Anda di halaman 1dari 9

LINGKUNGAN BISNIS DAN HUKUM KOMERSIAL

TUGAS MINGGU PERTAMA - PERIKATAN

NAMA :
AULYA AGUSTIN DWI ANDHINI

(1306498241)

CLASS : F13/2S

MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI


UNIVERSITAS INDONESIA

Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi
Program Studi Magister Akuntansi Pendidikan Profesi Akuntansi

STATEMENT OF AUTHORSHIP
Saya/kami yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir
adalah murni hasil pekerjaan saya/kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang
saya/kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.
Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada
mata ajaran lain, kecuali saya/kami menyatakan dengan jelas bahwa saya/kami
menggunakannya.
Saya/kami memahami bahwa tugas yang saya/kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan
atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.
Nama Mahasiswa

: AULYA AGUSTIN DWI ANDHINI (1306498241)

Kelas

: F13- 2S

Mata Ajar
KOMERSIAL

: LINGKUNGAN BISNIS DAN HUKUM

Judul Makalah/Tugas

: PERIKATAN

Hari, Tanggal

: SELASA, 3 MARET 2015

Nama Pengajar

: DR. YUNUS HUSEIN

Tandatangan

AULYA AGUSTIN DWI ANDHINI

PERIKATAN

1. Apa yang dimaksud dengan perikatan dan apa bedanya dengan perjanjian ?
Berdasarkan Pasal 1233 KUH Perdata bahwa perikatan lahir karena suatu persetujuan
atau karena undang-undang. Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya Hukum Perjanjian
(hal. 1) membedakan pengertian antara perikatan dengan perjanjian. Subekti
menyatakan bahwa hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian
itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, di samping sumbersumber lain.
Definisi perikatan menurut Prof. Subekti, S.H. adalah sebagai berikut:
Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua
pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak
yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
Sedangkan perjanjian didefinisikan sebagai berikut:
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang
lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
Perbedaan antara perikatan dan perjanjian adalah sebagai berikut:
NO

PEMBEDA

PERIKATAN

PERJANJIAN

Ruang lingkup

Memiliki pengertian yang lebih luas Hanya berdasarkan kesepakatan


daripada perjanjian sebab hubungan antara kedua belah pihak
hukum yang ada dalam perikatan
munculnya
tidak
hanya
dari
perjanjian tetapi juga dari aturan
perundang-undangan.

Sumber
perjanjian

Selain mengikat karena adanya Perjanjian


pada
hakekatnya
kesepakatan juga mengikat karena merupakan hasil kesepakatan para
diwajibkan oleh undang undang
pihak, jadi sumbernya benarbenar kebebasan pihak-pihak
yang ada untuk diikat dengan
perjanjian sebagaimana diatur
dalam Pasal 1338 KUHPerdata

Konsekuensi
Hukum

Pada perikatan masing-masing pihak


mempunyai hak hukum untuk
menuntut pelaksanaan prestasi dari
masing-masing pihak yang telah
terikat

Sifat

Abstrak: kita tidak dapat melihat Konkret: dapat dilihat atau dibaca
dengan pancaindra suatu perikatan
suatu bentuk perjanjian ataupun
didengar perkataan perkataannya
yang berupa janji

Pada perjanjian tidak ditegaskan


tentang hak hukum yang dimiliki
oleh masing-masing pihak yang
berjanji apabila salah satu dari
pihak yang berjanji tersebut
ternyata ingkar janji, terlebih
karena pengertian perjanjian
dalam Pasal 1313 KUHPerdata
menimbulkan kesan seolah-olah
hanya merupakan perjanjian
sepihak saja

