Anda di halaman 1dari 19

Program BOS dan Peningkatan Kualitas SDM

Bab 1. Pendahuluan
Tantangan terbesar sebuah Negara dalam mewujudkan pembangunan
bangsanya adalah meningkatkan kualitas manusianya. Peningkatan kualitas manusia
ini tentu saja membutuhkan berbagai program dan kebijakan yang komprehensif
dalam segala bidang. Salah satunya adalah melalui pendidikan. Pendidikan
merupakan strategi utama peningkatan kualitas sumber daya manusia suatu bangsa.
Melalui pendidikanlah, sumber daya yang unggul dan berkualitas dapat diwujudkan.
Tentu saja tanpa menafikan peran bidang-bidang yang lain, seperti kesehatan,
pertumbuhan ekonomi dan lain sebagainya. Maka pembangunan pendidikan, tidak
bisa tidak, merupakan syarat mutlak jika ingin meningkatkan kualitas sumber daya
manusia suatu bangsa.
Tidak perlu heran melihat strategi pembangunan berbagai Negara di dunia
ini yang lebih mengutamakan pembangunan pendidikan disamping pembangunan
ekonomi dalam mainstream pembangunannya. Meski pertumbuhan ekonomi
menjadi sesuatu yang mutlak untuk menjawab kebutuhan kekinian masyarakatnya,
tetapi di sisi yang lain pembangunan pendidikan sama sekali tidak dilupakan.
Pembangunan pendidikan dimaknai sebagai persiapan hari esok yang lebih baik.
Selain menjawab perkembangan kebutuhan manusia yang semakin hari semakin
kompleks, pendidikan juga dijadikan sebagai persiapan dalam rangka mengalahkan
ketertinggalan. Bagi Negara maju, supaya tidak tertinggal dari Negara maju lainnya.
Sedangkan bagi Negara berkembang dan Negara miskin, dalam rangka memperkecil
ketertinggalan.
Paradigma semacam inilah yang mendorong banyak Negara untuk
membenahi kualitas pendidikannya masing-masing. Berbagai desain coba
dimunculkan untuk memenangkan persaingan tersebut. Indonesia dalam hal ini juga
tidak terkecuali. Berbagai strategi kemudian coba dilakukan untuk membenahi
kualitas pendidikan nasional yang semakin lama kelihatannya dalam banyak sisi
semakin memprihatinkan. Sayangnya, dalam banyak kategori, pendidikan kita
belum mengalami perkembangan yang signifikan. Kalaupun ada perkembangan,
mungkin hanya dalam hal-hal teknis. Sementara secara kualitas, apalagi kalau
dibandingkan dengan Negara-negara lainnya, kualitas pendidikan kita mengalami
perkembangan yang lambat. Sehingga dalam banyak survey atau perangkingan yang
dilakukan di dunia, peringkat pendidikan Indonesia mengalami penurunan.
1

Sementara Negara-negara lainnya, terus mengalami peningkatan yang positif dan


signifikan.
Berdasarkan data dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report
2011, Indeks pembangunan pendidikan untuk semua (education for all) di Indonesia
menurun drastis. Dari yang sebelumnya berada di peringkat ke-65, tahun ini malah
merosot ke peringkat 69 dari 127 negara di dunia. Berdasarkan pemeringkatan yang
dilakukan oleh UNESCO tersebut, Indonesia bahkan jauh tertinggal dengan Negaranegara tetangga di Asia. Indonesia hanya bisa unggul dari Filipina di peringkat ke85, Kamboja (102), India (107), dan Laos (109). Sementara Malaysia masih unggul
atas Indonesia dan berada di peringkat ke-65, sedangkan Brunei malah jauh di atas
Indonesia yaitu berada di peringkat ke-34. Sedangkan, Jepang memiliki pencapaian
tertinggi yaitu posisi nomor satu di dunia.
Ini merupakan salah satu keadaan yang membuat hati kita miris. Laporan
EFA ini setali tiga uang dengan Indeks pembangunan manusia (Human Development
Index, HDI) Indonesia. Hampir setiap tahun peringkat HDI kita mengalami
penurunan. Untuk tahun 2004 saja, HDI Indonesia berada di peringkat 111 dari 175.
Jauh tertinggal dari Negara-negara tetangga seperti Singapura (25), Brunei (33),
Malaysia (58), Thailand (76), dan Filipina (83). Bahkan masih kalah dari negaranegara "terbelakang" seperti Kirgistan (110), Guinea-Katulistiwa (109), dan Aljazair
(108).
Grafik 1. Tren HDI Indonesia 1980-2010

