(parsial) dimulai pada bulan Nopember. Fekunditas ikan motan berjumlah antara 25.360-61.198 butir dengan diameter
telur pada kisaran antara 0,31-0,90 mm, serta indeks kematangan gonad antara 6,65-17,56%.
KATA KUNCI:
ABSTRACT:
Food habit and biology reproduction of motan (Thynnichthys polylepis) in Kotopanjang Reservoir,
Riau. By: Asyari and Khoirul Fatah
Motan (Thynnichthys polylepis) is one of fish species having the economically important value in Kampar Regency.
In Kotopanjang Reservoir motan is a kind of fish which is dominant and it is liked by the people. The objectives of the
research were to get data and information of food habit and the biology reproduction such as gonadal maturity,
fecundity, and egg diameter has been carried out on August to November 2009. The research is done with the survey
method, meanwhile the samples taken by purposive sampling. Food habit can used an index of preponderance method,
the gonadal maturity is used by the morphology, meanwhile fecundity is counted by gravimetric. The result of the
research shows that motan is belong to a herbivore fish with a mean food macrophyta of 49.9% as a mean food,
phytoplankton of 22.6% and detritus of 17.4% as complement food. Meanwhile the addition food such as protozoa of
0.8%, rotiferas of 0.5% and crustaceae of 0.4%. Beside that, the unidentify part is 8.4%. Motan spawning by partial
which is started on November. Fecundity of motan shows that the total egg varied between 25,360-61,198 with egg
diameter is between 0.31-0.90 mm. Meanwhile index maturity of gonads is between 6.15-17.56 %. Based on the aspects
some water quality.
KEYWORDS:
PENDAHULUAN
Waduk Kotopanjang merupakan waduk baru yang
dibangun pada tahun 1996, terjadi akibat dibendungnya
Sungai Kampar Kanan dan Sungai Mahat. Luas daerah
tangkapan air (cacthment area) diperkirakan mencapai
3.337 km2 dengan luas genangan sekitar 12.400 ha atau 124
km2 pada waktu air tinggi (Anonimous, 1996).
Karakteristik keanekaragaman sumber daya ikan di
Waduk Kotopanjang hampir sama dengan sungai yang
menjadi sumber air utamanya, yaitu Sungai Kampar Kanan,
Sungai Mahat, Sungai Tiwi, Sungai Takus, Sungai Osang,
dan Sungai Gulamo. Menurut Nurfiarini et al. (2009)
keragaman jenis ikan di Waduk Kotopanjang mencapai 24
spesies, beberapa di antaranya merupakan ikan yang
dominan tertangkap di perairan waduk, yaitu jenis ikan
barau atau kebarau (Hampala macrolepidota), motan,
Gambar 1.
Figure 1.
= index of preponderance
= persentase volume satu macam makanan
= persentase frekuensi kejadian satu macam
makanan
Vi Fi = jumlah VixFi dari semua macam makanan
Kebiasaan Makan dan Biologi ..... di Waduk Kotopanjang, Riau (Asyari & K. Fatah)
F=(G/g)n ...................................................................... (2
di mana:
F = jumlah total telur dalam gonad (fekunditas)
G = bobot gonad tiap satu ekor ikan
g = bobot sebagian gonad (sampel) satu ekor ikan
n = jumlah telur dari contoh gonad
Indeks kematangan gonad mengacu kepada Effendie
(1992) sebagai berikut:
Bg
IKG = ____ x100% ........................................................ (3
Bi
di mana:
IKG = indeks kematangan gonad
Bg = bobot gonad (g)
Bi = bobot ikan (g)
Gambar 2.
Figure 2.
Kebiasaan Makan dan Biologi ..... di Waduk Kotopanjang, Riau (Asyari & K. Fatah)
Gambar 3.
Figure 3.
Contoh organ pencernaan ikan motan yang akan diambil untuk pemeriksaan makanannya di laboratorium.
Digestive organ of motan taken for food analysis in the laboratorium.
60
Phytoplankton
50
Detritus
40
Protozoa
Rotifera
30
Crustacea
20
Tak teridentifikasi
10
0
Jenis pakan / Food content
Gambar 4.
Figure 4.
Chlorophyta,
Chrysophyta,
Cyanophyta,
dan
Euglenophyta), makrofita, dan zooplankton. Kelompok
zooplankton terdiri atas Protozoa, Rotifera, Copepoda, dan
Cladocera.
Penelitian
oleh
Suryaningsih
(2000)
menemukan jenis plankton yang sering dimakan oleh ikan
motan adalah Ankistrodesmus. sp. dan Synedra sp. Menurut
Sanofel (2006) jenis Staurastrum dari Chlorophyceae
sering ditemukan dalam saluran pencernaan ikan motan.
Selanjutnya Lammens & Hoogenboezem (1981)
mengatakan semua saluran pencernaan ikan telah
disesuaikan dengan makanan yang dikonsumsi oleh ikan
Tabel 1.
Table 1.
Komposisi jenis phytoplankton dan zooplankton (%) yang terdapat dalam usus ikan motan di Waduk
Kotopanjang
The composition of phytoplankton and zooplankton organisms (%) found in stomach of motan at
Kotopanjang Reservoir
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
11.
12.
13.
1.
2.
3.
Bacillariophyceae (%)
Cyclotella (2,15)
Diatoma (3,76)
Fragillaria (1,92)
Navicula (6,44)
Nitzschia (7,70)
Pinnularia (0,68)
Stauroneis (1,28)
Surirella (0,86)
Synedra (7,38)
Kelompok/Group
Phytoplankton
Chlorophyceae (%)
Cyanophyceae (%)
Ankistrodesmus (8)
Anabaena (3,28)
Cladophora (2,14)
Aphanizomenon (3)
Closterium (4,75)
Ghomphosphaeria (2)
Cosmarium (5,66)
Oscillatoria (5,56)
Desmidium (0,86)
Spirullina (1,77)
Mougeotia (6,64)
Oedogonium (0,77)
Pediastrum (0,48)
Scenedesmus (1,31)
Spirogyra (3,82)
Staurastrum (10,26)
Ulothrix (1,06)
Zygnema (0,72)
Zooplankton
Rotifera (%)
Keratella (0,26)
Rotatoria (1,08)
Euglenophyceae (%)
Euglena (1,69)
Protozoa (%)
Crustaceae (%)
Brachionus (1,22)
Cyclop (0,21)
Coleps (0,71)
Nauplius (0,12)
Spirostomum (0,46)
Jumlah total phytoplankton dan zooplankton/Total of phytoplankton and zooplankton = 100%
Kebiasaan Makan dan Biologi ..... di Waduk Kotopanjang, Riau (Asyari & K. Fatah)
Tabel 2.
Table 2.
Gambar 5.
Figure 5.
Tabel 3.
Table 3.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Fekunditas dan indeks kematangan gonad ikan motan pada tingkat kematangan gonad IV di Waduk
Kotopanjang, Provinsi Riau
Fecundity and gonado somatic index of motan at stadium IV in Kotopanjang Reservoir, Riau Province
Panjang total/
Total length (cm)
24,2
19,6
20,2
20,6
23,8
22,5
20,6
21,4
21,5
21,0
19,3
18,6
18,2
20,6
25,0
21,2
Bobot total/
Total weight (g)
148
64
73
100
150
121
102
112
116
103
74
63
61
76
155
115
Bobot gonad
Gonad weight (g)
12,70
7,83
8,17
6,65
14,44
14,76
10,83
13,24
8,80
10,09
9,20
8,83
8,90
8,55
9,54
7,20
GSI
(%)
8,58
12,23
11,20
6,65
9,62
12,20
10,62
11,82
7,57
9,79
12,43
14,01
14,59
11,25
6,15
6,26
Fekunditas/
Fecundity
52.120
35.576
42.780
25.360
56.165
54.374
30.656
46.686
29.384
43.826
38.742
36.425
31.420
34.506
41.664
32.108
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
25,4
20,5
19,2
20,3
19,0
20,5
20,3
21,7
26,0
22,5
162
72
69
90
70
98
84
100
160
110
18,26
9,16
6,90
12,82
8,12
17,21
9,16
10,23
11,34
8,73
11,64
12,72
10,00
14,24
11,61
17,56
10,90
10,20
7,09
7,93
54.672
42.702
29.442
49.240
39.424
61.198
34.645
36.062
40.314
25.346
Diamet e r
Gambar 6.
Figure 6.
A = 0,31-0,40 mm; B = 0,41-0,50 mm; C = 0,51-0,60 mm; D = 0,61-0,70 mm; E = 0,710,80 mm; F = 0,81-0,90 mm
Kebiasaan Makan dan Biologi ..... di Waduk Kotopanjang, Riau (Asyari & K. Fatah)
KESIMPULAN
1. Ikan motan merupakan ikan herbivora dengan pakan
utama
makrofita,
pakan
pelengkap
berupa
phytoplankton dan detritus, sedangkan pakan
tambahannya adalah Protozoa, Rotifera, dan Crustaceae.
2. Tingkat kematangan gonad stadium IV terjadi pada
awal musim hujan (bulan Oktober). Pemijahan terjadi
beberapa kali setelah musim hujan pada bulan
Nopember.
3. Fekunditas ikan motan berjumlah antara 25.360-61.198
butir dengan diameter 0,31-0,90 mm. Indeks
kematangan gonad antara 6,15-17,56%.
PERSANTUNAN
DAFTAR PUSTAKA
Beberapa Aspek Biologi Ikan .. Estuaria Banyuasin, Sumatera Selatan (K. Fatah & Asyari)
ABSTRAK
Ikan sembilang (Plotosus canius) merupakan salah satu sumber daya ikan di perairan estuaria, Kabupaten Banyuasin,
Sumatera Selatan. Penelitian beberapa aspek biologi ikan sembilang dilakukan pada bulan April sampai Juli 2007.
Contoh ikan diperoleh dari nelayan yang menangkap dengan alat tangkap belad dan rawai dasar. Hasil penelitian ini
menunjukan ratio kelamin jantan terhadap betina yaitu 1:2. Organisme yang ditemukan dalam saluran pencernaan terdiri
atas lima jenis yaitu potongan kepiting, udang, ikan, cacing, dan keong, sehingga ikan sembilang dapat digolongkan
sebagai ikan karnivora. Pola pertumbuhan ikan sembilang bersifat isometrik (b=3), berarti pertumbuhan panjang seiring
dengan pertumbuhan bobot. Kelompok ukuran panjang ikan sembilang tertangkap didominansi oleh ukuran panjang
antara 25,1-30,1 cm.
KATA KUNCI:
ABSTRACT:
Some biological aspect of eeltailed catfish (Plotosus canius) in the estuarine waters of Banyuasin,
South Sumatera. By: Khoirul Fatah and Asyari
Eeltailed catfish (Plotasus canius) is one of the fish resources in the estuarine waters of Banyuasin South Sumatera.
