Setiap orang tua menghendaki anak-anaknya mendapat pendidikan bermutu, nilai-nilai iman dan moral yang tertanam baik, dan suasana belajar anak yang menyenangkan. Kerapkali hal-hal tersebut
tidak ditemukan para orangtua di sekolah umum. Oleh karena itu muncullah ide orangtua untuk menyekolahkan anak-anaknya di rumah. Dalam perkembangannya, berdirilah lembaga sekolah yang
disebut sekolah-rumah (homeschooling) atau dikenal juga dengan istilah sekolah mandiri, atau home education atau home based learning.
Latar Belakang
Banyaknya orangtua yang tidak puas dengan hasil sekolah formal mendorong orangtua mendidik anaknya di rumah. Kerapkali sekolah formal berorientasi pada nilai rapor (kepentingan sekolah),
bukannya mengedepankan keterampilan hidup dan bersosial (nilai-nilai iman dan moral). Di sekolah, banyak murid mengejar nilai rapor dengan mencontek atau membeli ijazah palsu. Selain itu,
perhatian secara personal pada anak, kurang diperhatikan. Ditambah lagi, identitas anak distigmatisasi dan ditentukan oleh teman-temannya yang lebih pintar, lebih unggul atau lebih cerdas. Keadaan
demikian menambah suasana sekolah menjadi tidak menyenangkan.
Ketidakpuasan tersebut semakin memicu orangtua memilih mendidik anak-anaknya di rumah, dengan resiko menyediakan banyak waktu dan tenaga. Homeschooling menjadi tempat harapan orang tua
untuk meningkatkan mutu pendidikan anak-anak, mengembangkan nilai-nilai iman/ agama dan moral serta mendapatkan suasana belajar yang menyenangkan.
Homeschooling
Istilah Homeschooling sendiri berasal dari bahasa Inggris berarti sekolah rumah. Homeschooling berakar dan bertumbuh di Amerika Serikat. Homeschooling dikenal juga dengan sebutan home
education, home based learning atau sekolah mandiri. Pengertian umum homeschooling adalah model pendidikan dimana sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan
anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya. Memilih untuk bertanggungjawab berarti orangtua terlibat langsung menentukan proses penyelenggaraan pendidikan, penentuan
arah dan tujuan pendidikan, nilai-nilai yang hendak dikembangkan, kecerdasan dan keterampilan, kurikulum dan materi, serta metode dan praktek belajar (bdk. Sumardiono, 2007:4).
Peran dan komitmen total orangtua sangat dituntut. Selain pemilihan materi dan standar pendidikan sekolah rumah, mereka juga harus melaksanakan ujian bagi anak-anaknya untuk mendapatkan
sertifikat, dengan tujuan agar dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Banyak orang tua Indonesia yang mempraktekkan homeschooling mengambil materi pelajaran, bahan ujian dan
sertifikat sekolah rumah dari Amerika Serikat. Sertifikat dari negeri paman Sam itu diakui di Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional) sebagai lulusan sekolah Luar Negeri (Kompas, 13/3/2005).
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Juga dijelaskan sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (pasal 1).
Berdasarkan definisi pendidikan dan sistem pendidikan nasional tersebut, sekolah rumah menjadi bagian dari usaha pencapaian fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sejarah Singkat
Filosofi berdirinya sekolah rumah adalah manusia pada dasarnya makhluk belajar dan senang belajar; kita tidak perlu ditunjukkan bagaimana cara belajar. Yang membunuh kesenangan belajar
adalah orang-orang yang berusaha menyelak, mengatur, atau mengontrolnya (John Cadlwell Holt dalam bukunya How Children Fail, 1964). Dipicu oleh filosofi tersebut, pada tahun 1960-an
terjadilah perbincangan dan perdebatan luas mengenai pendidikan sekolah dan sistem sekolah. Sebagai guru dan pengamat anak dan pendidikan, Holt mengatakan bahwa kegagalan akademis pada
siswa tidak ditentukan oleh kurangnya usaha pada sistem sekolah, tetapi disebabkan oleh sistem sekolah itu sendiri.
Pada waktu yang hampir bersamaan, akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, Ray dan Dorothy Moor melakukan penelitian mengenai kecenderungan orang tua menyekolahkan anak lebih awal
(early childhood education). Penelitian mereka menunjukkan bahwa memasukkan anak-anak pada sekolah formal sebelum usia 8-12 tahun bukan hanya tak efektif, tetapi sesungguhnya juga berakibat
buruk bagi anak-anak, khususnya anak-anak laki-laki karena keterlambatan kedewasaan mereka (Sumardiono, 2007: 21).
Setelah pemikirannya tentang kegagalan sistem sekolah mendapat tanggapan luas, Holt sendiri kemudian menerbitkan karyanya yang lain Instead of Education; Ways to Help People Do Things Better,
(1976). Buku ini pun mendapat sambutan hangat dari para orangtua homeschooling di berbagai penjuru Amerika Serikat. Pada tahun 1977, Holt menerbitkan majalah untuk pendidikan di rumah yang
diberi nama: Growing Without Schooling.
Serupa dengan Holt, Ray dan Dorothy Moore kemudian menjadi pendukung dan konsultan penting homeschooling. Setelah itu, homeschooling terus berkembang dengan berbagai alasan. Selain karena
alasan keyakinan (beliefs) , pertumbuhan homeschooling juga banyak dipicu oleh ketidakpuasan atas sistem pendidikan di sekolah formal.
Di Indonesia
Perkembangan homeschooling di Indonesia belum diketahui secara persis karena belum ada penelitian khusus tetang akar perkembangannya. Istilah homeschooling merupakan khazanah relatif
baru di Indonesia. Namun jika dilihat dari konsep homeschooling sebagai pembelajaran yang tidak berlangsung di sekolah formal alias otodidak, maka sekolah rumah sudah tidak merupakan hal baru.
Banyak tokoh-tokoh sejarah Indonesia yang sudah mempraktekkan homeschooling seperti KH. Agus Salim, Ki Hajar Dewantara, dan Buya Hamka (Makalah Dr. Seto Mulyadi, 18 Juni 2006).
Dalam pengertian homeschooling ala Amerika Serikat, sekolah rumah di Indonesia sudah sejak tahun 1990-an. Misalnya Wanti, seorang ibu yang tidak puas dengan sistem pendidikan formal. Melihat
risiko yang menurut Wanti sangat mahal harganya, dia banting setir. Tahun 1992 Wanti mengeluarkan semua anaknya dari sekolah dan memutuskan mengajar sendiri anak-anaknya di rumah. Ia
mempersiapkan diri selama 2 tahun sebelum menyekolahkan anaknya di rumah. Semua kurikulum dan bahan ajar diimpor dari Amerika Serikat.Wanti sadar keputusannya mengandung konsekuensi
berat. Dia harus mau capek belajar lagi, karena bersekolah di rumah berarti bukan anaknya saja yang belajar, tetapi justru orangtua yang harus banyak belajar.