Sumber; UNDP, 2010

Salah satu indikator yang termuat dalam kedua indeks tersebut adalah angka
partisipasi kasar (APK). EFA yang dideklarasikan pada tahun 2000 lalu di Dakar,
mewajibkan semua Negara di dunia harus menuntaskan Wajib belajar (Wajar) 9
tahun paling lambat tahun 2015 nanti, salah satu indicator penuntasan Wajar 9 tahun
diukur dengan APK tingkat SMP sederajat.1 Sementara indikator (pendidikan) yang
dipakai dalam mengukur HDI sampai tahun 2009 adalah melek huruf orang dewasa
dan APK, namun sejak tahun 2010 diganti menjadi rata-rata lama sekolah dan lama
sekolah. Sayangnya, APK SMP/sederajat kita sampai saat ini belum menunjukkan
perkembangan yang membanggakan. Walau program wajib belajar sudah
dicanangkan jauh sebelum EFA dideklarasikan, namun partisipasi anak usia SMP
Indonesia secara kasar belumlah mencapai 100%.
Kesulitan ekonomi dan semakin mahalnya biaya pendidikan ditengarai
sebagai penyebab utama banyaknya anak putus sekolah dan tidak bisa melanjutkan
pendidikan. Banyak orang tua akhirnya tidak bisa menyekolahkan anak dan meminta
anak bekerja karena kedua faktor tersebut. Keadaan ini semakin diperparah dengan
kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada tahun
2005 hingga mencapai 200%. Naiknya harga BBM secara drastis ini berkorelasi
positif terhadap meningkatnya harga kebutuhan pokok dan berkorelasi negatif
dengan daya beli masyarakat. Hal ini membuat kemampuan orang tua untuk
menyekolahkan anak juga semakin rendah. Untuk mengatasi hal itu, Pemerintah
merealokasikan sebagian besar pengurangan subsidi tersebut ke empat program
besar, yaitu program pendidikan, kesehatan, infrastruktur pedesaan, dan subsidi
langsung tunai (SLT).2
Salah satu program di bidang pendidikan adalah Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) yang menyediakan bantuan bagi sekolah dengan tujuan
membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang tidak mampu dan meringankan
beban bagi siswa yang lain dalam rangka mendukung pencapaian Program Wajib
Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Melalui program ini, pemerintah pusat
memberikan dana kepada sekolah-sekolah setingkat SD dan SMP untuk membantu
1

Lihat Buku Panduan BOS hal 1, DirjenMandikdasmen, Kemendiknas, 2010


Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Dalam Peraturan Perundang-undangan di

Indonesia, BPK RI, hal 2, Lihat juga ABDUL KADIR KARDING, Evaluasi Pelaksanaan Program

Bantuan Operasional Sekolah ( Bos ) Sekolah Menengah Pertama Negeri Di Kota Semarang . 2008

mengurangi beban biaya pendidikan yang harus ditanggung oleh orangtua siswa.
BOS diberikan kepada sekolah untuk dikelola sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan pemerintah pusat. Besarnya dana untuk tiap sekolah ditetapkan
berdasarkan jumlah murid.3

Bab 2. Program BOS


Sejak awal, UUD 1945 khususnya pada Pasal 31 mengamanatkan bahwa
pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara tetapi pendidikan dasar
merupakan kewajiban yang harus diikuti oleh setiap warga negara dan pemerintah
wajib membiayai kegiatan tersebut. Lebih lanjut dalam Pasal 31 ayat (4) disebutkan
bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh
persen (20%) dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional. Sejalan dengan itu, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga Negara yang berusia 7-15
tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Kemudian pasal 34 ayat 2 menyebutkan
bahwa pemerintantah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib
belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Konsekuensi
dari amanat undang-undang tersebut adalah pemerintah dan pemerintah daerah wajib
memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik khususnya pada tingkat
pendidikan dasar (SD dan SMP) serta satuan pendidikan lain yang sederajat.
Sejak Juli 2005, pemerintah memberikan BOS untuk menanggulangi secara
bertahap Biaya Satuan Pendidikan (BSP) rata-rata per siswa per tahun yang
diperlukan untuk menunjang terselenggaranya proses belajar mengajar sesuai
dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan. BSP ini terdiri dari biaya investasi,
yaitu biaya yang dikeluarkan untuk menyediakan sumberdaya tidak habis pakai yang
dapat digunakan lebih dari setahun (misalnya untuk pengadaan tanah, bangunan,
perabot kantor), dan biaya operasional, yaitu biaya yang dipergunakan untuk
menyediakan sumberdaya yang habis pakai yang mencakup biaya personil dan biaya
non personil4.

Buku Panduan BOS, hal 2


Ibid

Pengertian BOS
Menurut Peraturan Mendiknas nomor 69 tahun 2009, standar biaya operasi
non personalia adalah standar biaya diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi
non personalia selama 1 (satu) tahun sebagai bagian dari keseluruhan dana
pendidikan agar satuan pendidikan dapat melakukan kegiatan pendidikan secara
teratur dan berkelanjutan sesuai Standar Nasional Pendidikan. BOS adalah program
pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operaso
non personalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib
belajar. Namun demikian, ada beberapa jenis pembiayaan investasi dan personalia
yang diperbolehkan dibiayai dengan dana BOS. 5
Tujuan program dana BOS
Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat
terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu.
Sementara, secara khusus program BOS bertujuan untuk:
1. Menggratiskan seluruh siswa SD negeri dan SMP negeri dari biaya operasi
sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan
sekolah bertaraf internasional (SBI).
2. Menggratiskan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk
apapun, baik di sekolah negeri maupun swasta.
3. Meringankan beban biaya operasi sekolah bagi siswa di sekolah swasta.6

a. BOS Reguler
Program BOS regular bertujuan untuk memberikan bantuan kepada sekolah
dalam rangka membebaskan iuran siswa, tetapi sekolah tetap dapat mempertahankan
mutu pelayanan pendidikan kepada masyarakat. Sasaran program BOS adalah
semua sekolah baik negeri maupun swasta di seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia.
Besar dana BOS yang diterima sekolah Tahun 2007/2008 didasarkan pada jumlah
siswa dengan ketentuan:
5
6