Research on some biological aspect of Plotosus canius was conducted from April to July 2007. Fishes were caught by
fishermen using barrier traps and bottom long line. The results show that the sex ratio of male to female was 1:2.
Organisms found in the digestive tract consists of five types crabs, shrimp, fish, worms, and snails. Thus eeltailed catfish
can be classified as a carnivorous fish. The constant (=b) of length weight relationship of Plotosus canius was 3 (t-test)
suggesting this species was length increment as fast as weight increment. Based on total length size group measured, fish
dominontly caught in length of 25.1-30.1 cm.
KEYWORDS:
PENDAHULUAN
Estuaria merupakan bagian dari daerah aliran sungai
yang berada di bagian hilir. Selain menjadi penangkap hara
dan polutan, perairan estuaria sangat dinamis, dipengaruhi
oleh pasang surut air laut dan aliran air dari hulu. Secara
ekologi, perairan estuaria mempunyai ciri khas oleh adanya
pengaruh pasang surut air laut dan fluktuasi salinitas
dengan keragaman jenis ikan air tawar maupun ikan laut.
Sebagian besar masyarakat yang tinggal di daerah estuari
mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan (Wardoyo et
al., 2001).
Ikan sembilang secara taksonomi, termasuk kelas
Actinopterygii, ordo Siluriformes, dan famili Plotosidae.
Daerah penyebarannya meliputi perairan laut, muara
sungai, dan perairan tawar. Ikan ini merupakan predator
Gambar 1.
Figure 1.
Ikan sembilang.
Eeltailed catfish.
LS
U
2,0
B
C
S
2,25
2,5
103
Gambar 2.
Figure 2.
104
105
BT
Peta lokasi daerah penelitian ikan sembilang di perairan estuaria Kabupaten Banyuasin.
Map showing the research location of eeltailed catfish in the estuarine waters of Banyuasin District.
Keterangan/Remarks:
Beberapa Aspek Biologi Ikan .. Estuaria Banyuasin, Sumatera Selatan (K. Fatah & Asyari)
(1979) yaitu:
W = aLb ....................................................................... (2
Analisis Data
1. Parameter biologi
Untuk penentuan sebaran frekuensi panjang ikan
sembilang jantan dan betina didasarkan atas Walpole
(1993). Menentukan banyaknya selang kelas, k=1+3,32 log
n, menentukan wilayah kelas, r=db-dk (r = wilayah kelas,
db = data terbesar, dk = data terkecil), menghitung lebar
kelas, L = r/jumlah kelas (L = lebar kelas, r = wilayah
kelas), menentukan limit bawah kelas interval pertama dan
batas bawah kelas, mendaftarkan semua limit kelas dan
batas kelas dengan cara menambahkan lebar kelas pada
limit dan batas selang bawahnya, menentukan titik tengah
kelas bagi masing-masing selang dengan meratakan limit
kelas atau batas kelasnya, menentukan frekuensi bagi
masing-masing kelas.
Nisbah kelamin dihitung dengan cara membandingkan
jumlah ikan jantan dan betina yang diperoleh sesuai dengan
Haryani (1998). Penentuan seimbang atau tidaknya nisbah
kelamin jantan dan betina dilakukan uji Chi-square
(Walpole, 1993).
di mana:
W
= bobot ikan (g)
L
= panjang ikan (mm)
a dan b = konstanta regresi
4. Faktor kondisi
Faktor kondisi dihitung dengan menggunakan
persamaan ponderal indeks untuk pertumbuhan isometrik
(b=3) dengan rumus (Effendie, 1979):
K=
W
5
x10 . (3
3
L
di mana:
K = faktor kondisi
W = bobot rata-rata ikan (g)
L = panjang rata-rata ikan (mm)
Bila pertumbuhan tersebut bersifat alometrik (b3)
maka faktor kondisi dapat dihitung dengan rumus
(Effendie, 1979):
2. Kebiasaan makan
Untuk mengetahui kebiasan makan maka dilakukan
analisis isi lambung ikan dengan menghitung index of
preponderance yang merupakan gabungan dari metode
frekuensi kejadian dengan metode volumetrik sebagai
berikut (Effendie, 1979):
VixOi
IP = ----------- x100% .................................................. (1
Vi x Oi
di mana:
Vi
Oi
Kn =
W
n .. (4
cL
di mana:
Kn = faktor kondisi nisbi
W = bobot rata-rata (g)
C
= a dan n = b adalah konstanta yang diambil dari
hubungan panjang dan bobot ikan
HASIL DAN BAHASAN
Nisbah Kelamin
Jumlah contoh ikan sembilang yang dikumpulkan
selama penelitian 137 ekor, terdiri atas kelamin jantan 49
ekor (35,51%) dan betina 89 ekor (64,49%) atau dengan
perbandingan 1:2. Rasio kelamin diperlukan untuk
mengetahui perbandingan jenis kelamin, sehingga dapat
diduga keseimbangan populasinya. Populasi ikan sembilang
betina di daerah penelitian lebih banyak dibandingkan
dengan jantan. Menurut Rahmawati (2002), rasio kelamin
ikan sembilang jantan terhadap betina di perairan estuaria
Sungai Siak 1:2. Menurut Effendie (2002), kenyataan di
alam perbandingan kelamin jantan dan betina tidak mutlak.
Hal ini dipengaruhi oleh pola penyebaran yang disebabkan
oleh ketersedian makanan, kepadatan populasi, dan
keseimbangan rantai makanan.
Kebiasan Makan
Pengamatan isi lambung terhadap 137 ekor ikan
sembilang dengan ukuran panjang total antara 20,6-57,6
cm, diperoleh lima jenis makanan yaitu potongan ikan,
udang, kepiting, keong, dan cacing. Analisis kebiasaan
makanan dengan metode index of preponderance diperoleh
nilai masing-masing untuk udang 44,45%, kepiting 39,71%,
keong 11,34%, ikan 4,21%, dan cacing 0,29% (Gambar 3).
11,34%
0,29% 4,21%
44,45%
39,71%
Ikan
Gambar 3.
Figure 3.
Udang
Kepiting
Keong
Cacing
Beberapa Aspek Biologi Ikan .. Estuaria Banyuasin, Sumatera Selatan (K. Fatah & Asyari)
4.500
W=5x10-6L3,0057
R=0,964
r=0,982
4.000
Bobot (g)
3.500
3.000
2.500
2.000
1.500
1.000
500
0
0
200
400
600
800
1.000
Panjang (mm)
Gambar 4.
Figure 4.
Hubungan panjang dan bobot ikan sembilang di perairan estuaria Banyuasin, bulan April sampai Juli
2007.
Length and weight relationship of eeltailed catfish in the estuarine water of Banyuasin, April until July
2007.
Nilai faktor kondisi ikan sembilang berkisar antara 0,581, 50. Nilai tersebut menunjukan adanya variasi nilai.
Menurut Effendie (1979) yang menyebabkan bervariasinya
nilai faktor kondisi adalah tingkat kematangan gonad.
Perkembangan gonad seiring dengan pertambahan bobot
gonad yang dapat meningkatkan faktor kondisi.
Distribusi Panjang dan Bobot
Ikan sembilang yang tertangkap dengan belad pantai
pada bulan April sampai Juli 2007 sebanyak 125 ekor,
35
30
JANTAN
BETINA
J u m la h (% )
25
20
15
10
0
200 - 250
251 - 301
302 - 352
353 - 403
404 -454
455 - 505
506 - 556
557-607
JANTAN
BETINA
50
Jumlah (%)
40
30
20
10
0
20 -158
Gambar 5.
Figure 5.
Histogram ukuran panjang total (A) dan bobot (B) ikan sembilang hasil tangkapan belad di perairan
estuaria Banyuasin, bulan April sampai Juli 2007.
Histogram of length and weight of eeltailed catfish caught by barrier trap in the estuarine water of
Banyuasin, Aprl until July 2007.
Beberapa Aspek Biologi Ikan .. Estuaria Banyuasin, Sumatera Selatan (K. Fatah & Asyari)
Evaluasi Keberhasilan Penebaran Ikan Bandeng (Chanos chanos) di Waduk Ir. H. Djuanda (Tjahjo, D.W.H., et al.)
1)
Peneliti pada Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan, Jatiluhur-Purwakarta
Peneliti pada Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan, Ancol-Jakarta
Teregistrasi I tanggal: 13 April 2010; Diterima setelah perbaikan tanggal: 31 Desember 2010;
Disetujui terbit tanggal: 4 Pebruari 2011
ABSTRAK
Waduk Ir. H. Djuanda mempunyai potensi pengembangan budi daya ikan yang tinggi, dan pertumbuhan budi daya
tersebut berkembang sangat pesat. Perkembangan yang pesat tersebut sangat berdampak pada penurunan kualitas air dan
mendorong peningkatan kelimpahan plankton yang sangat tinggi. Oleh karena itu, pemerintah melakukan penebaran ikan
bandeng (Chanos chanos) pada bulan Juli sampai Agustus 2008 sebanyak 2.116.000 ekor benih dalam upaya
menanggulangi kelimpahan plankton yang tinggi dan sekaligus meningkatkan produksi ikannya. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengevaluasi keberhasilan penebaran ikan bandeng di Waduk Ir. H. Djuanda, Purwakarta, Jawa Barat.
Penelitian ini dilakukan setiap bulan pada periode bulan Juli 2008 sampai Januari 2009. Pengamatan dilakukan dengan
metode teratifikasi dengan enam titik stasiun pengamatan. Evaluasi keberhasilan penebaran ikan bandeng dievaluasi
kemampuan memanfaatkan kelimpahan plankton, pertumbuhannya, dan dapat tertangkap kembali. Hasil analisis
kebiasaan makan, ikan bandeng mempunyai kemampuan yang tinggi memanfaatkan kelimpahan plankton di perairan
tersebut, dan ikan ini mempunyai laju pertumbuhan yang sangat cepat (K=3.381 dengan L=45 cm). Ikan bandeng ini
dapat tertangkap kembali oleh nelayan setempat pada bulan September 2008 sampai Pebuari 2009 dan juga secara tidak
langsung mampu memperbaiki kualitas perairan Waduk Ir. H. Djuanda. Oleh karena itu, dalam upaya peningkatan
dampak penebaran ikan bandeng untuk memperbaiki kualitas perairan dan peningkatan kesejahteraan nelayan, maka
perlu dilanjutkan penelitian strategi penebaran ikan bandeng dan penguatan kelembagaan nelayan yang ada.
KATA KUNCI:
ikan bandeng (Chanos chanos), kebiasaan makan, pertumbuhan, tertangkap kembali, Waduk
Ir. H. Djuanda
ABSTRACT:
Ir. H. Djuanda Reservoir has high potency in developing of fish culture, that the growth has developed very fast. The
fast growth of fish culture affected the degradation of water quality and push increasing of plankton abundance.