Kesimpulan:
Hukum perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di dalam lapangan harta
kekayaan yang sudah melalui perjanjian, yang dilakukan oleh dua orang atau lebih
dan menimbulkan suatu hak dan kewajiban. Sumber hukum perikatan adalah
perjanjian dan undang-undang. Suatu perjanjian yang dibuat dapat menyebabkan
lahirnya perikatan bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut. Perjanjian
adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lainnya atau dimana
dua orang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Perikatan merupakan suatu
yang sifatnya abstrak sedangkan perjanjian adalah suatu yang bersifat kongkrit.
Karena itu, perikatan dan perjanjian memiliki keterkaitan.
2. Apa saja yang dapat melahirkan perikatan?
Berdasarkan Kitab Undang-Undang hukum Perdata Pasal 1233, suatu perikatan
dapat lahir karena:
a. Perjanjian
Suatu perikatan yang bersumberkan dari perjanjian lahir karena hal tersebut
memang dikehendaki oleh para pihak yang membuat perjanjian. Dalam bentuknya
perjanjian berupa suatu rangkaian janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan
atau ditulis. Dalam arti sempit disebut dengan kontrak atau perjanjian tertulis.
b. Undang-undang.
Sedangkan perikatan yang bersumberkan dari undang-undang lahir karena
kehendak pembuat undang-undang dan diluar kehendak para pihak yang
bersangkutan. Selanjutnya, perikatan yang bersumberkan dari undang-undang
dapat dibedakan lagi menjadi:
1) Undang-undang saja, misalnya kewajiban orang tua terhadap
perkarangan yang bertetangga.

anak, pemilik

2) Undang-undang yang berhubungan dengan perbuatan orang dimana undangundang yang bersumberkan dari perbuatan yang berhubungan dengan
perbuatan orang dibedakan lagi menjadi 2 yaitu:
a) Perbuatan yang halal, misalnya seseorang yang sukarela, mewakili urusan
orang
lain, maka ia berkewajiban untuk meneruskan dan
menyelesaikan urusan dimaksud, sedangkan pihak
yang
diwakili
kepentingannya berkewajiban
memenuhi janji-janji yang dibuat si
wakil dan menggantikan pengeluaran si wakil tersebut; Pembayaran tak
terhutang wajib dikembalikan.
b) Perbuatan melanggar hukum, bahwa orang yang dirugikan mempunyai
hak untuk menuntut kerugian, dan orang yang karena perbuatannya
merugikan orang lain berkewajiban untuk membayar ganti rugi.
3. Sebutkan jenis-jenis perjanjian?
Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Dalam ilmu pengetahuan Hukum
Perdata perjanjian memiliki 14 (empat belas) jenisyaitu sebagai berikut:
a. Perjanjian Timbal Balik: adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok
bagi kedua belah pihak.
b.

Perjanjian Cuma-Cuma: Menurut ketentuan Pasal 1314 KUHPerdata, suatu


persetujuan yang dibuat dengan cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan

mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada, pihak yang lain,
tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
c. Perjanjian Atas Beban: adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang
satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu
ada hubungannya menurut hukum.
d. Perjanjian Bernama (Benoemd): adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama
sendiri, maksudnya adalah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi
nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak
terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab
XVIII KUHPerdata.
e. Perjanjian tidak bernama (Onboemde Overeenkomst): adalah perjanjian-perjanjian
yang tidak diatur di dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat.
Jumlah perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan dengan
kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya.
f. Perjanjian Kebendaan: adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan
haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban
(oblilige) pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain
(levering, transfer).
g. Perjanjian Obligator: adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban
diantara para pihak.
h. Perjanjian Konsensual: adalah perjanjian dimana antara kedua belah pihak telah
tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perjanjian. Menurut
KUHPerdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 1338).
i. Perjanjiaan Riil: adalahaitu suatu perjanjian yang terjadinya itu sekaligus dengan
realisasi tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak.
j. Perjanjian Liberatoir: adalah perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari
kewajiban yang ada (Pasal 1438 KUHPerdata).
k. Perjanjian Pembuktian (Bewijsovereenkomts): adalah suatu perjanjian dimana para
pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka.
l. Perjanjian Untung-untungan: Menurut Pasal 1774 KUHPerdata, yang dimaksud
dengan perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya,
mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak,
bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu.
m. Perjanjian Publik: adalah suatu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai
oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah,
dan pihak lainnya swasta. Diantara keduanya terdapat hubungan atasan dengan
bawahan (subordinated), jadi tidak dalam kedudukan yang sama(co-ordinated).
n. Perjanjian Campuran: adalah suatu perjanjian yang mengandung berbagai unsure
perjanjian di dalamnya.
4. Apa yang dimaksud dengan kebebasan berkontrak?
Dalam Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia, kebebasan berkontrak dapat
disimpulkan dari ketentuan pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan
bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya. Sumber dari kebebasan berkontrak adalah
kebebasan individu sehingga yang merupakan titik tolaknya adalah kepentingan