Ibid, hal 9
Ibid, hal 2

1. SD/MI/SDLB/Salafiyah/sekolah keagamaan non Islam setara SD untuk Tahun


2007 dan 2008 sebesar Rp254.000,00/siswa/tahun.
2. SMP/MTs/SMPLB/Salafiyah/sekolah keagamaan non Islam setara SMP untuk
Tahun 2007 dan 2008 sebesar Rp354.000,00/siswa/tahun.

b. BOS Buku
Program BOS untuk penyediaan Buku Teks Pelajaran (BOS Buku) bertujuan
untuk:
1. Memberikan bantuan kepada sekolah dalam rangka pengadaan buku teks
pelajaran bagi seluruh siswa.
2. Membantu masyarakat meringankan beban biaya pendidikan
3. Meningkatkan mutu pendidikan dasar di Indonesia.

Sasaran
program
BOS
Buku
adalah
semua
SD/MI/SDLB/SMP/MTs/SMPLB/Salafiyah/sekolah keagamaan non Islam yang
menyelenggarakan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) 9
Tahun, baik sekolah negeri maupun swasta di seluruh provinsi di Indonesia. Subsidi
dana BOS Buku yang diterima oleh sekolah dihitung berdasarkan jumlah siswa baik
siswa setara SD maupun SMP Tahun 2007 dan 2008 sebesar
Rp.22.000,00/siswa/buku
Akan tetapi, sejak tahun 2009, pemerintah menaikkan besaran dana BOS.
Biaya satuan BOS, termasuk BOS Buku, per siswa/tahun mulai Januari 2009 naik
secara signifikan menjadi: SD di kota Rp. 400 ribu, SD di kabupaten Rp. 397 ribu,
SMP di kota Rp. 575 ribu, dan SMP di kabupaten Rp. 570 ribu.
Penggunaan Dana BOS
Penggunaan Dana BOS harus berpedoman pada panduan pelaksanaan
program BOS yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Disana dimuat hal-hal apa
saja yang bisa dan yang tidak bisa dibiayai dana BOS.7

Ibid

Berdasarkan panduan tersebut Dana BOS boleh digunakan untuk :


a. Pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka Penerimaan Siswa Baru : biaya
pendaftaran, penggadaan formulir, administrasi pendaftaran, dan pendaftaran
ulang, serta kegiatan lain yang berkaitan langsung dengan kegiatan tersebut.
b. Pembelian buku teks pelajaran dan buku referensi untuk dikoleksi
diperpustakaan.
c. Pembelian bahan-bahan habis dipakai: buku tulis, kapur tulis, pensil, bahan
praktikum, buku induk siswa, buku inventaris, langganan koran, gula kopi
dan teh untuk kebutuhan sehari-hari di sekolah.
d. Pembiayaan kegiatan kesiswaan: program remedial, program pengayaan,
olah raga, kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja dan
sejenisnya.
e. Pembiayaan ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah dan laporan hasil
belajar siswa
f. Pengembangan profesi guru: pelatihan, KKG/MGMP dan KKKS/MKKS.
g. Pembiayaan perawatan sekolah: pengecatan, perbaikan atap bocor, perbaikan
pintu dan jendela, perbaikan mebeler dan perawatan lainnya.
h. Pembiayaan langganan daya dan jasa: listrik, air, telepon, termasuk untuk
pemasangan baru jika sudah ada jaringan disekitar sekolah.
i.

Pembayaran honorarium bulanan guru honorer dan tenaga kependidikan


honorer sekolah. Tambahan insentif untuk kesejahteraan guru dan tega
kependidikan sekolah ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah daerah.

j.

Pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin yang menghadapi


masalah biaya transport dari dan ke sekolah.

k.

Khusus untuk pesantren salafiyah dan sekolah keagamaan non Islam, dana
BOS dapat digunakan untuk biaya asrama/pondokan dan membeli peralatan
ibadah.

l.

Pembiayaan pengelolaan BOS: ATK, penggandaan, surat menyurat dan


penyusunan laporan.

m. Prioritas pertama penggunaan dana BOS adalah untuk komponen as/d l, bila
seluruh komponen diatas telah terpenuhi pendanaannya dari BOS dan masih

terdapat sisa dana, maka sisa dana BOS tersebut dapat digunakan untuk
membeli alat peraga, media pembelajaran dan mebeler sekolah.

Sedangkan penggunaan Dana BOS tidak diperbolehkan untuk hal-hal sebagai


berikut :
a. Disimpan dalam jangka waktu lama dengan maksud dibungakan.
b. Dipinjamkan ke pihak lain.
c. Membiayai kegiatan yang tidak menjadi prioritas sekolah dan memerlukan
biaya besar, misalnya studi banding, studi tour (karya wisata) dan sejenisnya.
d. Membayar bonus, transportasi, atau pakaian yang tidak berkaitan dengan
kepentingan murid.
e. Membangun gedung/ruangan baru.
f. Membeli bahan/ peralatan yang tidak mendukung proses pembelajaran.
g. Menanamkan saham.
h. Membiayai segala jenis kegiatan yang telah dibiayai secara penuh/
mencukupi dari sumber dana pemerintah pusat atau daerah, misalnya guru
kontrak/ guru bantu dan kelebihan jam mengajar.