Demikian juga Helen Ongko (44), salah seorang ibu yang mendidik anaknya dengan bersekolah di rumah, sampai harus ke Singapura dan Malaysia mengikuti seminar tentang hal ini. Dia ingin benarbenar mantap, baru mengambil keputusan. Kebetulan waktu itu kondisi ekonomi sedang krisis sehingga kami banyak di rumah. Eh, ternyata enak ya belajar bersama di rumah, kata Helen yang mulai
mengajar anak di rumah tahun 2000 (Kompas, 13/3/2005).
Di Indonesia baru beberapa lembaga yang menyelenggarakan homeschoooling, seperti Morning Star Academy dan lembaga pemerintah berupa Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM).
Morning Star Academy, Lembaga pendidikan Kristen ini berdiri sejak tahun 2002 dengan tujuan selain memberikan edukasi yang bertaraf internasional, juga membentuk karakter siswanya.
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) merupakan program pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan jalur informal. Badan penyelenggara PKBM sudah ada ratusan di Indonesia. Di
Jakarta Selatan aja, ada sekitar 25 lembaga penyelenggara PKBM dengan jumlah siswa lebih kurang 100 orang. Setiap program PKBM terbagi atas Program Paket A (untuk setingkat SD), B (setingkat
SMP), dan Paket C (setingkat SMA). PKBM sebenarnya menyelenggarakan proses pendidikan selama 3 hari di sekolah, selebihnya, tutor mendatangi rumah para murid. Para murid harus mengikuti
ujian guna mendapatkan ijazah atau melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Perbedaan Ijazah dengan sekolah umum, PKBM langsung mengeluarkannya dari pusat.
Saat ini, perkembangan homeschooling di Indonesia dipengaruhi oleh akses terhadap informasi yang semakin terbuka dan membuat para orang tua memiliki semakin banyak pilihan untuk pendidikan
anak-anaknya.
Baik di Amerika Serikat maupun di Indonesia, kegagalan sekolah formal dalam menghasilkan mutu pendidikan yang lebih baik menjadi pemicu bagi keluarga-keluarga di Indonesia maupun di
mancanegara untuk menyelenggarakan homeschooling. Sekolah rumah ini dinilai dapat menghasilkan didikan bermutu.
Salah satu teori pendidikan yang berpengaruh dalam perkembangan homeschooling adalah Teori Inteligensi Ganda (Multiple Intelligences) dalam buku Frames of Minds: The Theory of Multiple
Intelligences (1983) yang digagas oleh Howard Gardner. Gardner menggagas teori inteligensi ganda. Pada awalnya, dia menemukan distingsi 7 jenis inteligensi (kecerdasan) manusia. Kemudian, pada
tahun 1999, ia menambahkan 2 jenis inteligensi baru sehingga menjadi 9 jenis inteligensi manusia. Jenis-jenis inteligensi tersebut adalah:Inteligensi linguistik; Inteligensi matematis-logis; Inteligensi
ruang-visual; Inteligensi kinestetik-badani; Inteligensi musikal; Inteligensi interpersonal; Inteligensi intrapersonal; Inteligensi ligkungan; dan Inteligensi eksistensial.
Teori Gardner ini memicu para orang tua untuk mengembangkan potensi-potensi inteligensi yang dimiliki anak. Kerapkali sekolah formal tidak mampu mengembangkan inteligensi anak, sebab sistem
sekolah formal sering kali malahan memasung inteligensi anak.
(Buku acuan yang dapat digunakan mengenai teori inteligensi ganda ini dalam bahasa Indonesia ini, Teori Inteligensi Ganda, oleh Paul Suparno, Kanisius: 2003).
Banyaknya tokoh-tokoh penting dunia yang bisa berhasil dalam hidupnya tanpa menjalani sekolah formal juga memicu munculnya homeschooling. Sebut saja, Benyamin Franklin, Thomas Alfa
Edison, KH. Agus Salim, Ki Hajar Dewantara dan tokoh-tokoh lainnya.
Benyamin Franklin misalnya, ia berhasil menjadi seorang negarawan, ilmuwan, penemu, pemimpin sipil dan pelayan publik bukan karena belajar di sekolah formal. Franklin hanya menjalani
dua tahun mengikuti sekolah karena orang tua tak mampu membayar biaya pendidikan. Selebihnya, ia belajar tentang hidup dan berbagai hal dari waktu ke waktu di rumah dan tempat lainnya yang
bisa ia jadikan sebagai tempat belajar.
Dewasa ini, perkembangan homeschooling ikut dipicu oleh fasilitas yang berkembang di dunia nyata. Fasilitas itu antara lain fasilitas pendidikan (perpustakaan, museum, lembaga penelitian),
fasilitas umum (taman, stasiun, jalan raya), fasilitas sosial (taman, panti asuhan, rumah sakit), fasilitas bisnis (mall, pameran, restoran, pabrik, sawah, perkebunan), dan fasilitas teknologi dan informasi
(internet dan audivisual).
Namun bagi sebagian orang, sistem sekolah umum merupakan sekolah yang tidak memuaskan bagi perkembangan diri anak. Sekolah umum menjadi kambing hitam atas output yang dikeluarkannya.
Hal ini terlihat dari output pendidikan formal banyak menjadi koruptor, pelaku mafia peradilan, politisi pembohong, dan penipu kelas kakap. Alasan kekecewaan itulah memicu keluarga-keluarga
memilih sekolah rumah alias homeschooling sebagai pendidikan alternatif.
Pada hakekatnya, baik homeschooling maupun sekolah umum, sama-sama sebagai sebuah sarana untuk menghantarkan anak-anak mencapai tujuan pendidikan seperti yang diharapkan. Namun
homeschooling dan sekolah memiliki perbedaan.
Pada sistem sekolah, tanggung jawab pendidikan anak didelegasikan orang tua kepada guru dan pengelola sekolah. Pada homeschooling, tanggung jawab pendidikan anak sepenuhnya berada di tangan
orang tua.
Sistem di sekolah terstandardisasi untuk memenuhi kebutuhan anak secara umum, sementara sistem pada homeschooling disesuaikan dengan kebutuhan anak dan kondisi keluarga.
Pada sekolah, jadwal belajar telah ditentukan dan seragam untuk seluruh siswa. Pada homeschooling jadwal belajar fleksibel, tergantung pada kesepakatan antara anak dan orang tua.
Pengelolaan di sekolah terpusat, seperti pengaturan dan penentuan kurikulum dan materi ajar. Pengelolaan pada homeschooling terdesentralisasi pada keinginan keluarga homeschooling. Kurikulum
dan materi ajar dipilih dan ditentukan oleh orang tua.