individu pula. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kebebasan individu


memberikan kepadanya kebebasan untuk berkontrak.
Berlakunya asas konsensualisme menurut hukum perjianjian Indonesia memantapkan
adanya asas kebebasan berkontrak. Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang
membuat perjanjian, Tanpa sepakat maka perjanjian yang dibuat dapat
dibatalkan. Seseorang tidak dapat dipaksa untuk memberikan sepakatnya. Sepakat
yang diberikan dengan paksa adalah Contradictio interminis. Adanya paksaan
menunjukkan tidak adanya sepakat yang mungkin dilakukan oleh pihak lain adalah
untuk memberikan pilihan kepadanya, yaitu untuk setuju mengikatkan diri pada
perjanjian yang dimaksud, atau menolak mengikatkan diri pada perjanjian dengan
akibat transaksi yang diinginkan tidak terlaksana (take it or leave it).
Menurut hukum perjanjian Indonesia seseorang bebas untuk membuat perjanjian
dengan pihak manapun yang dikehendakinya. Undang-undang hanya mengatur
orang-orang tertentu yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, pengaturan
mengenai hal ini dapat dilihat dalam pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa setiap orang bebas untuk
memilih pihak yang ia inginkan untuk membuat perianjian, asalkan pihak tersebut
bukan pihak yang tidak cakap. Bahkan lebih lanjut dalam pasal 1331, ditentukan
bahwa andaikatapun seseorang membuat perjianjian dengan pihak yang dianggap
tidak cakap menurut pasal 1330 KUH Perdata tersebut, maka perjanjian itu tetap sah
selama tidak dituntut pembatalannya oleh pihak yang tidak cakap.
5. Apa saja syarat sahnya perjanjian?
Berdasarkan KUH Perdata (Pasal 1320 atau Pasal 1365 buku IV NBW). Syarat
sahnya perjanjian meliputi dua hal yaitu:
a. Syarat Subyektif: Syarat subyektif adalah syarat yang berkaitan dengan subyek
perjanjian. Syarat subyek perjanjian meliputi:
1) Adanya kesepakatan / izin (toesteming) kedua belah pihak. Kesepakatan antara
para pihak, yaitu persesuaian pernyataan kehendak antara kedua belah pihak,
tidak ada paksaan dan lainnya.
2) Kedua belah pihak harus cakap bertindak Cakap bertindak adalah kecakapan
atau kemampuan kedua belah pihak untuk melakukan perbuatan hukum.
Beberapa golongan orang yang oleh Undang-Undang dinyatakan tidak cakap
seperti : orang dibawah umur, orang di bawah pengawasan (curatele).
b. Syarat Obyektif: Syarat obyektif adalah syarat yang berkaitan dengan obyek
perjanjian. Syarat obyektif meliputi:
1) Adanya obyek perjanjian (onderwerp der overeenskomst). Benda yang
dijadikan obyek perjanjian harus memenuhi beberapa ketentuan, yaitu:
a) Barang itu adalah barang yang dapat diperdagangkan;
b) Barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum antara lain
seperti jalan umum, pelabuhan umum, dan sebagainya tidaklah dapat
dijadikan obyek perjanjian,
c) Dapat ditentukan jenisnya;
d) Barang yang akan datang.
2) Adanya sebab yang halal (georloofde oorzak)
Dalam perjanjian diperlukan adanya sebab yang halal, artinya ada sebab-sebab
hukum yang menjadi dasar perjanjian yang tidak dilarang oleh peraturan,