Therefore, government conduct stocking of bandeng on July until August 2008 as much 2,116,000 individual as on effort
of overcoming of plankton bloom and increasing of fish production. The aim of this study is to evaluate the successfulness
of fish stocking of bandeng (Chanos chanos) in Ir. H. Djuanda Reservoir, Purwakarta, and West Java. The research was
conducted every month at period of July 2008 until January 2009. Observation was done by sampling stratification
method at 6 point of observation station. Evaluation of successfulness fish stocking base on the ability using of plankton,
the growth and percentage of recaptured. The result should that bandeng have high ability inusing of plankton in waters
as a feed (97.8%), and this fish had high growth rate (K=3.381 and L=45 cm). This fish could be recaptured by local
fisherman in September 2008 until February 2009. Beside, this bandeng stocking indirectly have been able to improve
waters quality of Ir. H. Djuanda Reservoir. Therefore, the effort of increasing impact of bandeng stocking improved
waters quality and improvement of fisherman prosperity, thus require to be continued of bandeng stocking and
reinforcement institute of local fisherman.
KEYWORDS:
bandeng (Chanos chanos), food habit, growth, recaptured, Ir. H. Djuanda Reservoir
PENDAHULUAN
Waduk Ir. H. Djuanda terletak di Kabupaten
Purwakarta, Provinsi Jawa Barat dan selesai dibangun
tahun 1967. Waduk ini mempunyai luas genangan
maksimum 8.300 ha dengan kedalaman maksimum 95 m,
kedalaman rata-rata 36,4 m dan pengembangan garis pantai
5,96 (Tjahjo, 1986) atau panjang garis pantai 163 km dan
terletak pada ketinggian 111,5 m di atas permukaan laut.
Waduk ini merupakan waduk serbaguna dan mempunyai
fungsi utama untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air, irigasi,
lebih dari 15.000 unit dan jumlah yang diizinkan 2.100 unit
(berdasarkan atas Surat Keputusan Bupati Purwakarta
No.06/2000). Perkiraan limbah organik yang berasal dari
kegiatan budi daya di Waduk Ir. H. Djuanda mencapai
21.365,1 ton/tahun (Nastiti et al., 2001) dan meyebabkan
perairan tersebut telah mencapai eutrofik dan hipertrofik.
Dampaknya terhadap perairan, antara lain blooming algae
dan perairan dalam kondisi anoxia yang menghasilkan gas
beracun seperti NH3 dan H2S, sehingga sering terjadi
kematian massal (Tjahjo et al., 2008).
Waduk Ir. H. Djuanda mempunyai luas 8.300 ha dengan
kedalaman maksimum 97 m, dan luas daerah limnetiknya
berkisar antara 5.200-7.100 ha atau 63-86% dari luas total
(Kartamihardja, 2007). Perkembangan budi daya ikan
dalam keramba jaring apung di waduk ini telah berkembang
dengan pesat, bahkan telah melampaui daya dukung
perairan itu sendiri. Unsur hara (N dan P) yang dihasilkan
dari kegiatan budi daya ikan dalam keramba jaring apung di
waduk ini pada tahun 1996 ditaksir 36.531,3 ton untuk total
N dan 33.968,4 ton untuk total P (Nastiti et al., 2001).
Peningkatan unsur hara tersebut telah berdampak terhadap
peningkatan pertumbuhan fitoplankton yang tinggi dalam
waktu yang singkat (blooming). Daerah limnetik yang kaya
akan fitoplankton tersebut dihuni oleh sedikit jenis ikan
pemakan plankton.
Hasil penelitian aliran energi biomassa di daerah
limnetik oleh Kartamihardja (2007) menunjukan bahwa
untuk meningkatkan optimasi pemanfaatan plankton di
daerah limnetik, dapat dilakukan penebaran ikan pemakan
plankton 4,118 juta ekor pada tahun pertama dan 1,235 juta
ekor pada tahun berikutnya. Berdasarkan atas hasil
penelitian tersebut, ditindaklanjuti oleh pemerintah telah
melakukan penebaran ikan bandeng pada bulan Juli sampai
Agustus 2008 dengan jumlah total benih 2.116.000 ekor.
Penebaran ikan bandeng tersebut dilaksanakan 28 kali
selama tanggal 2 Juli sampai 20 Agustus 2008 dengan
ukuran panjang total 2,8-8,5 cm atau bobot 0,1-5,1 g.
Tujuan penebaran ikan bandeng ini untuk
memanfaatkan kelimpahan plankton yang tinggi,
peningkatan hasil tangkapan nelayan, dan secara tidak
langsung mampu memperbaiki kualitas perairan Waduk Ir.
H. Djuanda. Dalam kaitan tersebut, tujuan penelitian ini
adalah untuk mengevaluasi keberhasilan penebaran ikan
bandeng di Waduk Ir. H. Djuanda, Purwakarta, Jawa Barat.
BAHAN DAN METODE
Metode Pengumpulan Data
Pelaksanaan penelitian dilakukan di Waduk Ir. H.
Djuanda (Kabupaten Purwakarta). Pengumpulan data
tangkapan ikan dilakukan dengan menggunakan metode
survei (stratified sampling method) (Nielsen & Johnson,
1985). Pengumpulan data tersebut di lapangan
Ii =
Vi O i
100 ........................................... (1
Vi O i
di mana:
Vi
Oi
L t = L 1 e
di mana:
Lt
L
K
(t1-t0)
Ikan
=
=
=
=
K(t t )
1 0
....................................... (2
bandeng
Evaluasi Keberhasilan Penebaran Ikan Bandeng (Chanos chanos) di Waduk Ir. H. Djuanda (Tjahjo, D.W.H., et al.)
Gambar 1.
Figure 1.
H. Djuanda.
Hasil penangkapan ikan bandeng oleh nelayan tertingi
pada bulan September 2008, dengan rata-rata hasil
tangkapan nelayan berkisar 100-150 kg/orang/hari dan
ukuran ikan berkisar antara 200-250 g/ekor. Ukuran mata
jaring insang yang digunakan nelayan pun cepat berubah,
rata-rata setiap dua minggu sekali mata jaringnya dinaikan
Gambar 2.
Figure 2.
0,25 inci dari 2-2,5 inci. Pada bulan Oktober 2008 hasil
tangkapan ikan bandeng mulai menurun, dan bulan Pebuari
2009 ikan bandeng sudah jarang tertangkap. Hal tersebut
disebabkan ikan bandeng ini bersifat bergerombol dalam
jumlah yang besar, dan intensif penangkapan oleh nelayan.
Karakteristik ikan bandeng tersebut sangat baik untuk
digunakan sebagai jenis ikan stoking dalam rangka
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan.
Pertumbuhan
Komposisi ukuran panjang hasil tangkapan ikan
bandeng pada pengamatan bulan September, Oktober,
Nopember, dan Desember 2008, serta bulan Januari 2009
tertera dalam Tabel 1. Pada bulan September 2008 ikan
bandeng yang tertangkap 61 ekor dengan rata-rata panjang
total 23,7 cm (14,7-31,0 cm) dan rata-rata bobot 134 g (25280 g). Pada bulan Oktober 2008 ikan bandeng yang
tertangkap 35 ekor dengan rata-rata panjang totalnya 27,3
cm (20,7-32,5 cm) dan rata-rata bobotnya 179 g (67-342 g).
Pada bulan Nopember 2008 ikan yang tertangkap 38 ekor
dengan rata-rata panjangnya 26,9 cm (20,0-34,5 cm) dan
rata-rata bobotnya 158 g (66-347 g). Bulan Desember 2008
Evaluasi Keberhasilan Penebaran Ikan Bandeng (Chanos chanos) di Waduk Ir. H. Djuanda (Tjahjo, D.W.H., et al.)
Jumlah dan ukuran (panjang total dan bobot) benih ikan bandeng yang ditebar dan ditangkap menurut
waktu pengamatan
Number and size (total length and weight) of seed for stocking and bandeng recaptured during
observation
Peubah/Variables
Jumlah (individu)
Panjang (cm)
Rata-rata
Minimum
Maksimum
Bobot (g)
Rata-rata
Minimum
Maksimum
Regresi panjang dan
bobot
a
b
R2
Oktober
35
Nopember
38
Desember
54
Januari
17
5,8
3,2
7,8
4,7
2,8
8,5
23,7
14,7
31
27,3
20,7
32,5
26,9
20,0
34,5
27,5
23,0
31,5
31,5
27,6
38,5
1,3
0,3
3,3
0,8
0,1
5,1
134
25
280
179
67
342
158
66
347
159
95
230
220
143
375
0,0033
3,32
0,99
0,0015
3,52
0,97
0,0079
2,99
0,96
0,0244
2,65
0,61
0,007
3,00
0,93
L=45
cm
K=3,381
Gambar 3.
Figure 3.
4.5
4.0
O2 (mg/L)
3.5
3.0
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
JUL
Gambar 4.
Figure 4.
AGU
SEP
OKT
NOV
DES
JAN
Kandungan rata-rata oksigen terlarut di Waduk Ir. H. Djuanda pada periode bulan Juli 2008 sampai
Januari 2009.
Concentration mean of dissolved oxygen in period of July 2008 until Januari 2009 at Ir. H. Djuanda
Reservoir.
Sumber/Sources: Tjahjo et al. (2009)
KOMPOSISI PAKAN
100%
80%
60%
40%
20%
0%
SEP
Fitopl.
Gambar 5.
Figure 5.
OKT
Zoopl.
NOV
Makrofita
DES
JAN
Detritus
Evaluasi Keberhasilan Penebaran Ikan Bandeng (Chanos chanos) di Waduk Ir. H. Djuanda (Tjahjo, D.W.H., et al.)
Kesimpulan
1. Penebaran ikan bandeng di Waduk Ir. H. Djuanda
menunjukan tingkat keberhasilan yang cukup tinggi.
Hal tersebut terbukti bahwa ikan ini dengan mudah
dapat ditangkap kembali, mempunyai kemampuan yang
tinggi dalam pemanfaatkan kelimpahan plankton dan
laju pertumbuhannya sangat cepat.
2. Dampak penebaran ikan ini dapat mencegah terjadinya
blooming plankton dan secara tidak langsung mampu
memperbaiki kualitas perairan Waduk Ir. H. Djuanda.
3. Langkah selanjutnya, dalam upaya peningkatan dampak
penebaran ikan bandeng untuk memperbaiki kualitas
perairan dan peningkatan kesejahteraan nelayan, maka
perlu dilanjutkan penelitian strategi penebaran ikan
bandeng dan penguatan kelembagaan nelayan yang ada.