Di sisi lain, homeschooling mempunyai kelemahan-kelemahan yang dapat disebutkan berikut ini: membutuhkan komitmen dan tanggung jawab tinggi dari orang tua; memiliki kompleksitas yang lebih
tinggi karena orangtua harus bertanggung jawab atas keseluruhan proses pendidikan anak; keterampilan dan dinamika bersosialisasi dengan teman sebaya relatif rendah; ada resiko kurangnya
kemampuan bekerja dalam tim (team work), organisasi dan kepemimpinan; proteksi berlebihan dari orang tua dapat memberikan efek samping ketidakmampuan menyelesaikan situasi dan masalah
sosial yang kompleks yang tidak terprediksi.
Penutup
Homeschooling merupakan sebuah pilihan dan khazanah alternatif pendidikan bagi orang tua dalam meningkatkan mutu pendidikan, mengembangkan nilai iman (agama), dan menginginkan suasana
belajar yang lebih menyenangkan. Di sisi lain, ada sekolah umum yang memberikan bahan ajar dan kurikulum secara terpusat dan seragam, sesuai dengan harapan dan kebutuhan anak. Baik
homeschooling maupun sekolah umum (pendidikan formal) sama-sama mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam menghantarkan peserta didik mencapai tujuan pendidikan. Soal pilihan atas
keduanya, semua diserahkan pada orangtua dan keluarga sesuai dengan kondisi keluarga.
Penulis adalah pemerhati pendidikan anak, tinggal di Jakarta.
REFERENSI:
Kompas Cyber Media, 29 Agustus 2005: Home Schooling Model Pendidikan Alternatif
Sarie Febriane/ Clara Wresti, Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku, Harian Kompas, 13 Maret 2005
Sumardiono, Homeschooling, Lompatan Cara Belajar, PT. Elex Media Komputindo: Jakarta, 2007
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Fokusmedia, Bandung 2003
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan alternatif dengan model sekolah rumah (homeschooling) tidak hanya menumbuhkan keinginan belajar secara fleksibel pada anak, namun juga mampu menumbuhkan karakter
moral pada anak. Pasalnya, dengan menyerahkan proses belajar sebagai hak anak untuk mendapatkan pendidikan, akan mendorong anak untuk belajar berdisiplin dan bertanggung jawab, terhadap
segala kegiatan belajar yang telah dilakukannya (Mulyadi,2008).
Sistem ini terlebih dahulu berkembang di Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya di dunia. Belakang ini banyak orangtua yang tidak puas dengan hasil sekolah formal sehingga
menjadikan homeschooling sebagai alternatif proses belajar mengajar dalam perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Kerapkali sekolah formal berorientasi pada nilai rapor (kepentingan
sekolah), bukannya mengedepankan keterampilan hidup dan bersosial (nilai-nilai iman dan moral). Selain itu, perhatian secara personal pada anak, kurang diperhatikan.
B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
C.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Rumusan Masalah
Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Homeschooling
Dalam bukunya How Children Fail, John Cadlwell Holt (1964) menyatakan manusia pada dasarnya makhluk belajar dan senang belajar. Kita tidak perlu ditunjukkan bagaimana cara belajar.
Yang membunuh kesenangan belajar adalah orang-orang yang berusaha menyelak, mengatur, atau mengontrolnya. Dipicu oleh filosofi tersebut, pada tahun 1960-an terjadilah perbincangan dan
perdebatan luas mengenai pendidikan sekolah dan sistem sekolah. Sebagai guru dan pengamat anak dan pendidikan, Holt mengatakan bahwa kegagalan akademis pada siswa tidak ditentukan oleh
kurangnya usaha pada sistem sekolah, tetapi disebabkan oleh sistem sekolah itu sendiri.
Pada waktu yang hampir bersamaan, akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, Ray dan Dorothy Moor melakukan penelitian mengenai kecenderungan orang tua menyekolahkan anak lebih
awal (early childhood education). Penelitian mereka menunjukkan bahwa memasukkan anak-anak pada sekolah formal sebelum usia 8-12 tahun bukan hanya tidak efektif, tetapi berakibat buruk bagi
anak-anak, khususnya anak-anak laki-laki karena keterlambatan kedewasaan mereka. Setelah pemikirannya tentang kegagalan sistem sekolah mendapat tanggapan luas, Holt sendiri kemudian
menerbitkan karyanya yang lain Instead of Education; Ways to Help People Do Things Better, (1976). Buku ini pun mendapat sambutan hangat dari para orangtua homeschooling di berbagai penjuru
Amerika Serikat. Pada tahun 1977, Holt menerbitkan majalah untuk pendidikan di rumah yang diberi nama Growing Without Schooling. Serupa dengan Holt, Ray dan Dorothy Moore kemudian
menjadi pendukung dan konsultan penting homeschooling. Setelah itu, homeschooling terus berkembang dengan berbagai alasan. Selain karena alasan keyakinan (beliefs), pertumbuhan homeschooling
juga banyak dipicu oleh ketidakpuasan atas sistem pendidikan di sekolah formal.
B.
Perkembangan homeschooling di Indonesia belum diketahui secara persis karena belum ada penelitian khusus tetang akar perkembangannya. Istilah homeschooling merupakan khazanah relatif
baru di Indonesia. Namun menurut Seto Mulyadi ( 2006) jika dilihat dari konsep homeschooling sebagai pembelajaran yang tidak berlangsung di sekolah formal alias otodidak, maka sekolah rumah
sudah tidak merupakan hal baru. Banyak tokoh-tokoh sejarah Indonesia yang sudah mempraktekkan homeschooling seperti KH. Agus Salim, Ki Hajar Dewantara, dan Buya Hamka.
Di Indonesia baru beberapa lembaga yang menyelenggarakan homeschoooling, seperti Morning Star Academy dan lembaga pemerintah berupa Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM).
Morning Star Academy, lembaga pendidikan Kristen ini berdiri sejak tahun 2002. Selain bertujuan memberikan edukasi yang bertaraf internasional, juga membentuk karakter siswanya.
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) merupakan program pemerintah yang menyelenggarakan pendidikan jalur informal. Badan penyelenggara PKBM sudah ada ratusan di Indonesia. Di
Jakarta Selatan terdapat sekitar 25 lembaga penyelenggara PKBM dengan jumlah siswa lebih kurang 100 orang. Setiap program PKBM terbagi atas Program Paket A (untuk setingkat SD), B (setingkat
SMP), dan Paket C (setingkat SMA). PKBM sebenarnya menyelenggarakan proses pendidikan selama 3 hari di sekolah, selebihnya, tutor mendatangi rumah murid. Murid harus mengikuti ujian untuk
mendapatkan
ijazah
atau
melanjutkan
pendidikan
ke
jenjang
berikutnya.
Perbedaan
Ijazah
dengan
sekolah
umum adalah
PKBM
langsung mengeluarkannya
dari
pusat.