Penggunaan dana BOS untuk transportasi dan uang lelah bagi guru PNS
diperbolehkan hanya dalam rangka penyelenggaraan suatu kegiatan sekolah selain
kewajiban jam mengajar. Besaran/satuan biaya untuk transportasi dan uang lelah
guru PNS yang bertugas diluar jam mengajar tersebut harus mengikuti peraturan
tentang penetapan batas kewajaran yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah
masing-masing dengan mempertimbangkan faktor sosial, ekonomi, geografis dan
faktor lainnya.

BAB. 3 Program BOS dan peningkatan kualitas SDM.


Perlu ditegaskan sejak awal bahwa melihat dampak langsung dari program
BOS terhadap peningkatan kualitas SDM, tentulah merupakan hal yang sulit. Karena
program BOS memang tidak secara langsung dimaksudkan untuk peningkatan
8

kualitas SDM. Tetapi kontribusi program BOS terhadap peningkatan kualitas SDM
memiliki fase yang berjenjang. Secara historis program BOS lebih bertujuan untuk
meningkatkan paritisipasi anak didik untuk mengecap pendidikan. Persoalan dana
yang selama ini dianggap menjadi kendala utama anak didik dan sekolah dalam
menyelenggarakan pendidikan, setidaknya bisa terurai dengan adanya BOS ini.
Dengan demikian situasi terciptanya proses belajar mengajar yang kondusif bisa
terjadi, karena persoalan mendasar tersebut sudah coba ditangani oleh pemerintah.
Walau tidak menafikan bahwa masih banyak faktor-faktor lain yang harus dibenahi
untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif dan berkualitas, tetapi setidaknya
dengan mengurai persoalan dana tersebut, syarat dasar terlaksananya pendidikan
sudah dipenuhi. Dengan meningkatnya partisipasi anak didik di sekolah, dan
terbantunya sekolah dalam melaksanakan PBM, diharapakan akan meningkatkan
kualitas pendidikan kita.
Faktor lain yang membuat program BOS tidak bisa diukur langsung
pengaruhnya terhadap peningkatan SDM secara nasional adalah karena program
BOS hanya dialokasikan untuk siswa SD/sederajat, dan SMP/sederajat. Artinya
masih butuh proses yang panjang untuk melihat kontribusi program BOS terhadap
pengembangan SDM, karena hanya diperlakukan untuk siswa SD dan SMP. Maka
sekali lagi, kalau mau melihat kontribusi program BOS terhadap peningkatan
kualitas SDM hanya bisa dilihat dari meningkatnya APK siswa dan meningkatnya
kualitas siswa di dua tingkatan tersebut.
a. Program BOS dan peningkatan APK
Tidak bisa dipungkiri bahwa kehadiran program BOS telah membantu para
siswa, orang tua siswa dan sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan. Program
ini sangat berkontribusi besar terutama bagi siswa yang berasal dari keluarga tidak
mampu. Adanya program BOS ini setidaknya telah membantu para orang tua
mengurangi biaya yang harus ditanggung untuk menyekolahkan anak. Walau label
sekolah gratis belum bisa terwujud sepenuhnya oleh program BOS ini, akan tetapi
dengan adanya program ini, dana yang yang harus ditanggung orang tua menjadi
lebih berkurang. Dengan demikian, anak putus sekolah dan tidak bisa melanjutkan
sekolah karena ketiadaan dana seharusnya tidak ada lagi. Karena dana dasar sudah
disediakan pemerintah. Kalaupun ada dana tambahan seharusnya itu ditarik karena
ada kebutuhan khusus yang tidak termaktub dalam program BOS.

Sebagaimana juga diklaim pemerintah bahwa dampak BOS ternyata dapat


memperkuat kemampuan sekolah dalam memberikan materi pembelajaran dan
kegiatan tambahan kepada siswa. Oleh karena itu beberapa komponen yang semula
dibebankan orang tua siswa melalui SPP menjadi berkurang. Banyak orang tua
siswa yang mengaku bahwa dengan adanya program BOS ini, biaya yang harus
mereka keluarkan untuk membiayai anak menjadi lebih ringan. Dengan demikian
pihak sekolah pun menjadi lebih baik dalam menyelenggarakan pendidikan, karena
beban biaya sebagian besar sudah ditanggulangi dana BOS.
Sayangnya, sebagaimana tujuan awal pengalokasian dana BOS yaitu untuk
meningkatkan APK, ternyata belumlah menghasilkan hasil yang membanggakan.
Data Survei Sosial Eknomi Nasional (Susenas) 2003-2009 ditemukan bahwa APK
SMP/sederajat kita belum pernah mencapai 90 %. Memang APK SMP/sederajat
secara nasional mengalami peningkatan pada tahun 2007 dan 2008, akan tetapi pada
tahun 2009 kembali mengalami penurunan yang signifikan. (lihat grafik)
Grafik 2. Trend APK SMP/sederajat tahun 2003-2009