Saran
1. Kelembagaan nelayan belum terlalu siap mendukung
program ini, sehingga pencatatan hasil tangkapan ikan
bandeng sangat minim. Selanjutnya kelembagaan
tersebut setelah ada dan berfungsi, perlu program
penebaran secara swadaya oleh nelayan.
2. Ikan bandeng ini terlalu mudah untuk ditangkap
kembali dan pertumbuhannya sangat cepat, sehingga
perlu disusun kembali strategi penebaran ikan ini agar
manfaatnya dapat dirasakan oleh nelayan sepanjang
tahun.
PERSANTUNAN
Tulisan ini merupakan kontribusi dari kegiatan hasil
riset biolimnologi dan hidrologi waduk kaskade Sungai
Citarum, Jawa Barat, T. A. 2008-2009, di Balai Riset
Pemulihan Sumber Daya Ikan-Jatiluhur, Purwakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2009. Chanos chanos, Cultured Aquatic
Species
Information
Programme.
http://fao.org/fishery/culturedspecies/Chanos_chanos/en
. Tanggal 25 Juli 2009.
Beberapa Parameter Populasi Ikan .. Waduk Cirata, Jawa Barat (Putri, M.R.A & D.W.H. Tjahjo)
ABSTRAK
Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) saat ini merupakan ikan konsumsi yang telah banyak dibudidayakan
karena proses produksinya yang cukup singkat dan tahan terhadap serangan penyakit. Penelitian ini dilakukan untuk
menduga hubungan panjang dan bobot, parameter pertumbuhan, mortalitas, dan upaya penangkapan ikan bawal air tawar.
Penelitian ini dilakukan di Waduk Cirata Jawa Barat pada tahun 2008 dan 2009. Hubungan panjang dan bobot ikan bawal
air tawar digambarkan dalam persamaan W=0,0365L2,7788 dengan faktor kondisi 1,07. Pendugaan parameter pertumbuhan
yang diperoleh adalah L=29,40 cm, K=0,19 per tahun, dan t0=0,89 tahun. Nilai Z=0,82 per tahun, M=0,61 per tahun,
F=0,20 per tahun, dan E=0,25, karena E<Eopt maka diduga belum terjadi lebih tangkap.
KATA KUNCI:
ABSTRACT:
Present, bawal freshwater (Colossoma macropomum) was a consumption fish that have been cultivated because the
short production process and was very resistant to diseases. This study was carried out for estimating length weight
relationship, growth parameter, mortality, and catching effort of bawal freshwater. This research was carried out at
Cirata Reservoir, West Java on 2008 and 2009. The length weight relationship was described by the equation
W=0.0365L2.7788 with condition factor 1.07. Estimating of growth parameters which obtained were L=29.40 cm, K=0.19
per year, and t0=0.89 year. The value of Z=0.82 per year, M=0.61 per year, F=0.20 per year and E=0.25. Because
E<Eopt, then estimated, that the fish population has not over exploited.
KEYWORDS:
PENDAHULUAN
Ikan bawal air tawar bukan ikan asli Indonesia tetapi
merupakan ikan asli yang berasal dari Brazil, Amerika
Selatan. Ikan ini didatangkan ke Indonesia dari Taiwan
pada tahun 1986. Awalnya ikan ini didatangkan sebagai
ikan hias yang dipelihara di akuarium ataupun kolamkolam. Akan tetapi karena memiliki laju pertumbuhan yang
sangat cepat dan dapat mencapai ukuran besar, ikan ini
menjadi kurang pantas untuk dipajang (Anonimus, 2009).
Oleh karena itu, ikan ini kemudian lebih populer menjadi
ikan konsumsi dikarenakan rasa dagingnya enak dan gurih.
Ikan ini pun mulai banyak dibudidayakan karena proses
produksinya yang cukup singkat dan termasuk jenis ikan
yang tahan terhadap serangan penyakit. Menurut Hakim
(2009), saat ini harga ikan bawal air tawar mencapai
Rp.16.000/kg. Jika dibandingkan dengan harga jual ikan
patin (Pangasius spp.) (Rp.6.000/kg) dan lele (Clarias sp.)
(Rp. 9.000/kg) maka ikan bawal air tawar dapat dikatakan
sebagai ikan ekonomis tinggi.
Keberadaan ikan bawal air tawar di Waduk Cirata tidak
sengaja ditebar dan merupakan ikutan dari dari penebaran
Gambar 1.
Figure 1.
b
W = aL ..................................................................... (1
di mana:
W
= bobot ikan (g)
L
= panjang ikan (mm)
a dan b = konstanta
Rumus umum tersebut bila ditranformasikan ke dalam
logaritma, maka akan mendapatkan persamaan Log W=log
a+b log L, yaitu persamaan linier atau persamaan garis
lurus. Harga konstanta b adalah nilai pangkat yang cocok
dari panjang ikan agar sesuai dengan bobot ikan (Effendie,
1997). Nilai konstanta b kemudian diuji ketepatannya
terhadap b3 menggunakan uji t.
Faktor kondisi dihitung menggunakan rata-rata panjang
total dan bobot ikan bawal air tawar. Persamaan rumus
perhitungannya seperti berikut (Effendie, 1997):
K=
W
................................................................... (2
b
aL
di mana:
K
=
W
=
L
=
a dan b =
di mana:
M = mortalitas alami
L = panjang asimtotik
K = percepatan pertumbuhan
T = suhu rata-rata perairan
Mortalitas
penangkapan
(F)
didapatkan
dari
pengurangan total mortalitas terhadap mortalitas alami, dan
upaya penangkapan (E) didapatkan dari pembagian
mortalitas penangkapan dengan total mortaliltas (Gayanilo
et al., 2005). Rasio penangkapan akan mencapai optimal
jika E=0,50, yang artinya hasil tangkapan terhadap suatu
populasi atau suatu stok ikan akan mencapai tangkapan
yang lestari (maximum sustainable yield) jika mortalitas
penangkapan sebesar mortalitas alami (F=M) (Gulland,
1971 dalam Wouthuyzen et al., 1984).
HASIL DAN BAHASAN
faktor kondisi
bobot rata-rata ikan yang sebenarnya (g)
panjang total rata-rata ikan (cm)
konstanta
Beberapa Parameter Populasi Ikan .. Waduk Cirata, Jawa Barat (Putri, M.R.A & D.W.H. Tjahjo)
Gambar 2.
Figure 2.
Berdasarkan
atas
perhitungan tersebut
dapat
diindikasikan bahwa ikan bawal air tawar di Waduk Cirata
mempunyai pola pertumbuhan alometrik negatif dengan b
lebih kecil dari 3 (b=2,73) yang menunjukan pertumbuhan
bobot dari ikan ini tidak secepat pertambahan panjangnya
(Gambar 3). Pola pertumbuhan ikan bawal air tawar di
Waduk Cirata juga sama dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Villacorta-Correa & Saint-Paul (1999) yang
memiliki pola pertumbuhan alometrik dengan b=2,904.
Berat (gram)
400
2.7323
350
2,7323
yW=0,0407L
= 0.0407x
300
RR2=0,8536
= 0.8536
250
200
150
100
50
0
0
10
15
20
25
30
Gambar 3.
Figure 3.
(a)
1.15
1.1
1.05
1
0.95
0.9
Agustus
Juni
April
Desember
Oktober
Agustus
Juni
April
0.85
(b)
Gambar 4.
Figure 4.
Perbandingan fluktuasi nilai rata-rata faktor kondisi ikan bawal air tawar (a) Amazon, Brazil (VillacortaCorea & Saint Paul, 1999) dan (b) Waduk Cirata.
Comparison of fluctuations in average condition factor of fish, bawal freshwater (a) Amazon, Brazil
(Villacorta-Corea & Saint Paul, 1999) and (b) Reservoir Cirata.
Beberapa Parameter Populasi Ikan .. Waduk Cirata, Jawa Barat (Putri, M.R.A & D.W.H. Tjahjo)
Tabel 1.
Table 1.
Panjang asimtotik (L) beberapa penelitian dari ikan bawal air tawar
Asymptotic length (L), several studies of bawal freshwater
Penulis/Author
Petrere (1983)
Isaac & Ruffino (1996) dalam Penna et al. (2005)
Villacorta-Correa & Saint Paul (1999)-otolith
Costa (1998) dalam Penna et al. (2005)
Penna et al. (2005)-otholith
Penna et al. (2005)-scales
Gambar 5.
Figure 5.
Lokasi/Location
Brazil
Brazil
Brazil
Brazil
Brazil
L (cm)
107,3
119,85
92,316
107,4
100,39
85,125
k (tahun/year)
0,23
0,23
0,16
0,156
0,137
0,225
Grafik Von Bertalanffy Growth Function dari ikan bawal air tawar.
Graph Von Bertalanffy Growth Function of bawal freshwater.
KESIMPULAN
2010.
Colossoma
macropomum
(Cuvier,
1816).
http://fishbase.org/Summary/speciesSummary.php?ID=
263&genusname=Colossoma&speciesname=macropom
um&lang=English Download 12 Maret 2010.
Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka
Utama.Yogyakarta.
Produktivitas Primer Fitoplankton di Situ Panjalu, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat (Warsa, A. & K. Purnomo)
ABSTRAK
Situ Panjalu merupakan badan air yang secara administratif terdapat di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat dengan luas 45
ha. Produktivitas primer adalah laju produksi karbon organik per satuan waktu pada suatu ekosistem akuatik yang
merupakan hasil penangkapan energi matahari oleh tumbuhan hijau untuk diubah menjadi energi kimia melalui
fotosintesis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui produktivitas primer fitoplankton di Situ Panjalu. Penelitian
di lakukan pada bulan Agustus 2010. Pengukuran produktivitas primer fitoplankton horisontal dilakukan pada tiga stasiun
penelitian yaitu Kampung Duku, Banjar Waru, dan Simpar sedangkan secara vertikal pada kedalaman 0,5 m (permukaan)
dan 2 m dengan metode botol gelap dan terang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Situ Panjalu merupakan perairan
yang subur (eutrofik dan hipertrofik) dengan nilai produktivitas primer kotor, bersih, dan respirasi masing-masing
berkisar antara 47,1-207,8; 2,2-193,8; dan 9,4-173,3 mgC/m3/jam. Kelimpahan individu fitoplankton berkisar 1.006437.610 ind./L dengan genera yang banyak ditemukan adalah genera Closterium dari kelas Chlorophyceae, genera
Oscillatoria dari kelas Cyanophycea, dan genera Peridinium dari kelas Dinophyceae.
KATA KUNCI:
ABSTRACT:
The primary productivity of phytoplankton at Panjalu Pond, Ciamis Regency, West Java Province.