Saat ini perkembangan homeschooling di Indonesia dipengaruhi oleh akses terhadap informasi yang semakin terbuka sehingga orang tua semakin memiliki banyak pilihan untuk pendidikan anakanaknya.
C.
Secara etimologis, homeschooling adalah sekolah yang diadakan di rumah. Meski disebut homeschoooling, tidak berarti anak terus menerus belajar di rumah, tetapi anak-anak bisa belajar di mana saja
dan kapan saja asal situasi dan kondisinya benar-benar nyaman dan menyenangkan seperti layaknya berada dirumah.
Homeschooling lebih mengacu pada kompetensi praktis hubungan antara ketertarikan dan hobbi individu. Serta fleksibilitas metode belajar mengajar tidak terbelenggu oleh dimensi ruang dan
waktu secara formal dan dapat menjamin tingkat kompetensi terealisir dengan baik. Dalam homeschooling guru hanya sebagai pembimbing dan mengarahkan minat siswa pada mata pelajaran yang
diminati. Dalam hal ini siswalah yang menjadi subjek kurikulum bukan menjadi objek. Jam belajar lebih lentur karena mulai dari bangun tidur sampai berangkat tidur kembali.
Pemerintah sementara ini hanya mendukung sebatas legalitas formal melalui UU SisDikNas yang menggolongkannya sebagai bagian dari pendidikan informal (keluarga). Homeschooling
termasuk model pendidikan yang digunakan sebagai alternatif institusi sekolah yang menempatkan anak sebagai subjek dengan pendekatan pendidikan di rumah dan berada di bawah naungan
Direktorat Pendidikan Kesetaraan, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Depdiknas RI. Bagi peserta didik homeschooling bisa memiliki sertifikat ijazah dengan mengikuti Ujian Nasional
Pendidikan Kesetaraan (UNPK) paket A (kesetaraan SD), paket B (SMP) dan paket C (SMA) sesuai dengan tingkat kemampuan pendidikannya.
Ada beberapa klasifikasi format homeschooling, yaitu:
Homeschooling tunggal
Homeschooling tunggal dilaksanakan oleh orangtua dalam satu keluarga tanpa bergabung dengan keluarga lainnya karena hal tertentu atau lokasi yang berjauhan.
Homeschooling majemuk
Homeschooling majemuk dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga untuk kegiatan tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orangtua masing-masing. Alasannya: terdapat
kebutuhan-kebutuhan yang dapat dikompromikan oleh beberapa keluarga untuk melakukan kegiatan bersama. Contohnya kurikulum dari Konsorsium, kegiatan olahraga (misalnya keluarga atlit
tennis), keahlian musik/seni, kegiatan sosial dan kegiatan agama.
Komunitas homeschooling
Komunitas homeschooling merupakan gabungan beberapa homeschooling majemuk yang menyusun dan menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok (olah raga, musik/seni dan bahasa),
sarana/prasarana
dan
jadwal
pembelajaran.
Komitmen
penyelenggaraan
pembelajaran
antara
orang
tua
dan
komunitasnya
kurang
lebih
50:50.
(usia
13
15)
adalah
saat
pemahaman
anak
mulai
matang.
Mereka
mulai
mengerti
sebab
akibat
dan
pengetahuan
tentang
logika.
Tahapan rhetoric (usia 16 18) adalah saat anak bisa menggunakan pengetahuan dan logika untuk berkomunikasi, menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari dan berdiskusi serta berdebat
tentang
Komunitas
homeschooling
Setiap mata pelajaran mempunyai 3 tahapan tersebut. Peserta didik menerima fakta, belajar mengerti, dan diuji dalam pemahaman mereka.
kebijakan.
3. Eclectic
Metode ini melakukan hal-hal yang disukai dari berbagai kurikulum yang ada dengan menggunakan sumber-sumber informasi dari internet, perpustakaan atau menciptakan kurikulum sendiri.
4. Metode Homeschooling Montessori
Maria Montessori menyatakan bahwa anak mempunyai kemampuan untuk belajar. Orang dewasa hanya perlu mengatur lingkungan anak agak mendukung proses anak belajar. Orang dewasa
tidak perlu mengatur anak, tetapi cukup dengan membantu anak belajar dari lingkungannya dalam situasi natural maupun kelompok yang tidak dibatasi oleh umur.
5. Unschooling
Anak belajar materi yang mereka sukai. Unschooling sangat tidak terstruktur tapi sering cocok untuk sebagian anak, terutama anak kecil.
6. Unit studies
Semua mata pelajaran terpadu menjadi satu tema. Sebagai contoh dari sebuah buku anak dapat belajar sejarah, seni, ilmu pengetahuan alam, matematika, semua melalui buku tersebut.
7. Metode homeschooling Waldorf
Konsep pengajaran Waldorf bertumpu pada anak secara keseluruhan (the whole child) yang meliputi kepala, hati dan tangan. Metode ini menekankan dongeng (storytelling) and seni (art). Metode
ini tidak berusaha untuk menanamkan materi intelektual kepada anak, tetapi membangkitkan kemampuan anak untuk mencari pengetahuan dan menikmati proses belajar.
E.
menginginkan anaknya mendapatkan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan. Banyak beberapa pertimbangan bagi orang tua yang masih ragu untuk memilih homeschooling sebagai pendidikan
anaknya, antara lain:
Sistem belajar dilakukan dan diawasi sendiri oleh orang tua
Orang tua yang cenderung khawatir terhadap pengaruh negatif pergaulan anak dan tidak puas dengan kinerja sekolah formal dapat memilih homeschooling sebagai solusi . Hal ini dikarenakan
homeschooling merupakan pendidikan yang pada pelaksanaannya dilakukan sendiri oleh orang tua. Sehingga orang tua dapat memantau secara langsung perkembangan anak. Akan tetapi dengan
catatan bahwa segala sesuatu yang terkait dengan pelaksanaan homeschooling menjadi tanggung jawab penuh orang tua.
Kegiatan belajar flexibel
Nama sekolah rumah atau homeschooling bukan berarti kegiatan belajar sepenuhnya dilaksanakan dirumah. Kegiatan belajar dapat diatur atau dikondisikan sesuai dengan kebutuhan anak dan
orang tua. Kegiatan belajar dapat dilakukan di maanpun dan kapanpun orang tua atau peserta didik mau. Misalnya pada saat orang tua akan pergi ke kantor pos untuk mengirim surat, pada saat itu pula
orang tua dapat mengajarkan berbagai hal kepada anak seperti tata cara menulis surat yang baik, bahasa yang baik untuk menulis surat, langkah-langkah untuk mengirimkan surat, dan masih banyak
yang lainnya.
