Perjanjian - Perikatan
Perjanjian - Perikatan
NAMA :
AULYA AGUSTIN DWI ANDHINI
(1306498241)
CLASS : F13/2S
Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi
Program Studi Magister Akuntansi Pendidikan Profesi Akuntansi
STATEMENT OF AUTHORSHIP
Saya/kami yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir
adalah murni hasil pekerjaan saya/kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang
saya/kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.
Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada
mata ajaran lain, kecuali saya/kami menyatakan dengan jelas bahwa saya/kami
menggunakannya.
Saya/kami memahami bahwa tugas yang saya/kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan
atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.
Nama Mahasiswa
Kelas
: F13- 2S
Mata Ajar
KOMERSIAL
Judul Makalah/Tugas
: PERIKATAN
Hari, Tanggal
Nama Pengajar
Tandatangan
PERIKATAN
1. Apa yang dimaksud dengan perikatan dan apa bedanya dengan perjanjian ?
Berdasarkan Pasal 1233 KUH Perdata bahwa perikatan lahir karena suatu persetujuan
atau karena undang-undang. Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya Hukum Perjanjian
(hal. 1) membedakan pengertian antara perikatan dengan perjanjian. Subekti
menyatakan bahwa hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian
itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, di samping sumbersumber lain.
Definisi perikatan menurut Prof. Subekti, S.H. adalah sebagai berikut:
Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua
pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak
yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
Sedangkan perjanjian didefinisikan sebagai berikut:
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang
lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
Perbedaan antara perikatan dan perjanjian adalah sebagai berikut:
NO
PEMBEDA
PERIKATAN
PERJANJIAN
Ruang lingkup
Sumber
perjanjian
Konsekuensi
Hukum
Sifat
Abstrak: kita tidak dapat melihat Konkret: dapat dilihat atau dibaca
dengan pancaindra suatu perikatan
suatu bentuk perjanjian ataupun
didengar perkataan perkataannya
yang berupa janji
Kesimpulan:
Hukum perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di dalam lapangan harta
kekayaan yang sudah melalui perjanjian, yang dilakukan oleh dua orang atau lebih
dan menimbulkan suatu hak dan kewajiban. Sumber hukum perikatan adalah
perjanjian dan undang-undang. Suatu perjanjian yang dibuat dapat menyebabkan
lahirnya perikatan bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut. Perjanjian
adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lainnya atau dimana
dua orang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Perikatan merupakan suatu
yang sifatnya abstrak sedangkan perjanjian adalah suatu yang bersifat kongkrit.
Karena itu, perikatan dan perjanjian memiliki keterkaitan.
2. Apa saja yang dapat melahirkan perikatan?
Berdasarkan Kitab Undang-Undang hukum Perdata Pasal 1233, suatu perikatan
dapat lahir karena:
a. Perjanjian
Suatu perikatan yang bersumberkan dari perjanjian lahir karena hal tersebut
memang dikehendaki oleh para pihak yang membuat perjanjian. Dalam bentuknya
perjanjian berupa suatu rangkaian janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan
atau ditulis. Dalam arti sempit disebut dengan kontrak atau perjanjian tertulis.
b. Undang-undang.
Sedangkan perikatan yang bersumberkan dari undang-undang lahir karena
kehendak pembuat undang-undang dan diluar kehendak para pihak yang
bersangkutan. Selanjutnya, perikatan yang bersumberkan dari undang-undang
dapat dibedakan lagi menjadi:
1) Undang-undang saja, misalnya kewajiban orang tua terhadap
perkarangan yang bertetangga.
anak, pemilik
2) Undang-undang yang berhubungan dengan perbuatan orang dimana undangundang yang bersumberkan dari perbuatan yang berhubungan dengan
perbuatan orang dibedakan lagi menjadi 2 yaitu:
a) Perbuatan yang halal, misalnya seseorang yang sukarela, mewakili urusan
orang
lain, maka ia berkewajiban untuk meneruskan dan
menyelesaikan urusan dimaksud, sedangkan pihak
yang
diwakili
kepentingannya berkewajiban
memenuhi janji-janji yang dibuat si
wakil dan menggantikan pengeluaran si wakil tersebut; Pembayaran tak
terhutang wajib dikembalikan.
b) Perbuatan melanggar hukum, bahwa orang yang dirugikan mempunyai
hak untuk menuntut kerugian, dan orang yang karena perbuatannya
merugikan orang lain berkewajiban untuk membayar ganti rugi.