By: Andri Warsa and Kunto purnomo
Panjalu Pond located at Ciamis Regency, West Java Province with area is 45 ha. Primary productivity represents the
synthesis of organic matter of aquatic system. The aim of this research to know primary productivity of phytoplankton at
Panjalu Pond. This research was done in August 2010 at 3 stations include Kampung Duku, Banjar Waru, and Simpar.
Sampling site was at 2 in depth that were surface (0.5 m) and 2 m. Sampling method was done with dark light bottle
method. Result of the research showed that Panjalu Pond was eutrophic and hypereutrophic level with gross primary
productivity, net primary productivity, and respiration respectively range from 47.1-207.8; 2.2-193.8; and 9.4-173.3
mgC/m3/h. Abundance of phytoplankton range from 1,006-437,610 ind./L with dominant genera Closterium from class
Chlorophyceae, genera Oscillatoria from class Cyanophycea, and genera Peridinium from class Dinophyceae.
KEYWORDS:
PENDAHULUAN
Produktivitas primer adalah laju produksi karbon
organik per satuan waktu pada suatu ekosistem akuatik
yang merupakan hasil penangkapan energi matahari oleh
tumbuhan hijau untuk diubah menjadi energi kimia melalui
fotosintesis (Jorgensen, 1980; Odum, 1995). Proses tersebut
tergantung pada faktor biotik dan abiotik misalnya cahaya,
subtrat anorganik (CO2 dan H2S), serta nutrien anorganik
(N, P, dan Si) (Noges & Kangro, 2005). Produktivitas
primer, biomassa fitoplankton dan kandungan klorofil-a
merupakan tiga komponen yang dapat menjelaskan
karakteristik fitoplankton di perairan lentik (Hasan, 2008).
Situ Panjalu merupakan badan air yang secara
administratif terdapat di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Situ ini memiliki luas 45 ha yang merupakan sumber mata
pencaharian bagi penduduk sekitar yang berprofesi sebagai
nelayan. Badan air tersebut memiliki keragaman jenis ikan
yang tinggi dengan jenis-jenis ikan antara lain ikan
beunteur (Puntius binotatus), oskar (Amphilopus
Gambar 1.
Figure 1.
Tabel 1.
Tabel 1.
Lokasi penelitian.
Research locations.
Lokasi/
Locations
Kampung Dukuh
Banjar Waru
Simpar
Posisi geografi/
Geography positions
S=070731,68
E=1081619,98
S=070742,30
E=1081625,92
S=070742,96
E=108166,30
Cara Kerja
1
Salah satu alternatif yang digunakan untuk menghitung
produktivitas primer perairan adalah dengan menghitung
besarnya perubahan oksigen dalam suatu medium, karena
oksigen merupakan zat yang dilepaskan dalam proses
fotosintesis dan digunakan untuk penguraian hasil
fotosintesis dalam respirasi (Pitoyo & Wiryanto, 2002).
Pengukuran produktivitas primer dilakukan dengan
menggunakan metode oksigen (botol gelap dan terang atau
dark and light bottle). Contoh air diambil pada kedalaman
0,5 dan 2 m dengan menggunakan kemmerer water sampler
bervolume 5 L. Air contoh yang diperoleh kemudian
dimasukan ke dalam botol gelap dan terang dan diinkubasi
selama 4 jam sesuai dengan kedalaman pengambilan contoh
yaitu 0,5 dan 2 m. Perhitungan produktivitas primer
fitoplankton berdasarkan atas botol gelap dan terang (dark
and light bottles) menggunakan rumus dari Wetzel &
Likens (2000), sebagai berikut:
(BT BG)
t
0,375 x 1.000
PQ
...................................... (1
=
=
=
=
=
=
t
=
0,375 =
PQ =
RQ =
............................ (3
Produktivitas Primer Fitoplankton di Situ Panjalu, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat (Warsa, A. & K. Purnomo)
1.
2.
1.
2.
3.
4.
5.
Satuan/Unit
cm
o
C
Ca=11,85(OD664)-1,54(OD647)-0,08 (OD630)
Klorofil-a (mg chlorofil-a/m3)=
di mana:
Ca
Volume ekstrak
Volume contoh
d
OD664 ,OD647, OD630
Secchi disk
Termometer
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
.... (4
= konsentrasi
klorofil-a
dalam ekstrak (mg/L)
= volume contoh setelah
dilarutkan dalam aseton
(L)
= volume air yang disaring
(m3)
= diameter atau celah kuvet
yang digunakan (1 cm)
= absorban yang diperiksa
(celah cahaya 1 cm) pada
setiap
panjang
gelombang (664, 647,
dan 630 nm) setelah
dikurangi
dengan
absorban pada panjang
gelombang 750 nm.
Metode/Methods
............................................ (8
Nilai trophic state index yang dihitung berdasarkan atas
parameter kecerahan dan klorofil-a kemudian dibandingkan
dengan kategori status kesuburan perairan berdasarkan atas
Carlson (1977) (Gambar 2).
Gambar 2.
Figure 2.
Klorofil-a/Chlorophyll-a (mg/m3)
<2,5
2,5-8
8-25
>25
Kecerahan/Transparency (m)
>6
6-3
3-1,5
<1,5
Produktivitas Primer Fitoplankton di Situ Panjalu, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat (Warsa, A. & K. Purnomo)
Suadi, 2006). Kecerahan di Situ Panjalu berkisar antara 8090 cm. Menurut Siagian (2004) mengatakan bahwa
kecerahan yang produktif berkisar 20-60 cm di mana proses
fotosintesis dapat berlangsung dengan baik.
Kandungan klorofil-a di Situ Panjalu berkisar 47,7-87,3
mg/m3 dengan rata-rata 71,367 mg/m3 dan tertinggi terdapat
di Stasiun Simpar. Hal ini diduga karena memiliki
kelimpahan fitoplankton di Stasiun Simpar juga lebih tinggi
dibandingkan dengan lokasi lainnya. Beberapa genera
fitoplankton yang terdapat di Situ Panjalu (Tabel 6) yaitu
Microcystis dan Oscilatoria mempuyai kandungan klorofila masing-masing 1,12 dan 0,84% dari bobot keringnya
(Reynold, 1984) atau untuk Mycrocystis dan Anabaena
masing-masing memiliki konsentrasi klorofil-a 32 dan 45
pg/sel (Reynold, 2006).
Tabel 4.
Table 4.
Stasiun/
Stations
Simpar
Banjar Waru
Kampung Dukuh
Kedalaman/
Depth
(m)
0
2
0
2
0
2
Suhu air/
Water temperature
(C)
28,6
27,5
27,4
27,1
28,8
27,5
Kecerahan/
Transparency
(cm)
90
80
80
pH/
pH
7,0
7,0
7,0
7,0
7,5
7,0
Nitrit/
Nitrite
(mg/L)
0,011
0,013
0,015
0,013
0,010
0,011
Nitrat/
Nitrate
(mg/L)
0,340
0,092
0,086
0,083
0,074
0,063
Amonium/
Ammonium
(mg/L)
0,331
0,366
0,289
0,254
0,388
0,303
Ortofosfat
Orthophosphate
(mg/L)
0,023
0,030
0,018
0,025
0,018
0,017
Klorofil-a/
Chlorophyl-a
(mg/m3)
83,9
79,7
87,5
47,7
70,7
58,7
Produktivitas Primer Fitoplankton di Situ Panjalu, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat (Warsa, A. & K. Purnomo)
Kelas/Genus/
Class/Genus
Clorophyceae
Ankistrodesmus
Aphanocapsa
Arthrodesmus
Chlorella
Chrococcus
Chodatella
Coelastrum
Closterium
Cosmarium
Crucigenia
Dictyosphaerium
Pandorina
Pediastrum
Radiococcus
Raphidiosis
Scenedesmus
Staurastrum
Tetraedron
Ulothrix
Xanthidium
Cyanophyceae
Lyngbya
Microcystis
Oscilatoria
Bacillariophyceae
Asterionella
Cyclotella
Navicula
Nitzschia
Pinnularia
Synedra
Surirella
Dinophyceae
Ceratium
Peridinium
Euglenophyceae
Phacus
Trachelomonas
Jumlah Total
Jumlah Genera
1.006
2.012
10.060
3.018
Simpar
%
2m
67,4
462.760
1.006
0,1
2.012
0,3
1,4
12.072
0,4
8.048
418.496
24.144
4.024
1.006
2.012
2.012
56,5
3,3
0,5
0,1
0,3
0,3
3.018
25.150
0,4
3,4
3.018
0m
498.976
%
68,6
0,1
0,3
0m
342.040
2.012
Dukuh
%
2m
65,6
338.016
1.006
0,4
1,8
1,2
20.120
1.006
3,9
0,2
269.608
11.066
1.006
1.006
379.262
21.126
0,1
56,2
3,1
3.018
0,4
0,4
2.012
28.168
1.006
4.024
0,3
4,2
0,1
0,6
182.086
24,6
156.936
23,2
24.144
157.942
4.024
3,3
21,3
0,5
13.078
143.858
2.012
1,9
21,3
0,3
2.012
0,3
2.012
1.006
1.006
54.324
0,1
0,1
7,3
54.324
1.006
7,3
0,1
1.006
740.416
24
0,1
52.312
1.006
51.306
1.006
1.006
675.026
22
Banjar Waru
%
2M
65,8
164.984
%
66,9
0,2
0m
269.608
12.072
2,4
11.066
11.066
2,7
2,7
5.030
1,9
51,7
2,1
0,2
279.668
14.084
5.030
55,4
2,8
1,0
223.332
6.036
54,5
1,5
146.876
1.006
1.006
55,5
0,4
0,4
1.006
1.006
1.006
4.024
28.168
1.006
1.006
0,2
0,2
0,2
0,8
5,4
0,2
0,2
1.006
0,2
1.006
0,2
1.006
4.024
18.108
0,2
0,8
3,6
1.006
14.084
1.006
0,2
3,4
0,2
1.006
10.060
0,4
3,8
2.012
119.714
1.006
4.024
114.684
1.006
23,0
0,2
0,8
22,0
0,2
115.690
0,4
0,0
22,9
1.006
103.618
0,2
25,3
75.450
28,5
14.084
101.606
2.012
1.006
1.006
2,8
20,1
0,4
0,2
0,2
5.030
98.588
3.018
1,2
24,1
0,7
10.060
65.390
2.012
3,8
24,7
0,8
1.006
0,2
2.012
0,5
1.006
1.006
0,4
0,4
0,3
7,7
0,1
7,6
0,1
0,1
57.342
11,0
57.342
1.006
11,0
0,2
1.006
521.108
23
0,2
48.288
1.006
47.282
1.006
9,6
0,2
9,4
0,2
1.006
505.012
21
0,2
%
62,4
1.006
0,2
33.198
8,1
22.132
8,4
33.198
8,1
22.132
8,4
409.442
17
264.578
14
Stasiun/
Stations
Kampung Dukuh
Banjar Waru
Simpar
Kedalaman/
Depth (m)
0,5
2,0
2,0
0,5
0,5
2,0
118,1
47,1
91,4
78,3
107,8
207,8
Produktivitas primer
bersih/
Net primary productivity
(mgC/m3/jam)
85,3
2,20
50,6
-95
100,0
193,8
Respirasi/
Respiration
(mgC/m3/jam)
39,7
59,1
49,9
173,3
9,40
16,9
Produktivitas Primer Fitoplankton di Situ Panjalu, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat (Warsa, A. & K. Purnomo)
PERSANTUNAN
Tulisan ini merupakan kontribusi dari kegiatan hasil
riset perikanan berbasis budi daya (culture base fisheries)
di Situ Panjalu, Kabupaten Ciamis-Jawa Barat dan Waduk
Malahayu, Kabupaten Brebes-Jawa Tengah, T. A. 2010, di
Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan-Jatiluhur,
Purwakarta.