Perkembangan psikologis anak
Banyak orang tua mengkhawatirkan dampak psikologis home schooling seperti kurangnya sosialisasi anak dengan temannya. Padahal sebenarnya orang tua tidak perlu mengkhawatirkan hal
tersebut, karena seperti yang telah dikemukakan pada bagian atas bahwa home schooling memiliki 3 jenis. Dan 2 dari 3 jenis home schooling tersebut merupakan jenis homeschooling yang
pelaksanaannya dilakukan bersama-sama dengan keluarga lain. sehingga dampak buruk psikologis dapat ditanggulangi dengan kedua jenis home schooling tersebut. Orang tua yang memiliki anak yang
sama-sama mengikuti home schooling dapat bekerja sama untuk sesekali mengumpulkan anaknya dalam kegiatan belajar bersama di suatu tempat yang sesuai dengan materi apa yang akan diajarkan.
Tersedianya sarana yang lengkap di lingkungan
Tersedianya sarana memang penting untuk diperhatikan mengingat tanpa adanya sarana yang lengkap maka jalanya proses kegiatan belajar akan terhambat. Dan yang menggembirakan
perkembangan homeschooling pada saat ini juga diikuti dengan perkembangan fasilitas di dunia nyata. Fasilitas tersebut antara lain fasilitas pendidikan (perpustakaan, museum, lembaga penelitian),
fasilitas umum (taman, stasiun, jalan raya), fasilitas sosial (taman, panti asuhan, rumah sakit), fasilitas bisnis (mall, pameran, restoran, pabrik, sawah, perkebunan), dan fasilitas teknologi dan informasi
(internet dan audivisual).
Pengakuan pemerintah terhadap Homeschooling
Homeschooling bukanlah pendidikan yang berdiri sendiri tanpa di akui oleh pemerintah. Homeschooling merupakan pendidikan yang mendapatkan pengakuan dari pemerintah hal ini dibuktikan
dengan peserta homeschooling bisa mendapatkan ijazah oleh diknas. Ijazah tersebut bias didapat dengan mengikuti ujian kesetaraan. Selain itu pihak yang melaksanakan homeschooling harus proaktif
dengan melapor pada dinas setempat agar dicatat.
Melihat beberapa pertimbangan di atas maka sepantasnya layak jika homeschooling dijadikan solusi pendidikan alternative untuk anak. Akan tetapi semuanya kembali pada pemikiran masingmasing orang tua, apakah percaya bahwa dengan homeschooling anak dapat menjadi pribadi yang lebih baik ketimbang bila di sekolahkan di sekolah formal.
E.
Kelebihan Homeschooling
Huzaifah Hamid (2008) mengemukakan beberapa keunggulan homeschooling sebagai pendidikan alternatif sebagai berikut. Sistem ini menyediakan pendidikan moral atau keagamaan,
lingkungan sosial dan suasana belajar yang lebih baik, menyediakan waktu belajar yang lebih fleksibel. Juga memberikan kehangatan dan proteksi dalam pembelajaran terutama bagi anak yang sakit
atau cacat, menghindari penyakit sosial yang dianggap orang tua dapat terjadi di sekolah seperti tawuran, kenakalan remaja, narkoba dan pelecehan. Selain itu sistem ini juga memberikan keterampilan
khusus yang menuntut pembelajaran dalam waktu yang lama seperti pertanian, seni, olahraga, dan sejenisnya, memberikan pembelajaran langsung yang kontekstual, tematik, dan nonskolastik yang
tidak tersekat-sekat oleh batasan ilmu.
Kelemahan Homeschooling
Di sisi lain, homeschooling mempunyai kelemahan-kelemahan yang dapat disebutkan berikut ini membutuhkan komitmen dan tanggung jawab tinggi dari orang tua; dinamika bersosialisasi
dengan teman sebaya relatif rendah; ada resiko kurangnya kemampuan bekerja dalam tim (team work), organisasi dan kepemimpinan; proteksi berlebihan dari orang tua. Hal ini dapat menyebabkan
kurangnya interaksi dengan teman sebaya dari berbagai status sosial yang dapat memberikan pengalaman berharga untuk belajar hidup di masyarakat.
Faktor tingginya biaya homeschooling juga menjadi salah satu kekurangan, karena dipastikan biaya yang dikeluarkan untuk memberikan pendidikan homeschooling lebih besar dibanding jika
kita mengikuti pendidikan formal di sekolah umum.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Homeschooling muncul atas filososi John Cadlwell Holt dalam bukunya How Children Fail (1964) karena alasan ketidakpuasan atas sistem pendidikan di sekolah formal yang kemudian
didukung Ray dan Dorothy Moor dengan melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa memasukkan anak-anak pada sekolah formal sebelum usia 8-12 tahun tidak efektif.
Belum ada penelitian khusus tentang akar perkembangan homeschooling di Indonesia. Saat ini perkembangannya dipengaruhi oleh akses terhadap informasi yang semakin terbuka sehingga orang
tua semakin memiliki banyak pilihan untuk pendidikan anak-anaknya.
Proses pembelajaran homeschooling menggunakan metode belajar mengajar tidak terbelenggu oleh dimensi ruang dan waktu secara formal. Guru hanya sebagai pembimbing dan mengarahkan
minat siswa pada mata pelajaran yang diminati. Dalam hal ini siswalah yang menjadi subjek kurikulum bukan menjadi objek.
Kelebihan homeschooling adalah menyediakan pendidikan moral atau keagamaan, lingkungan sosial dan suasana belajar yang lebih baik serta menyediakan waktu belajar yang lebih fleksibel.
Juga memberikan kehangatan dan proteksi dalam pembelajaran terutama bagi anak yang sakit atau cacat, menghindari penyakit sosial yang dianggap orang tua dapat terjadi di sekolah seperti tawuran,
kenakalan remaja, narkoba dan pelecehan. Selain itu sistem ini memberikan keterampilan khusus yang menuntut pembelajaran dalam waktu yang lama.
Kelemahan homeschooling antara lain membtuhkan komitmen dan tanggung jawab tinggi dari orang tua; dinamika bersosialisasi dengan teman sebaya relatif rendah; ada resiko kurangnya
kemampuan bekerja dalam tim (team work), organisasi dan kepemimpinan dan proteksi berlebihan dari orang tua.
B.
Saran
Pembelajaran sekolah rumah sebaiknya menyesuaikan dengan standar kompetensi yang telah ditentukan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Ini agar sejalan dengan pertumbuhan dan
kemampuan anak dan dapat diikutkan dalam evaluasi dan ujian yang diselenggarakan secara nasional. Perlu adanya dukungan yang lebih luas dari pemerintah yang sementara ini hanya mendukung
sebatas legalitas formal melalui UU SisDikNas yang menggolongkannya sebagai bagian dari pendidikan informal (keluarga).