Sumber BPS-RI, Susenas 2003-2009

Dengan demikian, kontribusi konkrit program BOS ini untuk mendongkrak


APK terutama SMP/sederajat sebagaimana yang diharapkan pemerintah, ternyata
belum menuai hasil. Program BOS yang tadinya digadang-gadang untuk menekan
angka putus sekolah terutama karena persoalan ekonomi dan mahalnya biaya
sekolah yang harus ditanggung orang tua, ternyata belum menunjukkan hasil yang
10

signifikan. Program BOS ternyata tidak memberikan dampak yang membanggakan


bagi peningkatan APK siswa. APK SMP/sederajat hanya mengalami sedikit
peningkatan di tahun 2007 dan 2008, sedangkan ditahun sebelumnya praksis tidak
mengalami peningkatan. Sementara situasi lebih tragis terjadi di tahun 2009, karena
mengalami penurunan drastis. Lagian, peningkatan APK di tahun 2007 dan 2008
tersebut perlu diteliti lebih lanjut apakah peningkatan tersebut disebabkan oleh
program BOS atau tidak.
Hal ini berbanding lurus dengan masih tingginya angka putus sekolah dan
jumlah anak yang tak bisa melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi di
Indonesia. Pada tahun 2008, angka putus sekolah nasional untuk usia 13-15 tahun,
masih sebanyak 3,25 persen8. Meski, setiap tahun dinyatakan mengalami penurunan,
namun angka tersebut dirasa masih cukup tinggi. Itu artinya tiga hingga empat dari
100 orang siswa yang berumur 13-15 tahun putus sekolah setiap tahunnya.
Sementara jumlah anak yang tidak bisa melanjutkan sekolah juga masih cukup
tinggi. Pada tahun 2008, siswa SD yang tidak bisa melanjutkan sekolah ke jenjang
SMP/Sederajat masih sekitar 10,4 persen. Sementara siswa SMP/Sederajat yang
tidak bisa melanjutkan ke tingkat SMA/Sederajat, masih sekitar 13, 66 persen9.
Maka tidak perlu heran, kalau rata-rata lama sekolah di Indonesia masih
tergolong rendah. Secara nasional rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke
atas pada tahun 2006 mencapai 7.4 tahun, sedangkan tahun 2008 mencapai 7.5
tahun. Artinya, hampir tidak ada peningkatan sama sekali dalam kurun waktu tiga
tahun. Hal ini juga berarti bahwa rata-rata penduduk Indonesia baru mampu
menempuh pendidikan sampai dengan kelas I SMP atau putus sekolah dikelas II
SMP10. Bisa dibayangkan bagaimana kualitas penduduk Indonesia, jika rerata
sekolahnya baru mencapai kelas I SMP.
Hal ini pada umumnya disebabkan oleh masih mahalnya biaya yang harus
ditanggung orang tua untuk menyekolahkan anaknya. Sulitnya akses terhadap
sekolah terutama disebabkan oleh jarak dan persoalan demografi. Sebagian
diantaranya karena orang tua juga harus menanggung biaya transportasi yang cukup
besar agar anak bisa sampai ke sekolah. Disamping masih adanya persoalan
ekonomi yang mengharuskan anak untuk ikut membantu orang tua bekerja mencari
nafkah. Dengan demikian, semakin jelas bahwa program BOS ternyata belum
8

Lihat Angka Putus Sekolah, Meneg PP www.menegpp.go.id/aplikasidata/index.php?option=com


Lihat Ikhtisar Data Pendidikan Nasional tahun 2007/2008. Balitbang Depdinas.2008
10
Lihat Rata-rata lama sekolah. www.menegpp.go.id/aplikasidata/index.php?option=com...
9

11

memberikan dampak yang signifikan terhadap peningaktan partisipasi anak untuk


sekolah.hal ini terlihat dari masih tingginya jumlah anak yang putus sekolah dan
masih tingginya jumlah anak yang tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi. Kalau mengingat komitmen pemerintah tentang pendidikan gratis,
harusnya tidak ada anak yang putus sekolah dan tidak ada anak yang tak bisa
melanjut karena tidak punya biaya sekolah.
Tak hanya akses terhadap pendidikan yang tidak meningkat, pemerataan
pendidikan juga masih memiliki persoalan yang sangat krusial. Akses pendidikan
antar provinsi terlihat masih memiliki disparitas yang cukup lebar. Hingga tahun
2008, akses pendidikan antar provinsi masih memiliki tingkat kesenjangan yang
cukup tinggi. Hal ini terutama terjadi antara provinsi di wilayah timur dengan
provinsi yang ada di wilayah barat. Masih terkonsentrasinya prioritas pembangunan
pendidikan khususnya di Jawa, membuat pembangunan pendidikan di wilayah
Timur, menjadi terhalang.
Grafik 4. Sebaran APM SD/MI/Paket A dan APK SMP/MTs/Paket B tahun 2008

Sumber. Renstra Kemendiknas, 2009-2014

Gambar di atas memperlihatkan bahwa hampir setengah provinsi di


Indonesia (16 provinsi atau 48,5%) yang capaian APK-nya masih di bawah target
nasional tahun 2008, sementara hanya 17 provinsi (51,5%) yang capaian APK-nya
telah melampaui target nasional tahun 2008. Bila dilihat capaian APK
SMP/sederajat pada tingkat kabupaten/kota, ternyata lebih dari setengah jumlah
12

kabupaten di Indonesia (207 kabupaten dari 370 kabupaten atau 56%) yang capaian
APK-nya masih di bawah target nasional tahun 2008. Pada tingkat kota masih ada 1
kota (1% dari 93 kota) yang capaian APK-nya masih di bawah target nasional tahun
200811. Dengan demikian semakin jelas bahwa Program BOS yang digadang-gadang
akan meningkatkan APK siswa dan meningkatkan mutu pendidikan nasional,
ternyata masih jauh dari sasaran. Hal yang paling mendasar yaitu meningkatnya
partisipasi sekolah, ternyata belum bisa ditanggulangi program BOS.

b. Program BOS dan peningkatan kualitas pendidikan.