keamanan dan ketertiban umum dan sebagainya. Undang-Undang tidak


memberikan pengertian mengenai sebab (oorzaak, cause). Yang dimaksud
cause yang halal dalam pasal 1320 KUH Perdata bukanlah sebab yang
menyebabkan atau mendorong orang membuat perjanjian, melainkan isi
perjanjian itu sendiri, yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh
para pihak. Menurut yuris prudensi yang ditafsirkan dengan causa adalah isi
atau maksud dari perjanjian.
Menurut pasal 1320 KUH Perdata, syarat sahnya suatu perjanjian adalah
sebagai berikut:
a) Sepakat mereka yang mengikatkan diri;
b) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
c) Suatu hal tertentu;
d) Suatu sebab yang halal.
6. Hal-hal apa saja yang mengakhiri perikatan?
Berdasarkan Pasal 1381 KUH Perdata, hapusnya perikatan disebabkan karena 10 hal,
yaitu sebagai berikut:
a. karena pembayaran
Agar suatu pembayaran untuk melunasi suatu utang berlaku sah, orang yang
melakukannya haruslah pemilik mutlak barang yang dibayarkan dan pula
berkuasa untuk memindahtangankan barang itu. Meskipun demikian, pembayaran
sejumlah uang atau suatu barang lain yang dapat dihabiskan, tak dapat diminta
kembali dan seseorang yang dengan itikad baik telah menghabiskan barang yang
telah dibayarkan itu, sekalipun pembayaran itu dilakukan oleh orang yang bukan
pemiliknya atau orang yang tak cakap memindahtangankan barang itu.
b. karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau
penitipan
Jika kreditur menolak pembayaran, maka dibetur dapat melakukan penawaran
pembayaran tunai atas apa yang hams dibayarnya, dan jika kreditur juga
menolaknya, maka debitur dapat menitipkan uang atau barangnya kepada
Pengadilan. Penawaran demikian, yang diikuti dengan penitipan, membebaskan
debitur dan berlaku baginya sebagai pembayaran, asal penawaran itu dilakukan
menurut undang-undang, sedangkan apa yang dititipkan secara demikian adalah
atas tanggungan kreditur.
c. karena pembaruan utang
Terdapat tiga macam jalan untuk pembaruan utang, yaitu:
1) bila seorang debitur membuat suatu perikatan utang baru untuk kepentingan
kreditur yang menggantikan utang lama, yang dihapuskan karenanya;
2) bila seorang debitur banu ditunjuk untuk menggantikan debitur lama, yang
oleh kreditur dibebaskan dan perikatannya;
3) bila sebagai akibat suatu persetujuan baru seorang kreditur baru ditunjuk untuk
menggantikan kreditur lama, yang terhadapnya debitur dibebaskan dan
perikatannya.

d. karena perjumpaan utang atau kompensasi


Pequmpaan terjadi demi hukum, bahkan tanpa setahu debitur, dan kedua utang itu
saling menghapuskan pada saat utang itu bersama-sama ada, bertimbal balik untuk
jum!ah yang sama. Perjumpaan hanya terjadi antara dua utang yang dua-duanya
berpokok sejumlah utang, atau sejumlah barang-barang yang dapat dihabiskan dan
dan jenis yang sama, dan yang dua-duanya dapat diselesaikan dan ditagih
seketika. Bahan makanan, gandum dan hasil-hasil pertanian yang penyerahannya
tidak dibantah dan harganya dapat ditetapkan menurut catatan harga atau
keterangan lain yang biasa dipakai di Indonesia, dapat diperjumpakan dengan
sejumlah uang yang telah diselesaikan dan seketika dapat ditagih.
e. karena percampuran utang
Bila kedudukan sebagai kreditur dan debitur berkumpul pada satu orang, maka
terjadilah demi hukum suatu percampuran utang dan oleh sebab itu piutang
dihapuskan.
f. karena pembebasan utang
Pembebasan suatu utang atau pelepasan menurut persetujuan untuk kepentingan
salah seorang debitur dalam perikatan tanggung-menanggung, membebaskan
semua debitur yang lain, kecuali jika kreditur dengan tegas menyatakan hendak
mempertahankan hak-haknya terhadap orang-orang tersebut terakhir; dalam hal
itu, ia tidak dapat menagih piutangnya sebelum dikurangkan bagian dan debitur
yang telah dibebaskan olehnya.
g. karena musnahnya barang yang terutang
Jika barang tertentu yang menjadi pokok persetujuan musnah, tak dapat
diperdagangkan, atau hilang hingga tak diketahui sama sekali apakah barang itu
masih ada, atau tidak, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah atau
hilang di luar kesalahan debitur dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Bahkan
meskipun debitur lalai menyerahkan suatu barang, yang sebelumnya tidak
ditanggung terhadap kejadian-kejadian yang tak terduga, perikatan tetap hapus
jika barang itu akan musnah juga dengan cara yang sama di tangan kreditur,
seandainya barang tersebut sudah diserahkan kepadanya. Debitur diwajibkan
membuktikan kejadian tak terduga yang dikemukakannya. Dengan cara
bagaimanapun suatu barang hilang atau musnah, orang yang mengambil barang
itu sekali-kali tidak bebas dan kewajiban untuk mengganti harga.
h. karena kebatalan atau pembatalan
Semua perikatan yang dibuat oleh anak yang belum dewasa, atau orang-orang
yang berada di bawah pengampuan adalah batal demi hukum, dan atas tuntutan
yang diajukan oleh atau dan pihak mereka, harus dinyatakan batal, semata-mata
atas dasar kebelumdewasaan atau pengampuannya.
Perikatan yang dibuat oleh perempuan yang bersuami dan oleh anak-anak yang
belum dewasa yang telah disamakan dengan orang dewasa, tidak batal demi
hukum, sejauh perikatan tersebut tidak melampaui batas kekuasaan mereka.
Sedangkan Perikatan yang dibuat dengan paksaan, penyesatan atau penipuan,
menimbulkan tuntutan untuk membatalkannya.
Bila suatu tuntutan untuk pernyataan batalnya suatu perikatan tidak dibatasi
dengan suatu ketentuan undang-undang khusus mengenai waktu yang lebih
pendek, maka suatu itu adalah lima tahun. Waktu tersebut mulai berlaku: dalam