DAFTAR PUSTAKA
o My World. 2009. Homeschooling : Sebuah Alternatif Pendidikan, (Online),
(http://world.quisys.com/index.php?option=com_content&view=article&i
=54:home-schooling-sebuah-alternatif-pendidikan&catid=25:the
project&Itemid=71/, diakses 8 November 2009).
o Simbolon, Pormadi. 2007. Homeschooling: Sebuah Pendidikan Alternatif, (Online), (http://pormadi.wordpress.com/2007/11/12/homeschooling//,diakses8 November 2009).
o (http://homeschoolingqindyacademy.weebly.com/article.html)
o (Mayanggita.student.umm.ac.id/2010/07/28/kelebihan-dan-kekurangan-homeschooling)
o (http://pendidikanrumah.com/homeschooling-dan-trend-profesi-masa-depan)
o Kembara Maulia D, Homeschooling, Bandung: Progressio, 2007.
en.wikipedia.org/wiki/Homeschooling
o http://pormadi.wordpress.com/2007/11/12/homeschooling/
o http://www.pnfi.depdiknas.go.id/artikel/20090915092455/Homeschooling--Model-Pengembangan-Sistem-Pendidikan.html
o http://www.sekolahrumah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=183&Itemid=71
o http://fuadhanif.wordpress.com/2008/02/26/home-schooling-solusi-pendidikan-alternatif-bagi-anak-anak-anda
o http://www.pnfi.depdiknas.go.id/publikasi/edisi/20080115131519/Januari-2008--Program-PNFI-Makin-%60Membumi%60.html">Januari 2008 | Program PNFI Makin "Membumi"
LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan suatu hal yang penting yang harus dimiliki oleh setiap orang. Karena melalui pendidikan seseorang memperoleh informasi dan pengetahuan yang nantinya dapat
digunakan dan diterapkan pada kehidupannya.
Banyak orang beranggapan bahwa pendidikan hanya bisa diperoleh di sekolah formal. Padahal pendidikan di sekolah formal tidak sepenuhnya bisa memberikan apa yang diharapkan orang tua
terhadap anaknya. Pendidikan formal sering kali memberikan rasa jenuh kepada anak, jam pelajaran yang berlebihanlah yang mungkin menjadi penyebabnya. Jika UNESCO mensyaratkan 800-900
jam pelajaran per tahun untuk SD, Indonesia justru memberlakukan 1.400-an jam per tahun. Jika demikian anak akan merasa bahwa belajar itu tidak menyenangkan. Selain itu nilai-nilai moral, iman
dan taqwa, dan pendidikan yang bermutu sering kali meskipun sudah diberikan di sekolah akan tetapi masih banyak menciptakan generasi bangsa yang yang tidak bermoral dan tidak berakhlak baik.
Hal ini ditunjukkan dari banyaknya generasi-generasi muda yang melakukan tindakan-tindakan yang tidak baik seperti tawuran, membolos, menggunakan obat-obatan terlarang, membentuk geng-geng
motor yang anarkis.
Dari bentuk kekecewaan orang tua tersebut diatas maka muncul ide-ide dari orang tua untuk memberikan pendidikan untuk anaknya di rumah. Pendidikan ini biasa disebut homeschooling. Tetapi
apakah benar homeschooling ini benar-banar bias menjadi alternatif pendidikan untuk solusi diatas?
Untuk itu pada makalah ini akan dibahas mengenai homeschooling sebagai pendidikan alternatif untuk anak.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah homeschooling merupakan solusi pendidikan alternatif untuk anak?
2. Mengapa homeschooling menjadi solusi pendidikan alternatif untuk anak?
BAB II
PEMBAHASAN
A. HOMESCHOOLING
1. Pengertian homeschooling
Banyak pengertian mengenai homeschooling, dan berikut ini adalah beberapa pengertian menganai homeschooling, antara lain:
a) Homeschooling (Sekolah rumah), menurut Direktur Pendidikan Masyarakat Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Ella Yulaelawati, adalah proses layanan pendidikan yang secara sadar,
teratur
dan
terarah
dilakukan
oleh
orang
tua
atau
keluarga
dan
proses
belajar
mengajar
pun
berlangsung
dalam
suasana
yang
kondusif.
b) Homeschooling adalah model pendidikan dimana sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya.
c) Homeschooling or homeschool (also called home education or home learning) is the education of children at home, typically by parents but sometimes by tutors, rather than in a formal setting of
public or private school.
2. Jenis-jenis homeschooling
Dalam penerapannya ternyata homeschooling dibagi menjadi 3 jenis, adapun jenis-jenis tersebut antara lain:
a) Homeschooling tunggal, merupakan homeschooling yang hanya melibatkan orang tua dalam satu keluarga dan tidak bergabung dengan keluarga lainnya. Pada homeschooling tunggal peran orang
tua sangatlah penting sebagai pembimbing,teman belajar ataupun penilai. Homeschooling ini memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi karena dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja.
b) Homeschooling Majemuk, dilaksanakan oleh dua keluarga atau lebih untuk kegiatan tertentu, sedangkan kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orang tua masing-masing. Homeschooling ini dapat
merangsang insting sosial anak karena melibatkan anak-anak lain. anak akan terpacu pula untuk berkompetisi sehingga akan timbul semangat untk bersaing untuk berprestasi menjadi yang lebih baik
akan tetapi tetap positif.
c) Homeschooling Komunitas, merupakan gabungan beberapa homeschooling majemuk yang menyusun dan menentukan silabus, RPP, bahan ajar, sarana, serta jadwal pembelajaran. Peserta didik yang
mengikuti homeschooling komunitas memiliki ruang gerak sosialisasi yang lebih luas dibandingkan dengan homeschooling lainnya.
3. Kurikulum
Banyak kurikulum yang dapat di jadikan acuan bagi orang tua, akan tetapi keputusan penuh berada pada orang tua. Orang tua dapat menggunakan kurikulum Depdiknas ataupun kurikulum
international yang sudah banyak keberadaannya. Akan tetapi meskipun sudah banyak kurikulum yang ada orang tua tidak bisa sepenuhnya mengikuti salah satu kurikulum tanpa memperhatikan
kemampuan dan kemauan anak. Kurikulum tetap harus dikondisikan sesuai dengan kemampuan dan kemauan anak agar tetap berjalan lancar.
4. Kelemahan dan kelebihan homeschooling
Pada dasarnya tidak ada satupun model pendidikan yang sempurna. Begitu pula homeschooling, model pendidikan ini juga tidaklah sempurna dan memiliki kelemahan maupun kelebihan,yaitu:
a) Kelebihan Homeschooling
1) Memberikan ruang yang luas bagi anak untuk mengembangak kreativitasnya dengan susasana yang nyaman tanpa ada tekanan.