DAFTAR PUSTAKA
American Public Health Association. 2005. Standard
Methods for the Examination of Water and Waste Water
Including Bottom Sediment and Sludges. 21st Edited.
Eaton, A. D., L. S. Clesceri, E. W. Rice, & A. E.
Greenberg. Amer. Publ. Health Association Inc. New
York. 1,296 pp.
Basmi, H. J. 2000. Planktonologi: Terminologi dan
Adaptasi. Fakultas Perikanan dan ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 55 pp.
Bentuk Pertumbuhan Karang Daerah ..... Pulau Pamegaran, Teluk Jakarta (Panggabean, A.S. & B. Setiadji)
ABSTRAK
Lingkungan perairan dapat membedakan bentuk pertumbuhan karang. Untuk mengetahui bentuk pertumbuhan karang
pada dua lingkungan perairan karang yang berbeda di perairan sekitar Pulau Pamegaran Teluk Jakarta menggunakan
metode life form transek (line intercept transec). Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Juli 2005. Hasil
pengamatan menunjukan bahwa genus karang yang mendominansi adalah Acropora, Porites, dan Montipora dengan
bentuk pertumbuhan karang bercabang dan karang batu atau masif. Adaptasi bentuk pertumbuhan karang yang dominan
pada daerah tertutup (leeward) yaitu bercabang dan genus dominan Acropora. Pada daerah terbuka (windward) bentuk
pertumbuhan karang yang dominan yaitu karang batu dari genus Porites. Kondisi substrat di sekitar perairan terbuka di
bagian utara Pulau Pamegaran terdiri atas pasir (medium sand) dan di perairan tertutup bagian timur kerikil (pebble) dan
pecahan karang mati (rubble).
KATA KUNCI:
ABSTRACT:
The bend of coral shape in leeward and winward areas at Pamegaran Island, Jakarta Bay. By:
Anthony Sisco Panggabean and Bram Setiadji
Marine envinronment can make the bend of coral shape were different in the certain areas. Line intercept transec
was used to study live coral cover in the waters around of Pamegaran Island, Jakarta Bay. The research was done in
May until July 2005. The results showed that Acropora, Porites, and Montipora were dominat with the bend of coral
shape branching and massive. Adaptation of the bend of coral shape in leeward was branching with the dominat genera
Acropora. Meanwhile, in the windward area the dominat genera was Porites with bend of coral shape massive. Substrat
condition in leeward ares at Pamegaran Island wre dominated by medium sand and the winward areas were dominated
by pebble and rubble
KEYWORDS:
PENDAHULUAN
Perairan karang mempunyai produktivitas dan
keragaman jenis yang tinggi dan berfungsi sebagai feeding
ground (daerah mencari makan), spawning ground (daerah
untuk berkembang biak), dan nursery ground (daerah
asuhan) serta sebagai shelter (tempat berlindung) bagi
beberapa jenis ikan (Nybakken, 1993). Ekosistem terumbu
karang sangat rapuh dan peka, sedikit terjadi perubahan
pada lingkungan akan mempengaruhi kondisinya.
Walaupun demikian karang memiliki daya pemulihan yang
sangat baik. Faktor lingkungan perairan secara langsung
akan mempengaruhi kondisi dan bentuk pertumbuhan
karang serta simbiosa antara ikan karang dengan karang.
Terumbu karang di perairan Kepulauan Seribu
mempunyai
produktivitas
yang
tinggi
sehingga
keanekaragaman dan kelimpahan jenis ikan karang juga
tinggi dan dengan pertambahan penduduk yang cepat serta
kemajuan teknologi mempercepat eksploitasi dan
pemanfaatan ekosistem terumbu karang (Kementerian
Lingkungan Hidup, 1990). Meningkatnya pemanfaatan
sumber daya ekosistem terumbu karang, maka
permasalahan yang timbul adalah seringkali terjadi aktivitas
manusia (anthropogenic causes) dan alam (natural causas)
Bentuk Pertumbuhan Karang Daerah ..... Pulau Pamegaran, Teluk Jakarta (Panggabean, A.S. & B. Setiadji)
524
10640
10625
10640
10625
540
Gambar 1.
Figure 1.
Lokasi penelitian.
Research location.
Keterangan/Remarks: U = daerah bagian utara atau perairan karang yang
tertutup (leeward); T = daerah bagian timur atau
perairan karang yang terbuka (winward)
Bentuk Pertumbuhan Karang Daerah ..... Pulau Pamegaran, Teluk Jakarta (Panggabean, A.S. & B. Setiadji)
Gambar 2.
Figure 2.
Gambar 3.
Figure 3.
Gambar 4.
Figure 4.
gerakan gelombang
ACB
Pb
Rb
5m
Gr
CM
Cs
Ms
Es
S
L
Gambar 5.
Figure 5.
Pb: pebble (kerikil); Rb: rubble (pecahan karang); Gr: granule (butiran); Cs: coarse sand (pasir
kasar); ACB: Acropora branching; Ms: medium sand (pasir); Fs: fine sand (pasir halus); S: silt
(lanau); CM: coral massive
Bentuk Pertumbuhan Karang Daerah ..... Pulau Pamegaran, Teluk Jakarta (Panggabean, A.S. & B. Setiadji)
KESIMPULAN
1. Pada perairan tertutup di bagian utara Pulau Pamegaran
bentuk pertumbuhan karang yang dominan bercabang
atau branching genus Acropora dan di perairan terbuka
bagian timur Pulau Pamegaran bentuk pertumbuhan
karang yang dominan karang batu atau massive genus
Porites.
2. Bentuk pertumbuhan karang lainnya di sekitar perairan
Pulau Pamegaran adalah karang lunak yaitu genus
Xenia dan Nepthea.
3. Kondisi substrat di sekitar perairan terbuka di bagian
utara Pulau Pamegaran terdiri atas pasir (medium sand)
yang sangat dominan dan di perairan tertutup bagian
timur kerikil (pebble) dan pecahan karang mati (rubble)
sangat mendominansi.
PERSANTUNAN
Tulisan ini merupakan kontribusi dari kegiatan hasil
riset usaha perikanan teripang melalui pengkayaan stok
(stock enchancement) di Kepulauan Seribu, T. A. 20042005, di Balai Riset Perikanan Laut-Muara Baru, Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Boarden, P. J. S. & R. Seed. 1985. An Introduction to
Coastal Ecology Tertiary Level Biologi. Breackie Son
Ltd. Chapman and Hall. New York. 90-105.
Bengen, D. G. & P. Widnugraheni. 1995. Sebaran spatial
karang Scleractinia dan asosiasinya dengan karakteristik
habitat di Pantai Blebu dan Pulau Sekapal, Lampung
Selatan. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan
Terumbu Karang. 81-95.
Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu. 2000. Laporan
inventarisasi terumbu karang dan ikan hias di wilayah
perairan Pulau Putri Timur, Putri Barat, Putri Gundul,
Beberapa Aspek Biologi Ikan ..... Perairan Tegal dan Sekitarnya (Kembaren, D.D. & T. Ernawati)
ABSTRAK
Ikan kuniran (Upeneus sulphureus) merupakan salah satu ikan demersal dari famili Mullidae banyak tertangkap di
perairan Laut Jawa. Penelitian ini tentang beberapa aspek biologi ikan kuniran di perairan Tegal dan sekitarnya dilakukan
pada bulan Maret, April, dan Agustus 2009. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji beberapa aspek biologi ikan kuniran,
seperti nisbah kelamin, sebaran frekuensi panjang, hubungan panjang dan bobot, tingkat kematangan gonad, panjang
pertama kali matang gonad (length at first maturity), dan faktor kondisi. Ikan yang diamati 358 ekor yang terdiri atas 170
jantan dan 188 betina. Perbandingan jumlah ikan jantan dan betina menunjukan rasio kelamin yang tidak seimbang.
Berdasarkan atas sebaran frekuensi panjang, ikan dengan panjang 9 cmFL mendominansi hasil tangkapan pada bulan
Maret dan April dan pada bulan Agustus didominansi ikan dengan panjang 11 cmFL. Pertumbuhan ikan kuniran pada
bulan Maret bersifat allometrik negatif, sedangkan pada bulan April dan Agustus bersifat isometrik. Analisis tingkat
kematangan gonad menunjukan bahwa pada bulan Agustus banyak ditemukan tingkat kematangan gonad I dan II dan
pada bulan Maret banyak ditemukan tingkat kematangan gonad III dan IV. Ikan kuniran diduga pertama kali matang
gonad pada ukuran panjang 9,87 cmFL. Faktor kondisi menunjukan tidak ada perbedaan antara bulan Maret, April, dan
Agustus.
KATA KUNCI:
ikan kuniran, rasio kelamin, sebaran frekuensi panjang, lenght at first maturity
ABSTRACT:
Some biological aspects of the silver goatfish (Upeneus sulphureus) in the Tegal and adjacent
waters. By: Duranta Diandria Kembaren and Tri Ernawati
The silver goatfish (Upeneus sulphureus) is demersal fish which caught excessively in the Java Sea and
taxonomically belong to the family Mullidae. Some biological aspects of the silver goatfish in Tegal and adjacent waters
were studied on March, April, and August in 2009. The objective of this research were to know some biological aspects,
i.e. sex ratio, length frequency distribution, length weight relationship, gonad maturity stage, length at first maturity, and
condition factor. A total of 358 fishes that consisted of 170 males and 188 females were examinated their biological
aspects. The composition of male and female showed an unequal sex ratio. According to the lenght frequency
distribution, the fishes of 9 cmFL were dominant on March and April, while on August was dominated by the fishes of 11
cmFL. The growth characteristic of the silver goatfish were allometric negative on March and isometric on April and
August. Gonad maturity stage level 1 and 2 were dominant on August and level 3 and 4 on March. Lenght at first
maturity (Lm) of silver goatfish were 9,87 cmFL. The condition factor showed that there is no difference on March, April,
and August.