Dalam peningkatan mutu pendidikan dasar 9 tahun, banyak program yang
telah, sedang dan akan dilakukan pemerintah. Program-program tersebut dapat
dikelompokkan menjadi tiga sektor, yaitu program dalam rangka pemerataan dan
perluasan akses, program peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, serta program
tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik. Meskipun tujuan utama program
BOS adalah untuk pemerataan dan perluasan akses, program BOS juga merupakan
program untuk peningkatan mutu, relevansi dan daya saing serta untuk tata kelola,
akuntabilitas dan pencitraan publik. 12
Sejak mulai diluncurkan Juli 2005, jumlah dana BOS terus

mengalami

kenaikan. Pada awalnya anggaran dana BOS ini sebesar Rp. 10,3 triliun. Kemudian
naik pada tahun 2007 menjadi Rp. 11,2 triliun. Naik lagi pada tahun 2009 yaitu
sebesar Rp. 16 triliun. Anggaran dana BOS ini bahkan menempati porsi 7,5% dari
total anggaran pendidikan pada tahun 2009. Dan mengalami kenaikan lagi pada
tahun 2011 menjadi sebesar Rp. 16, triliun. Peningkatan alokasi dan anggaran dana
BOS tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya anggaran dana BOS setiap
siswa. Menurut pengakuan Pemerintah, Pemerintah sengaja menaikkan anggaran
BOS secara signifikan agar pendidikan di Indonesia mengalami peningkatan mutu.
Tak hanya meningkat secara besaran, sejak tahun 2009 pembagian dana BOS pun
dibedakan untuk sekolah-sekolah di kota dan di daerah. Misalnya, jatah untuk anak
Sekolah Dasar (SD) di perkotaan ditetapkan Rp 400.000 per siswa setiap tahun,
11

Lihat Renstra Kemendiknas 2009-2014. Disparitas yang tinggi juga terjadi untuk APK PAUD dan
APK SD/Sederajat. Sementara pada jenjang SMA/SMK/MA/Paket C, disparitas tersebut semakin
lebar. Sebanyak 17 provinsi (51,5%) atau lebih dari setengah provinsi di Indonesia memiliki APK
SMA/SMK/MA/Paket C di bawah target nasional tahun 2009.
12
lIhat Lampiran Permendiknasi No. 37 Thn 2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Bos
Tahun Anggaran 2011, hal 5

13

sedangkan untuk siswa SD di pedesaan ditetapkan Rp 397.000 per siswa setiap


tahun. Dengan dana tersebut siswa sudah bisa menikmati pembebasan biaya sekolah
dan beberapa buku paket versi murah yang telah dibeli hak ciptanya oleh
pemerintah.13

Tabel 1: Peningkatan Dana BOS


Sekolah
SD

Tahun 2008
Rp 254.000,-*

Tahun 2009
Kab:

Rp.397.000,-

Kota: Rp.400.000,-.
SMP

Rp.354.000

Kab: Rp.570. 000,Kota: Rp.575.000,-

(* Per siswa per tahun)


Sumber, (diolah dari berbagai sumber)

Namun hasil penelitian yang dilakukan oleh Kemenkokesra dengan 56


Perguruan Tinggi tentang PKPS BBM, menemukan fakta bahwa dana BOS baru
dapat menutup rata-rata 32,4% dari seluruh kebutuhan biaya operasional sekolah.
Dengan kata lain sekolah masih kekurangan dana operasional sebesar 67,6 % lagi14.
Karena itulah, peran pemerintah daerah untuk menutupi kekurangan tersebut.
Namun dari hasil penelitian Kemenkokesra didapati bahwa ada efek yang kurang
baik yang muncul di hampir semua daerah yang diteliti, yaitu dengan adanya
program BOS, bantuan biaya pendidikan dari pemerintah daerah (APBD) malah
dihentikan. Hal inilah yang membuat kehadiran program BOS menjadi tidak
mencapai sasaran. Karena besaran dana yang disalurkan pusat belum mencukupi
sepenuhnya. Sementara pemerintah daerah terlihat enggan bahkan menarik diri
dalam pembiayaan pendidikan di masing-masing sekolah. Alhasil pendidikan yang
berkualitas pun menjadi sulit dilakukan karena kekurangan biaya.

LIhat Asministrator, Biar Gratis asal Berkualitas


http://www.mandikdasmen.kemdiknas.go.id/web/bos/4.html
14
Lihat. Kemenkokesra Laporan Nasional Pemantauan dan Evaluasi PKPS BBM 2005, hal 167
13