2)
Melindungi
anak
dari
NAPZA,
pengaruh-pengaruh
buruk
seperti
pergaulan
yang
menyimpang.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dengan adanya ketidak puasan akan sekolah formal, kekhawatiran orang tua akan pergaulan anak, beberapa pertimbangan seperti sistem belajar dilakukan dan diawasi sendiri oleh orang tua,
kegiatan belajar flexible, perkembangan psikologis anak, tersedianya sarana yang lengkap di lingkungan, dan pengakuan pemerintah terhadap homeschooling maka dapat diambil kesimpulan bahwa
homeschooling merupakan solusi pendidikan alternatif untuk anak. Akan tetapi untuk keputusan semuanya dikembalikan lagi pada orang tua masing-masing anak.
B. IMPLIKASI
Bagi orang tua yang masih ragu untuk memilih homeschooling sebagai pendidikan alternatif untuk anak, sebaiknya benar-benar mempertimbangkannya matang-matang. Karena keputusan yang
akan diambil adalah penentu bagi masa depan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Kembara Maulia D, Homeschooling, Bandung: Progressio, 2007.
en.wikipedia.org/wiki/Homeschooling
http://pormadi.wordpress.com/2007/11/12/homeschooling/
http://www.pnfi.depdiknas.go.id/artikel/20090915092455/Homeschooling--Model-Pengembangan-Sistem-Pendidikan.html
http://www.sekolahrumah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=183&Itemid=71
http://fuadhanif.wordpress.com/2008/02/26/home-schooling-solusi-pendidikan-alternatif-bagi-anak-anak-anda/
http://www.pnfi.depdiknas.go.id/publikasi/edisi/20080115131519/Januari-2008--Program-PNFI-Makin-%60Membumi%60.html">Januari 2008 | Program PNFI Makin "Membumi"
http://erura.blogspot.com/2010/03/makalah-homeschooling-sebagai.html
Diposkan oleh Rusman Raymanda di Rangas Tammalassu-Majene Jumat, Januari 10, 2014
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Reaksi:
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Arsip Blog
2015 (2)
2014 (56)
o Desember (3)
o November (1)
o Oktober (2)
o September (8)
o Agustus (5)
o Juli (5)
o Juni (11)
o Mei (1)
o April (5)
o Januari (15)
2013 (2)
Entri Populer
Makalah Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam Sebagai Disiplin Ilmu Tugas Kuliah Kapita Selekta PAI
MATA KULIAH
Makalah Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Tugas Kuliah Pengembangan Inovasi Kurikulum
MATA KULIAH
DOSEN PEMBIMBING
Makalah Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam Tugas Kuliah Filsafat Pendidikan Islam
TUGAS INDIVIDU MATA KULIAH
Makalah Strategi Pembangunan PAI Dalam Upaya Mengantisipasi Perkembangan IPTEK Tugas Kuliah Kapita Selekta PAI
MATA KULIAH : KAPITA SELEKTA PAI NAMA DOSEN
: MUH. SAUPA ASAD, M.pd.I STRATEGI PEMBANGUNAN PAI DALAM UPAYA MENGANTISIPA...
Makalah Konsep Islam Tentang Pribadi Muslim Tugas Kuliah Filsafat Pendidikan Islam
MATA KULIAH : FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM NAMA DOSEN
Makalah Hukum Keluarga Berencana (KB) dalam Islam Tugas Kuliah Masailul Fiqhiyah Kontemporer
MATA KULIAH : MASAILUL FIQHIYAH KONTEMPORER NAMA DOSEN : H. A. AMRULLAH AKIL, Lc., M. Ag HUKUM KELUARGA BERENCANA(KB) ...
Mengenai Saya
Rusman Raymanda
Lihat profil lengkapku
Google+ Badge
Google+ Badge
Terjemahkan laman ini
Diberdayakan oleh
TerjemahanMAKALAH HOMESCHOOLING
ATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, yang dengan keagungannya telah memberkahi penyusun dengan segala rahmat yang tiada batasnya
sehingga penyusun mampu menyelesaikan penyusunan makalah ini. Sholawat serta salam semoga selalu terlimpah kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW, beserta
seluruh keluarga, sahabat, dan pengikutnya.
Penyusun menyadari atas segala kekurangan dan keterbatasan pengetahuan sehingga wujud makalah ini masih dalam bentuk sederhana. Namun demikian, berkat uluran
pemikiran dari beberapa pihak yang dengan ikhlas telah membantu penyusun dengan memberikan sumbangan pengetahuan sehingga penyusun mampu menyelesaikan
makalah ini.
Seiring dengan ucapan terima kasih yang teramat dalam penyusun haturkan kepada yang terhormat:
1. Bapak Drs. I Wayan Sutama, M.Pd selaku Dosen Pembimbing
2. Rekan-rekan mahasiswa SI-PGSD yang telah memberikan dukungan, moril, saran, dan masukan dalam makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mohon saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Singkat Homeschooling
Filosofi berdirinya sekolah rumah adalah manusia pada dasarnya makhluk belajar dan senang belajar; kita tidak perlu ditunjukkan bagaimana cara belajar. Yang membunuh
kesenangan belajar adalah orang-orang yang berusaha menyelak, mengatur, atau mengontrolnya (John Cadlwell Holt dalam bukunya How Children Fail, 1964). Dipicu oleh
filosofi tersebut, pada tahun 1960-an terjadilah perbincangan dan perdebatan luas mengenai pendidikan sekolah dan sistem sekolah. Sebagai guru dan pengamat anak dan
pendidikan, Holt mengatakan bahwa kegagalan akademis pada siswa tidak ditentukan oleh kurangnya usaha pada sistem sekolah, tetapi disebabkan oleh sistem sekolah itu
sendiri.
Pada waktu yang hampir bersamaan, akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, Ray dan Dorothy Moor melakukan penelitian mengenai kecenderungan orang tua
menyekolahkan anak lebih awal (early childhood education). Penelitian mereka menunjukkan bahwa memasukkan anak-anak pada sekolah formal sebelum usia 8-12 tahun
bukan hanya tak efektif, tetapi sesungguhnya juga berakibat buruk bagi anak-anak, khususnya anak-anak laki-laki karena keterlambatan kedewasaan mereka (Sumardiono,
2007: 21).
Setelah pemikirannya tentang kegagalan sistem sekolah mendapat tanggapan luas, Holt sendiri kemudian menerbitkan karyanya yang lain Instead of Education; Ways to
Help People Do Things Better, (1976). Buku ini pun mendapat sambutan hangat dari para orangtua homeschooling di berbagai penjuru Amerika Serikat. Pada tahun 1977,
Holt menerbitkan majalah untuk pendidikan di rumah yang diberi nama: Growing Without Schooling.
Serupa dengan Holt, Ray dan Dorothy Moore kemudian menjadi pendukung dan konsultan penting homeschooling. Setelah itu, homeschooling terus berkembang dengan
berbagai alasan. Selain karena alasan keyakinan (beliefs) , pertumbuhan homeschooling juga banyak dipicu oleh ketidakpuasan atas sistem pendidikan di sekolah formal.