3. Sebutkan jenis-jenis perjanjian?
Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Dalam ilmu pengetahuan Hukum
Perdata perjanjian memiliki 14 (empat belas) jenisyaitu sebagai berikut:
a. Perjanjian Timbal Balik: adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok
bagi kedua belah pihak.
b.
mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada, pihak yang lain,
tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
c. Perjanjian Atas Beban: adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang
satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu
ada hubungannya menurut hukum.
d. Perjanjian Bernama (Benoemd): adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama
sendiri, maksudnya adalah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi
nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak
terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab
XVIII KUHPerdata.
e. Perjanjian tidak bernama (Onboemde Overeenkomst): adalah perjanjian-perjanjian
yang tidak diatur di dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat.
Jumlah perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan dengan
kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya.
f. Perjanjian Kebendaan: adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan
haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban
(oblilige) pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain
(levering, transfer).
g. Perjanjian Obligator: adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban
diantara para pihak.
h. Perjanjian Konsensual: adalah perjanjian dimana antara kedua belah pihak telah
tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perjanjian. Menurut
KUHPerdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 1338).
i. Perjanjiaan Riil: adalahaitu suatu perjanjian yang terjadinya itu sekaligus dengan
realisasi tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak.
j. Perjanjian Liberatoir: adalah perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari
kewajiban yang ada (Pasal 1438 KUHPerdata).
k. Perjanjian Pembuktian (Bewijsovereenkomts): adalah suatu perjanjian dimana para
pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka.
l. Perjanjian Untung-untungan: Menurut Pasal 1774 KUHPerdata, yang dimaksud
dengan perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya,
mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak,
bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu.
m. Perjanjian Publik: adalah suatu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai
oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah,
dan pihak lainnya swasta. Diantara keduanya terdapat hubungan atasan dengan
bawahan (subordinated), jadi tidak dalam kedudukan yang sama(co-ordinated).
n. Perjanjian Campuran: adalah suatu perjanjian yang mengandung berbagai unsure
perjanjian di dalamnya.
4. Apa yang dimaksud dengan kebebasan berkontrak?
Dalam Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia, kebebasan berkontrak dapat
disimpulkan dari ketentuan pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan
bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya. Sumber dari kebebasan berkontrak adalah
kebebasan individu sehingga yang merupakan titik tolaknya adalah kepentingan
hal kebelumdewasaan sejak hari kedewasaan; dalam hal pengampuan, sejak hari
pencabutan pengampuan; dalam hal paksaan, sejak hari paksaan itu berhenti;
dalam hal penyesatan atau penipuan, sejak hari diketahuinya penyesatan atau
penipuan itu; dalam hal perbuatan seorang perempuan bersuami yang dilakukan
tanpa kuasa suami, sejak hari pembubaran perkawinan; dalam hal batalnya suatu
perikatan termaksud dalam Pasal 1341, sejak hari diketahuinya bahwa kesadaran
yang diperlukan untuk kebatalan itu ada. Waktu tersebut di atas, yaitu waktu yang
ditetapkan untuk mengajukan tuntutan, tidak berlaku terhadap kebatalan yang
diajukan sebagai pembelaan atau tangkisan, yang selalu dapat dikemukakan.
i. karena berlakunya suatu syarat pembatalan
Suatu perikatan adalah bersyarat jika digantungkan pada suatu peristiwa yang
mungkin terjadi dan memang belum terjadi, baik dengan cara menangguhkan
berlakunya perikatan itu sampai terjadinya peristiwa itu, maupun dengan cara
membatalkan perikatan itu, tergantung pada terjadi tidaknya peristiwa itu. Suatu
syarat batal adalah syarat yang bila dipenuhi akan menghapuskan perikatan dan
membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula, seolah-olah tidak pernah
ada suatu perikatan. Syarat ini tidak menunda pemenuhan perikatan; ia hanya
mewajibkan kreditur mengembalikan apa yang telah diterimanya, bila peristiwa
yang dimaksudkan terjadi.
j. karena lewat waktu
Waktu yang ditetapkan tidaklah menunda perikatan, melainkan hanya
pelaksanaannya. Apa yang harus dibayar pada waktu yang ditentukan itu, tidak
dapat ditagih sebelum waktu itu tiba; tetapi apa yang telah dibayar sebelum waktu
itu, tak dapat diminta kembali. Waktu yang ditetapkan selalu ditentukan untuk
kepentingan debitur, kecuali jika dari sifat perikatan sendiri atau keadaan ternyata
bahwa waktu itu ditentukan untuk kepentingan kreditur. Debitur tidak dapat lagi
menarik manfaat dan suatu ketetapan waktu, jika ia telah dinyatakan pailit, atau
jika jaminan yang diberikannya kepada kreditur telah merosot karena
kesalahannya sendiri. Sedangkan berdasarkan pasal 1967 KUH Perdata tuntutan
hukum akan hapus setelah lewatnya waktu 30 tahun.