14

Bagaimanapun, dana BOS idealnya mengucur dari dua komponen yaitu


pemerintah pusat dan daerah. Sebab apabila sekolah hanya hidup dengan dana BOS
yang berasal dari pemerintah pusat, maka sekolah akan kesulitan menyelenggarakan
pendidikan bermutu karena minimnya dana operasional. Akibatnya, sekolah
terpaksa melakukan pengutipan dari orang tua siswa, karena dana yang dikucurkan
pemerintah masih jauh dari cukup.
Parahnya lagi, dana BOS yang disalurkan pemerintah pusat mengalami
banyak persoalan. Diantaranya, dana BOS yang diselewengkan, disalahgunakan,
tidak tepat sasaran, terlambat penyalurannya dan sejumlah persoalan lainnya,
sehingga menggangu proses belajar mengajar. Sebagai bahan bandingan, BPK RI
telah melakukan pemeriksaan atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Dana BOS
dan DPL sumber dana APBN dan APBD TA 2007 dan Semester I TA 2008.
Pemeriksaan dilakukan pada seluruh pemerintah provinsi (33) dan 62 pemerintah
kabupaten/kota dengan jumlah sekolah yang dijadikan sampel pemeriksaan
sebanyak 4.127 sekolah. Hasil pemeriksaan tersebut ditemukan fakta-fakta sebagai
berikut15;
1. Sebanyak 2.592 sekolah (62,84%) tidak mencantumkan seluruh penerimaan
dana BOS dan DPL dalam rencana anggaran dan pendapatan belanja sekolah
(RAPBS) senilai Rp624,19 miliar, mengakibatkan akuntabilitas penerimaan
sekolah atas berbagai sumber pembiayaan tidak transparan dan berpotensi
untuk disalahgunakan;
2. Sebanyak 47 SD dan 123 SMP pada 15 kabupaten/kota belum membebaskan
biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu, mengakibatkan tujuan program
BOS untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu di
tingkat pendidikan dasar belum sepenuhnya tercapai;
3. Penyaluran dana BOS ke sekolah-sekolah pada 32 provinsi mengalami
keterlambatan, mengakibatkan dana operasional sekolah tidak tersedia tepat
waktu sehingga beberapa sekolah terpaksa melakukan peminjaman dana dari
pihak lain untuk keperluan operasional sekolah dan mempengaruhi proses
belajar mengajar di sekolah;
4. Dana BOS digunakan tidak sesuai peruntukannya, mengakibatkan
penggunaan dana BOS tidak tepat sasaran senilai Rp28,14 miliar;
15

Lihat Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2008. BPK RI. Hal 71.

15

5. Sisa dana BOS tahun 2007 senilai Rp21,80 miliar dan pendapatan jasa giro
di rekening penampungan Tim Manajemen BOS provinsi senilai Rp1,59
miliar tidak di setor ke kas negara, mengakibatkan pengendalian atas sisa
dana BOS yang belum disalurkan lemah, dan penerimaan negara atas
pendapatan jasa giro senilai Rp1,59 miliar tertunda;
6. Penggunaan dan pertanggungjawaban dana safeguarding tidak sesuai
ketentuan senilai Rp2,40 miliar;
7. Dana Pendidikan Lainnya (DPL) dan hasil pengadaan DPL belum
dimanfaatkan, mengakibatkan DPL yang masih tersimpan di rekening
sekolah minimal senilai Rp602,68 juta rawan disalahgunakan dan hasil
pengadaan minimal senilai Rp35,62 miliar tidak efektif;
8. Penitipan uang pajak senilai Rp1,21 miliar atas DAK bidang pendidikan
yang diterima sekolah di Kota Jayapura dipergunakan untuk kepentingan lain
dan sisa dana penitipan uang pajak senilai Rp423,18 juta belum disetor ke
kas negara, sehingga penerimaan negara berasal dari pajak kurang diterima
senilai Rp1,63 miliar dan penggunaan uang pajak senilai Rp1,21 miliar
belum dapat diyakini kebenarannya;
9. Dinas pendidikan kabupaten/kota melakukan pungutan, pemotongan, dan
menerima penyetoran kembali DAK dan DPL dari sekolah senilai Rp2,13
miliar, mengakibatkan pengelolaan dana senilai Rp2,13 miliar menyimpang
dari ketentuan yang berlaku dan senilai Rp1,46 miliar berindikasi merugikan
daerah; dan
10. Aset tetap di sekolah yang berasal dari sumber dana bantuan Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah minimal senilai Rp744,80 miliar tidak jelas
status kepemilikan dan pengurusannya, mengakibatkan Pemerintah Daerah
tidak dapat menganggarkan biaya pemeliharaan atas aset yang dikuasainya
karena belum menjadi aset milik pemerintah daerah dan risiko
penyalahgunaan aset tetap, seperti hilang atau dikuasai pihak yang tidak
berhak.
Meski tidak berlaku general, namun fakta-fakta yang ditemukan oleh BPK
tersebut setidaknya menjadi bukti betapa masifnya penyimpangan yang terjadi
terhadap program dana BOS ini. Wajar saja, peningkatan kualitas pendidikan
sebagaimana diharapkan sebelumnya menjadi sulit diwujudkan. Tanpa menafikan
16

peran dana BOS dalam membantu penyelenggaraan pendidikan, akan tetapi


peningkatan kualitas pendidikan tentu saja masih jauh dari harapan. Faktanya untuk
menyelenggaran pendidikan sebagaimana wajarnya saja, dana BOS belum bisa
mencukupi kebutuhan sekolah. Masih sering terdengar, penyelenggara satuan
pendidikan (sekolah) masih harus mengutip dana tambahan dari orang tua siswa.
Belum lagi banyaknya penyimpangan yang terjadi, semakin membuat BOS jauh dari
sasaran sebelumnya.

Bab IV. Penutup.