KEYWORDS:
silver goatfish, sex ratio, lenght frequency distribution, lenght at first maturity
PENDAHULUAN
Ikan kuniran termasuk salah satu ikan demersal
ekonomis penting yang banyak tertangkap di perairan Laut
Jawa. Sejak tahun 2000-an ikan ini banyak dicari untuk
dijadikan fillet dan kemudian diolah menjadi makanan
ringan untuk diekspor. Negara tujuan utama dari makanan
ringan dengan bahan baku ikan kuniran ini adalah Malaysia
(Anonimus, 2010). Nilai produksi ikan kuniran baru tercatat
dalam Statistik Perikanan Tangkap Indonesia Tahun 2004
(Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2006).
Secara taksonomis, ikan ini termasuk famili Mullidae
dengan ciri khusus yaitu di bagian dagu memiliki sepasang
sungut yang panjang dan tidak bercabang, menyerupai
jenggot pada kambing sehingga dinamakan goatfish.
Sungut ini merupakan organ sensoris untuk membantu
mencari makanan. Ciri-ciri lainnya antara lain bentuk badan
W=a.Lb ........................................................................ (1
di mana:
W
= bobot tubuh ikan (g)
L
= panjang tubuh ikan (cm)
a dan b = konstanta
Untuk mengetahui nilai konstanta b sama dengan 3 atau
tidak maka dilakukan uji statistik (uji-t). Untuk
mendapatkan nilai faktor kondisi (K) berdasarkan atas
hubungan panjang dan bobot menggunakan persamaan
W=a.Lb, maka nilai faktor kondisi relatif (Kn) dihitung
dengan menggunakan rumus (Effendie, 1979):
Kn = W ....................................................................... (2
a.Lb
Harga b adalah harga pangkat yang cocok dengan
panjang ikan agar sesuai dengan bobot ikan. Nilai praktis
yang didapat dari perhitungan panjang dan bobot ini dapat
digunakan untuk menduga bobot dan panjang ikan atau
sebaliknya, serta kondisi ikan mengenai pertumbuhan
kemontokan dan perubahan dari lingkungan.
Penentuan tingkat kematangan gonad dilakukan
berdasarkan atas acuan Holden & Raitt (1974), yang terdiri
atas lima tingkatan (Tabel 1).
Keterangan/Remarks
Ovarium dan testes, panjang 1/3 rongga perut. Ovarium transparan dan kemerahmerahan. Telur tidak dapat dilihat dengan mata biasa.
Panjang ovarium sekitar 1/2 rongga perut. Ovarium transparan dan kemerahmerahan. Telur belum dapat dilihat dengan mata biasa.
Panjang ovarium dan testes sekitar 2/3 rongga perut. Warna ovarium pink-kuning
dan butiran telur sudah tampak.
Panjang ovarium 2/3 memenuhi rongga perut. Ovarium berwarna orange dengan
pembuluh darah sudah mulai kurang jelas. Transparan dan butiran telur terlihat
jelas.
Ovarium mengerut sampai panjang 1/2 rongga perut sebagai tanda pemijahan tetapi
ada butir-butir telur.
m=Xk+X/2-(Xpi) ................................................ (3
di mana:
m = log ukuran ikan saat pertama matang ovarium
Beberapa Aspek Biologi Ikan ..... Perairan Tegal dan Sekitarnya (Kembaren, D.D. & T. Ernawati)
Nisbah Kelamin
Sebaran Frekuensi Panjang
Ikan kuniran yang dihasilkan dari tiga kali pengamatan
terkumpul 525 ekor, terdiri atas 170 jantan dan 188 betina,
sedangkan sisanya tidak terindentifikasi jenis kelaminnya
(Tabel 2). Nisbah kelamin jantan dan betina adalah 1:1,1.
Berdasarkan atas uji X2 (chi-square) nisbah kelamin jantan
betina berada pada keadaan tidak seimbang. Di perairan
Tabel 2.
Table 2.
N (ekor)
Maret
April
Agustus
Jumlah
49
54
67
170
Betina/Female
Kisaran panjang/
Long range (cm)
8,5-11,5
7-11
7,7-15
N (ekor)
76
51
61
188
Kisaran panjang/
Long range (cm)
8,5-12
8,5-11,5
9-13,8
Frekuensi/Frequency (%)
Gambar 1.
Figure 1.
Betina/Female
Kombinasi/
Combination
W=0,0568 L2,5574
W=0,0095 L3,3113
W=0,0140 L3,0826
W=0,0514 L2,6026
W=0,0068 L3,4555
W=0,0236 L2,8715
W=0,0547 L2,576
W=0,0110 L3,2478
W=0,0176 L2,9915
(Kombinasi/
Combination)
95%
95%
95%
Sifat pertumbuhan/
Growth properties
Allometrik
Isometrik
Isometrik
Beberapa Aspek Biologi Ikan ..... Perairan Tegal dan Sekitarnya (Kembaren, D.D. & T. Ernawati)
Komposisi tingkat kematangan gonad ikan kuniran yang didaratkan di Tegal, tahun 2009
Gonad maturity stage composition of silver goatfish landed at Tegal, 2009
Maret
Jantan/
Male
N
32
11
6
0
49
%
65,31
22,45
12,24
0,00
100
April
Betina/
Female
N
16
14
31
15
76
Jantan/
Male
%
21,05
18,42
40,79
19,74
100
N
48
6
0
0
54
%
88,89
11,11
0,00
0,00
100
Betina/
Female
N
22
12
16
1
51
%
43,14
23,53
31,37
1,96
100
Agustus
Betina/
Female
%
N
%
86,57 38 62,30
13,43 22 36,07
0,00
1
1,64
0,00
0
0,00
100
61
100
Jantan/
Male
N
58
9
0
0
67
KESIMPULAN
Faktor Kondisi
Faktor kondisi ikan merupakan suatu nilai yang
mengatakan kemontokan ikan. Faktor kondisi ikan kuniran
pada penelitian ini sebagai berikut 1,005 (bulan Maret),
1,019 (bulan April), dan 1,009 (bulan Agustus). Hasil ini
menunjukan faktor kondisi pada bulan Maret, April, dan
Agustus tidak berbeda. Menurut Effendie (1979), faktor
kondisi ikan-ikan yang memiliki bentuk badan pipih
(compressed) berkisar antara 1-3. Faktor kondisi ikan
kuniran yang diperoleh penelitian ini tergolong rendah.
Rendahnya nilai faktor kondisi ini disebabkan oleh
http://www.trobos.com/show_article.php?rid=23&aid=1
017. Diunduh Tanggal 15 Juni 2010.
Badrudin. 1978. Stok ikan kuniran (Upeneus sulphureus) di
perairan Laut Jawa dan beberapa aspek biologinya.
Simposium Moderenisasi Perikanan Rakyat. Jakarta.
Tanggal 27-30 Juni 1978. 43 pp.
Beck, U. & A. Sudradjat. 1978. Variation in size and
composition of demersal trawl cathces from the north
coast of Java with estimated growth parameters for three
important food fish Species. Laporan Penelitian
Perikanan Laut. (4): 1-80.
Direktorat Jendral Perikanan Tangkap. 2006. Statistik
Perikanan Tangkap Indonesia 2004. Departemen
Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Effendie, M. I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan
Dewi Sri. Bogor.
Food and Agriculture Organization. 1974. Species
Identification Sheet for Fishery Purpose I-IV. Rome.
Fahmi & M. Adrim. 2002. Fauna ikan demersal di Teluk
Kwandang,
Kecamatan
Kwandang,
Kabupaten
Gorontalo, Sulawesi Utara. Perairan Sulawesi dan
Sekitarnya: Biologi, Lingkungan, dan Oseanografi.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 19-24.
Genisa, A. S. 2003. Struktur komunitas ikan dan
sebarannya di perairan Selat Sunda, Jawa Barat. Torani.
13 (3): 109-114.
Garces, L. R., I. Stobutzki, M. Alias, W. Campos, N.
Koongchai, L. Lachica-Alino, G. Mustafa, S. Nurhakim,
M. Srinath, & G. Silvestre. 2006. Spatial structure of
demersal fish assemblages in South and Southeast Asia
and implications for fisheries management. Journal
Fishres Elsevier. 143-157.
Holden, M. J. & D. F. S. Raitt. 1974. Manual of Fisheries
Science. Food and Agriculture Organization. Rome. Part
2. Methods of Resources Investigation and their
Application. 135 pp.
Herianti, I. & W. Subani. 1993. Perbandingan ukuran
pertama kali matang gonad beberapa jenis ikan
demersal di perairan utara Jawa. Jurnal Penelitian
Perikanan Laut. 78: 46-58.
Lampiran 1.
Appendix 1.
Midlength
Maturing
Fully
mature
(ri)
Prop.fully
mature
(pi)
0
0
0
1
6
4
1
1
2
0
0
0
5
19
11
6
2
3
#DIV/0!
0,000
0,000
0,417
0,731
0,786
0,750
0,667
1,000
4,350
Log Midlength
No.Sample
II
III
IV
(Xi)
(ni)
Immature
Immature
Maturing
0
1
9
12
26
14
8
3
3
0
1
7
5
3
0
0
0
0
0
0
2
2
4
3
2
1
0
0
0
0
4
13
7
5
1
1
8
0,9031
8,5
0,9294
9
0,9542
9,5
0,9777
10
1,0000
10,5
1,0212
11
1,0414
11,5
1,0607
12
1,0792
Total
Average
m = Xk+X/2-(Xpi)
m = 1,0792+(0,022/2)-(0,022*4,350)
m = 0,9945
Xi+1-Xi=X
qi=1-pi
(pi.qi)/(ni-1)
0,0263
0,0248
0,0235
0,0223
0,0212
0,0202
0,0193
0,0185
1,000
1,000
0,583
0,269
0,214
0,250
0,333
#DIV/0!