B. Pengertian Homeschooling
Istilah Homeschooling sendiri berasal dari bahasa Inggris berarti sekolah rumah. Homeschooling berakar dan bertumbuh di Amerika Serikat. Homeschooling dikenal juga
dengan sebutan home education, home based learning atau sekolah mandiri. Pengertian umum homeschooling adalah model pendidikan dimana sebuah keluarga memilih
untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya. Memilih untuk bertanggungjawab berarti orang tua
terlibat langsung menentukan proses penyelenggaraan pendidikan, penentuan arah dan tujuan pendidikan, nilai-nilai yang hendak dikembangkan, kecerdasan dan
keterampilan, kurikulum dan materi, serta metode dan praktek belajar (bdk. Sumardiono, 2007:4).
Peran dan komitmen total orang tua sangat dituntut. Selain pemilihan materi dan standar pendidikan sekolah rumah, mereka juga harus melaksanakan ujian bagi anakanaknya untuk mendapatkan sertifikat, dengan tujuan agar dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Banyak orang tua Indonesia yang mempraktekkan
homeschooling mengambil materi pelajaran, bahan ujian dan sertifikat sekolah rumah dari Amerika Serikat. Sertifikat dari negeri paman Sam itu diakui di Indonesia
(Departemen Pendidikan Nasional) sebagai lulusan sekolah Luar Negeri (Kompas, 13/3/2005).
C. Tujuan Homeschooling
Tujuannya, agar setiap potensi anak yang unik dapat berkembang secara maksimal. Rumusan yang sama juga dipegang oleh lembaga-lembaga pendidik lain yang mulai
menggiatkan sarana penyediaan program homeschooling.
Ada beberapa alasan mengapa para orang tua di Indonesia lebih memilih sekolah rumah. Kecenderungannya antara lain, bisa menekankan kepada pendidikan moral atau
keagamaan, memperluas lingkungan sosial dan tentunya suasana belajar yang lebih baik, selain memberikan pembelajaran langsung yang konstekstual, tematik,
nonskolastik yang tidak tersekat-sekat oleh batasan ilmu. Ingin anak tumbuh optimal dalam pengertiannya adalah mereka tumbuh menjadi diri mereka sendiri. Mereka
melakukan hal-hal yang mereka sukai, mereka belajar karena merasakan kebutuhan untuk dirinya, mereka melakukan dengan cara/kecepatan mereka. Dan juga, tak ada
batas yang menghalangi mereka untuk tumbuh. Pandangan ini memberikan pengertian luas kepada setiap orang untuk lebih mengekspresikan keinginan dan kemampuan
dalam menimba ilmu, tidak hanya di lingkungan yang dinamakan sekolah. Bahkan kesempatan mendapatkan ilmu yang lebih juga memiliki peluang besar sejalan dengan
perkembangan pendidikan.
D. Landasan Hukum Homeschooling
Departemen Pendidikan Nasional menyebut sekolah-rumah dalam pengertian pendidikan homeschooling. Jalur sekolah-rumah ini dikategorikan sebagai jalur pendidikan
informal yaitu jalur pendidikan keluarga dan lingkungan (pasal 1 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Sisidiknas No. 20/2003). Kegiatan pendidikan informal yang
dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Meskipun pemerintah tidak mengatur standar isi dan proses pelayanan pendidikan
informal, namun hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal (sekolah umum) dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar
nasional pendidikan (pasal 27 ayat 2).
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Juga dijelaskan sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara
terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (pasal 1).
Berdasarkan definisi pendidikan dan sistem pendidikan nasional tersebut, sekolah rumah menjadi bagian dari usaha pencapaian fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Hal ini yang kemudian membuat homeschooling dipilih sebagai salah satu alternatif proses belajar mengajar dalam perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Hingga
kemudian model homeschooling (Sekolah Rumah) dimasukan dalam revisi UU pendidikan no 20 tahun 2003.
Pasal 7 UU Sisdiknas mengenai Hak dan Kewajiban Orangtua (Ayat 1) Orangtua berhak berperanserta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang
perkembangan pendidikan anak. Ayat 2. Orangtua dari anak usia wajib belajar berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.
Mengaitkan antara homeschooling dan Pasal 7 tersebut, saya menyimpulkan, homeschooling sebenarnya bagus kalau diposisikan sebagai wahana pembentuk karakter dan
kepribadian anak. Orangtua justru akan ikut terlibat dan mewarnai pembentukan karakter dan kepribadian anak mereka melalui homeschooling, dengan bahan ajar yang
lebih menitikberatkan pada penanaman nilai keimanan serta akhlak yang terpuji. Hasilnya adalah tidak saja terbentuk karakter yang khas, namun anak nantinya memiliki
pendewasaan berpikir dan tidak bermental tempe
Pemerintah sendiri mengamini keberadaan homeschooling melalui UU Sisdiknas, Pasal 27 mengenai pendidikan informal.
E. Kurikulum Homeschooling
Salah satu perbedaan Homeschooling dengan sekolah reguler adalah pengelolaan di sekolah reguler lebih terpusat (kurikulumnya diatur) sedangkan kurikulum
homeschooling tergantung pada orang tua dan materi ajar untuk anaknya.
Setiap keluarga Homeschooling memiliki pilihan untuk menentukan kurikulum dan bahan ajar yang akan digunakan sebagai acuan.Kurikulum akan menentukan pola
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian umum homeschooling adalah model pendidikan dimana sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anaknya dengan
menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya.Tujuannya, agar setiap potensi anak yang unik dapat berkembang secara maksimal.
Homeschooling ada 3 jenis yaitu : Homeschooling tunggal, Homeschooling majemuk, dan Homeschooling komunitas. Tiap jenis homeschooling tersebut mempunyai
tantangan sendiri-sendiri.
Kurikulum homeschooling tergantung pada orang tua, atau dengan kata lain orang tua memilih sendiri kurikulum dan materi ajar untuk anaknya. Setiap keluarga memiliki
pilihan untuk menentukan kurikulum dan bahan ajar yang akan digunakan sebagai acuan.
B. Saran
DAFTAR RUJUKAN
iposkan oleh Gun Sasongko Rahmanu di 09.40
irimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
oskan Komentar
osting Lebih Baru Posting Lama Beranda
angganan: Poskan Komentar (Atom)
engikut
rsip Blog
2011 (27)
o
Januari (27)
PARIBASAN
SANEPA
PARIAN
SABDATAMA
LIRIK TEMBANG
Gamelan Jawa
CANGKRIMAN
FILSAFAT PENDIDIKAN
MAKALAH HOMESCHOOLING
Mengenai Saya
un Sasongko Rahmanu
Saya ini Orangnya Simple Tapi Menarik
hat profil lengkapku
Google+ Badge
sssssss
About these ads