Anda di halaman 1dari 3

TUGAS

ANALISIS TEORI STRUKTURASI ANTHONY GIDDENS


PADA GAGASAN POLITIK PAKU BUWONO IV

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Pemahaman Fakta Sejarah
Dosen Pengampu : Drs. Hermanu J. M. Pd.

Disusun Oleh :

Guntur Arie W

PRODI PENDIDIKAN SEJARAH


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009

Strukturalisme merupakan gerakan pemikiran yang kembali ke bahasa


yang dirintis oleh Ferdinand de Saussure (1857-1913). Dalam wacana ilmu-ilmu
sosial, strukturalisme merupakan penerapan analisis bahasa ke wilayah sosial.
Realitas sosial adalah teks atau bahasa, dan bahasa selalu memiliki dua sisi:
bahasa sebagai parole (tuturan percakapan lisan sebagai sisi eksekutif bahasa) dan
sebagai langue (sistem tanda atau tata bahasa), dan sebagai tanda (sign), dalam
bahasa ada dua aspek: penanda (signifier) dan petanda (signified). Semenjak
strukturalisme inilah muncul pendapat bahwa bahwa bahasa sebagai sistem tanda
bersifat arbiter (arbitrary).
Dari telaah kritis yang dilakukan Anthony Giddens terhadap sejumlah
persoalan

sebagaimana

terdapat

pada

fungsionalisme

ala

Parsons

dan

strukturalisme/post-strukturalisme, setidaknya ada dua tema sentral yang


kemudian dipandang oleh para ahli sosial sebagai poros gagasan orisinal Giddens,
yaitu hubungan pelaku-struktur dan sentralitas ruang-waktu.
Tampaklah dengan jelas bahwa dalam teori strukturasi Anthony Giddens
kategori ruang-waktu menempati posisi yang sangat sentral. Strukturasi, proses
bagaimana praktik-praktik sosial menjadi suatu struktur, memang hanya bisa
terjadi dalam lintas ruang-waktu.
Selanjutnya, Giddens menjelaskan bahwa prinsip-prinsip struktural itu
terdiri dari tiga hal yang sangat mendasar, yaitu pertama, struktur signifikansi
(signification) yang berkaitan dengan dimensi simbolik, penyebutan dan wacana.
Kedua, struktur dominasi (domination) yang mencakup dimensi penguasaan atas
orang (politik) dan barang (ekonomi). Ketiga, struktur legitimasi (legitimation)
menyangkut dimensi peraturan normatif yang terungkap dalam tata hukum.
Dari penjelasan teori Giddens di atas dapat dianalisis pada kasus
legitimasi kekuasaan raja Jawa bahwa Islam adalah agama yang paling banyak
memberikan kontribusi dalam sejarah Indonesia, dan mendorong transformasi
dalam masyarakat Jawa sejak abad ke-17 hingga abad ke-19. Itu dikarenakan

pendiri Islam di Jawa, memperkenalkan Islam dengan menggunakan kebudayaan


lokal, sehingga mudah diterima dan prosesnya cepat. Konstruksi Islam lokal
dihasilkan 3 jenis pemimpin, diantaranya birokrasi sarjana muslim, non birokrasi,
dan sinkretisme
Peran penguasa di Jawa Kerajaan Mataram menyangkut sejarah hubungan
antara Islam dan Jawa. Para penguasa Jawa dinilai tidak mampu mensinergikan
kekuatan-kekuatan sosial dalam sistem politik. Misalnya : 1. Mereka
memprioritaskan pada perolehan kekuasaan, dan kekuasaan relevan dengan
ketertarikan mereka, 2. Kondisi Negara dalam keadaan perbedaan politik dan
separatis/pemisahan diri. Fenomena politik ini indikasi bahwa aristokrat Jawa
mementingkan kepentingan mereka pribadi daripada kepentingan rakyat, bangsa
dan juga negara, 3. Raja tidak pernah mengontrol aristokrat Jawa, dan tidak
berusaha untuk

menjaga kewibawaan untuk mengontrol para aristokratnya.

Mereka tidak peduli untuk membangun sistem politik yang berpijak pada Islam
sebagai kekuatan sosial. Waktu itu yang terjadi justru segregasi sosial atau jurang
yang amat lebar antara kalangan aristokrat, rakyat dan ulama. Inilah penyebab
kegagalan membangun basis politik Islam.
Teori Giddens ini menjelaskan konflik antara struktur dan pelaku. Dalam
sejarah Islam di Indonesia, pemikiran politik yang tumbuh sampai abad ke-19
lebih menempatkan Islam sebagai alat politik. Pada masa Paku Buwono IV di
Surakarta, dia memaksa kalangan istana untuk memeluk Islam, bahkan merangkul
sejumlah ulama kharismatik. Hal ini dianggap sebagai penentangan terhadap
kolonial Belanda, sehingga Belanda bertindak untuk melumpuhkannya. Islam
pada masa lalu dicitrakan amat akomodatif terhadap budaya lokal. Di Jawa, Islam
hadir dalam lokalitas Jawa yang berhubungan dengan kebiasaan-kebiasaan HinduBuddhisme, sehingga dalam khasanah antropologi Islam di Jawa disebut sebagai
Islam populer.

Anda mungkin juga menyukai