0
0,022096
0,00787
0,012951
0,026786
0,111111
0,181
0,022
m
Xk
X
Pi
Upper limit
Lowerlimit
1,0128
0,9762
Antilog (1,0128)
Antilog (0,9762)
10,30
9,39
Sebaran Longitudinal Fitoplankton di Sungai Maro, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua (Astuti, L.P. & Y. Sugianti)
ABSTRAK
Sungai Maro merupakan salah satu sungai besar di Kabupaten Merauke, berfungsi sebagai habitat ikan hias yang
bernilai ekonomis penting yaitu ikan arwana (Scleropages jardinii) dan kakap batu (Datnioide aquadraticus). Wilayah
sekitar sungai merupakan rawa-rawa yang merupakan habitat ikan arwana terutama di wilayah tengah sampai hulu
sungai. Fitoplankton merupakan produser dan pakan alami beberapa jenis ikan di Sungai Maro. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui sebaran longitudinal fitoplankton yang ada di Sungai Maro, Kabupaten Merauke. Penelitian ini
dilakukan dengan survei dan pengambilan contoh dilakukan pada bulan Desember 2007 di lima stasiun pengamatan pada
lokasi pemijahan ikan arwana di ruas Sungai Maro. Parameter yang dianalisis adalah komposisi jenis dan kelimpahan
fitoplankton. Hasil pengamatan di lima stasiun pengamatan, ditemukan lima kelas fitoplankton yang terdiri atas kelas
Chlorophyceae (14 genus), Cyanophyceae (satu genus), Bacillariophyceae (tujuh genus), Dinophyceae (dua genus), dan
Euglenaphyceae (satu genus), dengan kelimpahan fitoplankton berkisar 49.294-66.396 ind./L. Persentase fitoplankton
tertinggi dari ruas atas sampai bawah adalah Staurastrum dominan dari Stasiun Barkey dan Weloyah, Synedra di Stasiun
Mouwer dan Toray, Ulothrix di Stasiun Kaliwanggo. Sedangkan urutan keberadaan kelas fitoplankton dari ruas atas
sampai bawah di Sungai Maro adalah Chlorophyceae di Stasiun Barkey, Weloyah, dan Mouwer, kemudian
Bacillariophyceae di Stasiun Toray dan Chlorophyceae di Stasiun Kaliwanggo.
KATA KUNCI:
ABSTRACT:
Longitudinal distribution of phytoplankton at Maro River, Merauke Regency, Papua Province. By:
Lismining Pujiyani Astuti and Yayuk Sugianti
Maro River is one of big river in Merauke Regency and serve as ornamental fish habitat of arowana (Sleropages
jardinii) and Datnioides aquadraticus that economically has high value. Around of this river are wetland area that is
arwana habitat mainly at middle and upper river. Phytoplankton is natural feed producer for several fishes species at
Maro River. Aim of this paper was to know longitudinal distribution of phytoplankton at Maro River. The research was
conducted by survey method and sampling was conducted in December 2007 at 5 sampling stations on arwana fish
spawning sites located at Maro River. The parameters were analyzed include composition and abundance of
phytoplankton. Result showed that at five sampling stations were found 5 classes of phytoplankton which consists of the
class Chlorophyceae (14 genera), Cyanophyceae (1 genera), Bacillariophyceae (7 genera), Dinophyceae (2 genera), and
Euglenaphyceae (1 genera) with the abundance of phytoplankton ranges from 49,294-66,396 ind./L. The highest
percentage of phytoplankton in each station was found from upper to lower segment was Staurastrum found at Barkey
and Weloyah Synedra at Mouwer and Toray, Ulothrix at Kaliwanggo. While the presence of phytoplankton class was
found from upper to lower on Maro River was Chlorophyceae at Barkey, Weloyah, and Mouwer, Bacillariophyceae at
Toray and Chlorophyceae at Kaliwanggo.
KEYWORDS:
PENDAHULUAN
Sungai Maro merupakan salah satu sungai besar di
Kabupaten Merauke dengan panjang 207 km dan lebar 47900 m yang dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan dan
transportasi. Sungai ini juga berfungsi sebagai habitat ikan
hias yang bernilai ekonomis penting yaitu ikan arwana dan
kakap batu. Wilayah sekitar sungai merupakan rawa-rawa
yang merupakan habitat ikan arwana terutama di wilayah
tengah sampai hulu sungai.
Ikan-ikan di sepanjang Sungai Maro bardasarkan atas
hasil penelitian 2007 selain ikan arwana dan kakap batu
antara lain ikan tulang (Nematalosa flyensis), bulanak
(Mugil sp.), nila (Oreochromis niloticus), gabus (Channa
1.
Stasiun pengamatan/
Observation station
Barkey
2.
Weloyah
3.
Mouwer
4.
Toray
5.
Kaliwanggo
No.
Posisi geografi/
Geographical position
S=075124.7
E=1405810.6
S=0752'12.2"
E=14054'26.6"
S=0757'53.6"
E=14058'12.8"
S=080029.2
E=1405836.4
S=080229.6
E=1405827.0
Keterangan/Remarks
Ruas atas, arus lambat, dan daerah sekitar
rawa.
Daerah rawa dan ada masukan air dari
sungai-sungai kecil.
Ruas tengah.
Ruas bawah, dekat dengan perkampungan
Toray, dan banyak tumbuhan air.
Ruas bawah dengan arus yang deras dan
terdapat masukan air dari anak Sungai
Maro.
Sebaran Longitudinal Fitoplankton di Sungai Maro, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua (Astuti, L.P. & Y. Sugianti)
Gambar 1.
Figure 1.
Contoh plankton diambil menggunakan kemmerer water
sampler 5 L, kemudian disaring memakai plakton net
nomor 25 (mesh size 60 m) dan dimasukan ke dalam botol
Lokasi penelitian.
Research site.
contoh berukuran 25 mL. Contoh plankton hasil proses
penyaringan selanjutnya diawetkan dengan larutan lugol
1%. Pengamatan dilakukan terhadap 20 lapang pandang
A
B
C
D
1
E ..................................................... (1
di mana:
N = jumlah total fitoplankton (ind./L)
n = jumlah rata-rata total individu per lapang pandang
A = luas gelap penutup (mm2)
B = luas satu lapang pandang (mm2)
Tabel 2.
Table 2.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
1.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
1.
2.
1.
Jenis-Jenis Plankton
Ditemukan 25 genus dari lima kelas fitoplankton (Tabel
2) di Sungai Maro dengan persentase yang berbeda-beda.
Persentase tertinggi adalah Synedra di Stasiun Toray
kemudian Ulothrix di Stasiun Kaliwanggo. Secara urut, dari
ruas atas yaitu Stasiun Barkey, Weloyah, Mouwer, Toray,
dan Kaliwanggo mempunyai fitoplankton dengan
persentase tertinggi yang berbeda-beda yaitu Staurastrum
dominan di Stasiun Barkey dan Weloyah, Synedra di
Stasiun Mouwer dan Toray serta Ulothrix di Stasiun
Kaliwanggo atau secara rinci disajikan pada Tabel 2.
Barkey
Persentase/Percentage (%)
Weloyah
Mouwer
Toray
Kaliwango
6,9
10,2
8,16
1,52
7,58
7,58
1,52
10,2
10,34
0
3,45
9,52
5,17
3,03
14,81
22,45
16,33
10,2
8,16
2,04
2,04
4,08
4,08
30,3
9,09
4,55
12,12
10,34
13,79
8,62
5,17
31,75
5,17
22,22
6,9
3,45
5,56
11,11
18,97
38,89
4,76
23,81
10,61
3,03
1,52
3,03
1,52
18,52
1,72
2,04
6,35
3,03
12,7
Sebaran Longitudinal Fitoplankton di Sungai Maro, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua (Astuti, L.P. & Y. Sugianti)
Satuan/Unit
cm
mg/L eq CaCO3
mg/L
mg/L
Barkey
50
5
10
2,012
0,16
Weloyah
100
5
10
1,173
0,208
Mouwer
70
5
10
1,132
0,22
Torai
80
5
12,5
1,214
0,291
Kaliwanggo
80
5
7,5
1,903
0,754
Kelimpahan Fitoplankton
Kelimpahan fitoplankton berfluktuasi, berkisar 49.29466.396 ind./L dan tertinggi di wilayah Weloyah kemudian
Kaliwanggo (Gambar 2). Berdasarkan atas kelimpahan
fitoplankton yang >15.000 ind./L maka perairan Sungai
Maro termasuk perairan yang subur (Lander dalam Basmi,
1991). Hal ini diduga berkaitan dengan lokasi penelitian
yang sebagian merupakan rawa-rawa yang kaya akan bahan
organik yang bersumber dari dedaunan dan tumbuhan air
Gambar 2.
Figure 2.
Sebaran Longitudinal Fitoplankton di Sungai Maro, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua (Astuti, L.P. & Y. Sugianti)
Tabel 4.
Table 4.
Kelas/Classes
Chlorophyceae
Cyanophyceae
Bacillariophyceae
Dinophyceae
Euglenaphyceae
Barkey (%)
77,55
0,00
20,41
0,00
2,04
Weloyah (%)
77,27
0,00
18,18
1,52
3,03
KESIMPULAN
1. Sebaran longitudinal fitoplankton di Sungai Maro
didominansi oleh genus Staurastrum dari kelas
Chlorophyceae
dan
Synedra
dari
kelas
Bacillariophyceae dengan urutan dari ruas atas sampai
bawah adalah Staurastrum dominan di Barkey 22,45%
dan Weloyah 30,3%; Synedra di Stasiun Mouwer
18,97% dan Toray 38,89%; serta Ulothrix di Stasiun
Kaliwanggo 31,75%. Urutan keberadaan kelas
fitoplankton dari ruas atas sampai bawah di Sungai
Maro adalah Chlorophyceae di Stasiun Barkey 77,55%;
Weloyah
77,27%
dan
Mouwer
63,79%;
Bacillariophyceae di Stasiun Toray 44,44% dan
Chlorophyceae di Stasiun Kaliwanggo 47,62%.
2. Kelimpahan fitoplankton selama pengamatan berkisar
49.294-66.396 ind./L sehingga termasuk perairan yang
subur.
3. Kelimpahan fitoplankton dari ruas atas sampai bawah
berfluktuasi dan tertinggi di daerah Weloyah yang
merupakan daerah rawa-rawa dengan beberapa masukan
air dari sungai kecil.
Stasiun/Station
Mouwer (%)
63,79
5,17
29,31
1,72
0,00
Toray (%)
14,81
22,22
44,44
18,52
0,00
Kaliwango (%)
47,62
0,00
39,68
12,70
0,00
PERSANTUNAN
Tulisan ini merupakan kontribusi dari kegiatan hasil
riset peningkatan stok ikan arwana (Scleropages jardinii)
melalui konservasi habitat di Sungai Maro, Merauke, T. A.
2007, di Loka Riset Pemacuan Stok Ikan-Jatiluhur,
Purwakarta.
DAFTAR PUSTAKA
American Public Health Association. 1989. Standard
Methods for the Examination of Water and Waste Water
Including Bottom Sediment and Sludges. Amer. Publ.
Health Association Inc. New York. 1,134 pp.
Astuti, L. P. & H. Satria. 2009. Kondisi perairan pada
musim pemijahan ikan arwana Irian (Scleropages
jardinii) di Sungai Maro bagian tengah, Kabupaten
Merauke. BAWAL-Widya Riset Perikanan Tangkap. 2
(4): 155-161.