Keseriusan pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan, tentulah sangat
dibutuhkan. Pendidikan berkualitas tak akan pernah terwujud jika keseriusan
pemerintah belum maksimal. Program dana BOS merupakan salah satu bukti
keseriusan pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan. Sehingga kendala dana
seperti yang selama ini menjadi persoalan, setidaknya mulai diretas. Sayangnya,
keseriusan pemerintah pusat tidak gayung bersambut dengan keseriusan
pemerintah daerah. Besaran dana BOS yang disalurkan oleh pemerintah pusat yang
besarannya masih jauh dari cukup untuk melaksanakan pendidikan yang bermutu,
ternyata tidak disambut baik oleh pemerintah daerah yaitu dengan memberikan
tambahan. Pemerintah daerah maah terkesan lepas tangan terhadap
penyelenggaraan pendidikan di setiap sekolah. Akibatnya, banyak sekolah yang
terseok-seok dalam menyelenggarakan pendidikan karena kekurangan dana.
Mustahil pendidikan yang berkualitas dan berdaya saing bisa dilakukan, karena
untuk menyelenggarakan pendidikan ala kadarnya saja, sekolah sudah
kelimpungan.
Yang membuat dana BOS semakin tak mampu menyelenggarakan
pendidikan bermutu adalah masifnya penyimpangan yang terjadi pada saat
penyaluran maupun penggunaan dana BOS itu sendiri. Keterlambatan penyaluran
menjadi persoalan utama, karena akan berpengaruh pada penyelenggaraan
pendidikan. Tentu saja pendidikan tak bisa berjalan jika dananya tidak disalurkan
sebelum proses berjalan. Factor yang kedua adalah banyaknya pemotongan yang
terjadi sehingga besaran dana tidak sampai sebagaimana harusnya. Tak hanya itu,
penggunaan dana BOS banyak dilakukan tidak untuk peruntukannya sehingga
semakin membuat terkendalanya dana untuk hal-hal yang lebih penting untuk
peningkatan kualitas siswa.
17

Manajemen pengalokasian dana BOS ditengarai sebagai penyebab utama


banyaknya penyimpangan yang terjadi tersebut. Manajemen pelaksana, mulai dari
pusat, daerah hingga ke sekolah-sekolah belum bertindak sebagaimana mestinya,
sehingga berbagai persoalan seputar dana BOS tersebut terjadi. Penyimpanganpenyimpangan yang terjadi disebabkan buruknya manajemen pelaksana dalam
menangani penyaluran dana bantuan tersebut. Sehingga, dampak paling jauhnya
adalah proses terlaksananya pendidikan yang berkualitas tidak bisa diwujudkan.
Tentu saja hal ini akan berdampak pada kualitas pendidikan yang dihasilkan.
Maka butuh keseriusan semua pihak untuk membenahi program dana BOS
ini. Manajemen operasional merupakan pihak yang paling mendapat perhatian
utama. Manajemen dana BOS harus dibenahi sehingga dana BOS yang disalurkan
bisa tepat waktu dan tepat sasaran. Dibutuhkan juga peran pemerintah daerah untuk
melengkapi dana BOS dari pusat ini sehingga penyelenggaraan pendidikan yang
bermutu, dapat diwujudkan oleh sekolah. Hanya dengan demikianlah kita bisa
melihat dampak program BOS terhadap peningkatan kualitas pendidikan kita yang
pada akhirnya juga berdampak pada peningkatan kualitas SDM secara nasional.

18

Literature:
BPK.RI. 2008. Pihak- Pihak Terkait Dalam Pengelolaan Program Bantuan
Operasional Sekolah (BOS). BPK RI
______. 2009. Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2008. BPK RI.
BPS. 2009. Angka Partisipasi Kasar (APK) Menurut Provinsi Tahun 2003-2009.
Dirjen

Mandikdasmen.
Biar
Gratis
asal
berkualitas.
http://mandikdasmen.kemdiknas.go.id/web/bos/4.html. Diakses
2011.

2010.
Maret

Echwan.2009. 5 Fakta-Fakta Penyelewangan Dana BOS, Ironi Sekolah Gratis.


http://nusantaranews.wordpress.com/2009/07/02/5-fakta-faktapenyelewangan-dana-bos-ironi-sekolah-gratis/. Diakses Maret 2011.
Karding, Abdul Kadir. 2008. Evaluasi Pelaksanaan Program Bantuan Operasional
Sekolah ( Bos ) Sekolah Menengah Pertama Negeri Di Kota Semarang.
Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.
Kemendiknas. 2010. Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk
pendidikan Gratis Dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun Yang Bermutu.
Dirjen Mandikdasmen Kemendiknas.
___________. 2010. Lampiran Permendiknas No. 37 Thn 2010 tentang Petunjuk
Teknis Penggunaan Dana Bos Tahun Anggaran 2011.
___________. 2009. Renstra Kemendiknas 2009-2014

___________.2008. Ikhtisar Data Pendidikan Nasional tahun 2007/2008. Balitbang


Depdinas.
Kemenkokesra. 2005. Laporan Nasional Pemantauan dan Evaluasi PKPS BBM
2005.
Meneg PP. 2008. Angka Putus Sekolah.
www.menegpp.go.id/aplikasidata/index.php?option=com. Diakses Maret
2010
________. 2008. Rata-rata Lama Sekolah.
www.menegpp.go.id/aplikasidata/index.php?option=com. Diakses Maret
2010
UNDP. 2010. Explaining HDI value and rank changes in Human Development
Report 2010. UNDP.
19

Anda mungkin juga menyukai