hal kebelumdewasaan sejak hari kedewasaan; dalam hal pengampuan, sejak hari
pencabutan pengampuan; dalam hal paksaan, sejak hari paksaan itu berhenti;
dalam hal penyesatan atau penipuan, sejak hari diketahuinya penyesatan atau
penipuan itu; dalam hal perbuatan seorang perempuan bersuami yang dilakukan
tanpa kuasa suami, sejak hari pembubaran perkawinan; dalam hal batalnya suatu
perikatan termaksud dalam Pasal 1341, sejak hari diketahuinya bahwa kesadaran
yang diperlukan untuk kebatalan itu ada. Waktu tersebut di atas, yaitu waktu yang
ditetapkan untuk mengajukan tuntutan, tidak berlaku terhadap kebatalan yang
diajukan sebagai pembelaan atau tangkisan, yang selalu dapat dikemukakan.
i. karena berlakunya suatu syarat pembatalan
Suatu perikatan adalah bersyarat jika digantungkan pada suatu peristiwa yang
mungkin terjadi dan memang belum terjadi, baik dengan cara menangguhkan
berlakunya perikatan itu sampai terjadinya peristiwa itu, maupun dengan cara
membatalkan perikatan itu, tergantung pada terjadi tidaknya peristiwa itu. Suatu
syarat batal adalah syarat yang bila dipenuhi akan menghapuskan perikatan dan
membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula, seolah-olah tidak pernah
ada suatu perikatan. Syarat ini tidak menunda pemenuhan perikatan; ia hanya
mewajibkan kreditur mengembalikan apa yang telah diterimanya, bila peristiwa
yang dimaksudkan terjadi.
j. karena lewat waktu
Waktu yang ditetapkan tidaklah menunda perikatan, melainkan hanya
pelaksanaannya. Apa yang harus dibayar pada waktu yang ditentukan itu, tidak
dapat ditagih sebelum waktu itu tiba; tetapi apa yang telah dibayar sebelum waktu
itu, tak dapat diminta kembali. Waktu yang ditetapkan selalu ditentukan untuk
kepentingan debitur, kecuali jika dari sifat perikatan sendiri atau keadaan ternyata
bahwa waktu itu ditentukan untuk kepentingan kreditur. Debitur tidak dapat lagi
menarik manfaat dan suatu ketetapan waktu, jika ia telah dinyatakan pailit, atau
jika jaminan yang diberikannya kepada kreditur telah merosot karena
kesalahannya sendiri. Sedangkan berdasarkan pasal 1967 KUH Perdata tuntutan
hukum akan hapus setelah lewatnya waktu 30 tahun.

Anda mungkin juga menyukai